• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUA PILAR PENGHAPUSAN KARMA BURUK

5. KARMA-GYANI - MENERIMA GARIS NASIB DENGAN IKHLAS

Sadhana ini berarti menerima garis nasib kita sebagaimana adanya. Menjalani kehidupan kita dengan upaya tidak kenal lelah, tapi sekaligus mengalir damai bersama putaran karma kita sendiri. Atau kalau tetua Jawa menyebutnya dengan nrimo. Hiduplah dengan melaksanakan segala upaya, sekaligus penuh rasa syukur, penuh rasa terimakasih dan penuh rasa berkecukupan pada apa yang kita dapatkan dan miliki, serta sanggup menerima setiap kejadian dengan pikiran damai dan penuh kerelaan.

Hukum karma dapat dijelaskan sebagai munculnya akibat karena adanya sebab yang mendahului. Orang yang sadar dan memahami dalam-dalam tentang hukum semesta ini [hukum karma] akan menerima garis nasibnya dengan penuh rasa syukur, penuh rasa terimakasih dan penuh rasa berkecukupan pada apa yang dia dapatkan dan miliki. Serta menerima setiap kejadian buruk dengan pikiran damai. Karena dia sadar perjalanan kehidupan ini sedang membayar hutang karma, sambil kemudian dalam hidupnya terus berupaya “memotong” sebab yang akan menghasilkan akibat buruk. Bukannya terbalik, walaupun sudah tahu akan adanya hukum karma, tapi tetap merasa heran, marah dan protes ketika berbagai masalah, kesulitan dan kesengsaraan datang dalam hidupnya.

Apapun yang terjadi dalam kehidupan, seorang karma-gyani berani mengatakan ke diri sendiri “ini adalah karma saya dan saya akan menyatu dengan karma saya ini“. Semuanya dijalanin saja dengan mengalir. Bahkan termasuk pada kejadian buruk ketika dia disakiti, dihina, ditipu, ketemu orang jahat, ketemu orang yang memperlakukan dengan tidak baik, kecelakaan, sakit keras, dsb-nya. Dia berani berkata ke diri sendiri “saya sedang membayar hutang karma“. Dan bagi dia tidak usah menciptakan karma buruk yang baru dengan cara marah-marah, tidak puas atau protes. Dengan kata lain “memotong” dan menghentikan siklus

karma buruk kita yang terus berputar dan terus terjadi berulang-ulang.

Tentu muncul pertanyaan kalau kita menerima dengan rela, bagaimana kalau dia nanti tambah keterlaluan ? Bagaimana kalau dia tambah kurang ajar ? Janganlah berpikir terlalu jauh dan selalulah berpikiran positif. Kalaupun kejadiannya kemudian memang seperti itu kita katakan ke diri sendiri tidak apa-apa. Relakan semua dalam senyuman dan pikiran yang damai. Apapun yang terjadi sifat sabar, menerima dan belas kasih kita tidak boleh berkurang sedikitpun. Karena sikap seperti ini yang dapat menghentikan siklus karma buruk kita yang terus berputar dan terus terjadi berulang-ulang.

Tapi kalau kejadiannya sudah sampai melanggar hukum, kita wajib melaporkannya kepada polisi, jaksa atau hakim yang punya swadharma untuk menangkap dan memenjarakan orang tersebut. Tapi tidak boleh dengan motif kemarahan, kebencian maupun dendam ada pada diri kita. Tujuannya adalah untuk mendidik dan menjaga agar dia tidak menjadi berbahaya bagi orang lain maupun bagi dirinya sendiri. Kita sendiri tidak perlu menjadi polisi, jadi jaksa atau jadi hakim. Biarkan mereka para aparat penegak hukum yang melaksanakan swadharma mereka.

Terkadang dalam perjalanan kehidupan ini kita juga mendapatkan pengalaman-pengalaman yang menimbulkan berbagai pilihan sulit. Misalnya kita bekerja dengan tekun dan bersungguh-sungguh di tempat kerja, tapi kita dikatakan beberapa rekan kerja sebagai suka mencari muka. Atau kita sudah berusaha dengan sebaik-baiknya melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepada kita, tapi kita selalu ada saja dipersalahkan dan dibuat menjadi serba salah. Atau kita melakukan berbagai kebaikan, tapi orang-orang lain berprasangka buruk kepada kita.

Kalau hal seperti ini terjadi kepada kita, tidak usah bingung, ragu, takut atau kehilangan semangat. Kita harus bertahan kepada segi positifnya dan jangan membiarkan diri kita terseret kepada segi negatifnya. Kita bekerja dengan tekun dan bersungguh-sungguh di tempat kerja [segi positif], tapi kita dikatakan beberapa rekan kerja sebagai suka mencari muka [segi negatif]. Jangan terseret atau terjerumus kepada segi negatifnya dimana kita terpengaruh dan menjadi bingung, ragu, takut atau kehilangan semangat, tapi tetaplah fokus kepada segi positifnya yaitu tekun dan bersungguh-sungguh di tempat kerja.

Atau kita sudah berusaha dengan sebaik-baiknya melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepada kita [segi positif], tapi kita selalu saja ada dipersalahkan dan dibuat menjadi serba salah [segi negatif]. Jangan

terseret atau terjerumus kepada segi negatifnya dimana kita terpengaruh dan menjadi bingung, ragu, takut atau kehilangan semangat, tapi tetaplah fokus kepada segi positifnya yaitu berusaha dengan sebaik-baiknya melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepada kita. Masalah kita selalu dipersalahkan itu bagian dari karma kita dan kita serahkan kepada alam untuk mengaturnya. Atau kita melakukan berbagai kebaikan [segi positif], tapi orang-orang lain berprasangka buruk kepada kita [segi negatif]. Jangan terseret kepada segi negatifnya dimana kita terpengaruh dan menjadi bingung, ragu, takut atau kehilangan semangat, tapi tetaplah fokus kepada segi positifnya yaitu melakukan berbagai kebaikan. Masalah bagaimana penilaian orang itu bagian dari karma dan kita serahkan kepada alam untuk mengaturnya.

Karma-gyani memiliki makna berupaya memberi yang terbaik dalam segala bidang kehidupan kita atau apa yang kita kerjakan. Dengan kobaran semangat dan kesungguhan. Tapi sekaligus juga selalu bersikap jujur, sangat sabar, mengalah, selalu rendah hati dan menerima setiap kejadian dengan penuh kerelaan.

Karena dengan sikap demikian sesungguhnya manusia sedang menyalakan cahaya kesadaran Atman di dalam dirinya, sekaligus menyelamatkan perjalanan dalam siklus samsara yang sangat panjang bila

dibandingkan perjalanan satu kehidupan yang teramat sangat singkat ini.

BERUPAYA MEMBERI YANG TERBAIK DALAM SEGALA BIDANG KEHIDUPAN, SEKALIGUS BERSIKAP JUJUR, SABAR, MENGALAH, RENDAH HATI DAN MENERIMA SETIAP KEJADIAN DENGAN PENUH KERELAAN, INILAH YANG DISEBUT SADHANA SAMVARA. CARA KITA MENSIASATI HUKUM KARMA, SUPAYA KITA TIDAK TERJEBAK KEPADA SIKLUS PENGULANGAN DAN PENAMBAHAN KARMA BURUK. SEHINGGA AKUMULASI KARMA BURUK KITA TERHENTI SAMPAI DISANA SAJA, TIDAK TERULANG LAGI ATAU MALAH BERTAMBAH.

6. SATTWAWAJAYA - MENGARAHKAN DIRI