• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN DAMPAK AKIBAT KARMA

4. Besar-Kecilnya Akibat Karma Dari Suatu Perbuatan Atau Perkataan

Terdapat beberapa penunjang yang dapat mempengaruhi besar-kecil kekuatan akibat dari suatu karma baik maupun dari suatu karma buruk, yaitu : ==== 1. Penunjang dalam bentuk perasaan yang menyertai perkataan atau perbuatan.

Melukai seseorang dengan perasaan sangat marah dan benci akan menghasilkan akibat karma buruk yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan melukai seseorang dengan sedikit saja rasa marah atau benci. Atau jika kita mencuri dengan dilandasi perasaan serakah [tidak puas atau tidak bersyukur dengan apa yang kita miliki] akan menghasilkan akibat karma buruk yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kita mencuri agar tidak mati kelaparan.

Demikian juga sebaliknya, dalam perbuatan atau perkataan yang berdampak sukhacitta [menolong, menyelamatkan atau membahagiakan mahluk lain], jika kita melakukannya dengan dilandasi perasaan belas kasih dan kebaikan yang benar-benar tulus, itu akan menghasilkan akibat karma baik yang jauh lebih besar

jika dibandingkan dengan kita membantu orang karena ada maunya, atau karena diberikan imbalan, atau mengharapkan balasan.

==== 2. Penunjang berupa awidya [kebodohan, kesalahpahaman] yang menyertai perkataan atau perbuatan.

Jika kita melakukan suatu perbuatan atau perkataan secara egois, hanya peduli pada diri kita sendiri dan tidak peduli pada masalah penting orang lain atau yang menyakiti mereka.

Misalnya kita pergi ke suatu tempat, kemudian disana kita secara sengaja melanggar aturan adat yang dianggap sangat penting oleh masyarakat disana [tuan rumah] karena kita merasa diri kita sepenuhnya benar. Atau kita ikut berperang untuk membunuh semua orang dari kelompok tertentu dan kita berpikir bahwa hal itu sepenuhnya benar karena kita merasa membela kebenaran. Atau kita membunuh binatang dan merasa itu sepenuhnya benar karena mereka diciptakan Tuhan untuk kita gunakan. Jika pikiran [awidya] seperti itu menyertai perbuatan atau perkataan kita, maka akibat karma buruknya akan jauh lebih besar dan berat.

Lebih jauh dari itu, suatu tindakan berdampak dhukacitta secara karma akan menjadi berat sekali bobotnya jika kita melakukannya dengan riang-gembira,

kita merasa senang atau puas setelah melakukannya, tidak menganggapnya sebagai sebuah kesalahan dan tidak menganggap hal itu memiliki akibat karma buruk.

Kebalikan dari hal ini adalah jika kita secara terbuka mengakui bahwa perbuatan atau perkataan yang kita lakukan itu merupakan sebuah kesalahan. Bahkan walaupun disaat melakukannya kita tidak menganggapnya sebagai suatu kesalahan, tapi kemudian setelah itu terjadi kita menyadari dan mengakui bahwa itu merupakan kesalahan, hal itu akan mulai meringankan kekuatan akibat karma buruknya. Yang lebih mendalam lagi jika kita berpikir untuk melakukan upaya memperbaiki dampak dhukacitta yang telah kita timbulkan dengan cara melakukan tindakan-tindakan penyeimbang yang berdampak sukhacitta. ==== 3. Penunjang dalam bentuk besarnya dampak perkataan atau perbuatan.

Bagaimana besar dampak kesengsaraan atau kebahagiaan yang diakibatkan dari perbuatan atau perkataan kita terhadap mahluk lain. Misalnya membunuh seseorang akan menghasilkan akibat karma buruk yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan memukulnya. Memfitnah seseorang akan menghasilkan akibat karma buruk yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan membentaknya. Sekali menipu merugikan ratusan orang akan menghasilkan akibat

karma buruk yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan sekali menipu merugikan satu orang saja.

Demikian juga sebaliknya, terkait perbuatan atau perkataan yang berdampak sukhacitta. Misalnya menyelamatkan nyawa seseorang akan menghasilkan akibat karma baik yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan memberikannya pakaian, karena perbedaan besar dampaknya. Atau memberikan uang Rp. 1 juta kepada orang miskin akan menghasilkan akibat karma baik yang lebih besar jika dibandingkan dengan memberikannya kepada seorang kaya-raya. ==== 4. Penunjang dalam bentuk manfaat orang yang menjadi sasaran perbuatan atau perkataan kita.

Ini tergantung dari manfaat yang kita terima [atau yang diterima orang lain] dari orang tersebut di masa lampau, di masa kini dan di masa depan. Misalnya menjelek-jelekkan seorang Guru dharma yang asli atau penyebar ajaran dharma yang asli [ajaran dharma yang sesuai kenyataan kosmik] akan menghasilkan akibat karma buruk yang jauh lebih besar dan berat jika dibandingkan dengan menjelek-jelekkan orang awam, karena manfaat mereka.

Demikian juga sebaliknya, dalam perbuatan atau perkataan yang berdampak sukhacitta, misalnya melayani atau menolong seorang Guru dharma yang asli

atau penyebar ajaran dharma yang asli akan menghasilkan akibat karma baik yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan melayani atau menolong orang awam, karena manfaat mereka.

==== 5]. Penunjang dalam bentuk tingkat kondisi keadaan dari orang yang menjadi sasaran perbuatan atau perkataan kita.

Misalnya menyakiti orang yang sedang terpuruk [tertekan, stress], atau misalnya orang yang dalam keadaan mengalami sakit, maka itu akan menghasilkan akibat karma buruk yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kita menyakiti orang yang sedang bahagia atau dalam keadaan sehat. Atau melukai orang yang memiliki banyak sifat-sifat yang baik dan belas kasih, maka itu akan menghasilkan akibat karma buruk yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan melukai orang yang memiliki sifat egois atau yang banyak melakukan pelanggaran dharma.

Demikian juga sebaliknya, dalam perbuatan atau perkataan yang berdampak sukhacitta, misalnya menolong orang yang sedang terpuruk [tertekan, stress] atau misalnya dalam keadaan sakit, akan menghasilkan akibat karma baik yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan menolong orang yang sedang bahagia atau dalam keadaan sehat.

==== 6]. Penunjang dalam bentuk janji atau sumpah. Misalnya kita mencaci-maki seseorang yang melukai kita padahal kita sudah bersumpah untuk tidak mencaci-maki siapapun, itu akan menghasilkan akibat karma buruk yang lebih berat jika dibandingkan ketika kita belum bersumpah apapun.

Demikian juga sebaliknya, jika kita menahan diri sekuat-kuatnya untuk tidak mencaci-maki seseorang yang melukai kita karena kita sudah bersumpah untuk tidak mencaci-maki siapapun, maka tindakan itu kemudian akan menghasilkan akibat karma baik tertentu.

==== 7]. Penunjang dalam bentuk pengulangan.

Misalnya kita melakukan suatu pencurian dan di masa sebelumnya kita telah berkali-kali melakukannya, maka pencurian itu akan menghasilkan akibat karma buruk yang lebih berat dibandingkan jika kita baru sekali ini saja melakukan pencurian. Atau jika kita tidak memiliki kehendak untuk berhenti mengulanginya. Misalnya kita menghidupkan musik keras-keras di malam hari dan tidak peduli hal itu membuat tetangga tidak bisa tidur, kemudian kita mengulanginya lagi dimalam-malam berikutnya.

Demikian juga sebaliknya, dalam perbuatan atau perkataan yang berdampak sukhacitta, misalnya jika kita memberikan makanan kepada pengemis kelaparan dan di masa sebelumnya kita telah berkali-kali melakukannya, maka tindakan memberikan makanan kepada pengemis kelaparan itu akan menghasilkan akibat karma baik yang lebih kuat dibandingkan jika kita baru sekali ini saja melakukannya.

==== 8]. Penunjang dalam bentuk jumlah orang yang melakukan suatu perbuatan atau perkataan.

Misalnya kita melakukan korupsi dan kita adalah bagian dari suatu komplotan, itu akan menghasilkan akibat karma buruk yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kalau kita melakukannya sendirian. Atau jika kita mengeroyok seseorang itu akan menghasilkan akibat karma buruk yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kalau kita sendirian saja memukulinya.

Demikian juga sebaliknya, dalam perbuatan atau perkataan yang berdampak sukhacitta, seperti ngayah di pura, menyumbang ke panti asuhan, dsb-nya, jika kita melakukannya dengan membuat kelompok bersama banyak orang lainnya [yang ikut dengan senang hati, bukan terpaksa], maka akan menghasilkan akibat karma baik yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan kita melakukannya sendirian.

==== 9]. Penunjang dalam bentuk ada atau tidaknya kekuatan penyeimbangnya.

Misalnya kita mencuri uang milik seseorang [berdampak dhukacitta], apakah kita di masa sebelumnya pernah memberikannya uang [berdampak sukhacitta] sebagai penyeimbang, jika demikian itu akan menghasilkan akibat karma buruk yang lebih ringan jika dibandingkan kita di masa sebelumnya tidak pernah memberikannya uang.

Demikian juga sebaliknya, terkait perbuatan atau perkataan yang berdampak sukhacitta. Misalnya kita memberikan uang pada seseorang [berdampak sukhacitta], apakah kita di masa sebelumnya pernah mencuri uang darinya [berdampak dhukacitta], jika demikian itu akan menghasilkan akibat karma baik yang lebih lemah jika dibandingkan kita di masa sebelumnya tidak pernah mencuri uangnya.

Pedoman Sangat Mendasar Untuk Menjalani