• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR BACAAN

Dalam dokumen Media Sain dan Teknologi Abulyatama (Halaman 112-117)

105 IV KESIMPULAN DAN REKOMENDAS

DAFTAR BACAAN

Badudu, J.S. (1995). Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: PT Gramedia.

Bogdan, Robert C. dan Biklen, Sari Knopp (1990). Riset Kualitatif untuk Pendidikan: Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Catford, J. (1996) A Linguistic Theory of Translation: An Essay in Applied Linguistics. London: Oxford University Press.

Echols, John M. dan Shadily, Hassan. (1992). Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT Gramedia

Finlay,I.F. (1974). Translating. Edinburg: The English University Press.

Lado, R. (1961). LanguageTesting. London: Longman.

Moleong, Lexy J. (1990). Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Remaja-karya.

Muhammad,Ainon. (1991). Panduan Menerjemah. Kuala Lumpur. Dewan Bahasa dan Pustaka.

Newmark, Peter (1981). Approaches to Translation. New York: Pergamon Press.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. (1993). Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta: Balai Pustaka.

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

INTERFERENSI BAHASA ACEH TERHADAP PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA

(Studi Kasus pada Siswa Kelas II SMP Negeri di Kabupaten Aceh Besar) Oleh Drs. Djalaluddin A. Aziz

FKIP Universitas Abulyatama ABSTRAK

Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana interferensi pemakaian bahasa Aceh terhadap pemakaian bahasa Indonesia oleh siswa SMP Negeri di Kabupaten Aceh Besar. Tujuannya adalah mendeskripsikan interferensi itu terjadi dalam hal apa saja. Populasi penelitiannya adalah siswa kelas II SMP Negeri di Kabupaten Aceh Besar tahun ajaran 2009/2010. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data teknik rekaman. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kuantitatif dengan menghitung persentase kesalahan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dari bentuk kata interferensi yang terjadi adalah bentuk kata dasar 20,83%, bentuk kata berimbuhan 20,83%, bentuk kata ulang 25%, dan bentuk majemuk 33,33%. Segi jenis kata interferensi yang terjadi adalah kata benda 61,90%, kata kerja 14,28%, kata sifat 4,52%, dan kata tugas 33,33%. Bentuk frase terjadi interferensi pada frase nomina 33,33%, frase verba 33,33%, frase adverbia 16,67%, dan frase adjektiva 16,67%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa interferensi pemakaian bahasa Aceh terhadap pemakaian bahasa Indonesia tergolong tinggi.

Kata kunci: Interferensi, bahasa Aceh, bahasa Indonesia I. PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia sebagai alat komu- nikasi bagi bangsa Indonesia terus tumbuh dan berkembang. Dalam pertumbuhan dan perkem- banganya itu, banyak dipengaruhi oleh unsur bahasa daerah. Namun, pengaruh bahasa dae- rah tersebut janganlah sampai merusak sistem bahasa Indonesia. Pengaruh bahasa daerah ter- sebut hanya pada peminjaman kosakata untuk memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Oleh karena itu, pengambilan unsur bahasa daerah haruslah sangat hati-hati. Dengan demikian, perlu dilakukan pembakuan bahasa Indonesia.

Kedudukan bahasa Indonesia semakin mantap dengan adanya pembakuan. Pemba- kuan yang telah ada dan dilakukan oleh Pusat Bahasa adalah bidang ejaan, tatabahasa, dan perkamusan. Melalui pembakuan dapat diambil suatu landasan acuan terhadap penggunaan bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun secara tertulis.

Bahasa Indonesia berperan sebagai alat pemersatu dalam pembentukan suatu ma- syarakat bahasa di wilayah yang bermacam-

macam pengucapannya. Bahasa baku akan mengurangi perbedaan variasi daerah secara geografis. Adanya bahasa baku akan memper- kecil pengaruh ragam pengucapan daerah ke dalam bahasa Indonesia.

Sebagai bahasa yang hidup dan berkembang dalam bahasa daerah, tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa Indonesia masih di- pengaruhi oleh ragam bahasa daerah. Sehu- bungan dengan hal tersebut, Badudu (1988:12) mengemukakan,

Kita yang mengaku bangsa Indonesia ini terdiri atas beratus- ratus suku bangsa yang masing- masing memiliki adat-istiadat dan bahasa sendiri-sendiri. Sebagian besar di antaranya kita dibesarkan dalam lingkungan yang berbahasa daerah: Sunda, Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bugis, Toraja,

Sa‟dang, Kaili, Banggai, Mina- hasa, Gorontalo, Banjar, Dayak, Aceh, Batak, Minangkabau, dan lain-lain. Bahasa daerah itu, pada

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

sebagian penuturnya telah men- darah daging karena setiap hari digunakan. Karena itu, janganlah heran apabila bahasa daerah sebagai bahasa pertama yang kita kenal besar pengaruhnya bagi bahasa Indonesia yang kita kenal kemudian. Sering kita tidak sadar bahwa kita tidak menggunakan bahasa Indonesia murni, melain- kan bahasa Indonesia yang sudah dipengaruhi oleh bahasa daerah. Berdasarkan pendapat di atas dapat kita katakan bahwa masuknya bahasa daerah dalam bahasa Indonesia merupakan suatu hal yang mendasar. Pengaruh ini timbul karena pemakai bahasa Indonesia pada umumnya merupakan masyarakat yang hidup dan berkembang dalam struktur kedaerahan yang sangat kuat. Jadi, sebagian besar pemakai bahasa Indonesia menggunakan bahasa daerah masing-masing.

Bahasa Aceh merupakan salah satu bahasa daerah di Indonesia. Bahasa Aceh tersebut merupakan bahasa yang hidup dan dipergunakan oleh sebagian besar masyarakat Aceh sehari-hari dalam berbagai hal yang bersifat kedaerahan. Oleh karena itu, pema- kaian bahasa Indonesia oleh masyarakat tersebut banyak dipengaruhi oleh bahasa Aceh. Pengaruh tersebut sering terdapat dalam pema- kaian kosakata, struktur kalimat, lafal, dan lagu tutur.

Pengaruh lafal dan lagu tutur terdapat pada bahasa lisan. Sering orang menyangka bahwa ia telah bertutur dengan bahasa yang baik, padahal tuturannya hanyalah menggu- nakan kosakata bahasa Indonesia, sedangkan intonasi dan lagu tuturnya masih dipengaruhi oleh bahasa Aceh seperti pelafalan bunyi /t/, /d/, /n/, /l/, dan /s/ yang dilafalkan secara tidak baik. Pengaruh ini timbul karena telah terbentuknya lidah dengan lafal bahasa Aceh sejak kecil.

Pengaruh pemakaian kosakata dalam kalimat terdapat dalam bahasa tulis dan bahasa lisan. Pengaruh yang mula-mula timbul adalah

melalui bahasa lisan, yaitu adanya interferensi bahasa Aceh ke dalam bahasa Indonesia seperti

pada kalimat “Saya tidak ada enak badan hari

ini”. Kalimat tersebut merupakan kalimat

terjemahan dari bahasa Aceh “Lon hana mangat asoe uroenyoe”. Kalimat tersebut bila diterjemahkan secara benar ke dalam bahasa

Indonesia adalah “Saya kurang sehat hari ini”.

Selanjutnya pengaruh tersebut terbawa ke dalam bahasa tulis karena proses interferensi tersebut.

Interferensi bahasa Aceh ke dalam bahasa Indonesia dapat diterima bila digunakan pada suasana santai dan lawan bicara mengerti bahasa Aceh. Namun, akibatnya akan menjadi rumit bila ragam tersebut terbawa ke dalam situasi resmi dan lawan bicara tidak mengerti bahasa Aceh. Kesalahpahaman akan timbul atau lawan bicara tidak mengerti apa yang dibicarakan oleh pembicara. Proses komunikasi dalam keadaan tersebut akan terhambat, sehingga fungsi bahasa sebagai alat komunikasi tidak terlaksana sepenuhnya.

Salah satu cara untuk mengurangi pengaruh tersebut adalah melalui pendidikan formal. Pendidikan formal merupakan suatu patokan yang menjadi pedoman masyarakat dalam penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sehubungan dengan hal tersebut, Moeliono, ed. (1988:12) menyatakan,

Ragam bahasa orang berpen- didikan, yakni bahasa dunia pen- didikan merupakan pokok yang sudah agak banyak ditelaah orang. Ragam ini jugalah yang kaidah-kaidahnya paling lengkap diberikan dibandingkan dengan ragam bahasa lain. Ragam ini tidak saja ditelaah dan diberikan, tetapi juga diajarkan di sekolah. ... ragam itulah yang dijadikan tolok bandingan bagi pemakai bahasa yang benar. Fungsi seba- gai tolok menghasilkan nama bahasa baku atau bahasa standar baginya.

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

SMP sebagai salah satu lembaga pendidikan formal sudah seharusnya mengajarkan bahasa baku kepada siswanya. Hal tersebut merupakan tuntutan kurikulum. Namun, sejauh mana keberhasilan pengajaran tersebut dapat mengantisipasi terjadi inter- ferensi bahasa Aceh (bagi siswa yang berba- hasa ibu bahasa Aceh) terhadap pemakaian bahasa Indonesia mereka? Masih adakah interferensi bahasa Aceh terhadap pemakaian bahasa Indonesia mereka? Jika masih ada, interferensi tersebut terdapat dalam hal apa saja? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan suatu penelitian.

Berdasarkan uraian-uraian di atas diperkirakan masalah-masalah yang ber- pengaruh atau terinterferensi ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Aceh mencakup lafal dan lagu tutur (bahasa lisan), kosakata, dan struktur kalimat (bahasa lisan dan bahasa tulis).

Masalah-masalah tersebut merupakan masalah pokok dalam penelitian ini. Oleh karena itu, rumusan masalah penelitian ini

dapat dipertegas sebagai berikut. “Berapa besar pengaruh interferensi bahasa Aceh terhadap pemakaian bahasa Indonesia oleh siswa kelas II

SMP Negeri di Kabupaten Aceh Besar?”

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui interferensi apa saja yang dilakukan oleh siswa kelas II SMP Negeri di Kabupaten Aceh Besar (yang berbahasa ibu bahasa Aceh). Di samping itu, untuk mengetahui berapa besar pengaruh tersebut, apakah pengaruh tersebut signifikan atau tidak.

Oleh karena penelitian ini mendes- kripsikan interferensi bahasa Aceh ke dalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh siswa SMP, maka hasil penelitian ini dipandang sangat bermanfaat dalam rangka pembinaan pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar bagi generasi muda. Di samping itu, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi guru dalam rangka mening-katkan mutu pengajaran bahasa Indonesia di sekolah- sekolah, sehingga dapat menekan tingkat interferensi bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia.

II. METODE PENELITIAN

Populasi penelitian adalah semua siswa kelas II SMP Negeri di Kabupaten Aceh Besar pada tahun pelajaran 2009/2010. SMP tersebut tersebar di seluruh kecamatan dalam wilayah Kabupaten Aceh Besar. Jumlah populasi tersebut mencapai puluhan ribu orang. Oleh karena itu, diadakan penarikan sampel, yaitu sampel sekolah sumber data dan sampel siswa.

Jumlah SMP Negeri di Kabupaten Aceh Besar sangat banyak yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Aceh Besar. Oleh karena itu, untuk memudahkan dan efisiensi dalam pengumpulan data, peneliti menetapkan tiga sekolah sebagai sampel sekolah sumber data. Ketiga sampel sekolah sumber data tersebut ditetapkan satu sekolah di pusat ibukota Kabupaten, satu sekolah di pinggiran kota, dan satu sekolah di pedalaman. Sekolah di pusat ibukota Kabupaten ditetapkan SMP Negeri Kota Jantho, sekolah di pinggiran kota ditetapkan SMP Negeri 1 Krueng Barona Jaya, dan sekolah di pedalaman ditetapkan SMP Negeri 1 Montasik. Dengan demikian, ketiga sekolah ini dapat mewakili semua sekolah yang ada di Kabupaten Aceh Besar.

Mengingat jumlah populasi pada setiap sekolah sumber data tersebut sangat banyak, maka perlu ditetapkan sampel sebagai sumber datanya atau responden. Peneliti menetapkan sampel sebesar 25% dari jumlah populasi pada setiap sekolah sumber data. Penetapan sampel sebesar 25% ini peneliti berpedoman pada pendapat yang dikemukakan oleh Arikunto (1996:107), yaitu

Besarnya sampel yang diambil dalam suatu penelitian jika sub- jeknya kurang dari 100 orang maka lebih baik diambil semua sabjeknya, sehingga penelitian- nya adalah penelitian populasi. Apabila jumlah subjeknya le- bih dari 100 orang maka dapat diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih.

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

Penentuan sampel sebagai responden pada setiap sekolah sumber data dilakukan secara acak atau randong sampling.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik rekaman. Pemilihan teknik ini didasari pada anggapan bahwa teknik rekaman dapat digunakan untuk mengetahui dan mengukur pengaruh bahasa sesuai dengan masalah yang diteliti. Rekaman dilakukan terhadap responden yang berbahasa ibu bahasa Aceh. Responden dimintakan untuk menyi- apkan pidato ringkas dengan metode ekstem- poran, yaitu metode persiapan naskah yang berupa cacatan garis-garis besar saja. Selanjutnya, satu per satu ditugaskan untuk berpidato dengan waktu lebih kurang lima menit. Pidato tersebut direkam dengan tape recorder, lalu keseluruhan hasil rekaman diputar kembali untuk menemukan kesalahan penggunaan bahasa Indonesia yang dipengaruhi oleh ragam bahasa Aceh.

Data yang telah terkumpul melalui rekaman dianalisis dengan teknik analisis data kuantatif dan kualitatif. Langkah yang ditem- puh adalah memutarkan kembali rekaman data lalu menghitung banyaknya kalimat yang di- produksi oleh setiap responden dan meng- hitung jumlah kalimat yang terinterferensi oleh ragam bahasa Aceh sehingga dapat diketahui besarnya persentase kesalahannya.

Kriteria yang digunakan untuk melihat tingkat pengaruh bahasa Aceh dalam pidato siswa, digunakan kriteria yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (1982: 60), yaitu sebagai berikut.

Persentase Kriteria 80 – 100% pada umumnya 60 – 75% sebagian besar 50 – 59% lebih dari setengah 40 – 49% kurang dari setengah 20 – 39% sebagian kecil 0 – 19% sedikit sekali III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data dalam bentuk rekaman dari responden yang ditetapkan sebagai sampel. Hasil dari rekaman tersebut dianalisis dengan mengklasifikasi atas tiga kelompok, yaitu (1) interferensi bentuk kata, (2) interferensi jenis kata, dan (3) interferensi frase. Interferensi bentuk kata disajikan contoh-contoh dalam tataran leksikal (berupa kata), sedangkan interferensi jenis kata dan frase disajikan contoh-contoh dalam tataran kalimat. Akhir- nya, dalam pembahasan disajikan interferensi bentuk kata, interferensi jenis kata, dan pola ienterferensi dari Bahasa Aceh (BA) ke dalam Bahasa Indonesia (BI).

1. Interferensi Bentuk Kata

Pemakaian BI oleh responden terjadi interferensi leksikal BA ke dalam BI. Kosakata yang terinferensi ke dalam kosakata BI sebanyak 32 kosakata. Jumlah tersebut me- rupakan frekuensi pemunculan secara kese- luruhan. Artinya, suatu kata tertentu ada kemungkinan muncul lebih dari satu kali dan dihitung sebagai produksi kosakata yang terinterferensi.

Variasi penggunaan kosakata yang terinterferensi dari BA ke dalam BI sebanyak 24 kata. Jumlah tersebut meliputi bentuk dasar, bentuk berimbuhan, bentuk ulang, dan bentuk majemuk. Frekuensi masing-masing bentuk itu dapat dilihat dalam tabel di bawah ini.

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

TEBEL 1 INTERFERENSI BENTUK KATA BA

Dalam dokumen Media Sain dan Teknologi Abulyatama (Halaman 112-117)