• Tidak ada hasil yang ditemukan

PADA JENJANG SMK DI SULAWESI TENGGARA

M. Arzal Tahir1

1Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo Jl. HEA Mokodompit, Anduonohu, Kendari–Sulawesi Tenggara

E-mail: arzal.tahir@gmail.com

ABSTRAKS

Infrastruktur pendidikan yang memadai dan sesuai standar nasional merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat menghasilkan sumberdaya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Kurang terpenuhinya standar akan berdampak pada rendahnya kesiapan SDM lulusan SMK dalam memasuki pasar kerja baik dalam keahlian, penguasaan kompetensi kejuruan, serta sikap kerja yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pemenuhan standar sarana prasarana SMK dengan menggunakan data akreditasi sekolah/madrasah yang dilaksanakan oleh BAN-S/M (Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah) Provinsi Sulawesi Tenggara. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SMK yang divisitasi tahun 2017 terdiri dari 149 Program Keahlian SMK. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis butir instrumen akreditasi dengan metode gap analysis (analisis kesenjangan). Hasil penelitian memberikan gambaran bahwa hanya sekitar 7,38 % SMK yang memiliki ruang konseling dengan luas minimum 12 m2 dengan sarana sesuai ketentuan dan masih terdapat 26,17 % SMK yang tidak memiliki ruang konseling dengan luas dan sarana sesuai ketentuan. Hanya terdapat sekitar 12,08 % SMK yang memiliki ruang UKS dengan luas dan memiliki 12-15 sarana sesuai ketentuan dan masih terdapat terdapat 16,8 % SMK yang tidak memiliki ruang UKS. Hanya terdapat sekitar 12 % SMK yang memiliki ruang sirkulasi yang memenuhi ketentuan dan masih terdapat 47 % SMK yang tidak memiliki ruang sirkulasi. Hanya terdapat 10,07 % SMK yang memiliki unit produksi/business center sebagai wahana kewirausahaan yang memenuhi semua ketentuan dan masih terdapat sekitar 49 % SMK yang tidak memiliki unit produksi/business center sebagai wahana kewirausahaan.

Kata Kunci: Pemenuhan Standar, Standar Nasional Pendidikan, Sarana Prasarana, SMK

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era revolusi industri keempat (industri 4.0) dewasa ini, tantangan utama yang dihadapi oleh suatu bangsa

untuk dapat beradaptasi dengan ragam perubahan besar akibat digitalisasi dan otomasi adalah menyiapkan generasi

milenial menjadi angkatan kerja yang kompetitif dan produktif. Untuk itu pendidikan yang bermutu merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing. Lembaga pendidikan merupakan institusi yang diposisikan sebagai garda terdepan dalam menghasilkan SDM yang unggul dan bermutu. Pendidikan dimaksudkan untuk mengembangkan potensi peserta didik dalam rangka membentuk karakter, kepribadian, pengetahuan dan keahliannya agar dapat menjadi pribadi yang mantap dan mandiri serta dibekali dengan budi pekerti yang luhur agar dapat menempatkan dirinya di tengah-tengah masyarakat dengan baik.

Inti kekuatan daya saing sebuah bangsa terletak pada sumber daya manusianya. Tenaga kerja yang berdaya saing dan terampil salah satunya dapat dilahirkan dari pendidikan vokasi yang bermutu dan relevan dengan tuntutan dunia kerja yang dinamis. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga pendidikan vokasi yang menyiapkan tenaga terampil siap kerja. Lulusan SMK pun mengikuti ujian kompetensi keahlian (UKK) untuk mendapatkan sertifikat kompetensi yang bisa digunakan untuk mencari kerja di dunia usaha atau dunia industri. Dalam Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendaalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan

145

SNT2BKL-ST-17

formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara. Sekolah Menengah Kejuruan sebagai pendidikan formal bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam memenuhi kebutuhan Industri akan sumber daya manusia dalam bidang pekerjaan tertentu. Oleh karena itu SMK dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional kerja.

Tercapainya tujuan SMK dalam menyediakan lulusan yang berkompeten di bidangnya tidak lepas dari pemenuhan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. Bentuk standar yang menjadi pedoman pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan di SMK yang sesuai dengan standar nasional pendidikan (SNP) adalah standar yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 40 Tahun 2008 Tentang Standar Sarana dan Prasarana SMK/MAK.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai sebuah bentuk sistem pendidikan, di dalamnya terdapat berbagai macam komponen yang menggerakkan proses pendidikan sehingga berjalan sesuai mutu yang diharapkan. Komponen-komponen tersebut misalnya tujuan pendirian, ketersediaan pendidik dan tenaga kependidikan, pemberlakuan kurikulum, program kemitraan dengan berbagai pihak, sarana prasarana, dan sebagainya. Salah satu komponen yang penting adalah sarana dan prasarana pendidikan. Sarana dan prasarana pendidikan dianggap penting karena sebagian besar proses pendidikan di SMK membutuhkan sarana dan prasarana. Keberadaan sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan standar nasional dapat mempermudah jalannya proses pendidikan yang terjadi di SMK.

Pemenuhan standar acuan mutu berupa pencapaian SPM dan SNP merupakan bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan. Pemenuhan standar acuan mutu pendidikan pada dasarnya menjadi tanggung jawab satuan/program pendidikan itu sendiri. Untuk satuan/program pendidikan yang belum memiliki kemampuan untuk melakukan pemenuhan standar secara mandiri, pemenuhan standarnya menjadi tanggung jawab penyelenggara satuan/program pendidikan. Pada saat satuan/program pendidikan telah memenuhi SNP, maka diharapkan tetap melakukan peningkatan mutu secara berkelanjutan.

Berdasarkan data BAN-S/M Provinsi Sulawesi Tenggara tentang capaian hasil penilaian akreditasi sekolah tahun 2017 menunjukkan bahwa jumlah satuan pendidikan yang tidak terakreditasi (TT) masih cukup tinggi yakni mencapai 11,5 %, sementara jika dibandingkan dengan kondisi nasional sudah berada di bawah 5 %. Hal ini mengindikasikan bahwa mutu pendidikan di Sulawesi Tenggara secara umum masih jauh dari yang diharapkan. Banyak hal yang perlu diperbaiki untuk meningkatkan mutu pendidikan. Salah satu aspek yang seharusnya mendapat perhatian utama oleh setiap pengelola pendidikan adalah mengenai sarana dan prasarana pendidikan. Sarana pendidikan umumnya mencakup semua fasilitas yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, seperti: gedung, ruangan belajar atau kelas, alat-alat atau media pembelajaran, meja, kursi, dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan prasarana adalah yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan, seperti: halaman, kebun atau taman sekolah, maupun jalan menuju ke sekolah.

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka permasalahan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran kondisi pemenuhan standar sarana prasarana pendidikan jenjang SMK di Sulawesi

Tenggara berdasarkan standar nasional pendidikan ?

2. Bagaimana bentuk rumusan rekomendasi tindak lanjut untuk mendukung pemenuhan standar sarana prasarana

pendidikan jenjang SMK?

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh :

1. Gambaran kondisi pemenuhan standar sarana prasarana pendidikan jenjang SMK di Sulawesi Tenggara

berdasarkan standar nasional pendidikan.

2. Bentuk rumusan rekomendasi tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas sarana prasarana pendidikan jenjang

SMK untuk mendukung pemenuhan standar.

1.2 Tinjauan Pustaka

Pada era milenial ini, di mana sains dan teknologi berkembang amat pesat maka pendidikan yang bermutu merupakan kebutuhan yang mendesak bagi semua orang. Sumber daya manusia (SDM) yang unggul sangat dibutuhkan dalam era kompetitif ini. Sekolah merupakan institusi yang diposisikan sebagai garda terdepan dalam menghasilkan SDM unggul dan pendidikan yang bermutu.

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SISDIKNAS) No. 20/2003 antara lain mengatur mutu pendidikan nasional melalui 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan (SNP). SNP ini ditetapkan sebagai suatu patokan untuk penjaminan mutu pendidikan baik internal dan eksternal. Delapan SNP ini meliputi: 1). Standar Isi, 2). Standar Kompetensi Lulusan, 3). Standar Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan, 4). Standar Proses, 5). Standar Pengelolaan, 6). Standar Sarana Prasarana, 7). Standar Pembiayaan, dan 8). Standar Penilaian. Bagi

146

SNT2BKL-ST-17

satuan/program pendidikan yang telah memenuhi SPM dan SNP selanjutnya melakukan peningkatan mutu secara berkelanjutan (continous quality improvement) yang berbasis keunggulan lokal dan/atau mengadopsi dan/atau mengadaptasi standar internasional tertentu.

Selanjutnya dalam Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 51 ayat 1 menyebutkan bahwa pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/madrasah. Untuk mengorganisir pelaksanaan pembelajaran diperlukan pengelolaan pembelajaran dengan efektif. Pembelajaran yang dikelola dengan manajemen yang efektif diharapkan dapat mengembangkan potensi siswa, sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang mengakar pada individu siswa.

Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara. Sekolah Menengah Kejuruan sebagai pendidikan formal bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik dalam memenuhi kebutuhan industri akan sumber daya manusia dalam bidang pekerjaan tertentu. Oleh karena itu SMK dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional kerja.

Persaingan tenaga kerja profesional yang semakin meningkat seiring dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) melalui AFTA, menuntut SMK untuk mempersiapkan lulusannya agar dapat bersaing dengan tenaga kerja asing (TKA) melalui kesiapan mental, pengetahuan dan keterampilan kerja yang baik. Oleh karena itu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai unsur pemerintahan yang membidangi pendidikan melalui Badan Standard Nasional Pendidikan (BSNP) sebagai mana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standard Nasional Pendidikan (SNP) dan peraturan perundangan lain yang relevan menetapkan 8 standard mutu pendidikan yang terdiri dari: (1) Standard Kompetensi Lulusan, (2), Standard Isi, (3) Standard Proses, (4) Standard Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standard Sarana dan Prasarana, (6) Standard Pengelolaan, (7) Standard Pembiayaan, (8) Standard Penilaian Pendidikan yang mana kedelapan standard tersebut menjadi tolok ukur kinerja dari setiap satuan/program pendidikan dalam merencanakan, melaksanakan, mengelola, dan mengevaluasi proses pendidikan yang dilakukan.

Sekolah menengah kejuruan sebagai pendidikan formal yang mempunyai tugas menyediakan lulusan dan/atau sumber daya manusia yang berkompeten di bidangnya mempunyai peran yang sangat penting dalam keberlangsungan perkembangan pembangunan. Tercapainya tujuan SMK dalam menyediakan lulusan yang berkompeten di bidangnya tidak lepas dari pemenuhan standar nasional pendidikan mengacu pada UU Sisdiknas pasal 35 ayat 2 tentang standard nasional pendidikan.

1.3 Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif. Jenis penelitian yang dilaksanakan termasuk penelitian evaluasi. Dalam hal yang khusus, penelitian evaluasi dapat dinyatakan sebagai evaluasi, tetapi dalam hal lain juga dapat dinyatakan sebagai penelitian. Sebagai evaluasi berarti hal ini merupakan bagian dari proses pembuatan keputusan, yaitu untuk membandingkan suatu kejadian, kegiatan dan produk dengan standard dan program yang telah ditetapkan. Terdapat dua jenis dalam penelitian evaluasi yaitu: penelitian evaluasi formatif yang menekankan pada proses dan evaluasi sumatif yang menekankan pada produk (Kidder, 1981).

Evaluasi berkaitan erat dengan pengukuran dan penilaian yang pada umumnya diartikan tidak berbeda (indifferent), walaupun pada hakekatnya berbeda satu dengan yang lain. Pengukuran (measurement) adalah proses membandingkan sesuatu melalui suatu kriteria baku (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian adalah suatu proses transformasi dari hasil pengukuran menjadi suatu nilai. Evaluasi meliputi kedua langkah di atas yakni mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan.

Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif. Data yang telah diperoleh akan dianalisis terlebih dahulu agar dapat dipergunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah ditetapkan. Teknik analisis deksriptif yaitu menyajikan, menggambarkan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca, dipahami dan disimpulkan (Suranto, 2009).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh SMK yang divisitasi oleh BAN-S/M Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017 yang terdiri dari 149 Program Keahlian SMK. Penelitian ini menggunakan data penunjang berupa dokumentasi hasil visitasi BAN-S/M dengan menggunakan instrumen akreditasi SMK yang berkaitan dengan standar sarana prasarana. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis butir instrumen akreditasi dengan metode gap analysis (analisis kesenjangan).

147

SNT2BKL-ST-17

Teknik analisis kesenjangan (gap analysis) merupakan cara untuk memecahkan masalah dengan membandingkan keadaan saat ini dengan keadaan yang diinginkan atau diidealkan. Dalam metode ini, terlebih dahulu diperlukan langkah identifikasi kondisi saat ini. Perangkat atau alat ukur untuk identifikasi kondisi saat ini digunakan instrmen akreditasi. Tahap berikutnya, menentukan kondisi yang diinginkan. Kesenjangan yang terjadi antara kondisi saat ini dengan kondisi yang semestinya merupakan kesenjangan. Kesenjangan ini merupakan titik awal untuk menyatakan permasalahan (problem statement) dan mengidentifikasi akar permasalahan (root cause

analysis). Tahap selanjutnya, melakukan rencana perbaikan (improvement plan) (BAN-S/M, 2017).

2. PEMBAHASAN

2.1 Tinjauan Umum Provinsi Sulawesi Tenggara

Letak Geografis

Provinsi Sulawesi Tenggara terletak di jazirah Tenggara pulau Sulawesi, secara geografis terletak di bagian selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara ke selatan diantara 02°45' – 06°15' Lintang Selatan dan

membentang dari barat ke timur diantara 1200 45’ – 1240 30’ Bujur Timur. Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah

utara berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Propinsi Sulawesi Tengah, di sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi NTT dan laut Flores, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan dan Teluk Bone. Luas Wilayah

Provinsi Sulawesi Tenggara mencakup daratan (jazirah) pulau Sulawesi dan kepulauan, yang memiliki wilayah daratan seluas 38.140 KM2 dan wilayah perairan (laut) diperkirakan seluas 110.000 KM2. Secara administratif Provinsi Sulawesi Tenggara terdiri atas 17 wilayah Kabupaten/Kota yaitu: Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Bombana, Kabupaten Kolaka, Kabupaten Kolaka Utara, Kabupaten Wakatobi, Kota Kendari dan Kota Bau-Bau, Kabupaten Konawe Utara, Kabupaten Buton Utara, Kabupaten Buton Selatan, Kabupaten Buton Tengah, Kabupaten Konawe Kepulauan dan Kabupaten Muna Barat.

Geologis

Kondisi batuan wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara ditinjau dari aspek geologis, terdiri atas batuan sedimen, batuan metamorfosis dan batuan beku. Dari ketiga jenis batuan tersebut yang terluas adalah batuan sedimen seluas 2.878.790 ha (75,47 %). Dari jenis tanah, Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki enam jenis tanah, yaitu tanah podzolik seluas 2.394.698 ha atau 62,79 % dari luas tanah Sulawesi Tenggara, tanah mediteran seluas 839.078 ha (22,00 %), tanah organosol seluas 111.923 ha (2,93 %), jenis tanah alluvial seluas 117.830 ha (3,03 %).

Pendidikan

Jumlah fasilitas pendidikan menurut jenjang sekolah di Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2017 tertera pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah fasilitas pendidikan menurut jenjang sekolah di Sulawesi Tenggara

No Wilayah SD SMP SMA SMK SLB Total

Jml Jml Jml Jml Jml Jml

1 Kab. Konawe Selatan 313 81 29 10 3 436

2 Kab. Konawe 276 65 28 11 6 386

3 Kab. Muna 215 74 34 19 23 365

4 Kab. Kolaka 182 52 12 14 10 270

5 Kab. Bombana 171 60 21 7 1 260

6 Kota Kendari 131 38 26 20 8 223

7 Kab. Kolaka Timur 140 41 14 9 1 205

8 Kab. Buton 119 49 21 10 0 199

9 Kab. Wakatobi 110 43 19 5 1 178

148

SNT2BKL-ST-17

11 Kab. Kolaka Utara 111 34 8 6 0 159

12 Kab. Konawe Utara 103 36 11 7 1 158

13 Kab. Muna Barat 96 38 11 7 6 158

14 Kab. Buton Utara 76 35 11 7 2 131

15 Kota Baubau 68 24 11 8 7 118

16 Kab. Buton Selatan 69 29 14 5 0 117

17 Kab. Konawe Kepulauan 49 18 5 4 0 76

Total 2,324 757 293 158 69 3,601

Sumber : http://dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id, (diakses 10 Oktober2018)

2.2 Kondisi Pemenuhan Standar Sarana dan Prasarana Pendidikan Jenjang SMK

Hasil penelitian yang diperoleh berupa data yang kemudian diolah dalam beberapa tahapan antara lain sebagai berikut:

Tabel 2. Rekapitulasi butir jawaban isian instrumen akreditasi SMK standar sarana dan prasarana Komponen

Standar

No Butir Instrumen

Jumlah jawaban Jumlah

SMK (Progli) a b c d e SARPRAS 60 124 18 3 2 2 149 61 108 34 6 1 0 149 62 103 32 6 7 1 149 63 37 70 40 2 0 149 64 73 60 15 1 0 149 65 95 32 13 0 9 149 66 94 43 5 4 3 149 67 41 43 44 11 10 149 68 42 57 35 7 8 149 69 41 37 41 17 13 149 70 40 40 43 16 10 149 71 56 77 12 1 3 149 72 28 44 51 20 6 149 73 88 32 24 3 2 149 74 49 44 40 13 3 149 75 24 46 38 21 20 149 76 47 36 25 21 20 149 77 11 55 34 10 39 149 78 18 34 35 38 24 149 79 31 39 30 29 20 149 80 35 52 44 14 4 149 81 21 47 47 19 15 149

149

SNT2BKL-ST-17 82 43 59 31 10 6 149 83 18 30 24 7 70 149 84 30 35 37 14 33 149 85 4 26 50 45 24 149 86 15 22 23 16 73 149 87 4 32 38 30 45 149

Berdasarkan rekapitulasi tabel distribusi jumlah jawaban untuk setiap butir dengan opsi yang ada untuk standar sarana dan prasarana pada instrumen akreditasi, maka selanjutnya dibuat rekapitulasi distribusi frekuensi berdasarkan pilihan jawaban dari butir-butir instrumen akreditasi sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Rekapitulasi distribusi frekuensi standar sarana dan prasarana SMK

Komponen Standar

No Butir Instrumen

Persentase Jumlah jawaban

a b c d e SARPRAS 60 83,22 12,08 2,01 1,34 1,34 61 72,48 22,82 4,03 0,67 - 62 69,13 21,48 4,03 4,70 0,67 63 24,83 46,98 26,85 1,34 - 64 48,99 40,27 10,07 0,67 - 65 63,76 21,48 8,72 - 6,04 66 63,09 28,86 3,36 2,68 2,01 67 27,52 28,86 29,53 7,38 6,71 68 28,19 38,26 23,49 4,70 5,37 69 27,52 24,83 27,52 11,41 8,72 70 26,85 26,85 28,86 10,74 6,71 71 37,58 51,68 8,05 0,67 2,01 72 18,79 29,53 34,23 13,42 4,03 73 59,06 21,48 16,11 2,01 1,34 74 32,89 29,53 26,85 8,72 2,01 75 16,11 30,87 25,50 14,09 13,42 76 31,54 24,16 16,78 14,09 13,42 77 7,38 36,91 22,82 6,71 26,17 78 12,08 22,82 23,49 25,50 16,11 79 20,81 26,17 20,13 19,46 13,42 80 23,49 34,90 29,53 9,40 2,68 81 14,09 31,54 31,54 12,75 10,07 82 28,86 39,60 20,81 6,71 4,03 83 12,08 20,13 16,11 4,70 46,98 84 20,13 23,49 24,83 9,40 22,15

150

SNT2BKL-ST-17

85 2,68 17,45 33,56 30,20 16,11

86 10,07 14,77 15,44 10,74 48,99

87 2,68 21,48 25,50 20,13 30,20

Berdasarkan tabel frekuensi butir-butir instrumen untuk komponen standar sarana dan prasarana, maka masalah-masalah pokok yang dapat diidentifikasi tercantum dalam butir-butir nomor 77, 78, 83, 84, 85, 86 dan 87. Secara rinci hasil identifikasi terhadap kesenjangan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Nomor butir 77

Kondisi Ideal Semua SMK di Sulawesi Tenggara memiliki ruang konseling dengan luas

minimum 12 m2 dan sarana sesuai ketentuan: (1) meja kerja, (2) kursi kerja, (3) kursi tamu, (4) lemari, (5) papan kegiatan, (6) instrumen konseling, (7) buku sumber, (8) media pengembangan kepribadian, (9) jam dinding

Kondisi saat ini Hanya terdapat sekitar 7,38 % SMK yang memiliki ruang konseling dengan luas

minimum 12 m2, dengan sarana sesuai ketentuan

Kesenjangan Masih terdapat 26,17 % SMK yang tidak memiliki ruang konseling dengan luas dan

sarana sesuai ketentuan

Rekomendasi Perlu upaya dari pihak terkait untuk mendorong dan memfasilitasi agar SMK

memperoleh pengadaan ruang konseling dengan luas dan sarana sesuai ketentuan

b. Nomor butir 78

Kondisi Ideal Semua SMK Sekolah memiliki ruang UKS dengan luas minimum 12 m2, dengan

sarana: (1) tempat tidur, (2) lemari, (3) meja, (4) kursi, (5) catatan kesehatan siswa, (6) perlengkapan P3K, (7) tandu, (8) selimut, (9) tensimeter, (10) termometer badan, (11) timbangan badan, (12) pengukur timbangan badan, (13) tempat sampah, (14) tempat cuci tangan, (15) jam dinding

Kondisi saat ini Hanya terdapat sekitar 12,08 % SMK yang memiliki ruang UKS dengan luas sesuai

ketentuan dan memiliki 12-15 sarana

Kesenjangan Masih terdapat 16,8 % SMK yang tidak memiliki ruang UKS

Rekomendasi Dinas Pendidikan Prov. Sultra perlu mendorong dan memfasilitasi pengadaan ruang

UKS dengan luas dan sarana sesuai ketentuan

c. Nomor butir 83

Kondisi Ideal Semua SMK memiliki ruang sirkulasi yang memenuhi ketentuan yang

dipersyaratkan yaitu: (1) luas minimum, (2) kualitas, (3) terawat dengan baik, (4) bersih, (5) nyaman

Kondisi saat ini Hanya terdapat sekitar 12 % SMK yang memiliki ruang sirkulasi yang memenuhi

ketentuan

Kesenjangan Masih terdapat 47 % SMK yang tidak memiliki ruang sirkulasi

Rekomendasi Dinas Pendidikan perlu mendorong dan memfasilitasi pengadaan ruang sirkulasi

sesuai ketentuan

d. Nomor butir 84

Kondisi Ideal Semua SMK memiliki kantin yang memenuhi ketentuan: (1) area tersendiri, (2)

luas minimal 12 m2, (3) ruangan bersih, (4) sanitasi yang baik, (5) menyediakan makanan yang sehat dan bergizi.

Kondisi saat ini Hanya 20,13 % SMK yang memiliki kantin yang memenuhi ketentuan

Kesenjangan Masih terdapat 22,15 % SMK yang tidak memiliki kantin yang memenuhi

ketentuan

Rekomendasi Pihak sekolah perlu pengadaan fasilitas kantin sekolah yang memenuhi semua

aspek/ ketentuan

e. Nomor butir 85

151

SNT2BKL-ST-17

(1) area khusus parkir, (2) luas memadai, (3) memiliki sistem pengamanan, (4) memiliki rambu-rambu parkir, (5) memiliki petugas khusus.

Kondisi saat ini Hanya terdapat 2,68 % SMK yang memenuhi semua ketentuan

Kesenjangan Masih terdapat 16,11 % SMK yang tidak memiliki tempat parkir khusus

Rekomendasi Sekolah perlu menyediakan tempat parkir khusus dengan luas dan sarana sesuai

standar/ketentuan

f. Nomor butir 86

Kondisi Ideal Semua SMK memiliki unit produksi/business center sebagai wahana

kewirausahaan yang memiliki: (1) ruang produksi/jasa, (2) sistem usaha sendiri, (3) pembukuan yang tertib dan transparan, (4) Sumber Daya Manusia, (5) profit.

Kondisi saat ini Hanya terdapat 10,07 % SMK yang memiliki unit produksi/business center sebagai

wahana kewirausahaan yang memenuhi semua ketentuan

Kesenjangan Masih terdapat sekitar 49 % SMK yang tidak memiliki unit produksi/business

center sebagai wahana kewirausahaan

Rekomendasi Dinas Pendidikan perlu memprogramkan pengadaan prasarana bisnis center yang

dapat dijadikan wahana kegiatan kewirausahaan

g. Nomor butir 87

Kondisi Ideal Semua SMK memiliki Bursa Kerja Khusus (BKK) dengan berbagai kegiatan: (1)

kerjasama dengan DUDI, (2) memasarkan lulusan, (3) melakukan seleksi, (4) penyaluran lulusannya ke dunia kerja yang relevan

Kondisi saat ini Hanya sekitar 2,68 % SMK yang memiliki Bursa Kerja Khusus (BKK) dengan

berbagai kegiatan

Kesenjangan Masih terdapat 30,20 % SMK yang tidak memiliki Bursa Kerja Khusus (BKK)

Rekomendasi Dinas Pendidikan perlu memberikan pembinaan dan mendorong SMK agar

memanfaatkan BKK dalam menyalurkan penempatan kerja bagi lulusannya

3. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

a. Gambaran kondisi pemenuhan standar sarana prasarana pendidikan jenjang SMK di Sulawesi Tenggara

berdasarkan analisis pada butir-butir isian instrumen akreditasi yang mengacu pada standar nasional pendidikan menunjukkan bahwa dari isian instrumen standar sarana dan prasarana SMK, masih terdapat kondisi sarana dan prasarana SMK yang belum memenuhi standar yaitu: ruang konseling, ruang UKS, ruang sirkulasi, kantin sekolah, tempat parkir khusus kendaran, unit produksi/business center dan Bursa Kerja Khusus (BKK).

b. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasaran SMK yang sesuai standar nasional tersebut dapat diperhatikan dan

ditindaklanjuti pihak-pihak terkait seperti Dinas Pendidikan pada semua level. Sekolah dapat mengefektifkan ruang-ruang yang dimiliki atau menambah ruang baru sesuai standar yang ditentukan. Bagi sekolah yang memiliki lahan sempit pemenuhan kebutuhan ruang tersebut harus diusahakan tidak mengambil lahan yang yang masih tersedia, tetapi melaksanakan pembangunan dengan menambah jumlah lantai sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

PUSTAKA

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. 2017. Pedoman Pelaksanaan Akreditasi Sekolah/Madrasah. Jakarta: BAN-S/M .

Borg, W.R. & Gall, M.D. 2003. Educational Research an Introduction. Seventh Edition. New York: Longman. Creswel, Jhon W. 1994. Research Design : Qualitative and Quantitative Aproach. London : Sage Publication. Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 24

152

SNT2BKL-ST-17

Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTS), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA). Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 40

Tahun 2008 Tentang Standar Sarana dan Prasarana Untuk Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Jakarta: Biro Hukum dan Organisasi Depdiknas.

Kidder. 1981. Research Methods in Social Relations. New York: Rinehart & Winston.