B. Pengertian dakwah 1. Arti Dakwah
4) Cara-cara mengadanya dakwah
Psikologi Dakwah Dan Epistemologi
Pag
e
34
gejala ini dipelajari oleh disiplin ilmu-ilmu keislaman yang lain; mungkin ekonomi Islam, sosiologi muslim, psikologi muslim, pendidikan Islam, dan atau komunikasi Islam.
Dan masih banyak lagi sifat-sifat yang lain; seperti sifat transcendental, sifat modifik, sifat predikamental, dan lain-lain yang
dapat dibaca di Ontologi Dakwah50.
4) Cara-cara mengadanya dakwah
(a) Kesekarangan dakwah
Dari satu pihak secara keserbabersamaan (homologal), dan atas dasar
kebersamaan dalam dakwah, yang berlaku bagi da’i menuntut berlaku
pula bagi pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u.
Mereka selalu berhadapan dengan sekarangnya dakwah dalam suatu
ketetapan normatif. Mereka masing-masing memiliki konsistensi
pribadi, dan mempertahankan dirinya sendiri di hadapan sekarangnya
dakwah. Mustahil bagi da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media
dakwah, dan mad’u akan menjadi yang lain; misalnya kemudian pesan
dakwah itu berubah menjadi vonis hakim, atau media dakwah tiba-tiba
berubah menjadi mad’u, dan atau sebagainya. Mereka hanya dapat
menampung dirinya sendiri, dan melanjutkan dirinya sendiri dengan
tetap memertahankan identitas-identitas diri di depan kininya dakwah. Namun dari lain pihak permanensi itu tidak steril dan mati, seperti
dikesankan pada pesan dakwah yang disampaikan dalam jam’ah jum’at.
Psikologi Dakwah Dan Epistemologi
e
35
Bahkan substansi-substansi khutbah yang bertaraf satu (fisio-kimis), tidak
saja begitu kosong dan mati pada jam atau hari setelah dilangsungkannya dakwah. Da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u
menurut kepadatan mengadanya, berhadapan dengan sekarangnya dakwah
dan besama-sama dengannya, mereka mengalami kebaruan pula. Permanensi mereka sendiri juga hidup dan cerah ceria. Dalam perlangsungan dakwah, mereka melakukan diri lagi, dan lagi sebagai ‘sekarang’ baru, sekaligus
dinamis pula51.
(b) Kesejajaran Permanensi Dakwah
Dalam hal permanensi dan pembaharuan, terdapat jenjang yang luas di
antara da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u sesuai
dengan kepadatannya disebabkan oleh ciri dinamika mereka dalam merealisasikanya yang berbeda-beda, tatapi akhirnya harus dikembalikan pada inti ontologis; baik menurut aspek permanensi maupun kebaruannya.
Permanensi dan kebaruan itu dapat dilawankan, seperti misalnya
melokalisasi permanensi dalam hakekat da’i, pesan dakwah, teknik dakwah,
media dakwah, dan mad’u, dan meletakkan kebaruan da’i, pesan dakwah,
teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u itu dalam kebaruan insidensi-insidensi. Sebab satu-satunya kenyataan dakwah adalah sekarangnya sebagai identitas diri. Sekarangnya itulah sekaligus sama antara yang lama dan yang baru. Maka permanensi dan kebaruan di dalam dinamika da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u selalu sejajar dan
Psikologi Dakwah Dan Epistemologi
Pag
e
36
seukuran, yang berarti sama derajatnya. Da’i, pesan dakwah, teknik dakwah,
media dakwah, dan mad’u itu untuk seratus persen sama, dan untuk seratus
persen baru. Mengadanya sebagai substansi dakwah adalah sama, sejauh ia
baru, dan da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah, dan mad’u itu
adalah baru sejauh ia tetap sama menjadi diri sendiri. Justru dalam kesatuan
dialektis itu kedua kutub ini membentuk dinamika dakwah. Jadi jikalau
permanensi menjadi besar dan berbobot, maka juga aspek kebaruan itu akan
kuat. Dan sebaliknya, jika kebaruan itu lemah, maka permanensinya juga
berderajat rendah.
Segala sifat substansi dakwah ikut serta dalam dinamikanya, sebab mereka merupakan konkritisasi dan artikulasi miliknya. Sifat-sifat itu sekaligus
berciri permanent sluruhnya, dan mengalami kebaruam melalui
insidensi-insidensi. Misalnya pesan dakwah itu bertahan terus, tetapi sekaligus
mengalami dinamika dan perkembangan. Juga mengenai etika atau sifat normatif da’i bersifat dinamis, akan berubah menjadi semakin baik, atau sebaliknya; malah menurun.
Pengamat dakwah memiliki kini yang permanen yang dapat menyatakan yang lampau dan yang depan yang sekaligus bersifat baru. Kininya sendiri
bagi pengamat dakwah adalah dinamis. Pengamat adalah proses yang selalu
terjadi dalam sekarang, dinamikanya adalah perkembangan, dan mengadanya adalah menjadi ada. Jadi perkembangan pengamat itu merupakan realisasi dinamika pengada dakwah pada taraf tertentu saja.
Psikologi Dakwah Dan Epistemologi
e
37
Sekarangnya substansi da’i, pesan dakwah, teknik dakwah, media dakwah,
dan mad’u lebih lemah, demikian pula warisan dan proyeknya pun lebih kempis, hanya saja mereka lebih awet; tetapi permanensi dan identitas dirinya pun rendah pula. Sungguh pun terkadang diberi kesan berubah sama sekali, tetapi kebaruannya tetap terbatas dan mungkin sangat minimal. Hal
itu tampak oleh karena perkembangan mengadanya substansi dakwah itu
tidak begitu banyak terjadi. Seperti da’i, pesan dakwah, teknik dakwah,
media dakwah, dan mad’u; sekalipun mengalami perubahan yang
kelihatannya total; mulai dakwah dengan lisan, ke audio, kemudin ke audio
visual; atau yang tulisan; mulai dari surat, ke buku, ke majalah, sampai kompiuter dan internet, tapi permanensi mereka lemah (karena yang disampaikan secara lisan atau tulisan tidak selamanya berbentuk pesan dakwah), dan kebaruan mereka dipertanyakan; Artinya apakah pembaharuan mereka memang semata-mata menjadi tuntutan sekaligus peruntukannya untuk dakwah?
(c) Dinamika Tuhan
Bagaimana dengan dinamika Than? Tuhan itu maha sempurna. Dalam Sekarang-Nya ‘sekali untuk selalu’. Ia adalah diri-Nya sendiri dengan total. Dalam Tuhan tidak ada proses dinamika perkembangan. Sebab kalau demikian berarti bahwa Tuhan belum Diri-Nya Sendiri dengan sempurna. Maka tidak terjadi pula urut-urutan insidensi-insidensi terbatas; sebab yang masih kurang lengkap pada Tuhan, sudah menjadi kekayaan bagi manusia dan substansi infrahuman. ‘Sekarang’ Tuhan itu seakan-akan suatu insidensi tunggal ‘sekali untuk selalu’; yang merangkum seluruh ‘mengada-Nya’ .
Psikologi Dakwah Dan Epistemologi
Pag
e
38
Maka insidensi itu bukanlah merupakan insidensi lagi, tetapi dengan total dan sama identik dengan hakikat kenyataan Tuhan. Dalam Tuhan tidak ada proses dan waktu. ‘Sekaran-Nya’ itu merangkum ‘Lampau’ dan ‘Depan’ dalam Tuhan sedemikian sehingga tidak dapat disebut lampau dan depan sama sekali.
Ketetapan dan permanensi Tuhan yang sempurna tidak menyangkal kebaruan , tetapi malah menuntutnya. Sejauh mereka permanen dan baru, Maka Tuhan sekaligus Mahabaru. Jika kebaruan dalam manusia dan substansi infrahuman itu masih direalisasikan dalam suatu perkembangan, maka dalam Tuhan perkembangan itu tidak saja disangkal, tetapi diatasi dengan total yang mencapai tingkat kebaruan yang sempurna. Tuhan itu total sama, atau Mahatetap; dan oleh karena itu Tuhan sekaligus total Baru. Atau sebaliknya kebaruan Tuhan begitu total, sehingga sudah tidak direalisasikan ke dalam proses, tetapi terjadi seketika dan mutlak. Maka Tuhan memiliki dinamika Mengada yang total dan sempurna. Oleh karena itu bagi mistisi, Tuhan begitu mempesonakan, sebab Tuhan itu mereka alami sedemikian total dan baru.
b. Metode mempelajari dakwah
Pada dasarnya metodologi penelitian dakwah dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, kualitatif, partisipasi aksien riset, dll.