• Tidak ada hasil yang ditemukan

187 Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia

KETRAMPILAN INJEKSI MAHASISWA Yekti Satriyandari, Mufdlilah, Ririn Wahyu Hidayat

187 Catur Suhartati & Lutfi Nurdian A., Resiko Jatuh pada Lanjut Usia

Pada tabel 3 menunjukan, hasil uji

statistik menggunakan Mann Whitney U Test didapatkan hasil nilai p sebesar 0,000. Karena nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima, sehingga disimpulkan ada perbedaan risiko jatuh antara lanjut usia yang mengikuti senam dengan yang tidak mengikuti senam.

Risiko Jatuh Lanjut Usia yang Mengi- kuti Senam dan yang Tidak Mengikuti Senam Lanjut Usia

Risiko jatuh (risk for falls) merupakan diagnosa keperawatan berdasarkan North American Nursing Diagnosis Association (NANDA), yang didefinisikan sebagai peningkatan kemungkinan terjadi jatuh yang dapat menyebabkan cedera fisik (Wilkin- son, 2005). Resiko jatuh dalam diagnosa keperawatan NANDA merupakan masalah keperawatan yang umum yang dapat menyebabkan cedera dan biaya perawatan yang tinggi.

Jatuh menurut WHO (2007) meru- pakan suatu kondisi dimana seseorang tidak sengaja tergeletak di lantai, tanah atau tempat yang lebih rendah, hal tersebut tidak termasuk orang yang sengaja berpindah posisi ketika tidur. Jumlah kejadian jatuh akan terus meningkat seiring dengan pening- katan jumlah lansia di seluruh dunia. Keja- dian jatuh akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang. Hal tersebut berhubungan dengan perubahan- perubahan yang terjadi pada lansia.

Cedera yang diakibatkan karena jatuh insidensinya semakin meningkat. Penelitian mendapatkan bahwa insidensi fraktur dan cedera spinal cord meningkat 131% dalam tiga dasawarsa terakhir. Jika tindakan preventif tidak segera dilakukan, maka jatuh diperkirakan akan meningkat 100% pada tahun 2030 (Kannus, 2007). Salah satu intervensi yang bisa digunakan untuk mem- perbaiki beberapa faktor fisiologis yang

menyebabkan jatuh adalah program latihan fisik (WHO, 2007). Senam merupakan salah satu bentuk latihan fisik yang bisa dilakukan pada usia lanjut.

Latihan fisik didefinisikan sebagai sebuah tipe aktivitas fisik yang direnca- nakan, terstruktur dan berupa gerakan tubuh yang berulang-ulang yang dilakukan untuk meningkatkan atau mempertahankan satu atau lebih komponen kebugaran fisik. Komponen kebugaran fisik yang berhu- bungan dengan kesehatan adalah ketahanan kardiovaskuler, ketahanan dan kekuatan otot, kelenturan dan komposisi tubuh (Whaley et al., 2006).

Program latihan fisik dapat dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Program latihan endu- rance bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kardiorespirasi dan kebugaran otot lokal, program latihan resistance bertujuan untuk meningkatkan kekuatan otot dan program latihan flexibility bertujuan untuk mengoptimalkan fungsi muskulo- skeletal yang melibatkan rentang gerak dari seluruh sendi (Whaley et al., 2006).

Hasil penelitian pada tabel 2 dida- patkan bahwa lansia yang mengikuti senam mayoritas memiliki risiko jatuh sedang. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lansia masih memiliki risiko jatuh sedang meskipun mengikuti senam. Hal tersebut disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya pada usia lanjut sudah terjadi penurunan fungsi pada berbagai sistem tubuh, salah satu sistem yang berhubungan dengan risiko jatuh adalah fungsi muskuloskeletal dan sistem syaraf (Miller, 2008). Selain itu, faktor risiko jatuh sangat kompleks dan diantaranya tidak dapat dimodifikasi dengan intervensi tertentu (Nieuwenhuizen et al., 2010). Faktor risiko jatuh yang tidak dapat dimodifikasi tersebut tidak dilihat dalam penelitian ini.

Senam dapat memberikan dampak yang maksimal bagi yang melakukan jika

188 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 183-192 dilakukan dengan memperhatikan beberapa

prinsip, yaitu FITT. F=frekuensi, latihan dapat dilakukan 3-5 kali seminggu. I=Intensitas, intensitas yang dianjurkan kurang lebih 60-85% dari denyut jantung maksimal. Pada umumnya latihan dilakukan sampai berkeringat dan bernapas dalam, tanpa timbul sesak nafas atau timbul keluhan (seperti nyeri dada, pusing). Denyut jantung maksimal=220-umur (dalam tahun). T=tipe (macam), suatu kombinasi dari latihan aerobik dan aktivitas kalistenik. Pilihan aktivitas atas dasar selera, keadaan kebu- garan, tersedianya fasilitas dan kemampuan. T=time (waktu), waktu yang digunakan untuk latihan 15-60 menit latihan aerobik terus menerus. Sebelumnya didahului oleh 3-5 menit pemanasan dan disusul oleh 3-5 menit pendinginan (Giam dan Teh, 1992).

Meskipun lansia di PSTW sudah melakukan senam secara teratur, peneliti melihat pelaksanaannya belum sepenuhnya mengikuti resep FITT. Misalnya sebagian responden tidak mengikuti senam dengan gerakan yang benar sesuai yang dicon- tohkan. Oleh karena itu, di akhir senam sebagian tidak berkeringat atau tidak mengalami peningkatan pernafasan.

Hasil penelitian pada tabel 2 menun- jukkan bahwa pada kelompok yang mengi- kuti senam SBL terdapat 3 responden (20%) yang mengalami risiko jatuh rendah. Hal tersebut disebabkan karena senam memberikan manfaat bagi lansia. Risiko jatuh rendah didapatkan jika dari hasil uji menggunakan instrumen Time Up Go Test nilai x < 10 detik, artinya lansia mulai dari duduk kemudian berjalan maju 10 langkah kemudian kembali ke tempat semula dan duduk memakan waktu kurang dari atau sama dengan 10 detik.

Jika dilihat usia responden, pada kelompok lansia yang mengikuti senam terdapat 9 orang (30%) yang berusia 60- 74 tahun dan usia tentu saja berpengaruh

terhadap kondisi fisik lansia. Lansia akan mengalami proses menua yang menye- babkan penurunan fungsi secara perlahan- lahan sehingga akan mengalami kejadian jatuh. Menurut Steffen (2002) melaporkan bahwa usia young-old mempunyai risiko prevalensi yang lebih besar dibandingkan middle-old dalam memprediksi tes kese- imbangan jatuh pada lansia.

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada kelompok lansia yang mengikuti senam dan yang tidak mengikuti senam mayoritas ber- jenis kelamin perempuan. Dari hasil tersebut masing-masing mayoritas memiliki risiko jatuh sedang dan tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yusumura dan Hasegawa (2009) yang menyebutkan angka kejadian jatuh di Jepang pada daerah urban mayoritas terjadi pada perempuan. Chu et al. (2007) juga mendapatkan hasil bahwa kejadian jatuh pada lanjut usia di komunitas di Hongkong dalam satu tahun lebih banyak terjadi pada perempuan. Scheffer et al. (2008) mengatakan bahwa prevalensi kejadian jatuh meningkat sesuai dengan peningkatan umur dan sangat tinggi pada wanita. Banyak studi yang mengindikasikan bahwa wanita lebih banyak mengalami kehidupan jatuh dan memiliki angka mortalitas dan morbiditas yang lebih tinggi daripada pria.

Menurut Muttaqin (2008) osteo- porosis tiga kali lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Perbe- daan ini disebabkan oleh faktor hormon dan rangka tulang pada perempuan lebih kecil. Individu yang sangat lemah dan memiliki control postural yang buruk cenderung lebih peduli pada status keseimbangannya. Mereka akan lebih berhati-hati sehingga kemungkinan tidak berada dalam risiko jatuh tinggi. Individu yang sehat, bugar, memiliki keseimbangan yang baik, dan dapat beraktivitas normal cenderung kurang hati- hati, membahayakan diri sendiri dengan

189