• Tidak ada hasil yang ditemukan

Capaian Outcome: Angka Kematian Ibu

Dalam dokumen Kementerian PPN / Bappenas (Halaman 74-78)

Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk menurunkan AKI, antara lain pada tahun 2000 melalui program Making Pregnancy Safer, dan tahun 2010 melalui penyusunan dokumen peta jalan percepatan pencapaian tujuan MDGs di Indonesia yang mencakup kebijakan dan strategi di bidang kesehatan ibu dalam upaya mengatasi kecenderungan penurunan kematian ibu yang berjalan lambat. Target penurunan AKI berdasarkan MDGs adalah 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Sedangkan, target penurunan AKI dalam Prioritas Nasional pembangunan kesehatan yang dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 pada tahun 2014 sebesar 112 per 100.000 kelahiran hidup.

Angka kematian ibu di Indonesia pada tahun 1997 sebesar 334 masih cukup tinggi yaitu kurang lebih 66 kali AKI Singapura; sekitar 10 kali AKI Malaysia; atau 9 kali AKI Thailand; dan masih 2,3 kali Filipina (Data GOI & UNICEF, 2000). Indonesia, Filipina dan Myanmar menempati kedudukan tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN dalam masalah angka kematian ibu. Di Indonesia terbukti dari 5 juta kehamilan per tahun sekitar 20.000 kehamilan berakhir dengan kematian ibu karena komplikasi kehamilan dan persalinan (Gender Analysis Pathway dalam Program MPS).

Hingga tahun 2007, angka kematian ibu di Indonesia telah mengalami penurunan menjadi 228, meskipun penurunan yang terjadi belum signifikan karena masih jauh dari angka harapan. Bahkan selama RPJMN 2010-2014, pencapaian AKI menunjukkan bahwa target yang yang ditetapkan dalam RPJMN maupun MDGs masih sangat jauh untuk dapat direalisasikan. AKI selama pelaksanaan RPJMN ke-2 makin membesar menjadi 259 (2010) kemudian meningkat lagi menjadi 359 (2012). Artinya, pada tahun 2012, setiap 2 jam ada 3 orang ibu melahirkan meninggal dunia, naik 1 orang dibanding 2010 (Gambar 4).

Target-target AKI dalam MDGs maupun RPJMN ke-2 tersebut akan sulit bahkan mustahil untuk dapat diwujudkan jika tidak ada upaya sangat serius. Di sisi lain, banyak warga masyarakat yang tidak menyadari bahwa pelayanan kesehatan dasar adalah hak-hak dasar yang seyogyanya disediakan oleh negara.

Gambar 4

Pencapaian dan Target Angka Kematian Ibu di Indonesia

Sumber: SDKI 1994–20012, SP 2010, RPJMN 2005-2009 dan 2010-2014, MDGs

Permasalahan

Kembali tingginya angka kematian ibu pada tahun 2012 dipicu oleh banyak faktor yang kompleks.

Terdapat beberapa faktor langsung dan tidak langsung yang menjadi penyebab kematian ibu. Penyebab langsung kematian ibu adalah faktor penyebab kematian yang berhubungan dengan komplikasi obstetrik selama masa kehamilan, persalinan dan masa nifas. Sedangkan penyebab tidak langsung kematian ibu faktor penyebab kematian yang berhubungan dengan penyakit yang diderita ibu, atau penyakit yang timbul selama masa kehamilan dan tidak ada kaitannya dengan penyebab langsung obstretik. Dalam upaya penurunan angka kematian ibu, faktor-faktor determinan ini harus menjadi perhatian untuk mempercepat penurunan AKI.

Menurut UNFPA (2004), terdapat empat faktor yang mempengaruhi kematian ibu (Gambar 5), yaitu, (1) Faktor penyebab yang langsung mengakibatkan kematian ibu, seperti komplikasi pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas yang mencakup perdarahan, eklamsia (keracunan kehamilan), aborsi yang tidak aman, dan infeksi; (2) Faktor yang memperburuk komplikasi pada saat melahirkan, seperti status gizi dan kondisi kesehatan ibu yang buruk; (3) Faktor yang mempengaruhi, seperti perlindungan dan kondisi dalam keluarga, kondisi kepatuhan dalam tatacara melahirkan, serta akses pada fasilitas pelayanan kesehatan;

dan (4) Faktor dasar yang meliputi keterbatasan sumber daya, status perempuan maupun pengetahuan perempuan dan keluarganya.

Gambar 5

Kerangka Pikir Menurut UNFPA tentang Penurunan AKI di Indonesia

Sumber: UNFPA, 2004

1994 1997 2002 2007 2009 2010 2012 2014 2015

( kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup )

Tahun

Penyebab langsung kematian ibu yang merupakan komplikasi pada waktu kehamilan, persalinan dan nifas yaitu (a) Perdarahan (30 persen), terjadi selama proses melahirkan atau 24 jam sesudah melahirkan (post partum) atau 24 jam sesudah masa tersebut; (b) Eklamsia atau keracunan kehamilan (25 persen), terjadi karena ibu hamil mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi), demam, sakit kepala hebat dan kejang-kejang; (c) Aborsi tidak aman (13 persen), terjadi karena dilakukan oleh bukan tenaga profesional yang menyebabkan kematian ibu; (d) Infeksi akibat pertolongan persalinan tidak menggunakan alat yang steril (12 persen); (e) Partus lama yang merupakan komplikasi selama persalinan (5 persen); dan (f) Faktor-faktor lain yang tidak diketahui. Lihat Gambar6.

Sistem rujukan di Indonesia juga masih lemah, tidak hanya karena panjangnya prosedur yang harus dilalui, tetapi juga karena keterlambatan yang berasal dari keluarga/masyarakat maupun keterlambatan dalam pengambilan keputusan. Data SP 2010 dan Litbangkes 2012 menunjukkan bahwa 49,7-75,3 persen kasus kegawatdaruratan obstetrik meninggal di RS pemerintah maupun swasta, dan sekitar 17,1 - 37,8 persen meninggal di rumah sendiri.

Gambar 6

Distribusi Persentase Penyebab Kematian Ibu Melahirkan 2007

Sumber: Kementerian Kesehatan, 2007

Achadi (2012) mengatakan bahwa kematian ibu secara langsung 80 persen disebabkan oleh perdarahan, hipertensi/eklamsia, partus macet dan penyebab lainnya. Sementara itu penyebab tidak langsung mencapai 20 persen yang mungkin disebabkan oleh belum berjalannya program kesehatan dengan baik.

Immpact (2011) sebagaimana dikutip Achadi (2012), menemukan bahwa kematian ibu sebagian besar terjadi pada masa 24 jam sesudah persalinan (40 persen), 23 persen selama masa kehamilan, 14,8 persen pada hari ke 8, 42,7 persen pada hari ke 3-7, dan 4,9 persen terjadi pada hari kedua sesudah persalinan.

Hal ini menunjukkan bahwa resiko kematian ibu dapat terjadi sepanjang kehamilan, persalinan dan nifas dengan resiko terbesar pada saat perslinan dan 24 jam sesudahnya.

Komplikasi pada saat melahirkan disebabkan oleh beberapa faktor yang memperburuk, seperti tidak terpenuhinya status kesehatan dan gizi bagi ibu, serta janin saat masa kehamilan secara lengkap.

Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan kecukupan gizi bagi ibu hamil semakin menyebabkan angka kematian ibu menurun lambat. Ibu hamil yang kekurangan gizi mudah terserang infeksi yang dapat menganggu kehamilan dan persalinan, selain itu pemenuhan gizi perempuan akan menekan risiko kematian serta menyelamatkan ibu dan anak.

Kebutuhan gizi untuk setiap ibu hamil berbeda-beda, dan dipengaruhi oleh riwayat kesehatan dan status gizi sebelumnya (Proverawati, 2010). Rendahnya kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan kecukupan gizi terjadi karena keterbatasan pengetahuan kesehatan reproduksi ataupun pendidikan kesehatan reproduksi. Pengetahuan atau pendidikan kesehatan reproduksi sangat penting karena berperan dan berkaitan dengan status kesehatan dan kebutuhan gizi yang cukup bagi ibu saat hamil.

Kekurangan asupan pada salah satu zat akan mengakibatkan kebutuhan terhadap sesuatu nutrisi

terganggu selama kehamilan (Proverawati, 2010). Kekurangan gizi bagi ibu hamil akan menyebabkan dampak yang cukup bervariasi dan dampak terburuknya adalah kematian ibu secara langsung pada saat melahirkan. Kebutuhan gizi dan nutrisi pada ibu hamil meliputi energi, karbohidrat, protein dan asam amino, lemak, vitamin, dan mineral.

Status kesehatan dan kecukupan gizi bagi ibu hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor penunjang, yaitu (1) Perlindungan dan perilaku dalam keluarga. Ibu yang sedang hamil harus dijauhkan kekerasan, tekanan, beban ganda bagi ibu, dan perlakuan-perlakuan lain yang dapat membuat stress ibu hamil yang dapat mempengaruhi kondisi janin. (2) Perilaku konsumsi pada ibu hamil harus sesuai ketentuan. (3) Akses dan penggunaan pelayanan kesehatan. Selain jarak dari rumah ibu hamil ke fasilitas pelayanan kesehatan, akses penggunaan layanan kesehatan juga dipengaruhi oleh tingkat kesulitan dan keterbatasan keuangan untuk biaya transportasi ibu hamil menuju ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Faktor pendukung lain yang menyebabkan kematian ibu adalah (1) Kuantitas dan kualitas tenaga penolong kelahiran (kemampuan dan keterampilan tenaga kesehatan), persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal (K4) di Indonesia pada tahun 2010 sebesar 61,4 persen, terendah di Gorontalo sebesar 19,7 persen (Riskesdas, 2010). (2) Faktor sosial ekonomi yaitu perempuan dipaksa menikah pada usia muda dikarenakan adanya tekanan ekonomi di keluarga, dan bermasalah ketika hamil dan melahirkan. (3) Faktor lain yang terkait dengan keadaan ibu seperti faktor pendidikan ibu, kemampuan finansial ibu dan atau faktor frekuensi melahirkan ibu. Lihat Gambar 7.

Gambar 7

Pemeriksaan Kehamilan dan Kondisi Persalinan Menurut Keadaan Ibu

Dr. Nurdadi Saleh, SPOG (2012) mengatakan bahwa rasio jumlah dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan dan bidan masih sangat jauh dari standar internasional yang ditetapkan. Rasio dokter dan bidan di Indonesia baru mencapai 19,59 dan 42,92 per 100.000 penduduk. Angka ini juga masih jauh dari target nasional yang mencapai 100 bidan per 100.000 penduduk. Hal yang juga memperparah adalah persebaran yang tidak merata terutama di daerah terpencil, tertinggal dan pulau-pulau terluar di Indonesia.

Angka kematian ibu juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, antara lain yaitu: (1) Tidak semua ibu hamil tahu kemana harus berobat; (2) Tidak semua ibu hamil memperoleh ijin untuk berobat; (3) Tidak banyak ibu hamil yang mendapat bantuan uang untuk berobat; (4) Jarak yang jauh menuju ke fasilitas kesehatan; (5) Ketersediaan angkutan menuju ke fasilitas kesehatan; (6) Tidak semua ibu hamil berani pergi sendiri untuk berobat ke tenaga kesehatan; (7) Ibu hamil yang lebih suka ditangani oleh tenaga kesehatan perempuan; (8) Pernikahan yang terlalu dini.

Beberapa survei nasional yang telah dilakukan, seperti SDKI dan Riskesdas dapat dijadikan sebagai sumber data untuk melakukan estimasi empirik seberapa besar suatu faktor AKI. Menurut Ina Hernawati1 (2011) beberapa faktor yang berperan terhadap penurunan AKI, yaitu (1) Persalinan oleh tenaga kesehatan; (2) Keberadaan bidan desa, terutama yang akses transportasi sulit, yang tinggal menetap di daerah tempat tugas dapat meningkatkan akses ibu hamil untuk memanfaatkan pelayanan dan menolong persalinan; (3)

1 Ina Hernawati, 2011, Analisis Kematian Ibu di Indonesia Tahun 2010: Berdasarkan Data SDKI, Riskesdas dan Laporan Rutin Kesehatan Ibu dan Anak.

(a) Tingkat Pendidikan Ibu (b) Kemampuan Finansial Ibu (c) Frekuensi Melahirkan Ibu

Persalinan di fasilitas kesehatan; (4) Pertolongan persalinan yang mengalami Sectio Caesares; (5) Jumlah sarana kesehatan yang mampu melakukan PONED.

Faktor lainnya adalah dukungan suami dan keluarga, baik dalam bentuk dukungan fisik maupun psikologis. Dukungan untuk memeriksakan kehamilan, memberikan makanan bergizi dan menciptakan suasana aman dan nyaman sangat dibutuhkan oleh ibu yang sedang hamil, melahirkan dan nifas. Kondisi kesehatan fisik dan emosional sangat berpengaruh ada kesehatan ibu dan janin yang sedang dikandung.

Salah satu faktor resiko penyebab kematian ibu di indonesia adalah 4T(erlalu) yang sangat berkaitan dengan kondisi ibu, kondisi pelayanan kesehatan ibu dan faktor sosial budaya baik di dalam keluarga maupun masyarakat, yaitu terlau muda ketika hamil pertama (berusia di bawah 20 tahun), terlalu banyak anak, terlalu sering melahirkan, dan terlalu tua untuk hamil dan melahirkan (berusia di atas 35 tahun).

Terkait pelaksanaan program Jampersal, masih banyak ditemui kendala di lapangan seperti: (1) Tidak semua bidan bersedia menandatangani MOU Jampersal; (2) Jampersal tidak membatasi jumlah anak yang dibantu persalinannya; (3) Pelaksanaan Jampersal dengan dibarengi pemasangan kontrasepsi pascapersalinan belum terlaksana dengan baik, karena pada kenyataannya peserta Jampersal menunda menggunakan alat kontrasepsi; dan (4) Tidak semua penduduk terutama penduduk miskin yang istrinya hamil mengetahui Jampersal.

Dalam dokumen Kementerian PPN / Bappenas (Halaman 74-78)