• Tidak ada hasil yang ditemukan

Capaian Impact Pembangunan Perdesaan .1 Aspek Ekonomi

Dalam dokumen Kementerian PPN / Bappenas (Halaman 56-60)

D ALAM K ONTEKS P ENINGKATAN K ESEJAHTERAAN M ASYARAKAT *

2.4 Capaian Impact Pembangunan Perdesaan .1 Aspek Ekonomi

Pada tahun 2010, rata-rata nilai tukar petani sebesar 102.2 dimana untuk masyarakat perdesaan di propinsi-propinsi di kawasan timur Indonesia masih mengalami nilai NTP dibawah rata-rata. Nilai NTP penting untuk diketahui karena dapat menunjukkan besarnya pendapatan dan pengeluaran petani di perdesaan. NTP diperoleh dari persentase rasio indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB). NTP > 100 menunjukkan kemampuan/daya beli (kesejahteraan) petani lebih baik dibandingkan keadaan pada tahun dasar, yaitu tahun 2007. NTP = 100 berarti kemampuan/daya beli petani sama dengan keadaan pada tahun dasar. Sedangkan NTP<100 menunjukkan kemampuan/daya beli (kesejahteraan) petani menurun dibandingkan keadaan pada tahun dasar.

Berdasarkan kategori tersebut, maka masih banyak petani di perdesaan yang memiliki kemampuan daya beli yang menurun. Peningkatan pendapatan petani dapat meningkatkan NTP yang akan sejalan dengan peningkatan kesejahteraan petani. Peningkatan pendapatan petani dapat melalui jalur peningkatan jumlah produksi ataupun peningkatan harga komoditas pertanian. Akan tetapi, untuk jalur yang terakhir cukup beresiko karena juga akan berpengaruh terhadap pengeluaran petani.

Gambar 15. Nilai Tukar Petani (NTP) Desa Tahun 2010

Sumber: BPS, 2010

2.4.2 Aspek Pendidikan

Capaian dari APM SD di wilayah perdesaan sudah hampir 100 persen, artinya hampir 100 persen penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan sudah menikmati bangku sekolah dasar (SD). Pertumbuhan APM SD semakin meningkat selama periode 2004–2009, hal yang tidak jauh berbeda dengan APK SLTP selama periode 2008–2009.

Tabel 2. APM SD dan APK SLTP Sederajat di Perdesaan

Tahun APM SD dan Sederajat APK SLTP dan Sederajat

2004 93.25 NA

2005 93.58 NA

2006 93.86 NA

2007 93.89 NA

2008 94.51 75.87

2009 94.35 79.55

Rata-Rata 93.91 77.71

Growth 2004-2009 1.18 4.85

Keterangan: NA: data tidak tersedia Sumber: BPS 2011, diolah

Akan tetapi, besarnya APK SLTP masih sekitar 77 persen yang menjadikan perlunya usaha lebih lanjut agar APK SLTP dapat meningkat. Dengan peningkatan nilai APK SLTP yang hampir sama dengan nilai APM SD (yaitu 93 persen) maka menunjukkan sudah adanya keberhasilan pemerintah dalam pelaksanaan Program Wajib Belajar 9 tahun.

Pertumbuhan angka partisipasi sekolah untuk tingkat SD, SLTP, dan SLTA selama dalam kurun waktu 2000-2006. Tren pertumbuhan angka partisipasi sekolah yang positif ini cukup menggembirakan walaupun masih perlu upaya keras agar dapat meningkat secara signifikan.

Rata-rata NTP: 102.2

Pertumbuhan angka partisipasi sekolah untuk tingkat SD, SLTP, dan SLTA selama dalam kurun waktu 2000-2006. Tren pertumbuhan angka partisipasi sekolah yang positif ini cukup menggembirakan walaupun masih perlu upaya keras agar dapat meningkat secara signifikan.

Gambar 16. Angka Partisipasi Sekolah dan Kesejahteraan Masyarakat Perdesaan

Sumber: BPS, diolah

Mencapai pendidikan dasar untuk semua merupakan tujuan kedua dari MDGs. Tujuan ini memiliki target untuk menjamin bahwa sampai dengan tahun 2015, semua anak, dimanapun, laki-laki dan perempuan, dapat menyelesaikan sekolah dasar (SD). Penilaian terhadap pencapaian tujuan kedua dari MDGs didasarkan atas indikator yaitu, angka partisipasi sekolah (APS), angka partisipasi kasar (APK), tingkat butu huruf, rata-rata lama sekolah. Pencapaian Indonesia dalam APS telah mencapai hasil yang baik, yaitu diatas 90 persen. Begitu juga dengan pencapaian APK SMP dan rata-rata lama sekolah untuk usia lebih dari 15 tahun telah mencapai angka diatas 60 persen. Sehingga untuk kedua indikator tersebut agar dapat mencapau tujuan MDGs yang kedua ini agaknya masih perlu perjuangan yang panjang.

2.4.3 Aspek Kesehatan

Capaian pembangunan perdesaan dilihat dari indikator Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Harapan Hidup (AHH). AKI dan AKB di Indonesia merupakan angka tertinggi dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Berbagai faktor yang terkait dengan resiko terjadinya komplikasi yang berhubungan dengan kehamilan dan cara pencegahannya telah diketahui, namun demikian jumlah kematian ibu dan bayi masih tetap tinggi.

Gambar 17. Angka Kematian Bayi (Tingkat Nasional) Periode 2000 dan 2005

Sumber: BPS, 2010

Akan tetapi pertumbuhan AKB semakin menurun pada tahun 2005 dibandingkan dengan tahun 2000.

Penurunan ini cukup signifikan yaitu sekitar 20 dari 1000 kelahiran hidup, sehingga target pada 2009 akan

94,4 94,5 95,1 95,6 96,1 96,6 96,7

73,8 73,3 72,6 75,6 79,3 80,1 80,3

38,4 36,4 36,7 38,9 43,0 44,5 45,0

30 40 50 60 70 80 90 100

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

APS-SD APS-SLTP APS-SLTA

dapat tercapai yaitu penurunan sekitar 26 dari 1000 kelahiran hidup (RPJMN 2005–2009). Keterbatasan data yang diperoleh membuat analisis hanya dengan membandingkan data pada tahun 2000 dan 2005.

Gambar 18. Angka Kematian Ibu per 100.000 Kelahiran (Tingkat Nasional)

Sumber: SDKI 1994, 1997, 2002-2003, 2007.

Kondisi yang sama juga terjadi pada AKI dimana sejak tahun 1994–2007 maka terdapat penurunan jumlah AKI sekitar 42 dari 100.000 kelahiran hidup. Meskipun secara nasional AKI dan AKB sudah menurun, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-perdesaan masih cukup tinggi. Angka kematian bayi dan angka kematian balita pada golongan termiskin hampir empat kali lebih tinggi dari golongan terkaya. Selain itu, angka kematian bayi dan angka kematian ibu melahirkan lebih tinggi di daerah perdesaan, di kawasan timur Indonesia, serta pada penduduk dengan tingkat pendidikan rendah.

2.4.4 Aspek Infrastruktur

Tingkat Rural Infrastructure Development Index (RIDI) di Indonesia. Jumlah provinsi yang berada di bawah rata-rata hampir sama sama dengan yang berada diatas rata-rata. Provinsi di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki nilai RIDI yang cukup tinggi (100), hal ini menunjukan infrastruktur di provinsi tersbut relatif sudah bagus. Provinsi-provinsi di pulau Kalimatan memiliki nilai RIDI-nya tidak merata, dimana Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan mempunyai nilai RIDI di atas rata-rata dibandingkan Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah yang berada di bawah rata-rata. Sedangkan provinsi yang tertinggal dalam hal pembangunan infrastruktur adalah Provinsi Papua. Untuk itu, pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk peningkatan akses infrastruktur yang lebih baik dalam rangka percepatan proses penanggulangan kemiskinan sangat diperlukan. Terutama peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi produktif dan infrastruktur permukiman di kawasan perdesaan.

Gambar 19. Tingkat Rural Infrastructure Development Index (RIDI) Tahun 2010

Sumber: World Bank, 2010

3. Rekomendasi

Peningkatan kesejahteraan masyarakat perdesaan pada tahun-tahun berikutnya memerlukan usaha dari berbagai pihak melalui program pembangunan. Berdasarkan hasil evaluasi, maka dapat disampaikan beberapa rekomendasi kebijakan untuk pembangunan perdesaan ke depan.

Dalam dokumen Kementerian PPN / Bappenas (Halaman 56-60)