• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji CFD (Computational Fluid Dynamic)

ANALISIS ALIRAN ANGIN PADA KOLONG RUMAH PANGGUNG

2.2 Uji CFD (Computational Fluid Dynamic)

Computational Fluid Dynamics (CFD) adalah program simulasi untuk memprediksi aliran udara atau angin

(Baskaran, 1996). Pada dasarnya, terdapat berbagai jenis program simulasi CFD. Salah satunya adalah Autodesk Flow

Design. Secara umum, metode simulasi dengan menggunakan program CFD ini terbagi atas 3 tahap (Cheung, 2010),

yaitu:

a. pra-proses, meliputi penetapan geometri (domain), penentuan grid, serta penentuan material dan kondisi batas

(boundary condition).

b. proses, dimana geometri (domain) diproses berdasarkan hasil penentuan grid dan kondisi batas (boundary

condition) pada tahap pra-proses.

c. pasca-proses, meliputi visualisasi dan interpretasi hasil simulasi.

Penelitian dengan uji CFD menggunakan software Autodesk Flow Design. Dari segi interface dan penggunaan software terasa lebih mudah dibandingkan sofftware analisis CFD lainnya. Analisis pengujian CFD menghasilkan beberapa ulasan, yakni visualisasi aliran udara, drag coefficient, dan drag force pada semua objek uji.

a. Visualisasi aliran udara

Visualisasi kecepatan udara yang dihasilkan dari permodelan Autodesk Flow Design terlihat pada gambar 9, visualisasi kecepatan angin ditunjukkan melalui pewarnaan RGB dimana warna biru menujukkan kecepatan angin rendah, sedangkan warna merah menujukkan kecepatan angin tinggi. Berdasarkan gambar visualisasi kecepatan, terlihat bahwa pada tipe rumah tanpa kolong, bayangan angin yang jatuh di belakang bangunan memiliki kecepatan angin terendah. Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh pada pengujian menggunakan wind tunnel, dimana kecepatan udara pada bagian belakang objek uji jenis rumah tanpa kolong memiliki kecepatan paling rendah.

0 cm 50 cm

100 cm 150 cm

200 cm 250 cm

Gambar 9: Visualisasi aliran udara uji CFD

b. Drag coefficient dan drag force

Drag Coefficient dalam mekanika fluida adalah suatu bilang tak berdimensi yang menyatakan suatu hambatan atau resistant dari suatu benda yang berada di dalam suatu aliran. Semakin rendah nilai drag coefficient, maka hambatan

133

SNT2BKL-ST-1

aerodinamik maupun hidrodinamiknya semakin kecil. Dengan kata lain semakin kecil nilai drag coefficient, maka suatu benda semakin memiliki bentuk aerodinamik sehingga hambatan udara maupun hambatan airnya menjadi kecil dan fluida dapat dengan lancar melewati benda tersebut.

Untuk menghitung drag coefficient, dapat dilakukan dengan dua tahap, yaitu secara teoritis dan dengan simulasi. Adapun simulasi dapat dilakukan dengan simulasi CFD. Hasil uji CFD menggunakan aplikasi Autodesk Flow Design mampu menghitung nilai drag coefficient pada beberapa model kolong rumah uji seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Tabel 2: Besaran drag coefficient dan drag force pada pengujian CFD bentuk kolong rumah

Variabel kolong Avg drag

coefficient Avg drag force 0 cm 1,37 193.000 50 cm 1,08 134.000 100 cm 1,21 141.000 150 cm 1,38 163.000 200 cm 1,57 194.000 250 cm 1,65 212.000

Penentuan tingkat ketahanan suatu bentuk terhadap aliran angin dilihat dari nilai drag coefficient suatu objek. Tabel 2 merupakan hasil nilai drag force dan nilai drag coefficient yang diperoleh melalui simulasi. Adapun hasil simulasi tekanan udara pada objek uji terlihat pada gambar 10. Terlihat dari table 2 bahwa nilai drag force pada jenis kolong rumah tertinggi 250 cm adalah yang paling besar yakni 212.000, hal ini sejalan pula dengan nilai drag

coefficient yang tinggi pula yakni 1,65. Hal ini berarti nilai hambat bangunan dengan bentuk kolong paling tinggi

terhadap angin lebih besar, sehingga memiliki kemungkinan bangunan terbawa angin lebih tinggi.

0 cm 50 cm

100 cm 150 cm

200 cm 250 cm

134

SNT2BKL-ST-1

Berdasarkan hasil uji Wind Tunnel dan simulasi, diperoleh gambaran mengenai penggunaan kolong rumah. Untuk penyebaran udara dan menjamin kenyamanan thermal rumah, sebuah rumah sebaiknya dibangun dengan menggunakan kolong rumah. Hal ini tentunya sudah diterapkan oleh penduduk di nusantara yang mana sebagian besar menerapkan prinsip rumah panggung pada rumah tradisionalnya. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa rumah dengan ketinggian kolong yang cukup tinggi sangat rentan terbawa angin. Oleh karena itu, sebaiknya tinggi kolong rumah disesuaikan pada ketinggian dimana orang-orang dapat beraktifitas, yakni pada ketinggian 170 cm- 200 cm. Untuk menghindari kecepatan angin yang membuat kerusakan struktur panggung rumah, sebaiknya membuat penghalang berupa vegetasi pada area di sekitar rumah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tersebut di atas diperoleh beberapa kesimpulan mengenai bentuk kolong rumah, diantaranya:

1. Kecepatan angin pada inlet dan outlet kolong rumah semakin tinggi suatu kolong maka kecepatannya akan

semakin naik.

2. Kecepatan angin di bawah kolong rumah akan semakin meningkat jika kolong rumah semakin rendah.

3. Pola penyebaran angin di sekitar rumah yang memiliki kolong lebig baik dibandingkan rumah tanpa kolong.

4. Nilai drag coefficient dan drag force tertinggi dimiliki oleh rumah dengan kolong tertinggi. Semakin tinggi

kolong, semakin tinggi resiko kerusakannya. UCAPAN TERIMA KASIH

Karya tulis ini merupakan hasil dari hibah penelitian dengan skema penelitian Dosen Pemula melalui pendanaan DIPA BLU UHO Tahun 2017.

REFERENSI

Asmal, I. (2015) & Yuan, L. J. 1987. The Malay House: Rediscovering Malaysia’s Indigenous Shelter System. Institut

Masyarakat. Pulau Pinang. Temu Ilmiah IPLBI, Prosiding.

Autodeks Help (2015), Get Started With Autodesk Flow Design,

https://www.autodesk.com/products/flowdesign/overview (diakses tanggal 5 November 2017)

Baskaran, Appupillai & Kashef, Ahmed. (1996). Investigation of air flow around buildings using computational fluid

dynamics techniques. Engineering Structures. 18. 861-875. 10.1016/0141-0296(95)00154-9.

Bhandari NM, Krishna P. (2011) An Explanatory handbook on proposed IS- 875 (Part 3): Wind loads on buildings

and structure. IITK-GSDMA Project on Building Codes.

Biswas, S & Hasan, M & S Islam, M. (2015). Stilt Housing Technology for Flood Disaster Reduction in the Rural Areas of Bangladesh. International Journal of Research in Civil Engineering, Architecture & Design. 3. 1-62347.

Boutet, T. (1987). Controlling Air Movement. New York: McGraw Hill.

David M. B. (2004). Living with Florida's Atlantic beaches: coastal hazards from Amelia Island to Key West. Duke University Press. pp. 263–264. ISBN 978-0-8223-3289-3. Retrieved 27 March 2011.

Frick, H., & Setiawan, P. L. (2001). Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan. Yogyakarta: Kanisius.

Gross, R. (2015). Stilt Houses: 10 Resons to Get your House off the Ground. Architecture. Article Houzz. Dikutip tanggal 21 September 2018. https://www.houzz.com/ideabooks/35270725/list/stilt-houses-10-reasons-to-get-your-house-off-the-ground

Lechner, N. (2007). Heating, Cooling, Lighting: Metode Desain untuk Arsitektur. Jakarta: Rajawali.

Rahayu, R. L. & Soepardi, H. (2017). Keunggulan Teknologi Bangunan Rumah Panggung pada Rumah Sederhana Sehat Perumahan Citra Inda Kecamatan Jonggol-Cileungsi Kabupaten Bogor. Faktor Exacta. 10(1). 28-39. Ratna, S. (2011). Our Experts. Our Living World 5. p. 63. ISBN 978-81-8332-295-9.

Sastrawati, I. (2009). The Characteristis of the Self-Support Stilt Houses Toward the Disaster Potentialytiy at the Cambaya Coastal Area Makassar. Dimensi (Journal of Architecture and Built Environment). 37(1). 33-40. Szokolay, N. V. (1980). Environmental Science Handbook. New York: Wiley.

Yuan, L. J. (1987) The Malay House : Rediscovering Malaysia’s Indigenous Shelter System. Institut Masyarakat. Pulau Pinang.

135

SNT2BKL-ST-16

PENGUKURAN TINGKAT KEKUMUHAN DENGAN MATRIKS DI LINGKUNGAN