• Tidak ada hasil yang ditemukan

189 Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia

KETRAMPILAN INJEKSI MAHASISWA Yekti Satriyandari, Mufdlilah, Ririn Wahyu Hidayat

189 Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia

mencoba melewati batasan kemampuannya

sehingga meningkatkan risiko jatuh (Laessose, et al., 2007).

Menurut Enright (2003), kapasitas fungsional laki-laki lebih baik dari wanita. Dari analisis bivariat didapatkan jenis kelamin berbeda bermakna dimana laki-laki mempunyai risiko jatuh yang ringan diban- dingkan dengan wanita yang mempunyai risiko jatuh tinggi dari hasil pemeriksaan keseimbangan tubuh. Hasil penelitian pada tabel 2, kelompok yang tidak mengikuti SBL (Senam Bugar Lansia) mayoritas mengalami risiko jatuh tinggi. Risiko jatuh tinggi berdasarkan hasil uji Time Up Go Test adalah ketika nilai x > 20 detik, yaitu nilai ketika lansia dari posisi duduk kemudian berjalan maju 10 langkah kemudian kembali dan duduk kembali dilakukan dengan memakan waktu lebih dari 20 detik.

Hasil penelitian menunjukkan, pada kelompok yang tidak melakukan senam terdapat lansia dengan usia 75-90 tahun dan usia lebih dari 90 tahun. Menurut WHO, 28%-35% usia lanjut yang berusia 65 tahun atau lebih mengalami jatuh setiap tahunnya. Dan persentase tersebut terus meningkat menjadi 32%-42% ketika usia 70 tahun ke atas. Kejadian jatuh akan terus meningkat seiring dengan peningkatan usia. Selain itu, lansia yang tinggal di tempat perawatan jangka panjang akan lebih sering mengalami jatuh dibandingkan dengan usia lanjut yang tinggal di komunitas (WHO, 2007).

Menurut Siburian (2007) masalah kesehatan yang sering muncul pada orang lanjut usia adalah gangguan mobilisasi. Gangguan fisik menyebabkan orang lanjut usia mengalami imobilisasi (kurang bergerak) sehingga lansia mengalami gangguan tulang, sendi dan otot yang dapat menyebabkan terjadinya jatuh pada orang lanjut usia .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok lansia yang tidak melakukan senam SBL terdapat 6 responden (40%)

yang memiliki risiko jatuh sedang. Banyak faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut, antara lain yaitu terdapat sebagian lansia masih dalam keadaan sehat untuk mela- kukan aktivitas mandiri akan tetapi masih malas untuk melakukan senam. Menurut Center for Disease Control and Pre- vention (2008), peran olahraga (aktivitas senam termasuk didalamnya) dalam menurunkan risiko jatuh adalah dengan cara meningkatkan mobilitas, kekuatan dan keseimbangan tubuh.

Pada kelompok lansia yang tidak mengikuti senam mayoritas lansia sering mengalami jatuh. Penurunan massa dan kekuatan otot terutama otot ekstremitas bawah, penyakit musculoskeletal seperti osteoarthritis yang akan menimbulkan nyeri dan penurunan range of motion dapat meningkatkan risiko jatuh. Kondisi sakit, panas badan, atau meningkatnya angka leukosit, limfosit dan hemoglobin yang rendah akan meningkatkan risiko jatuh (Probosuseno & Suhardo, 2008). Regulasi tekanan darah sistemik merupakan kontri- butor fisiologik yang penting dalam memper- tahankan posisi berdiri. Hipotensi dapat mengakibatkan kegagalan perfusi ke otak, sehingga meningkatkan risiko jatuh (Probo- suseno & Dinisari, 2008).

Pada lansia yang tidak mengikuti senam memiliki risiko jatuh yang tinggi, karena faktor risiko fisiologis yang dapat dimodifikasi dengan senam tidak menda- patkan intervensi tersebut. Oleh karena itu setelah dilakukan pengukuran, lansia yang tidak melakukan senam memiliki risiko jatuh tinggi. Dampak kejadian jatuh pada usia lanjut tidak bisa diremehkan. Cedera yang diakibatkan oleh jatuh pada usia lanjut dapat mengakibatkan usia lanjut dirawat di rumah sakit (RS) ataupun harus dibawa ke unit gawat darurat (UGD). Penelitian dari Kanada, Australia dan Inggris mendapatkan 1,6-3 usia lanjut per 10.000 populasi usia

190 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192 lanjut yang berusia 65 tahun harus dibawa

ke rumah sakit karena kejadian jatuh. Di Australia Barat dan di Inggris kejadian jatuh pada usia lanjut menyebabkan 5,5-8,9 usia lanjut dari 10.000 populasi harus dibawa ke UGD (WHO, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan risiko jatuh pada lansia yang mengikuti senam dengan yang tidak mengikuti senam dengan nilai p<0,05. Nilai Z = -4,583 yang berarti penelitian ini memiliki perbedaan negatif yang artinya ketika lansia mengikuti senam maka tingkat risiko jatuh pada lansia tersebut akan mengalami penurunan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa salah satu intervensi yang bisa digunakan untuk memperbaiki beberapa faktor fisiologis yang menye- babkan jatuh adalah program latihan fisik. WHO menyatakan bahwa aktifitas fisik moderate yang dilakukan teratur akan menyebabkan usia lanjut mendapatkan kesehatan yang baik, menjaga kemandirian dan menurunkan risiko jatuh serta dampaknya (WHO, 2007).

Keseimbangan merupakan suatu komponen yang dihasilkan dari eksekusi kontrol postural. Kapasitas keseimbangan menurun karena pertambahan usia dan akan meningkatkan resiko jatuh pada orang lanjut usia (Hong et al., 2000). Penelitian mem- buktikan bahwa dengan melakukan latihan fisik akan meningkatkan keseimbangan seseorang. Latihan fisik itu berupa latihan yang meningkatkan kekuatan otot ataupun latihan spesifik yang lain seperti duduk kemudian berdiri, berjalan, berbaris. Latihan fisik ini bisa dilakukan 2 sesi per minggu selama 5 minggu bahkan bisa juga dilakukan 4-5 sesi per minggu selama 16 minggu (Rand et al., 2011).

Mobilitas merupakan perpindahan fisik tubuh dengan satu atau lebih ekstrimitas. Pada usia lanjut sering kali terjadi penurunan

mobilitas fisik. Gangguan mobilitas fisik biasanya ditandai dengan gangguan motorik halus dan motorik kasar, ketidakstabilan postural, penurunan reaction time, peru- bahan gaya berjalan, pergerakan melambat (Wilkinson, 2005). Penelitian Shumway- Cook et al., (1997) mendapatkan bahwa latihan fisik meningkatkan secara signifikan keseimbangan dan mobilitas fisik lansia jika dibandingkan dengan kontrol. Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi yang kompleks antara sistem muskuloskeletal dengan sistem syaraf.

Faktor risiko jatuh yang lain yang terdapat pada usia lansia adalah hipotensi orthostatik. Kondisi tersebut juga dapat diatasi dengan latihan fisik sebagai salah satu intervensi yang dianjurkan untuk menangani masalah postural hipotensi. Latihan fisik ringan meningkatkan toleransi orthostatik dengan mengurangi venous pooling dan meningkatkan volume plasma. Usia lanjut yang tidak pernah berolahraga mengalami postural hipotensi. Hal tersebut disebabkan latihan fisik dapat meningkatkan penurunan orthostatik tekanan darah. Latihan fisik dengan posisi supinasi atau duduk (bere- nang, recumbent biking) sangat disarankan (Figueroa et al., 2010).

Dengan dilakukannya latihan fisik salah satunya adalah senam lansia, diharapkan lansia tidak mengalami hipotensi orthostatik dan risiko jatuh dapat diminimalkan. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari hasil analisis penelitian ini dapat diambil simpulan bahwa ada perbedaan risiko jatuh pada lansia yang mengikuti senam lansia dengan yang tidak mengikuti senam lansia di Panti Sosial Tresna Wredha Kasongan, Bantul, Yogyakarta.

Saran

Diharapkan perawat dapat membe- rikan dukungan kepada lansia dalam mela-

191