• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cara-cara mengadanya dakwah

Dalam dokumen Psikologi Dakwah dan Epistemology (Halaman 39-43)

B. Pengertian dakwah 1. Arti Dakwah

4) Cara-cara mengadanya dakwah

Psikologi Dakwah Dan Epistemologi

Pag

e

34

gejala ini dipelajari oleh disiplin ilmu-ilmu keislaman yang lain; mungkin ekonomi Islam, sosiologi muslim, psikologi muslim, pendidikan Islam, dan atau komunikasi Islam.

Dan masih banyak lagi sifat-sifat yang lain; seperti sifat transcendental, sifat modifik, sifat predikamental, dan lain-lain yang

dapat dibaca di Ontologi Dakwah50.

4) Cara-cara mengadanya dakwah

(a) Kesekarangan dakwah

Dari satu pihak secara keserbabersamaan (homologal), dan atas dasar

kebersamaan dalam dakwah, yang berlaku bagi da’i menuntut berlaku

pula bagi pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u.

Mereka selalu berhadapan dengan sekarangnya dakwah dalam suatu

ketetapan normatif. Mereka masing-masing memiliki konsistensi

pribadi, dan mempertahankan dirinya sendiri di hadapan sekarangnya

dakwah. Mustahil bagi da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media

dakwah, dan mad’u akan menjadi yang lain; misalnya kemudian pesan

dakwah itu berubah menjadi vonis hakim, atau media dakwah tiba-tiba

berubah menjadi mad’u, dan atau sebagainya. Mereka hanya dapat

menampung dirinya sendiri, dan melanjutkan dirinya sendiri dengan

tetap memertahankan identitas-identitas diri di depan kininya dakwah. Namun dari lain pihak permanensi itu tidak steril dan mati, seperti

dikesankan pada pesan dakwah yang disampaikan dalam jam’ah jum’at.

Psikologi Dakwah Dan Epistemologi

e

35

Bahkan substansi-substansi khutbah yang bertaraf satu (fisio-kimis), tidak

saja begitu kosong dan mati pada jam atau hari setelah dilangsungkannya dakwah. Da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u

menurut kepadatan mengadanya, berhadapan dengan sekarangnya dakwah

dan besama-sama dengannya, mereka mengalami kebaruan pula. Permanensi mereka sendiri juga hidup dan cerah ceria. Dalam perlangsungan dakwah, mereka melakukan diri lagi, dan lagi sebagai ‘sekarang’ baru, sekaligus

dinamis pula51.

(b) Kesejajaran Permanensi Dakwah

Dalam hal permanensi dan pembaharuan, terdapat jenjang yang luas di

antara da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u sesuai

dengan kepadatannya disebabkan oleh ciri dinamika mereka dalam merealisasikanya yang berbeda-beda, tatapi akhirnya harus dikembalikan pada inti ontologis; baik menurut aspek permanensi maupun kebaruannya.

Permanensi dan kebaruan itu dapat dilawankan, seperti misalnya

melokalisasi permanensi dalam hakekat da’i, pesan dakwah, teknik dakwah,

media dakwah, dan mad’u, dan meletakkan kebaruan da’i, pesan dakwah,

teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u itu dalam kebaruan insidensi-insidensi. Sebab satu-satunya kenyataan dakwah adalah sekarangnya sebagai identitas diri. Sekarangnya itulah sekaligus sama antara yang lama dan yang baru. Maka permanensi dan kebaruan di dalam dinamika da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u selalu sejajar dan

Psikologi Dakwah Dan Epistemologi

Pag

e

36

seukuran, yang berarti sama derajatnya. Da’i, pesan dakwah, teknik dakwah,

media dakwah, dan mad’u itu untuk seratus persen sama, dan untuk seratus

persen baru. Mengadanya sebagai substansi dakwah adalah sama, sejauh ia

baru, dan da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u itu

adalah baru sejauh ia tetap sama menjadi diri sendiri. Justru dalam kesatuan

dialektis itu kedua kutub ini membentuk dinamika dakwah. Jadi jikalau

permanensi menjadi besar dan berbobot, maka juga aspek kebaruan itu akan

kuat. Dan sebaliknya, jika kebaruan itu lemah, maka permanensinya juga

berderajat rendah.

Segala sifat substansi dakwah ikut serta dalam dinamikanya, sebab mereka merupakan konkritisasi dan artikulasi miliknya. Sifat-sifat itu sekaligus

berciri permanent sluruhnya, dan mengalami kebaruam melalui

insidensi-insidensi. Misalnya pesan dakwah itu bertahan terus, tetapi sekaligus

mengalami dinamika dan perkembangan. Juga mengenai etika atau sifat normatif da’i bersifat dinamis, akan berubah menjadi semakin baik, atau sebaliknya; malah menurun.

Pengamat dakwah memiliki kini yang permanen yang dapat menyatakan yang lampau dan yang depan yang sekaligus bersifat baru. Kininya sendiri

bagi pengamat dakwah adalah dinamis. Pengamat adalah proses yang selalu

terjadi dalam sekarang, dinamikanya adalah perkembangan, dan mengadanya adalah menjadi ada. Jadi perkembangan pengamat itu merupakan realisasi dinamika pengada dakwah pada taraf tertentu saja.

Psikologi Dakwah Dan Epistemologi

e

37

Sekarangnya substansi da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah,

dan mad’u lebih lemah, demikian pula warisan dan proyeknya pun lebih kempis, hanya saja mereka lebih awet; tetapi permanensi dan identitas dirinya pun rendah pula. Sungguh pun terkadang diberi kesan berubah sama sekali, tetapi kebaruannya tetap terbatas dan mungkin sangat minimal. Hal

itu tampak oleh karena perkembangan mengadanya substansi dakwah itu

tidak begitu banyak terjadi. Seperti da’i, pesan dakwah, teknik dakwah,

media dakwah, dan mad’u; sekalipun mengalami perubahan yang

kelihatannya total; mulai dakwah dengan lisan, ke audio, kemudin ke audio

visual; atau yang tulisan; mulai dari surat, ke buku, ke majalah, sampai kompiuter dan internet, tapi permanensi mereka lemah (karena yang disampaikan secara lisan atau tulisan tidak selamanya berbentuk pesan dakwah), dan kebaruan mereka dipertanyakan; Artinya apakah pembaharuan mereka memang semata-mata menjadi tuntutan sekaligus peruntukannya untuk dakwah?

(c) Dinamika Tuhan

Bagaimana dengan dinamika Than? Tuhan itu maha sempurna. Dalam Sekarang-Nya ‘sekali untuk selalu’. Ia adalah diri-Nya sendiri dengan total. Dalam Tuhan tidak ada proses dinamika perkembangan. Sebab kalau demikian berarti bahwa Tuhan belum Diri-Nya Sendiri dengan sempurna. Maka tidak terjadi pula urut-urutan insidensi-insidensi terbatas; sebab yang masih kurang lengkap pada Tuhan, sudah menjadi kekayaan bagi manusia dan substansi infrahuman. ‘Sekarang’ Tuhan itu seakan-akan suatu insidensi tunggal ‘sekali untuk selalu’; yang merangkum seluruh ‘mengada-Nya’ .

Psikologi Dakwah Dan Epistemologi

Pag

e

38

Maka insidensi itu bukanlah merupakan insidensi lagi, tetapi dengan total dan sama identik dengan hakikat kenyataan Tuhan. Dalam Tuhan tidak ada proses dan waktu. ‘Sekaran-Nya’ itu merangkum ‘Lampau’ dan ‘Depan’ dalam Tuhan sedemikian sehingga tidak dapat disebut lampau dan depan sama sekali.

Ketetapan dan permanensi Tuhan yang sempurna tidak menyangkal kebaruan , tetapi malah menuntutnya. Sejauh mereka permanen dan baru, Maka Tuhan sekaligus Mahabaru. Jika kebaruan dalam manusia dan substansi infrahuman itu masih direalisasikan dalam suatu perkembangan, maka dalam Tuhan perkembangan itu tidak saja disangkal, tetapi diatasi dengan total yang mencapai tingkat kebaruan yang sempurna. Tuhan itu total sama, atau Mahatetap; dan oleh karena itu Tuhan sekaligus total Baru. Atau sebaliknya kebaruan Tuhan begitu total, sehingga sudah tidak direalisasikan ke dalam proses, tetapi terjadi seketika dan mutlak. Maka Tuhan memiliki dinamika Mengada yang total dan sempurna. Oleh karena itu bagi mistisi, Tuhan begitu mempesonakan, sebab Tuhan itu mereka alami sedemikian total dan baru.

b. Metode mempelajari dakwah

Pada dasarnya metodologi penelitian dakwah dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, kualitatif, partisipasi aksien riset, dll.

Dalam dokumen Psikologi Dakwah dan Epistemology (Halaman 39-43)