• Tidak ada hasil yang ditemukan

PREVENTIVE CARE Mamnu’ah

123 Mamnu’ah , Pencegahan Risiko Gangguan Jiwa

PENDAHULUAN

Menurut Departemen Kesehatan RI (2000) kesehatan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan yang optimal baik secara fisik, intelektual dan emosi dari seseorang yang selaras dengan orang lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi tersebut menekankan kesehatan sebagai suatu keadaan sejahtera yang positif, bukan sekedar keadaan tanpa penyakit. Orang yang memiliki kesejahteraan emosional, fisik dan sosial dapat memenuhi tanggung jawab kehidupan, berfungsi dengan efektif dalam kehidupan sehari-hari dan puas dengan hubungan interpersonal dan diri mereka sendiri (Videbeck, 2008).

Upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Upaya kesehatan jiwa sebagaimana dimaksud terdiri atas preventif, promotif, kuratif, reha- bilitatif pasien gangguan jiwa dan masalah psikososial (Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009).

Kesehatan jiwa merupakan suatu rentang meliputi sehat jiwa, risiko dan gang- guan jiwa. Setiap orang berisiko apakah akan sehat jiwa, mengalami masalah psiko- sosial maupun gangguan jiwa. Hasil Riskes- das (2007) menunjukkan angka gangguan jiwa berat di Indonesia mencapai 0,46%, di Daerah Istimewa Yogyakarta mencapai 0,38%. Angka ini masih di bawah angka nasional akan tetapi beban akibat gangguan jiwa sangat berat apalagi bagi keluarga yang merawat pasien dengan gangguan jiwa.

Adanya gangguan jiwa di keluarga mempengaruhi fungsi keluarga. Keluarga yang berfungsi dengan baik akan dapat memberikan perawatan pada anggota kelu-

arganya dengan baik namun sebaliknya pa- da keluarga yang tidak menjalankan fungsi keluarga dengan baik maka akan mempe- ngaruhi klien. Darwis (2007) mengatakan banyak keluarga tidak membawa pulang klien karena malu, merasa terganggu, tidak mampu merawat dan sebagainya. Akibat- nya, kapasitas rumah sakit menjadi tidak mencukupi.

Keluarga yang keberatan menerima kembali klien di lingkungan keluarga akan menambah beban klien akibatnya klien tidak betah di keluarga dan merasa nyaman di rumah sakit. Penerimaan keluarga ini sangat penting bagi kesembuhan klien karena apabila klien sembuh akan mempengaruhi fungsi keluarga. Masalah lain yang dirasakan keluarga dengan adanya gangguan jiwa di keluarga dapat mempengaruhi kemampuan ekonomi keluarga dalam membayar biaya rumah sakit. Biaya yang harus dikeluarkan keluarga cukup tinggi. Keluarga diharuskan mengunjungi anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa di rumah sakit secara rutin, padahal belum tentu jarak rumah sakit dengan tempat tinggal klien dekat sehingga membutuhkan biaya untuk transportasi dan akomodasi.

Berbagai macam cara dipilih keluarga untuk mencapai fungsi keluarga. Penelitian terkait pernah dilakukan oleh Seloilwe (2006) tentang pengalaman dan kebutuhan keluarga dengan gangguan jiwa di rumah di Botswana. Hasilnya bahwa merawat ang- gota keluarga dengan gangguan jiwa mem- buat keluarga bingung, sedih dan merupakan penderitaan tiada habisnya. Pemberi pera- watan dituntut untuk melakukan koping setiap hari, menjadi tidak jujur dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan, manipulatif, akomodatif, menerima dan negosiasi terhadap situasi yang terjadi. Pene- litian lain dilakukan oleh Iswanti, Suhartini dan Supriyadi (2007) tentang koping keluarga terhadap anggota keluarga yang

124 Jurnal Kebidanan dan Keperawatan, Vol. 9, No. 2, Desember 2013: 122-129 mengalami ketergantungan narkoba di wila-

yah kota Semarang. Hasil penelitian meng- gambarkan bahwa keluarga yang merawat anggota keluarga yang mengalami ketergan- tungan NAPZA merasa bingung, malu karena adanya stigma yang negatif bagi pengguna NAPZA dan perlunya dukungan sosial untuk keluarga yang mengalami masa- lah ketergantungan NAPZA. Stigma itu tidak hanya dihadapi oleh pengguna NAPZA akan tetapi klien dengan gangguan jiwa juga mengalami hal yang sama.

Penelitian lain dilakukan oleh Solomon dan Draine (1995) tentang koping adaptif keluarga dengan anggota keluarga menga- lami gangguan jiwa serius. Penelitian ini menggunakan desain kuantitatif. Hasil penelitian didapatkan data bahwa ada lima faktor yang diduga mempengaruhi koping adaptif keluarga yaitu karakteristik demo- grafi anggota keluarga, berat ringan sakit, beban subyektif anggota keluarga dan ber- duka, dukungan sosial dan sumber koping personal. Dari kelima faktor tersebut hanya berat ringannya sakit yang tidak berpe- ngaruh terhadap adaptif keluarga.

Besarnya dampak yang ditimbulkan gangguan jiwa terhadap keluarga khususnya yang merawat perlu diantisipasi dengan cara salah satunya adalah melakukan berbagai macam penelitian yang dibutuhkan untuk menentukan kebijakan pelaksanaan terapi keluarga yang dibutuhkan keluarga ketika merawat anggota keluarga dengan gangguan jiwa. Melalui penelitian ini, diharapkan akan mendapatkan suatu model tindakan preven- tif pada keluarga agar tidak stres selama merawat dan tidak jatuh pada rentang risiko apalagi sampai mengalami gangguan jiwa.

Berdasarkan wawancara dengan pera- wat penanggung jawab program jiwa di Puskesmas Galur II didapatkan data bahwa jumlah pasien gangguan jiwa di Desa Bana- ran sebanyak 75 pasien, angka ini tertinggi dibandingkan dua desa lainnya yaitu di Desa

Nomporejo 30 pasien dan di desa Kranggan sebanyak 34 pasien. Petugas juga menje- laskan adanya satu keluarga yang mengalami gangguan jiwa padahal sebelumnya hanya istrinya, kondisi ini menggambarkan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa merupakan sumber stres bagi anggota keluarga yang lain. Untuk itulah perlu pen- dekatan atau metode untuk mencegah anggota keluarga yang lain mengalami risiko yang sama.

Salah satu upaya mencegah gangguan jiwa adalah model preventive care. Tindakan perawatan preventif ini merupakan bentuk desain aktifitas untuk meningkatkan penge- tahuan tentang kesehatan jiwa dan melatih kemampuan keterampilan hidup dalam menghadapi masalah. Model ini sejalan de- ngan arah pembangunan kesehatan jiwa yang bergeser dari kuratif menjadi promotif preventif, pelayanan pun difokuskan pada community based yang sebelumnya bero- rientasi pada hospital based.

Berdasarkan latar belakang dan per- masalahan, maka dapat diasumsikan bahwa model preventive care mampu menurunkan risiko terjadinya gangguan jiwa pada keluar- ga yang merawat anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa dan memberikan kontribusi yang lebih besar dibanding cara yang lain karena sesuai dengan kebijakan pemerintah lebih mengutamakan tindakan preventif sehingga rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana efektifitas model preventive care terhadap risiko gangguan jiwa?” Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas model preven- tive care terhadap risiko gangguan jiwa pada keluarga yang merawat anggota kelu- arga yang mengalami gangguan jiwa. Target luaran yang ingin dicapai dari penelitian ini menjadi karya ilmiah yang dipublikasikan di jurnal ilmiah dan juga sebagai bahan penga- yaan untuk penyusunan buku ajar terutama untuk keperawatan jiwa dan komunitas.

125