• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KASUS: RW 05 KEBON BIBIT, BANDUNG

Mutia Ayu Cahyaningtyas1, Anna Maulida Tazkia2, Tania Fitriani3, Agus S. Ekomadyo4, Nissa Aulia

Ardiani5

1,2,3Program Studi Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung

4,5KK Perancangan Arsitektur, SAPPK, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha No 10, Coblong, Bandung –Jawa Barat

E-mail: mutia.cahyaningtyas@gmail.com

ABSTRAKS

Tingginya tingkat kriminalitas di kawasan perkotaan merupakan permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dan perencana. Kawasan rawan kriminalitas diketahui memiliki pola dan karakteristik lingkungan tertentu yang dapat mendorong terjadinya tindak kejahatan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah pemenuhan parameter desain untuk kawasan rawan kriminalitas di kampung kota dengan area studi kasus Kebon Bibit, Bandung. Parameter desain yang ditelaah mengacu pada teori Crime Prevention Through Environmental Design (CPTED), yaitu access control, activity support, dan natural surveillance. Penelitian bersifat grounded dengan metode kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung dan wawancara terstruktur dengan pemilihan sampel secara bebas (non-random sampling). Temuan menunjukkan bahwa kawasan rawan kriminalitas belum sepenuhnya memenuhi parameter desain berbasis CPTED, sehingga peluang terjadinya tingkat kriminalitas ditinjau dari keadaan lingkungan binaan di kawasan tersebut tergolong tinggi. Penelitian diharapkan dapat diimplementasikan pada studi lanjutan desain perancangan kawasan yang bebas dari tindak kriminalitas. Kata Kunci: cpted, kampung kota, kawasan, kriminalitas

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kehidupan perkotaan tidak dapat terlepas dari beragam dinamika dan konflik sosial kemasyarakatan, salah satunya masalah kriminalitas. Menurut Kartono (1992), kriminalitas merupakan segala bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan, melanggar hukum dan undang-undang pidana, serta pada umumnya bersifat merugikan masyarakat atau lingkungan sekitarnya. Reksohadiprodjo (1985) dalam Hardianto (2009) menyatakan bahwa salah satu kategori kelompok tindak kriminalitas dalam masyarakat adalah kejahatan terhadap hak milik. Kejahatan terhadap hak milik merupakan penyerangan terhadap harta benda atau kepemilikan orang lain yang tidak sesuai dengan kepentingan hukum. Dalam buku II KUHP, kejahatan terhadap hak milik di antaranya meliputi tindak pidana pencurian, perampokan, penggelapan, dan penghancuran atau pengrusakan barang. Kejahatan terhadap hak milik ini merupakan tindak kejahatan yang paling banyak terjadi di lingkungan permukiman, khususnya di kawasan kampung kota.

Tingginya tindak kejahatan pada suatu kawasan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor ekonomi, sosial, dan juga lingkungan. Rancangan lingkungan binaan secara tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku manusia dan penggunanya. Penciptaan lingkungan yang baik dapat menghasilkan kecenderungan perilaku pengguna yang baik pula, dan sebaliknya. Oleh karena itu, penataan kawasan lingkungan binaan menjadi hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan dan perencanaan kota, khususnya untuk meminimalisir peluang terjadinya tindak kejahatan di kawasan permukiman kampung kota.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a) Bagaimana pemenuhan parameter desain kawasan rawan kriminalitas di kampung kota?

181

SNT2BKL-ST-22

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menelaah parameter desain pada kawasan rawan kriminalitas di kampung kota. Hasil temuan diharapkan dapat diimplementasikan pada studi lanjutan perencanaaan lingkungan binaan yang bebas dari tindak kriminalitas.

1.4 Tinjauan Pustaka a. Kampung Kota

Menurut Wirjomartono (1995) dalam buku Kampung Kota Bandung karya Pele Widjaja, kampung kota merupakan permukiman yang tumbuh di kawasan urban tanpa perencanaan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota. Kampung kota pada umumnya memiliki kepadatan penduduk yang tinggi dan ditandai dengan keberagaman latar belakang penduduknya. Menurut Tamariska dan Ekomadyo (2017), perbedaan latar belakang status sosial dan ekonomi penduduk kampung kota menjadikan kawasan tersebut memiliki proses yang unik dalam mengatasi situasi krisis sesuai dengan kemampuannya yang terbatas.

b. Parameter Desain

Dalam perencanaan dan perancangan, parameter desain merupakan kriteria atau faktor yang perlu diperhatikan untuk menghasilkan desain yang baik dan sesuai standar. Parameter desain dapat ditinjau dari berbagai aspek sesuai dengan peruntukan dan fungsi yang ingin dicapai. Adapun dalam penelitian ini, parameter desain yang akan ditelaah mengacu pada konsep Crime Prevention Through Environmental Design (CPTED) dari C. Ray Jeffery tentang pencegahan tindak kriminalitas kota melalui penataaan lingkungan binaan.

c. Konsep CPTED

Menurut C. Ray Jeffrey dalam Santoso (2018), Crime Prevention Through Environmental Design atau biasa disebut CPTED merupakan sebuah perancangan lingkungan binaan secara efektif dan tepat yang bertujuan untuk mengurangi ketakutan dan insiden tindakan kriminal. Pada awal pencetusannya, konsep CPTED terbagi menjadi empat faktor, yaitu pengawasan alami, pengendalian akses, teritorialitas, dan pemeliharaan kawasan. Kemudian dalam perkembangannya, faktor lingkungan yang dianggap berpengaruh terhadap pencegahan tindak kriminalitas ini disempurnakan oleh Moffat (1983) menjadi enam faktor sebagai berikut.

1) Pengawasan alami (natural surveillance), merupakan faktor yang bertujuan untuk meningkatkan resiko pelaku kejahatan untuk dapat diamati, diawasi, dan diidentifikasi dengan mudah oleh lingkungan sekitar.

2) Pengendalian akses (access control), merupakan faktor yang bertujuan untuk menghambat akses pelaku kejahatan terhadap objek sasaran kejahatan.

3) Teritorialitas (territoriality), merupakan faktor yang bertujuan untuk meningkatkan rasa kepemilikan dan membuat batas ruang yang tegas untuk mencegah pelaku kejahatan masuk ke dalam wilayah kepemilikan. 4) Pemeliharaan (maintenance), merupakan faktor penjagaan kondisi fisik lingkungan yang bertujuan untuk

menunjukkan eksistensi dan keberadaan dari penghuni bangunan.

5) Aktivitas pendukung (activity support), merupakan faktor yang bertujuan untuk mendorong penggunaan ruang secara aktif oleh penghuni.

6) Penegasan terhadap target (target hardening), merupakan faktor penggunaan hambatan fisik yang bertujuan untuk menciptakan hambatan bagi pelaku kejahatan.

1.5 Metodologi Penelitian

Penelitian bersifat grounded dan kualitatif untuk menelaah parameter desain dari kawasan rawan kriminalitas di kampung kota. Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan secara langsung dan wawancara terstruktur kepada pemegang kepentingan di kawasan tersebut. Alat bantu rekam yang digunakan dalam penelitian berupa foto dan catatan. Analisis data dilakukan melalui proses telaah terhadap parameter desain berdasarkan teori

Crime Prevention Through Environmental Design.

2. PEMBAHASAN

2.1 Deskripsi Kawasan RW 05 Kebon Bibit

Objek studi kasus penelitian berada di Jalan Kebon Bibit, RW 05, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung. Peruntukan utama lahan pada kawasan ini adalah sebagai permukiman. Adapun dikarenakan letak kawasan yang dekat dengan beberapa universitas negeri di Kota Bandung, beberapa bangunan juga mengembangkan peruntukan fungsi hunian menjadi indekos bagi mahasiswa. Objek sasaran penelitian meliputi seluruh kawasan RW 05 Kebon Bibit yang berbatasan langsung dengan Jalan Kebon Bibit Utara II di bagian utara, Kali Cikapayang di bagian timur, Jalan Kebon Bibit Utara I di bagian selatan, dan Kelurahan Lebak Gede di bagian barat. Batas delineasi kawasan studi kasus penelitian dapat diamati pada Gambar 1.

182

SNT2BKL-ST-22

Gambar 1. Peta delineasi kawasan RW 05 Kebon Bibit

RW 05 terdiri dari delapan RT dengan 258 kepala keluarga dan total jumlah jiwa sebanyak 941 jiwa. Warga penghuni kawasan RW 05 Kebon Bibit kebanyakan merupakan warga asli Bandung dan sekitarnya. Adapun warga pendatang didominasi oleh mahasiswa indekos yang berkuliah di ITB atau UNISBA. Pencampuran latar belakang, kultur, dan kegiatan yang berbeda menjadikan warga RW 05 cenderung tidak mengenal satu sama lain, terutama antar warga asli dan warga pendatang yang merupakan mahasiswa indekos.

2.2 Permasalahan Keamanan Kawasan Kebon Bibit

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Kokoy selaku ketua RW 05 Kebon Bibit, permasalahan utama yang dimiliki oleh kawasan Kebon Bibit beberapa tahun terakhir adalah terkait keamanan lingkungan. Pada tahun 2015, kawasan ini pernah mempekerjakan perangkat keamanan hansip yang bertugas untuk menjaga keamanan lingkungan. Namun dikarenakan masalah keuangan dan iuran warga, perangkat keamanan ini kemudian diberhentikan pada tahun 2017. Pemberhentian perangkat keamanan hansip yang tidak disertai dengan penggantian alternative perangkat keamanan lainnya menjadikan tingkat keamanan kawasan ini menurun dan frekuensi terjadinya tindak kriminalitas di dalam kawasan meningkat, terutama berupa kejahatan hak milik seperti pencurian.

Dalam kurun waktu enam bulan terakhir telah terjadi tiga kasus pencurian kendaraan bermotor dan barang elektronik di dalam kawasannya. Hal menarik yang manjadi perhatian dalam kasus tersebut adalah bahwa ketiga kasus tersebut terjadi di titik lokasi yang sama, yakni RT 05 Kebon Bibit. RT 05 Kebon Bibit merupakan satu dari delapan RT yang terdapat di kawasan RW 05 Kebon Bibit. Bapak Adang selaku ketua RT 05 juga membenarkan bahwa kebanyakan kasus pencurian terjadi di RT 05 dibandingkan RT lainnya.

Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan kawasan RT 05 memiliki frekuensi tindak kriminalitas yang tinggi, dilakukan penelitian berupa penelaahan terhadap parameter desain dari kawasan rawan kriminalitas tersebut. Penelaahan juga dilengkapi dengan perbandingan terhadap penemuhan parameter desain dari kawasan bebas kriminalitas untuk mengetahui signifikansi pengaruh dari parameter desain tersebut.

Telaah parameter desain dilakukan pada tiga titik kawasan, yaitu RT 05 sebagai kawasan rawan kriminalitas yang menjadi objek utama penelitian dan RT 03 serta RT 06 sebagai kawasan bebas kriminalitas yang menjadi variabel kontrol. Peta lokasi titik kawasan yang menjadi fokus penelitian dapat diamati pada Gambar 2.

183

SNT2BKL-ST-22

Gambar 2. Peta titik kawasan penelitian

Area 1 merupakan kawasan RT 03 yang merupakan kawasan bebas atau aman dari tindak kriminal. Kawasan ini memiliki jalan paling lebar di antara jalan pada RT lainnya. Bangunan pada kawasan ini umumnya memiliki dua lantai dengan pagar bangunan beberapa sangat masif dan beberapa semi-transparan. Suasana dan keadaan Area 1 dapat diamati pada Gambar 3.

Gambar 3. Area 1/RT 03 Kebon Bibit

Area 2 merupakan kawasan RT 05 yang merupakan kawasan rawan kriminal. Kawasan ini memiliki lebar jalan sedang yang hanya bisa dilewati oleh satu buah mobil. Bangunan di kawasan ini umumnya merupakan bangunan satu lantai dengan pagar semi-transparan. Suasana dan keadaan Area 2 dapat diamati pada Gambar 4.

184

SNT2BKL-ST-22

Area 3 merupakan kawasan RT 06 yang merupakan kawasan bebas atau aman dari tindak kriminal. Kawasan ini memiliki jalan sempit yang hanya dapat dilewati oleh satu buah motor. Bangunan di kawasan ini umumnya merupakan bangunan satu lantai tanpa pagar, sehingga antar teras dari setiap bangunan saling berhadapan secara langsung. Suasana dan keadaan Area 3 dapat diamati pada Gambar 5.

Gambar 5. Area 3/RT 06 Kebon Bibit 2.3 Telaah Parameter Desain

Telaah parameter desain kawasan dilakukan dengan mengacu pada teori Crime Prevention Through Environmental

Design (CPTED). Berdasarkan Moffat (1983), dalam teori CPTED terdapat enam faktor lingkungan binaan yang dapat

mempengaruhi tingkat kriminalitas pada suatu kawasan. Namun, penelitian ini hanya berfokus pada tiga faktor yang secara signifikan paling berpengaruh di wilayah studi kasus, yaitu pengawasan alami (natural surveillance), pengendalian akses (access control), dan aktivitas pendukung (activity support). Hasil telaah parameter desain dari tiga titik kawasan penelitian dapat diamati pada Tabel 1.

Tabel 1. Telaah parameter desain kawasan

No Parameter Area 1/RT 03 (Aman) Area 2/RT 05 (Rawan) Area 3/RT 06 (Aman)

1 Access control Jalan pada kawasan ini memiliki lebar paling besar di kawasan RW 05 yaitu 6 meter. Jalan ini terhubung

langsung dengan Jalan

Kebon Bibit Utara yang merupakan jalan utama yang membatasi kawasan dengan RW 10 dan sebuah jalan buntu. Jalan dapat

dilalui oleh dua bush

kendaraan.

Jalan pada kawasan ini memiliki lebar 4 meter. Salah satu ujung jalan

terhubung dengan Jalan

Kebon Bibit Utara yang merupakan jalan besar dan

ujung lainnya terhubung

dengan jalan kecil

bercabang berupa gang

berukuran 1 m. Jalan hanya

dapat dilalui oleh satu

kendaraan.

Jalan pada kawasan ini

merupakan jalan dengan

lebar paling sempit yaitu 1 m. Jalan berupa gang kecil

bercabang yang diapit

langsung oleh bangunan di kanan dan kirinya. Jalan hanya dapat dilalui oleh satu motor.

2 Activity support Tidak seluruh penghuni pada kawasan ini saling mengenal. Namun, teras rumah yang luas sering

dipergunakan beberapa

warga untuk berkumpul dan jalan yang lebar juga banyak dipergunakan warga untuk beraktivitas khususnya berdagang.

Tidak seluruh penghuni pada kawasan ini saling mengenal. Tidak ditemukan

aktivitas sosial atau

berkumpul yang intensif

antar warga. Jalan umumnya

dipergunakan oleh anak-

anak kecil untuk bermain

karena lebarnya yang

mencukupi dan jarang

dilewati oleh kendaraan.

Penghuni pada kawasan ini saling mengenal satu sama lain dikarenakan bangunan

yang saling berhadapan

langsung dengan jarak 1 m

dan tanpa pagar yang

menghalangi. Sehingga

dalam satu lorong jalan,

penghuni dapat dengan

mudah mengidentifikasi

tetangga maupun orang asing yang lewat.

185

SNT2BKL-ST-22

surveillance kawasan ini memiliki jenis pagar yang cukup beragam. Terdapat bangunan dengan pagar yang sangat tinggi dan masif sehingga tidak memungkinkan

pengawasan baik dari

dalam ke luar maupun sebaliknya.

Namun terdapat juga pagar dengan ketinggian sedang yang masih memungkinkan

terdapatnya pengawasan

terhadap aktivitas di dalam dan sekitar bangunan.

kawasan ini umumnya

memiliki pagar dengan

ketinggian rata-rata 90-100 cm dengan tipe semi-

transparan yang masih

memungkinkan pengawasan dari dalam ke luar dan sebaliknya.

kawasan ini tidak memiliki

pagar sebagai pembatas

kawasan. Sehingga pengawasan antar bangunan hunian baik dari dalam ke

luar maupun sebaliknya

dapat terlaksana dengan baik.

a. Pengendalian Akses (Access Control)

Pengendalian akses bertujuan untuk membatasi dan memperketat jalur masuk pada zona tertentu bagi pelaku kejahatan. Penciptaan keterbatasan aksesibilitas bagi pelaku kejahatan ini secara langsung dapat mengurangi kesempatan dan peluang terjadinya tindak kriminalitas. Menurut Crowe dan Fennely (2013), pengendalian akses dapat dilakukan secara alami melalui pendefinisian ruang spasial yang jelas, secara mekanis melalui penggunaan portal atau kunci, ataupun terorganisir melalui keberadaan petugas keamanan

Setiap ruas jalan yang berada di RT 05, RT 03, dan RT 06 tidak memiliki pengendalian akses berupa portal, sehingga pengendalian akses pada tingkat ruas jalan hanya dapat dikendalikan secara alami melalui pendefinisian spasial. Pada RT 05 yang merupakan kawasan rawan kriminalitas, satu ujung ruas jalan berhubungan dengan jalan besar sementara ujung lainnya berhubungan dengan jalan kecil berupa gang. Ruas jalan yang berhubungan dengan jalan besar menyebabkan pengendalian akses menjadi rendah, dimana penghuni maupun non-penghuni dapat dengan bebas melewati jalur tersebut tanpa terbatasi apapun. Hal ini dapat meningkatkan peluang bagi pelaku kejahatan untuk memasuki kawasan sasaran melalui jalan besar. Sementara ujung ruas jalan lainnya yang berhubungan dengan jalan kecil memiliki pengendalian akses yang lebih tinggi untuk membatasi non-penghuni untuk masuk ke dalam kawasan melalui jalur tersebut. Namun di sisi lain, jalur tersebut justru memiliki kelemahan karena dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan bukan sebagai akses masuk menuju kawasan, melainkan sebagai akses keluar atau kabur dari kawasan setelah melakukan tindakan kriminalitas. Jalan kecil yang berupa gang bercabang tersebut dapat memudahkan akses keluar bagi pelaku kejahatan dan menyulitkan pengidentifikasian jalur pelarian oleh warga. Ilustrasi pengendalian akses pada RT 05 dapat diamati pada Gambar 6.

Gambar 6. Ilustrasi pengendalian akses melalui sirkulasi jalan

Sementara jalan yang berada pada kawasan RT 03 yang terhubung dengan jalan besar juga memiliki pengendalian akses yang rendah, namun ujung ruas jalan lainnya yang merupakan jalan buntu menyulitkan akses