• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIPOLOGI KLASTER RUMAH TRADISIONAL DUSUN PUCUNG, SITUS MANUSIA PURBA SANGIRAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Permukiman merupakan salah satu wujud kebudayaan masyarakat. Permukiman masyarakat Dusun Pucung sebagian besar terdiri dari rumah tradisional Jawa dengan bentuk yang masih sangat sederhana. Terbentuknya pola permukiman di dusun Pucung ini tidak terlepas dari budaya warisan nenek moyang, yang masih sangat kental dengan unsur tradisional. Hal ini dapat dilihat dari penempatan bangunan rumah tinggal masyarakatnya.

Sangiran adalah situs arkeologi manusia purba yang terletak di Jawa Tengah, Indonesia (Sulistyanto, 2009; Sulistyanto, 2014). Situs ini penting karena merupakan hunian tertua dan terlengkap di Indonesia. Sangiran ditetapkan sebagai cagar budaya sejak 15 Maret 1977, berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 070/O/1977. Situs ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia pada tanggal 5 Desember 1996 oleh UNESCO dengan nomor list C.593 dan diberi nama The Early Man Site (Sulistyanto, 2009; Sulistyanto, 2014).

Keterbentukan pola rumah tinggal dalam satu klaster ditandai dengan tidak adanya pembatas ruang berupa elemen fisik antara satu bangunan dengan bangunan lainnya. Tidak juga berupa bangunan rumah tinggal dengan pola bermassa. Namun, pola bangunan rumah yang terletak dalam satu klaster atau lahan pekarangan yang dihuni oleh kepala keluarga yang berbeda. Berdasarkan pengamatan awal di lapangan, terdapat beberapa pola klaster yang berbeda, baik itu terbentuk dari dua atau lebih rumah tradisional.

Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini akan membahas mengenai tipologi klaster rumah tradisional dusun Pucung dan seperti apa pola yang terbentuk, serta bagaimana makna yang terandung dari perletakan rumah dalam satu klaster. Tinjauan Pustaka

Moneo (1979) mengatakan tipologi berasal dari kata “tipe” yang didefinisikan sebagai konsep yang

mendiskripsikan kelompok karakteristik obyek yang memiliki persamaan struktur formal. Menurut Pfeifer dan Brauneck (2008) tipologi adalah sebuah pendekatan yang memisahkan atribut-atribut dari koherensi arsitektural, dan

mengidentifikasinya sebagai sebuah karakteristik, d

engan

tujuan untuk mengkomparasikannya dengan atribut–

atribut abstrak dari konteks yang lain, dan untuk mendefinisikan kesamaan atau perbedaan. Lebih lanjut, menurut Francescatto (1994) tipologi merupakan aktifitas atau kegiatan yang menghasilkan tipe sama dengan mengklasifikasikan dan mengkategorisasikan.

Amos Rapoport (1969) menegaskan bahwasanya bangunan sebuah rumah (tempat tinggal) merupakan sebuah

166

SNT2BKL-ST-20

sebagai pemiliknya. Tipologi adalah studi tentang tipe. Tipe adalah kelompok dari obyek yang dapat diidentifikasi oleh struktur formal yang sama. Struktur formal tidak hanya berkatian dengan geometri fisik tetapi berkaitan juga realita mulai dari aktifitas sosial sampai dengan konstruksi bangunan atau disebut dengan istilah deeper geometry. Struktur formal juga diartikan sebagai kaitan atau interaksi dari elemen.

Tipologi adalah studi dari tipe-tipe elemen yang sudah tidak dapat direduksi lagi. Kata tipe dalam konteks arsitektur menjadi architype dan kemudian yang menjadi tipologi yang merupakan suatu tatanan paradigma dan alat yang dimiliki oleh arsitektur untuk menempatkan kedudukan arsitektur sebagai bidang ilmu pengetahuan (Johnson, 1994 dalam Faisal, 2014).

Karen (1994) dalam Mochsen (2005) memaparkan fungsi dari kajian tipologi yaitu digunakan untuk menerangkan perubahan-perubahan dari suatu tipe, dikarenakan suatu tipe memiliki ciri-ciri tertentu yang membedakannya dengan tipe yang lain. Sementara itu, menurut Moneo (1979) tujuan tipologi adalah sebagai alat untuk melihat dan mempelajari obyek arsitektur. Dalam hal ini tipologi sebagai konsepsi sekaligus metode.

Metode Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengklasifikasikan klaster rumah dalam lingkup lokasi penelitian, berdasarkan bentuk dan tatanan yang terjadi dalam satu klaster rumah. Pendekatan penelitian dilakukan secara kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui survey lapangan, studi literature dan studi Kawasan. Analisis Data dilakukan dengan merumuskan bentuk-bentuk klaster yang terjadi di lokasi penelitian yang kemudian dilakukan penggambaran ulang dan disajikan dengan gambar.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Kawasan Situs Manusia Purba Sangiran (Sumber: Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, 2012) PEMBAHASAN

Klaster merupakan kelompok ruang berdasarkan kedekatan hubungan atau bersama-sama memanfaatkan satu ciri atau hubungan visual (DK.Ching, 2000). Di pemukiman dusun Pucung, organisasi klaster terbentuk berdasarkan hubungan kekerabatan atau kekeluargaan. Rumah awal seringkali berada di sisi paling belakang dari lahan pekarangan. Pembangunan rumah atau bangunan baru pada satu lahan pekarangan yang sama hadir secara terencana maupun tidak terencana dan terdapat kecenderuang bahwa pembangunan rumah baru terletak di depan rumah lama.

167

SNT2BKL-ST-20

Rumah lama atau bangunan asal selalu dihuni oleh orang tua, dan bangunan baru yang terletak di depannya di bangun oleh anak mereka.

Dusun Pucung memiliki topografi Kawasan yang sangat unik, yaitu berupa lahan berkontur dengan pola permukiman yang mengelilingi lembah. Pembangunan rumah masyarakat mengikuti pola jalan dan menyesuaikan topografi yang ada tanpa banyak mengubah kondisi aslinya. Pola klaster yang terbentuk juga turut menyesuaian dengan kondisi topografi Kawasan. Berdasarkan pengamatan di lapangan, terdapat beberapa tipe pola klaster berdasarkan jumlah unit rumah atau hunian, maupun berdasarkan tata letak bangunannya. Penambahan luasan rumah yang masuk dalam satu bangunan yang sama, dan masih terhubung dengan bangunan aslinya dikategorikan sebagai satu kesatuan unit hunian.

Kategorisasi klaster dusun pucung dibagi berdasarkan jumlah unit hunian yang membentuknya. Dengan demikian terdapat 3 (tiga) kategori, yaitu:

1. Klaster dengan 2 (dua) unit hunian

2. Klaster dengan 3 (tiga) unit hunian

3. Klaster dengan 4 (empat) unit hunian

Gambar 2. Peta Pemukiman Dusun Pucung (Sumber: Kartikasari, 2015)

Gambar 3. Sketsa Permukiman di Desa Pucung (Sumber: Kartikasari, 2015)

168

SNT2BKL-ST-20

Klaster dengan 2 (dua) unit hunian

Terdapat tiga pola klaster yang terbentuk dari 2 (dua) unit hunian, dengan jumlah hunian yang sama namun pola yang berbeda. terdiri dari 2 kepala keluarga, yaitu keluarga bapak Darso (orang tua) dan bapak Darno (anak), pola lainnya terdiri dari 2 kepala keluarga, yaitu ibu Sukiyem dan anaknya. rumah anak dibangun di sebelah barat rumah orang tuanya.

Rumah Anak

Rumah Awal Rumah Orang Tua

Rumah Awal Rumah Orang Tua

Rumah Anak

Rumah Awal Rumah Orang Tua

169

SNT2BKL-ST-20

Pola klaster dengan 2 unit hunian yang terakhir terdiri dari 2 kepala keluarga, yaitu bapak Sarjono dan anak laki-lakinya. Rumah anak dibangun di sebelah timur rumah orang tuanya.

Terdiri dari 2 unit rumah tinggal yang dihuni oleh 2 kepala keluarga. Rumah sebelah timur dihuni oleh Bapak Marjono, sedangkan rumah di sebelah barat dihuni oleh anak Bapak Marjono. Rumah bapak Marjono terdiri dari tiga masa yang merupakan rumah awal di klaster tersebut. Setelah anak Bapak Marjono berkeluarga, anak Bapak Marjono membangun rumah sendiri di sebelah barat rumah orang tuanya.

Klaster dengan 3 (tiga) unit hunian

Terdiri dari 3 (tiga) kepala keluarga dan 3 (tiga) unit hunian, yaitu rumah mbah Karto, rumah pak Eko, dan bu Tami. Rumah awal adalah rumah mbah Karto, kemudian anak perempuannya membangun rumah di depan sebelah barat dari rumah awal. Kemudian pak Eko yang juga merupakan anak dari mbah Karto membangun rumah di sebelah timur rumah orang tuanya.

Gambar 4. Sketsa pola klaster rumah dengan 2 unit hunian (Sumber: Penulis, 2013)

Rumah Awal Rumah Orang Tua

Rumah Anak

Gambar 4. Klaster rumah dengan 2 unit hunian (Sumber: Penulis, 2013)

Gambar 5. Sketsa pola klaster rumah dengan 2 unit hunian (Sumber: Penulis, 2013)

170

SNT2BKL-ST-20

Klaster dengan 4 (empat) unit hunian

Terdiri dari 4 unit hunian yang dihuni oleh 4 kepala kelurga yaitu Bpk Sulardi, anak Bpk Sulardi, Bpk Sularso, dan Bpk Budi. Keempat kepala keluarga ini memiliki hubungan kekeluargaan. Rumah awal merupakan rumah Bpk Sulardi, sedangkan anak Bapak Sulardi membangun rumah disebelah timur rumah orang tuanya. Rumah Bpk Sularso terletak di sebelah rumah Bpk Sulardi, dan rumah Bpk Budi terletak di sebelah barat rumah Bpk Sularso.

Rumah Awal Rumah Orang Tua

Rumah Anak Rumah Anak

Rumah Awal Rumah Orang Tua

Rumah Anak

Rumah Anak Rumah Orang Tua

Gambar 6. Sketsa pola klaster rumah dengan 3 unit hunian (Sumber: Penulis, 2013)

Gambar 7. Klaster rumah dengan 3 unit hunian (Sumber: Penulis, 2013)

Gambar 8. Sketsa pola klaster rumah dengan 4 unit hunian (Sumber: Penulis, 2013)

171

SNT2BKL-ST-20

KESIMPULAN

Klaster rumah tradisional dusun Pucung dapat dikategorikan ke 3 (tiga) tipe yang berbeda dan terbentuk berdasarkan 6 (enam) pola yang berbeda, yaitu klaster 2 (dua) unit hunian dengan 3 pola berbeda, klaster 3 (tiga) unit hunian dan klaster 4 (empat) unit hunian. Terbentuknya klaster rumah tradisional Dusun Pucung ini bermula dari rumah awal yang dibangun oleh orang tua dan terletak di sisi paling belakang klaster, kemudian bangunan baru yang dibangun oleh anaknya terletak di sebalah depan ataupun di sebelah bangunan awal. Berdasarkan data lapangan, rumah anak memiliki kecenderungan terletak di sebelah barat rumah orang tuanya, dan apabila ada penambahan rumah baru, maka akan diletakkan di sisi timur.

Letak bangunan rumah awal yang terletak di sisi belakang dimaksudkan agar orang tua dapat selalu mengawasi dan memeperhatikan anaknya, meskipun sang anak telah tinggal dan memiliki hunian serta rumah tangga sendiri. PUSTAKA

Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran. (2012).

Colquhoun, A.. (1967) Typology and Design Method, dalam Theorizing a New Agenda for Architecture. An Anthology of Architectural Theory 1965- 1995, Kate Nesbitt (ed.). Princeton Architectural Press. New York Durand, Jean Nicolas Louis. (2000). Pr`ecis of the Lectures on Architecture. The Getty Research Institute. Los Angeles Faisal, Gun dkk. (2014). Tipologi Pintu Rumah Tradisional Dusun Pucung, Situs Manusia Purba Sangiran. Jurnal Langkau Betang, Vol. 1/No.2. Hal. 65-73. Pontianak.

Francescatto, Guido. (1994) Type and the Possibility of an Architecture Scolarship, Ordering Space, Types in Architectural and Design, Karen A. Franck, Lynda H. Schneekloth (ed). Van Nostrand Reinhold. New York Hidayat, Rusmulia Tjiptadi, dkk. (2004) Museum Situs Sangiran: Sejarah Evolusi Manusia Purba Beserta Situs dan Lingkungannya. Koperasi Museum Sangiran. Sangiran.

Johnson. P A. (1994). The Theory of Architecture, Van Nostrand Reinhold Company. New York

Kartikasari, Indah. (2012). Topografi Dusun Pucung, Situs manusia Purba Sangiran. Laporan Penelitian KKA-S2 UGM 2012. Yogyakarta

Kartikasari, Indah dan Putro, Jawas Dwijo. 2015. Pola Permukiman Terhadap Topografi Desa Pucung, Sangiran. Seminar Nasional Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Universitas Tanjungpura, Pontianak, 27-28 Mei. Mochsen, Sir Mohammad. (2005). Tipologi Geometri: Telaah Beberapa KaryaFrank L. Wright dan Frank O. Gehry, Rona Jurnal Arsitektur Volume 2, No. 1 April 2005 hal 69- 83. FT Unhas. Makasar

Moneo, Rafael. (1979) Oppositions Summer On Typology. A Journal for Ideas and Criticism in Architecture vol. 13 h. 23-45. The MIT Press. Massachusetts

Gambar 9. Klaster rumah dengan 4 unit hunian (Sumber: Penulis, 2013)

172

SNT2BKL-ST-20

Sulistyanto, B. 2009. Warisan Dunia Situs Sangiran. Persepsi Menurut Penduduk Sangiran. Wacana Vol.11 No.1 (April 2009): 57-80.

Sulistyanto, B. 2014. Manajemen Pengelolaan Warisan Budaya: Evaluasi Hasil Penelitian Pusat Arkeologi Nasional (2005-2014). AMERTA, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi V ol.32 No.2 Desember 2014: 77-154.

173

SNT2BKL-ST-21

KAJIAN DINAMIKA RUANG PUBLIK PADA KAMPUNG TEMATIK