• Tidak ada hasil yang ditemukan

Land Surface Temperature Kota Kendari

IDENTIFIKASI KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN RTH SERTA PENGARUHNYA TERHADAP LAND SURFACE TEMPERATURE KOTA KENDARI

2.2 Land Surface Temperature Kota Kendari

Gambar 1 Peta LST (land surface temperature) Kota Kendari tahun 2014

Gambar 1 merupakan gambaran sebaran suhu udara di Kota Kendari pada tahun 2014. Pemilihan citra tahun 2014 karena minimnya citra satelit Kota Kendari dengan tingkat kecerahan citra yang memadai untuk dilakukan analisa LST. Beberapa citra tahun terakhir memiliki area yang tertutup awan sehingga tidak memungkinkan analisa LST menggunakan citra terbaru. Suhu permukaan dibagi berdasarkan 5 tingkatan warna. Area yang berwarna hitam

menujukkan suhu yang rendah, berkisar antara 26oC, sedangkan area yang berwarna kuning muda menunjukkan

suhu 36oC.

Tabel 3 LST Per kecamatan di Kota Kendari tahun 2014

Kecamatan Rata-rata (C) Minimum (C) Maksimum (C) Mandonga 30,86 26,98 38,95 Baruga 30,96 27,08 49,36 Puuwatu 30,55 27,37 39,94 Kadia 34,05 28,65 39,21 Wua-Wua 32,43 27,81 37,46 Poasia 29,39 25,92 37,1 Abeli 28,71 25,9 36,64 Kambu 31,2 27,28 37,8 Kendari 29,91 26,51 37,17 Kendari Barat 30,04 26,09 38,64

31

SNT2BKL-ST-4

Gambar 2 Keterkaitan LST, luas wilayah, luas area hijau dan RTH per kecamatan

Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa rata-rata temperatur tertinggi berada pada Kecamatan Kadia dengan

hasil dari analisa LST menunjukkan suhu 34,05oC, hal ini diakibatkan karena luasan wilayah dan luasan RTH pada

kecamatan tersebut terendah diantara kecamatan lainnya di Kota Kendari. Rata-rata LST terendah tercatat pada

Kecamatan Abeli, yakni 28,71 oC. Rendahnya suhu permukaan pada kecamatan ini karena luasan wilayah

kecamatan dan RTH pada kecamatan Abeli cukup luas.

2.3 Kebutuhan RTH Kota Kendari

a. Berdasarkan luas wilayah

Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, proporsi ketersediaan RTH pada wilayah perkotaan sekurang-kurangnya 30 % dari luas wilayah kota, luasan ini terdiri dari 20 % ruang terbuka hijau publik dan 10 % ruang terbuka hijau privat. Oleh karena itu pemerintah kota berkewajiban untuk menyediakan RTH publik sebesar 20 % dari luas wilayah kota dan menjamin ketersediaan 10 % ruang terbuka hijau privat. Jika hasil perhitungan dengan menggunakan metode sesuai dengan karakteristik kota menyatakan lebih kecil dari 30 %, maka kebutuhan RTH yang digunakan tetap mengacu pada nilai 30 %, sedangkan jika hasil perhitungan lebih besar dari 30 % maka angka tersebut yang digunakan sebagai target pemenuhan luas RTH perkotaan.

Target luas RTH publik kota Kendari sebesar 20% dari luas kota yakni seharusnya mencapai 5.366,30 Ha. Akan tetapi berdasarkan data RTRW Kota Kendari 2010-2030, jumlah RTH di lapangan masih belum mencukupi, yakni masih terdapat selisih 502,65 Ha. Luas tersebut adalah yang harus diupayakan penyediaannya oleh pemerintah Kota Kendari.

Pada dasarnya, daerah yang membutuhkan RTH publik terbesar adalah Kecamatan Baruga, disusul Kecamatan Kendari Barat. Akan tetapi pada kedua kecamatan tersebut telah memiliki fungsi area hijau dari hutan lindung, pertanian, dan perkebunan yang tidak tegolong ke dalam kategori RTH berdasarkan Permen PU No. 05/PRT/M/2008, sehingga kebutuhan akan RTH masih tidak terlalu mendesak jika dibandingkan kecamatan lainnya. Adapun kecamatan yang membutuhkan penambahan RTH terbesar, khususnya RTH publik adalah Kecamatan Kambu, dengan luas wilayah 2.154,94 Ha memiliki luas RTH publik (non permukiman) aktual seluas 96,33 Ha (4,47% dari luas wilayah kecamatan) atau kekurangan luasan RTH publik sebesar 334,26 Ha dari luas total 20% yang dipersyaratkan yakni 430,59 Ha.

Terdapat dua kecamatan yang berdasarkan perbandingan luas wilayah membutuhkan persentase luas RTH publik yang cukup besar dari kondisi RTH aktual, yakni diatas 17% dari luas wilayah. Kedua kecamatan ini yakni Kecamatan Kadia sebesar 134,01 Ha (18,73%) dan Kecamatan Wua-wua sebesar 196,03 Ha (17,36%).

Tabel 4 Kebutuhan RTH Kota Kendari Kecamatan Luas Kecamatan (Ha) Jumlah penduduk (jiwa) Kebutuhan RTH Berdasarkan: Luas Wilayah (Ha) Jumlah penduduk (Ha) Kebutuhan oksigen (Ha) Mandonga 2.021,89 44.819 404,38 89,638 98,95 Baruga 4.727,33 24.004 945,47 48,008 69,26

32

SNT2BKL-ST-4 Kecamatan Luas Kecamatan (Ha) Jumlah penduduk (jiwa) Kebutuhan RTH Berdasarkan: Luas Wilayah (Ha) Jumlah penduduk (Ha) Kebutuhan oksigen (Ha) Puuwatu 4.280,73 34.390 856,15 68,78 84,99 Kadia 715,5 48.638 143,10 97,276 104,27 Wua-Wua 1.129,19 30.249 225,84 60,498 77,29 Poasia 4.119,98 30.955 824,00 61,91 80,38 Abeli 4.105,79 16.988 821,16 33,976 60,29 Kambu 2.152,94 33.630 430,59 67,26 82,96 Kendari 1.595,18 31.674 319,04 63,348 79,20 Kendari Barat 1.982,98 53.203 396,60 106,406 110,36 Jumlah 26.831,51 348.550 5.366,30 697,1 847,95

b. Berdasarkan jumlah penduduk

Menurut Permen PU No. 5 tahun 2008, agar dapat melakukan aktifitas dengan nyaman setiap penduduk membutuhkan RTH seluas 20 m2. Berdasarkan data BPS Kota Kendari, jumlah penduduk Kota Kendari pada tahun 2016 mencapai 348.550 jiwa. Jika perhitungan luas RTH menggunakan jumlah penduduk sebagai dasar penentuan, maka kebutuhan RTH Kota Kendari pada tahun 2016 sebaiknya seluas 697,1 Ha. Luas ini telah dipenuhi oleh luas kondisi aktual RTH publik di Kota Kendari, yakni 4863,65 Ha, masih terdapat selisih 4.166,55 Ha dari luas RTH yang ideal berdasarkan jumlah penduduk. Dengan jumlah ini, kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk masih akan berlebih hingga beberapa tahun ke depan.

Meskipun secara dalam perhitungan luas kebutuhan RTH berdasarkan jumlah penduduk mengalami surplus. Akan tetapi karena tingkat kepadatan penduduk yang tidak merata, maka beberapa kecamatan memiliki selisih nilai dibawah kondisi aktual dan ideal. Kecamatan tersebut yakni Kecamatan Kadia, Kecamatan Wua-wua dan Kecamatan Kendari Barat. Ketiga kecamatan tersebut adalah kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi. Kecamatan Kadia dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi di Kota Kendari yakni 6.391 jiwa/km2 selayaknya memiliki RTH seluas 97,276 Ha, hal ini berarti Kecamatan Kadia masih membutuhkan RTH seluas 88,168 Ha atau seluas 12,33% dari luas wilayahnya.

c. Berdasarkan kebutuhan oksigen

Terdapat tiga faktor pengguna oksigen yang diperhitungkan dalam model perhitungan kebutuhan RTH ini, yakni jumlah penduduk, jumlah kendaraan, dan jumlah ternak. Jumlah industri dapat dimasukkan ke dalam pengguna oksigen dalam suatu kota. Akan tetapi di Kota Kendari tidak terdapat industri dalam skala besar, sehingga kelompok industri tidak dimasukkan ke dalam komponen persamaan. Secara umum luasan RTH yang dibutuhkan berdasarkan kebutuhan oksigen di Kota Kendari sebesar 847,95 Ha. Luas ini masih tercukupi dengan luasan RTH yang ada saat ini.

Berdasarkan hasil analisa kebutuhan oksigen per kecamatan, Kecamatan Kendari Barat merupakan kecamatan yang membutuhkan RTH terbesar, yakni 110,36 Ha. Disusul Kecamatan Kadia yakni sebesar 104,72 Ha. Pada Kecamatan Kendari Barat, kondisi RTH yang ada cukup sedikit sehingga membutuhkan penambahan, akan tetapi jika didasari oleh luasan area hijau, maka kebutuhan RTH daerah ini tidak begitu penting jika dibandingkan dengan Kecamatan Kadia. Kecamatan Kadia membutuhkan setidaknya 95,18 Ha RTH atau area hijau untuk menjamin ketersediaan oksigen di kecamatan tersebut. Kecamatan yang juga membutuhkan penambahan RTH atau area hijau berdasarkan kebutuhan oksigen adalah Kecamatan Wua-Wua yakni RTH/area hijau seluas 47,48 Ha. Kondisi kedua kecamatan ini, Kadia dan Wua-Wua memiliki kemiripan, yakni luas RTH eksisting sangat kurang, tidak ada fungsi area hijau lainnya pada kedua kecamatan tersebut. Kecamatan dengan pemenuhan oksigen terbaik dari luas RTH adalah kecamatan Poasia dan Kecamatan Abeli.

Tabel 5 Selisih kebutuhan RTH

Kecamatan fungsi RTH (Ha) berdasarkan luas wilayah (Ha) berdasarkan jumlah penduduk (Ha) berdasarkan kebutuhan oksigen (Ha) Mandonga 204,41 -199,97 114,772 105,46 Baruga 898,7 -46,77 850,692 829,44 Puuwatu 309,4 -546,75 240,62 224,41

33

SNT2BKL-ST-4 Kadia 9,09 -134,01 -88,186 -95,18 Wua-Wua 29,81 -196,03 -30,688 -47,48 Poasia 1985,8 1161,80 1923,89 1905,42 Abeli 1238,94 417,78 1204,964 1178,65 Kambu 96,33 -334,26 29,07 13,37 Kendari 82,59 -236,45 19,242 3,39 Kendari Barat 8,58 -388,02 -97,826 -101,78 Jumlah 4863,65 -502,65 4166,55 4015,70

Keterangan: tanda minus (-) menunjukkan nilai kurang dari kondisi aktual; tanpa tanda menujukkan nilai lebih dari kondisi aktual

3. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisa terhadap kondisi RTH aktual dapat disimpulkan bahwa secara umum, jumlah RTH kota Kendari masih belum memenuhi standar 30% dari luas wilayah karena jumlah RTH publik baru mencapai 18,13% dari 20% yang dipersyaratkan. Akan tetapi fungsi ketersediaan vegetasi telah diakomodir oleh luas area hijau Kota Kendari yang mencapai 32,54%. Area hijau tersebut salah satunya berupa hutan lindung yang sangat luas ditemukan pada Kecamatan Kendari Barat. Selanjutnya, hasil analisa kebutuhan RTH Kota Kendari berdasarkan jumlah penduduk dan kebutuhan oksigen secara umum telah memenuhi jumlah luasan yang dipersyaratkan yakni sebesar 697,1 Ha dan 847,95 Ha. Kecamatan yang masih memungkinkan untuk pengembangan kedepannya adalah kecamatan Poasia, karena ketersediaan luasan RTH pada kecamatan tersebut sangatlah banyak. Hasil tersebut bertolak belakang dengan kondisi pada Kecamatan Kadia, yakni kecamatan dengan luasan RTH paling minim yakni hanya sekitar 1,13% dari luas kecamatan. Kurangnya RTH pada kecamatan Kadia sejalan dengan temuan pada analisa Land Surface Temperature (LST) yang menunjukkan rata-rata suhu tertinggi terjadi kecamatan tersebut

yakni sebesar 34,05oC.

Rekomendasi

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa hasil analisa LST dan kebutuhan RTH berdasarkan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kebutuhan oksigen terdapat dua kecamatan yang membutuhkan penambahan RTH secara signifikan yakni Kecamatan Kadia dan Kecamatan Wua-Wua. Pada dasarnya akan sulit bagi pemerintah Kota Kendari untuk menciptakan RTH dengan metode pembebasan lahan pada kedua kecamatan ini, karena pada keduanya terdapat banyak pusat-pusat kegiatan perdagangan dan jasa, selain itu merupakan daerah dengan kepadatan penduduk tertinggi sehingga harga lahan pun pasti akan sangat tinggi. Salah satu metode untuk menyeimbangkan luasan RTH pada kedua kecamatan ini yakni dengan menerapkan metode green roof atau green fasad pada bangunan-bangunan, khususnya pada bangunan komersil dan bangunan milik pemerintah. Dengan metode ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan fungsi vegetasi yakni menurunkan suhu udara dan memenuhi kebutuhan oksigen pada kedua kecamatan tersebut.

PUSTAKA

Creswell, J.W. (2008). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. California: Sage Publications, Inc.

Groat, L. & Wang, D. (2002). Architectural Research Methods. New York: John Wiley & Sons. Inc.

Ilmiah, T (2007). Ideologi dalam Pengembangan Pengetahuan. Jurnal Lingkungan Binaan Indonesia, 1, 01-12. Michelle, Winnie. 2015. Thermal Mapping Pada Permukaan Koridor Jalan Bussiness District yang Memancang

34

SNT2BKL-ST-5

Fleksibilitas Fungsi Ruang Kapeo SAPO TADA Rumah Rakyat Kaledupa

La Ode Amrul Hasan1

1Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo Jl. HEA Mokodompit, Anduonohu, Kendari –Sulawesi Tenggara

E-mail: ld.amrul@gmail.com

Abstrak

Sapo Tada merupakan bentuk rumah dominan yang menjadi identitas hunian masyarakat pulau Kaledupa. Permasalahan fungsi kapeo sapo tada rumah rakyat Kaledupa, sebagai berikut: Pertama, pemanfaatan kapeo semaksimal mungkin sehingga, mempengaruhi sirkulasi penghuni. Kedua, memanfaatkan kapeo sapo tada sebagai tempat penyimpanan barang dan penjemuran pakaian. Ketiga, pemanfaatan kapeo sebagai dapur menyebabkan perubahan bentuk sapo tada. Keempat, salah satu fungsi kapeo sebagai tempat berkumpul dan silaturahmi menjadi terganggu karena sempitnya ruang sirkulasi dan bertambahnya aktifitas penghuni. Tujuan pembahasan ini adalah untuk menganalisis berkembangnya fungsi kapeo rumah rakyat Kaledupa ditinjau dari teori fleksibilitas ruang. Data diperoleh dengan cara survey, pengukuran dan pengamatan langsung, serta wawancara. Teknis analisis secara kualitatif deskriptif. Hasil analisis menunjukkan fleksibilitas fungsi kapeo Sapo Tada memudahkan penghuni melakukan berbagai aktifitas serta penambahan ruang. Pembentukan dan penambahan ruang seperti dapur di kapeo dapat merubah bentuk dan fungsi sosial kapeo sebagai tempat berkumpul dan bersilaturahmi.

Kata Kunci: Flesibilitas, Fungsi, Kapeo, Sapo Tada

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan memiliki yang budaya dan adat istiadat beraneka ragam. Wujud kemajuan budaya atau adat istiadat suatu daerah salah satunya direpresentasikan oleh bangunan sebagai wadah aktifitas dalam kehidupan. Filosofi bentuk bangunan dan tatanan ruang lahir dari pemaknaan perjalanan kehidupan yang diyakini membawa kebaikan kehidupan individu dan masyarat. Berbagai situs rumah tradisonal di Indonesia memberikan gambaran dan ilustrasi keramahan adat dan istiadat suku bangsa di negeri ini. Meskipun arsitektur rumah tradisional berbagai daerah di Indonesia memiliki bentuk yang berbeda tapi hakikatnya memiliki kesamaan dalam pembentukan ruang dan tatanan yang lahir dari kebiasaan masing-masing daerah. Meskipun demikain ekspresi budaya

35

SNT2BKL-ST-5

yang memiliki kesamaan dalam kehidupan adalah sikap tenggang rasa, welas asih, kekeluargaan dan kegotongroyongan yang diwujudkan dalam bangunan sebagai filosofi kehidupan.

Salah satu daerah memiliki adat istiadat yang masih terpelihara hingga saat ini adalah jazirah peninggalan Kesultanan Buton yang tersebar ke berbagai wilayah di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sebagaimana halnya kesultanan-kesultanan di Nusantara, Kesultanan Buton merupakan bentuk tatanan kehidupan dimana aturan kehidupan masyarakatnya diatur berdasarkan syariat islam. Peradaban islam menjadi kebiasaan serta adat istiadat dalam masyarakat jazirah Kesultanan Buton. Sebagai bagian dari peninggalan Kesultanan Buton, masyarakat Kaledupa di Kabupaten Wakatobi memiliki ciri masyarakat yang ramah, tolong menolong, kekeluargaan dan gotong royong. Untuk menaungi berbagai aktifitas kehidupan masyarakat yang masih memegang erat kebiasaan dan adat istiadat, Sapo Tada merupakan wujud dari tatanan tersebut.

Sapo Tada merupakan bangunan konstruksi kayu berberbentuk panggung yang telah dihuni masyarakat

Kaledupa sejak turun temurun. Wujud dan ekspresi kebiasaan serta adat istiadat masyarakat Kaledupa terwadahi dalam bangunan Sapo Tada. Sebagai rumah panggung memiliki fungsi yang dapat memenuhi aktifitas masyarakat yang kental dengan adat istiadatnya. Sapo Tada terdiri dari teras (Galampa), ruang tamu (Lala), ruang keluarga (Temba), ruang tidur (Tonga nu Sapo / Temoturua), dan dapur (Singku) serta kolong rumah (Kapeo). Ruang-ruang terbentuk sebagai wadah pemenuhan kebutuhan aktifitas namun memiliki filosofi serta pemenuhan unsur budaya masyarakat.

Seluruh bagian rumah panggung atau Sapo Tada memiliki fungsi dari aspek budaya dan adat istiadat. Ruang kolong rumah panggung Sapo Tada yang disebut dengan kapeo, fungsi utamanya sebagai penyimpanan cadangan bahan makanan serta menjadi sarana berkumpul dan bersilaturahmi. Namun dalam perkembangannya karena bentuknya yang tidak memiliki dinding, kapeo sangat fleksibel dalam penggunaannya.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan fungsi kapeo sapo tada rumah rakyat Kaledupa, sebagai berikut:

a. Bagaimana berubahan fungsi dan bentuk sapo tada akibat pemanfaatan kapeo sebagai ruang dapur?

b. Apakah fleksibilitas fungsi kapeo mengubah fungsi utamanya sebagai tempat menenun, penyimpanan bahan

makanan, sarana silaturahmi dan berkumpul yang merupakan kebiasaan masyarakat?

1.3 Tujuan Pembahasan

Tujuan pembahasan ini adalah untuk menganalisis berkembangnya fungsi kapeo sapo tada antara lain :

a. Untuk menganalisis berubahan fungsi dan bentuk sapo tada akibat pemanfaatan kapeo sebagai ruang dapur.

b. Untuk menganalisis fleksibilitas fungsi kapeo sebagai tempat menenun, penyimpanan bahan makanan, sarana

36

SNT2BKL-ST-5

1.4 Metodologi

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dan komparatif. Lokasi penelitian berada di Kelurahan Ambeua Kecamatan Kaledupa. Metode pengumpulan data dilakukan antara lain :

a. Observasi.

Metode pengumpulan data ini dilakukan dengan cara pengamatan langsung di lapangan, dan mengaitkan teori fleksibilitas ruang dengan pemanfaatan ruang kapeo secara maksimal . Observasi ini dilakukan dengan semi terstruktur.

b. Wawancara

Wawancara semi struktur (semistructure interview) sudah termasuk dalam kategori in-depth interview yang pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka dan pihak yang diajak wawancara diminta pendapatnya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan

c. Dokumentasi.

Dokumentasi dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri, tidak hanya dengan foto tetapi dapat berupa bentuk surat, catatan harian, arsip foto, hasil rapat, cenderamata, jurnal kegiatan dan sebagainya. Data berupa dokumen seperti ini dipakai untuk menggali infromasi yang terjadi di masa lalu.

1.5 Tinjauan Pustaka

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007), Fleksibel adalah lentur atau luwes, mudah dan cepat menyesuaikan diri. Sedangkan Fleksibilitas adalah kelenturan atau keluwesan, penyesuaian diri secara mudah dan cepat. Fleksibilitas penggunaan ruang adalah suatu sifat kemungkinan dapat digunakannya sebuah ruang untuk bermacam-macam sifat dan kegiatan, dan dapat dilakukannya pengubahan susunan ruang sesuai dengan kebutuhan tanpa mengubah tatanan bangunan. Kriteria pertimbangan fleksibilitas adalah:

a. Segi teknik, yaitu kecepatan perubahan, kepraktisan, resiko rusak kecil, tidak banyak aturan, memenuhi

persyaratan ruang.

b. Segi ekonomis, yaitu murah dari segi biaya pembuatan dan pemeliharaan

.

Menurut Toekio (2000), Ada tiga bagian fleksibilitas, yaitu ekspansibilitas, konvertibilitas, dan versabilitas. Ekspansibilitas adalah konsep fleksibilitas yang penerapannya pada ruang atau bangunan yaitu bahwa ruang dan bangunan yang dimaksud dapat menampung pertumbuhan melalui perluasan. Untuk konsep konvertibilitas, ruang atau bangunan dapat memungkinkan adanya perubahan tata atur pada satu ruang. Untuk konsep versabilitas, ruang atau bangunan dapat bersifat multi fungsi. Fleksbilitas arsitektur dengan menggunakan berbagai macam solusi dalam mengatasi perubahan-perubahan aspek terbangun di sekitar tapak membuatnya dapat dianalisa pada kajian temporer yaitu dimana fleksibilitas arsitektur ini dapat berubah sesuai dengan yang pengguna butuhkan.

37

38

SNT2BKL-ST-5

2. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Existing Bentuk Kapeo Sapo Tada

Kapeo Sapo Tada atau kolong rumah panggung rakyat Keledupa terdiri dari tiga type ukuran tinggi, antara

lain ; ada yang 3 kaki, 5 kaki dan 7 kaki. Dengan type denah rumah sebagai berikut : Tabel 1. Existing Bentuk Kapeo Sapo Tada

No Denah Existing Model Kapeo Sapo Tada

1 Bentuk / type kapeo dengan

tinggi tiang 3 kaki atau ± 1m +

sandi 30-40cm. tinggi rata-rata

mencapai ±140cm. luas 5x9m. fungsi utama penyimpanan bahan makanan hasil pertanian, goje-goje tempat silaturahmi.

2 Bentuk / type kapeo dengan

tinggi tiang 5 kaki atau ± 1,5 m + sandi 30-40cm. tinggi rata-rata mencapai ±180cm. luas 5x13m. fungsi utama penyimpanan bahan makanan

hasil pertanian, goje-goje

tempat silaturahmi. Kapeo Sandi Goje-goje Sandi Goje-goje Kapeo Kapeo dijadikan tempat penyimpanan barang dan berbagai kebutuhan rumah tangga

39

SNT2BKL-ST-5

3 Bentuk / type

kapeo dengan

tinggi tiang 3 kaki atau ± 1m + sandi 20-30cm. tinggi rata-rata mencapai ±140cm. luas 7,5x15m. Sandi Goje-goje Kapeo/dinding bambu

Dinding kapeo terbuat dari anyaman bambu. Ruang tersebut dibagi menjadi dua bagian. Ruang

penyimpanan barang dan bahan pertanian dan ruang tempat menenun. Dinding kapeo berada di bawah ruang tidur utama dan ruang tidur anak.

40

SNT2BKL-ST-5

2.2 Analisis Fleksibilitas Ekspansibilitas Kapeo

Tabel 2. Analisis Fleksibilitas Ekspansibilitas Kapeo Sapo Tada

No Existing Ekspansibilitas Keterangan

1

Awalnya kapeo merupakan

ruang kosong, sirkulasi udara sangat maksimal.

Penambahan ruang pada kapeo

seperti pembuatan tempat untuk aktifitas tenun.

•Aktifitas tenun oleh ibu rumah

tangga sekaligus tempat berkumpul dengan tetangga.

•Perluasan ruang tempat tenun

terjadi apabila bertambahnya aktifitas tenun.

•Sirkulasi / pergerakan penghuni

dominan bebas tanpa hambatan

•Dinding anyaman bambu juga

berfungsi untuk melindungi wilayah suci pada sapo tada

2 •Penambahan perluasan rumah,

penambahan dapur sekaligus

kapeo bertambah luas.

•Aktifitas tenun oleh ibu rumah

tangga sekaligus tempat berkumpul dengan tetangga.

•Perluasan ruang tempat tenun

terjadi apabila bertambahnya aktifitas tenun.

•Dinding anyaman bambu juga

berfungsi untuk melindungi wilayah suci pada sapo tada

•Ruang tenun dan penyimpanan

bahan makanan menjadi ruang semi privat

Penambahan ruang Goje-goje

sebagai tempat duduk bersama,bersilaturahmi.

41

SNT2BKL-ST-5

2.3 Analisis Fleksibilitas Konvertibilitas Kapeo

Tabel 3. Analisis Fleksibilitas Konvertibilitas Kapeo Sapo Tada

No Existing Konvertibilitas Keterangan

1

A. Ruang Tenun

B. Ruang Penyimpanan Hasil Kebun

C. Tangga

D. Goje-goje

E. Tangga Belakang

Awalnya kapeo merupakan ruang

kosong, sirkulasi udara sangat maksimal.

•Sirkulasi / pergerakan penghuni

dominan bebas tanpa hambatan

Penambahan ruang pada kapeo

seperti pembuatan tempat untuk aktifitas tenun.

•Perluasan ruang tempat tenun

terjadi apabila bertambahnya aktifitas tenun.

•Perluasan ruang dengan

menggunakan anyaman bambu yang mudah diubah dan dipindahkan

•Dinding anyaman bambu juga

berfungsi untuk melindungi wilayah suci pada sapo tada A B C A B D C E

42

SNT2BKL-ST-5

2

•Penambahan perluasan rumah,

sekaligus menambah luas ruang

kapeo .

•Ruang tenun dan penyimpanan

hasil kebun menjadi ruang semi privat

Penambahan ruang Goje-goje

sebagai tempat duduk bersama,bersilaturahmi.

•Penambahan ruang dapur untuk

mendekatkan / memudahkan sirkulasi ibu rumah tangga dalam mengerjakan tugas-tugasnya

A.Ruang Tenun

B.Ruang Penyimpanan Hasil Kebun C.Tangga

D.Goje-goje

E. Tangga Belakang F. Dapur

G.Ruang kosong

2.4 Analisis Fleksibilitas Versabilitas Kapeo

Tabel 4. Analisis Fleksibilitas Versabilitas Kapeo Sapo Tada

No Existing Versabilitas Keterangan

1 Untuk Fleksibilitas Versabilitas

kapeo pada type 1 :

• Ruang Penyimpanan

hasil kebun

• Ruang tenun

Kapeo masih lebih

luas. penggunaan ruang lebih leluasa serta dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktifitas A B E C D C D A B E F G

43

SNT2BKL-ST-5

2 Untuk Fleksibilitas Versabilitas

kapeo pada type 2 :

• Ruang Penyimpanan

hasil kebun

• Ruang tenun

• Goje-goje

Sirkulasi pada ruang kapeo untuk menghubungkan aktifitas dari depan ke bagian belakang

sapo tada masih sangat efektif.

Ruang-ruang kosong ini masih bisa digunakan saat acara pernikahan sebagai tempat bernaung

3 A. Goje-goje

B. Ruang tenun

C. Ruang Penyimpanan hasil

kebun

D. Dapur

E. Tangga Depan

F. Tangga Belakang

G. Ruang multifungsi

Untuk Fleksibilitas Versabilitas

kapeo pada type 3 :

Goje-goje sebagai tempat

silaturahmi dengan tetangga

• Ruang tenun wadah aktifitas ibu rumah tangga • Ruang multi fungsi

mewadahi berbagai aktifitas adat seperti persiapan acara

pernikahan, karia, aqiqah. Dimana ibu rumah tangga menjadikannya sebagai tempat menyiapkan makanan. B A C D F E G

44

SNT2BKL-ST-5

3. KESIMPULAN

Ekspansibilitas kapeo Sapo Tada menampung pertumbuhan melalui perluasan. Penambahan perluasan rumah, penambahan dapur sekaligus kapeo bertambah luas. Aktifitas tenun oleh ibu rumah tangga sekaligus tempat berkumpul dengan tetangga. Perluasan ruang tempat tenun terjadi apabila bertambahnya aktifitas tenun.Dinding anyaman bambu juga berfungsi untuk melindungi wilayah suci pada sapo tada. Ruang tenun dan penyimpanan bahan makanan menjadi ruang semi privat. Penambahan perluasan rumah, sekaligus menambah luas ruang kapeo. Ruang tenun dan penyimpanan hasil kebun menjadi ruang semi privat, Penambahan ruang Goje-goje sebagai tempat duduk bersama,bersilaturahmi.

Sirkulasi pada ruang kapeo untuk menghubungkan aktifitas dari depan ke bagian belakang sapo tada masih sangat efektif. Ruang-ruang kosong ini masih bisa digunakan saat acara pernikahan sebagai tempat bernaung.