• Tidak ada hasil yang ditemukan

BHINEKA: AKSI DAN KOSAMBI

Dalam dokumen Sebelas Senyuman untuk Kosambi (Halaman 143-154)

“Kunci kesuksesan adalah kesabaran dan berusaha”

BHINEKA: AKSI DAN KOSAMBI

Faris Rahman Satria

Alienasi, Transformasi, Aliansi

Assalamualaikum. Apa kabar PPM? Saya ingin bercerita tentang

KKN saya nih. Saya Faris Rahman Satria tergabung ke dalam kelompok KKN AKSI. Kebetulan, kelompok saya mendapat nomor urut 219. Jadi secara lengkap, nama kelompok saya adalah KKN AKSI 219.

Oke, pada awal pertemuan saya dengan teman-teman terjadi

ketidaklengkapan personil. Saya ingat waktu itu kami dikumpulkan di Auditorium Harun Nasution. Dari daftar peserta KKN yang saya unduh dari internet, saya mengetahui bahwa kelompok saya terdiri dari sebelas orang yang berasal dari fakultas yang berbeda-beda. Saya sangat bersyukur mendapat teman yang berasal dari luar fakultas saya, Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Waktu itu dihadiri oleh Saya, Fatimah, Bela, Fadli, Dzul, Ismail, Nita, Belda, Fikri dan Aini. Saya pun terkejut waktu itu, kenapa hanya bersepuluh kami ini, batin saya bertanya. Saya mengobrak-abrik memori saya, siapa gerangan serpihan puzzle ke-sebelas yang tidak bergabung ini. Saya hampir putus asa dibuatnya. Otak saya dibuat ngebul oleh memori saya yang tidak sempurna.

“Ah, kenapa ini terjadi?” Itulah yang saya tanyakan kepada tuhan waktu itu, di dalam hati pastinya.

Kalau saya menyerukannya secara lisan di sebuah ruangan sebesar Auditorium Harun Nasution, pasti saya akan menjadi bahan cibiran seluruh kelompok KKN di sana. Mungkin itu terlalu berlebihan.

Oke, singkat kata ternyata yang tidak hadir adalah Wiyah, dia adalah mahasiswi FISIP jurusan Hubungan Internasional. Pertanyaan besar itupun terjawab sudah. Saya menghela napas setelah mengetahui dialah orangnya. Saya membatin, saya tandai kamu.

Kesenjangan pengetahuan antar masing-masing anggota terjadi. Keheningan menyelimuti kami yang tidak mengenal satu sama lain waktu itu. Kemudian, semua gelas kekikukkan terpecah setelah salah satu dari kami mencetuskan sebuah ide yang dapat menyatukan kami semua.

124 | K e l o m p o k K K N A K S I

Petuah dari beliau adalah “Mendingan kami memperkenalkan diri

satu-satu yuk.” Saya terkagum-kagum dibuatnya.

Idenya sangat cemerlang menghapus ruang kediaman di antara kami semua waktu itu. Akan tetapi, hati saya bergejolak sekarang. Siapa dia yang mencetus ide yang sangat menyatukan kami semua waktu itu? Sangat ingin hati saya berguru kepadanya agar dapat menjadi sutradara di waktu-waktu genting menelurkan gagasan berlian yang membuahkan sebuah solusi. Ahhh, kenapa saya lupa orang besar ini? Saya tidak mau menjadi seorang yang lupa menyertakan nama pemikir di daftar pustaka buku saya. Untuk beliau yang bagai proklamator hari kemerdekaan, saya mengagumimu.

Perkenalan dimulai. Diketahuilah saya dari FEB, Perbankan Syariah. Fatimah dari FEB, IESP. Dzul dari FST, Teknik Informatika. Ismail dari FU, Perbandingan Agama. Nita dari FU, Tafsir Hadis. Fikri dari FIDKOM, Manajemen Dakwah. Belda dari FIDKOM, KPI. Fadli dari FSH, Muamalat. Bela dari FSH, Ilmu Hukum. Terakhir ada Aini dari FAH, Bahasa dan Sastra Arab. Wow, semangat kebhinekaan kami berkobar menjadi satu di saat itu. Keragaman latar belakang membuat kami mendapat topik-topik pembicaraan yang melayang-layang mengitari lingkaran yang kami buat waktu itu. Cap cip cup kenakalan indra pertanyaan kami mengusili telinga orang dalam lingkaran tersebut. Bagai Nabi terbaru salah seorang dari kami menggiring kami kepada topik apa yang sebenarnya harus dirumuskan.

“Kami harus membuat susunan pemimpin. Kami harus bersifat sistematis dan praktis agar KKN kami menjadi KKN yang utopis,” katanya. Aih, saya lupa lagi nama “Nabi” ini.

Pemilihan ketua dilakukan di mana Fadli yang belakangan saya ketahui merupakan anggota Lisensi, sebuah kelompok mahasiswa UIN Jakarta yang berafiliasi dengan Ekonomi Islam, terpilih menjadi ketua. Kemudian, Fatimah kawan satu fakultas saya, terpilih menjadi sekretaris. Pada pemilihan bendahara terjadi kontak tegang di antara kami. Belda yang tadinya dijagokan mengemban amanah menjadi “Menkeu” kelompok KKN karena aura positif didalam tubuhnya mengisyaratkan untuk memindahkan mandatnya ke yang lain saja. Otak-otak kami dipaksa bekerja lagi dibuatnya. Wah, ini menjadi kuras Otak-otak

S e b e l a s S e n y u m a n U n t u k K o s a m b i | 125

pertama kami dan terjadi dihari pertama kami bertemu! Akhirnya, Aini terpilih menjadi bendahara.

Pertemuan kami waktu itu dibuyarkan secara paksa oleh antek-antek PPM.

Orang itu berseru, “Keluar dari sini! Sudah sore! Ibu dan Ayah kalian mencari kalian kemana-mana! Pulang! Enyah dari sini!”

Benar-benar membuyarkan kehangatan yang sudah terjalin pastinya di ratusan kelompok KKN yang berkumpul waktu itu. Untuk menyiasati ketidaktuntasan pertemuan, kami menjadwalkan pertemuan lagi di lain hari. Akhirnya, pertemuan itu terjadwal. Tidak terlalu lama dari hari itu. Sekitar beberapa hari dari akhir mencekam di Auditorium Harun Nasution. Walau, harus saya akui, saya lupa kapan.

Di hari pertemuan lanjutan yang sudah terjadwalkan itu, si puzzle terakhir menunjukkan batang hidungnya.

Saya pun melabrak-nya, “Lu udah gua tandain!” seru saya. Dia pun merespon, “O, oke.”

Dia mengenalkan diri bahwa namanya Wiyah, FISIP, Hubungan Internasional. Seketika, bagai teroris yang berteriak di Pasar Ciputat, “Aku teroris! Aku teroris!”, dia mengeluarkan sabda bagai bom.

“Saya ikut KKN Kebangsaan. Hanya menunggu konfirmasi untuk wawancara.”

Saya yang tadinya wah benar-benar, wah parah dengan ketidakhadirnnya di pertemuan di Auditorium, seketika takjub dan mengacungkan empat jempol yang telah diletakkan Allah Subhanahu wa

Ta’ala di tubuh saya kepadanya. Tapi, aura keharuan yang menyusul

menyelimuti pertemuan di Taman Landmark UIN Jakarta. Jikalau dia diterima pastilah jumlah kelompok berkurang. Ya Allah, jangan sampai dia diterima KKN kebangsaan ya Allah mungkin itulah yang dipikirkan Fatimah pada waktu itu.

Bak gayung bersambut, raut wajah Fadli mengisyaratkan sebuah pernyataan, “Duh yang patungan KKN jadi dikit nih.”

Singkat cerita, waktu itu pembahasan berkutat di penamaan kelompok. Otak kami yang sebenarnya banyak tapi tersendat akhirnya diputuskan bahwa pada pertemuan selanjutnya di tempat yang sama

126 | K e l o m p o k K K N A K S I

untuk menetapkan nama kelompok KKN. Walau, sekarang saya masih mencari-cari gagasan yang terlupakan. Kapan waktunya pertemuan itu?

“KKN AKSI, A itu Aktif, K itu Kreatif, S itu Solutif dan I untuk Inovatif.” Seru Ismail di pertemuan lanjutan itu.

Wow, memang beliau sangat jitu memfasilitasi keinginan kami

untuk menetapkan nama kelompok.

Tiba-tiba dia bersorak, “Giveme A, giveme K, giveme S, giveme I,

AAAAKKKKSSSSIII!” bagai pemandu sorak dia menggelinjang-gelinjang. Ya, benar momen ini sangat tidak terlupakan. Walau saya bohong.

Tanggal berapa itu saya lupa, kami mendapat kabar bahwa Wiyah diterima untuk KKN Kebangsaan. Ketua kami Fadli mulai mencemaskan kondisi finansial yang akan menimpa kelompok AKSI kedepannya karena harus ditinggal salah satu calon investor. Beberapa hari dia tidak dapat tidur memikirkan perihal dana KKN yang pasti akan bertambah untuk satu orang. Beberapa hari kemudian insomniac syndrome yang dideritanya sekejap sembuh. Penyembuh penyakit kronis yang merasuki tubuhnya untuk beberapa hari adalah garansi PPM yang menjamin bahwa akan ada tambahan anggota di kelompok AKSI. Kebiasaan begadang dan uring-uringannyapun sembuh. Keesokkan harinya malah tidak pernah berhenti tersenyum si Fadli ini karena tambahan anggota yang akan bergabung berjumlah dua orang. Bersalto ria lah hati pak ketua. Beberapa hari kemudian, PPM mengkomunikasikan nama serta nomor telepon dari dua puzzle tambahan untuk menambal satu puzzle yang direnggut oleh KKN Kebangsaan. Namun, awan was-was kembali menyelimuti hatinya karena yang merespon hanya satu orang.

Diadakanlah meet and greet pada tanggal yang saya lupa untuk memperkenakan dua berlian yang dihadiahkan PPM kepada kami. Datanglah seorang perempuan bernama Sarah, FU Tafsir Hadist, menjumpai kami dibawah Auditorium Harun Nasution pada suatu sore yang penuh dengan kicauan burung. Namun, satu orang lagi tidak kunjung muncul ataupun menghubungi Dzul yang bertindak sebagai pakar informatika di kelompok AKSI. Setelah terlantung-lantung beberapa hari akan kejelasan satu permata buah tangan PPM ini, orang tersebut tidak kami sertakan dalam KKN. Namanya masih misterius

S e b e l a s S e n y u m a n U n t u k K o s a m b i | 127

sampai sekarang. Atau mungkin semua ini karena kesalahan saya. Saya lupa namanya.

Dari setiap pertemuan yang kami koordinasikan baik lisan maupun lewat grup Whatsapp, penyakitnya sama susah untuk berkumpul semua. Hampir saya bunuh diri dibuatnya.

“Apakah KKN ini akan sukses wahai Tuhan!?” Saya membatin. Bayang-bayang koordinasi yang tidak terlaksana dan terkomukasikan sempurna menggelembung merasuk kedalam aliran darah raga saya. Sampai saya sedikit iri dengan kelompok lain yang menetapkan denda jika ada yang tidak bisa rapat maupun survey. Tapi itu dulu, sekarang tidak. Saya sudah minum Lasegar. Tidak, itu bercanda. Intinya, pikiran negatif itu mencuat di awal-awal saja. Di saat-saat berikutnya kami begitu kompak bahu-membahu mensukseskan KKN AKSI di Desa Kosambi. AKSI KKN di Kosambi. Sungguh perpaduan yang

poetic anatara nama kelompok dan nama desa kami. Busa, Kertas, dan Tembakau

“Sambung menyambung menjadi satu itulah Indonesia.” Sebuah penggalan lagu wajib nasional yang biasa saya tembangkan di kala masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Lalu, apa kaitannya dengan KKN AKSI ini? Ya, anda benar! Kami memiliki tidak hanya latar belakang akademis yang berbeda-beda, tapi juga karakter, tabiat dan kesintingan yang berbeda-beda. Tumpuk-menumpuk menjadi satu itulah KKN AKSI.

Mendebarkan sekali di awal-awal kami sampai di Desa Kosambi. Denyut jantung serasa memuncratkan beduk yang bertalu-talu di dalam tulang rusuk. Mengapa? Karena harus tinggal dengan orang-orang yang baru kenal dan tidak terlalu mengetahui kejorokkan masing-masing. Kekagetan sosial dapat terjadi dalam kondisi seperti ini, kata beberapa ahli kejiwaan ternama. Kesunyian kadang datang ketika rapat berjalan. Lambat laun rapat menjadi penuh dengan canda tawa sampai-sampai pembahasan tidak juga kelar saat rapat digelar. Tiba-tiba, aroma tidak sedap terendus oleh indra-indra penciuman anak-anak muda yang pastinya sangat tajam.

“Kentut siapa gerangan wahai Tuhan!? Hamba tak kuat menahan mual dan duka nestapa ini, Tuhan!” Fikri berseru.

128 | K e l o m p o k K K N A K S I

Anehnya hanya dia yang tidak menutup hidungnya. Anak-anak lain menutup hidung bahkan mata mereka untuk mencegah iritasi ringan jika terkena gas beracun itu. Sarah dengan berat hati melepas pertahanan diri di hidung dan matanya untuk membalas seruan Fikri tersebut.

“Anda yang kentut! Jangan menutupi borok diri sediri dengan menyalahkan orang lain! Tidak baik kamu bertabiat seperti itu. Mau amal buruk yang di catat oleh Malaikat....” tiba-tiba dia berhenti bicara.

“Malaikat siapa yang nyatet amal buruk?” bisik ia kepada Aini. “Ampuni saya puan, hamba tidak dapat mengingat dengan baik,” jawab Aini memelas.

“Kau, berusaha menggurui melainkan tidak dapat menggurui!” Seru Fikri dengan menjulurkan lidah mengarah kepada gadis keturunan Pagaralam itu.

“Memang kamu tahu siapa nama Malaikat pencatat amal buruk itu, hah?!” balas Sarah

“Heuh, dia bernama.... Ah sudahlah tidak ada gunanya berdebat,

hahahahah,“ Fikri tertawa terkekeh-kekeh.

Tertawa Fikri yang menyimbolkan kebahagiaan tiada tara, kami semua pun ikut bahagia dan tertawa bersama. Kira-kira seperti itulah rapat kami. Perihal rapat yang tidak selesai pembahasannya, itu bohong. Kami selalu menelurkan agenda-agenda yang harus kami perbuat di hari esok. Menghibur, tetapi berbobot dan berbuah itulah rapat kami.

Tiada hari tanpa mandi. Itulah motto hidup kami selama di Kosambi. Akar pertikaian justru mencuat dari motto hidup yang mulia ini. Saya sebagai pemerhati ke-higienisan diri sangat antusias ketika pagi menjelang maupun senja datang untuk memurnikan diri kembali. Sekedar info di tempat kami terdapat dua kamar mandi untuk sebelas orang yang sangat rajin mandi. Ketika saya hendak ke kamar mandi tiba-tiba Nita meng-overtake langkah saya dan tiba-tiba-tiba-tiba dia lebih dulu menyentuh daun pintu kamar mandi. Sebelum sempat mendorong pintu tersebut saya berseru kepada dara dari Madura ini.

“Hei, saya dahulu tadi yang menuju kamar mandi,” sahut saya dengan halus.

Tanpa pikir panjang, ia melempar senyuman dan sekonyong-konyong masuk ke kamar mandi lalu mengunci pintu ruangan bersih-bersih itu.

S e b e l a s S e n y u m a n U n t u k K o s a m b i | 129

Seketika saya shock peribahasa barat yang saya resapi maknanya dan sekelebat terngiang-ngiang di kepala waktu itu mencuat.

“Ladies First.”

Tak perlu diragukan lagi, saya manusia higienis. Tapi, saya selalu kedahuluan teman-teman saya untuk repurifying body. Mungkin karena saya terlambat bangun, selalu. Tapi, saya bisa menjelaskan kenapa hal ini terjadi.

Mandi menjadi isu sensitif didalam keseharian kami. Bahkan terjadi pemalsuan kata agar dapat mandi lebih dahulu.

“Gua duluan dah, lima menit.” Kata Bela kepada Fatimah. “Okey,” Fatimah menimpali.

“Fat, ingat lagu galau membunuh karakter perjuangan anak Indonesia Fat!” Bela bernasihat

“Korupsi lebih membunuh bangsa Bel! Contohnya korupsi waktu!” Fatimah membalas.

Ismail yang dimandatkan Fatimah untuk menjadi time keeper permandian, melihat stop watch.

“Empat puluh menit dua puluh dua detik,” bisik Ismail kepada Fadli.

“Bel, perlu selimut ga? Atau bantal atau guling atau minyak GPU?!” Fadli kesal.

Anak-anak lain yang mendengar perkataan Fadli bukannya terpancing kekesalan malah tertawa. Fadli yang tadinya kesal juga ikut tertawa. Tertawa yang bersamaan itu menimbulkan resonansi suara abstrak yang ditangkap oleh indra pendengaran saya. Saya yang sedang tidur pun terbangun dan baru mengetahui tinggal saya laki-laki yang belum mandi. Di tengah pertikaian, Fatimah memanfaatkan momen untuk menyelinap ke toilet dua yang lebih nyaman. Saat saya terbangun Fatimah menegur saya.

“Toilet dua aman,” kode Fatimah. “86,” saya menimpali.

Berlarilah saya menuju tempat pemurnian dari segala hama-hama yang hinggap di tubuh. Tapi, setibanya di toilet bukan harum sabun yang tercium. Malah, bau terasi menyengat hilir-mudik masuk-keluar mondar- mandir di hidung saya.

130 | K e l o m p o k K K N A K S I

“Kenapa toilet dua bau terasi, Fatimah! Katanya aman!?” spontan saya menegur Fatimah.

“Gua gak tau, gua gak tau, gua gak tau,” Fatimah setengah syok.

Mendengar wanita yang bertingkah seperti itu saya mencoba untuk menenangkan dia. Baru beberapa langkah saya menuju jasad bernyawa dari Fatimah tiba-tiba Aini menghentikan langkah saya dan dengan besar hati menjelaskan apa yang terjadi.

“Itu Ain itu yang abis cuci tangan tadi maafkan saya, maafkan Ain,” aku Aini setengah berkaca-kaca.

Saya baru ingat Aini memang hobi ngerujak untuk anak-anak. “Tidak apa-apa, rujak Ain adalah rujak kami bersama. Saya yang harusnya berterimaksih.” Saya mencoba meredakan dentuman hatinya.

“Apa sih Faris, biasa aja dong,”tiba-tiba Dzul menyahut.

Mungkin Dzul masih ingat akan kenangan di pemancingan. Waktu itu saya bilang ke dia bahwa ikan dapat didapat dalam waktu kurang dari satu menit. Namun, satu jam berlalu tidak juga didapat. Akhirnya baru dapatnya keesokkan harinya, itupun kami sudah pulang dulu. Jadi, kenangan itu mungkin masih membekas di cerebrus milikya.

“Dzul, Faris sudah-sudah ayo makan sini,” secara mengejutkan Belda muncul dari balik pintu membawa makanan.

“Tidak bu, saya mau mandi dulu,” sahut saya.

“Tidak! Kamu harus makan dulu! Keburu dingin nasinya, lauknya, sayurnya, buahnya, sendoknya....” Belda berujar.

Saya sampai tidak ingat benda apa saja yang disebutkan olehnya. Singkat cerita saya makan dahulu. Belda pun memanggil yang lainnya. Secara mengejutkan Bela sudah selesai mandi. Kami pun makan bersama. Perasaan saya campur aduk kala itu. Di satu sisi, saya sangat senang dengan makan bersama teman-teman satu kelompok. Di sisi lain, saya tidak enak hati kepada yang lain. Saya tidak mau mengganggu kehidmatan makan mereka. Intinya, rangkaian peristiwa diatas membuat saya mandi paling terakhir. KKN AKSI terbaik!

Endemik

Desa Kosambi memiliki masyarakat yang punya latar belakang berbeda. Ada yang menjadi petani, ada yang menjadi buruh pabrik, ada

S e b e l a s S e n y u m a n U n t u k K o s a m b i | 131

yang menjadi birokrat publik, sampai ada yang menjadi buruh serabutan. Dari segi, ekonomi kesenjangan memang masih terlihat. Contohnya, penduduk di sekitaran balai desa bagai warga “Menteng-nya” Kosambi. Sementara, penduduk desa yang bertempat tinggal di luar pusat pemerintahan tersebut bagai warga “Kampung Pulo-nya” Kosambi. Saya pribadi masih mencari apa yang (sebenarnya) menyebabkan ketimpangan ini terjadi.

Dari keterangan-keterangan yang disampaikan warga, informasi yang saya dapat mempunyai berbagai versi. Ada yang menyebut karena warga Jaro (di Jakarta biasa disebut RW) yang daerahnya tertinggal warga pendatang, ada yang menyebut faktornya disebabkan warganya malas-malas, ada pula yang menyebut karena pihak desa tidak membangun bahkan tidak memperhatikan wilayah-wilayah yang tertinggal dan terpinggirkan tersebut.

Desa Kosambi terdiri dari enam ke-Jaroan, di mana kelompok KKN AKSI mengabdi dengan cakupan wilayah di Jaro 4, 5 dan 6. Selama satu bulan mengabdi di wilayah ini, saya mendapati bahwa konflik kewilayahan menjadi penyebab kesenjangan. Kepentingan politik untuk menduduki kursi kepala desa berperan kepada kemerataan tatanan sosial maupun ekonomi di kejaroan-kejaroan tersebut. Bahkan, ketika muncul persepsi disaat satu kejaroan tidak mendukung warga kejaroannya yang maju dalam pemilihan kepala desa, kejaroan tersebut dimusuhi oleh simpatisan-simpatisan calon tersebut dan menimbulkan perpecahan walau mereka bertetangga. Hal inilah yang menjadi penghambat rencana kami dalam menyelenggarakan Acara Peringatan Kemerdekaan untuk satu Desa Kosambi. Hasilnya walau kami mengundang seluruh RT maupun Jaro untuk ikut lomba yang kami adakan di Balai Desa yang adalah kerja sama kami dengan kelompok KKN 220, peserta lomba hanya berasal dari sekitaran Balai Desa saja.

Ya, itulah Kosambi. Biarpun begitu, warga Kosambi sangatlah ramah. Setiap kampung tersebut tetap kompak. Hal ini tercermin di kala hari 17-an setiap lokal kejaroan menyelenggarakan perlombaan sendiri-sendiri, tetapi tetap meriah.

132 | K e l o m p o k K K N A K S I

Puja dan Puji Hanya Bagi Allah Tuhan Semesta Alam

Jujur saja, persatuan di Desa Kosambi haruslah ditebarkan ke tiap pelosok desa. Jangan sampai perpecahan yang terjadi selama ini terus mendarah daging. Hal ini menjadi mimpi untuk saya pribadi.

Contoh kecil perwujudan mimpi kecil saya adalah mendorong kegiatan kepemudaan. Kepemudaan adalah jawaban untuk menjadikan Kosambi bersatu. Dengan mendirikan komunitas pemuda dengan berbagai latar belakang minat dan bakat, misalnya kepecintaalaman, kelompok pengajian pemuda, maupun Karang Taruna.

Sebenarnya, Karang Taruna sudah berdiri di desa ini. Namun, cakupan yang mereka sanggup bawahi hanya sebatas dari RT 1 s/d RT 9. Sementara, Desa Kosambi memiliki 22 RT yang tersebar di enam kejaroan. Contoh kecil yang terjadi di desa ini tadi menjadi hal yang perlu dibenahi. Akhirnya, mudah-mudahan, kesaturasaan pemuda Desa Kosambi akan menimbulkan rasa kebersamaan dan menanggalkan konflik yang selama ini terjadi.

Kelompok KKN AKSI sendiri sudah menjalankan pengabdian selama satu bulan di Desa Kosambi. Dalam rentang waktu tersebut, kami mencari kebutuhan warga dari kejaroan 4 s/d 6. Kemudian, kami dapati sebuah RT yang tertinggal tepatnya RT 22 atau biasa disebut sebagai Kampung Bendungan. Kampung ini sangat jauh dari pusat perekonomian, pendidikan, maupun fasilitas umum lainnya. Mirisnya, Di sini sama sekali tidak ada moda transportasi umum menuju dan dari kampung ini. Imbasnya warga sulit untuk mendapat pendidikan dan perekonomian yang layak. KKN AKSI melihat hal ini untuk sekedar membantu warga Kampung Bendungan. Bantuan yang kami lakukan di kampung ini berupa mengabdi untuk mengajar di sebuah mushalla untuk anak-anak TK dan mengajar les untuk anak-anak SD yang beruntung dapat mengenyam pendidikan.

Anak-anak di kampung ini rata-rata hanya dapat mengenyam pendidikan sampai SD. Jenjang SMP ada, tetapi sedikit bahkan untuk yang mengenyam jenjang SMA/sederajat dapat dihitung jari. Mengobarkan semangat mengenyam pendidikan ke jenjang berikutnya menjadi misi kami di sini. Berwasiat kepada anak didik kami yang dari TK dan SD kemudian, juga memotivasi kepada para orang tua anak-anak tersebut untuk lebih memperhatikan pendidikan sebagai investasi masa

S e b e l a s S e n y u m a n U n t u k K o s a m b i | 133

depan. Selain itu, Mushalla Nurul Huda tempat kami mengajar ini memiliki kekurangan tempat wudhu. Dengan gotong royong warga, kami membangun tempat wudhu yang memang sedari dulu sangat diidam-idamkan warga Kampung Bendungan.

Saya pribadi mengenyam tugas di KKN ini untuk mengajar Bahasa Inggris SMP kelas 7. Sekolah yang dengan senang hati menerima saya adalah SMP Plus Assa’adah 2. Kebetulan, sekolah ini berada di wilayah Kejaroan 4. Latar belakang pondok pesantren yang kurang memperhatikan pendidikan Bahasa Inggris sedikit membuat saya kewalahan untuk mengajar, pada awalnya. Setelah saya berkonsultasi dengan guru bahasa inggris di sekolah ini, Pak Asep, baru saya dapat

Dalam dokumen Sebelas Senyuman untuk Kosambi (Halaman 143-154)