• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Mukim Dalam Sistem Pemerintahan Daerah (Suatu Penelitian di Kabupaten Nagan Raya)

Dalam dokumen Media Sain dan Teknologi Abulyatama (Halaman 84-89)

Oleh Muhammad Nur, S.H., M.Hum ABSTRAK

Kedudukan Mukim adalah sebagai unit pemerintahan yang membawahi beberapa Gampong yang berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat yang mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan, peleksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan peningkatan pelaksanaan Syariat Islam. Sebagai penyelenggaraan Pemerintahan, antara lain : penetapan organisasi Pemerintahan Mukim, penetapan perangkat Mukim. Membina kehidupan beragama dan pelaksanaan Syariat Islam di wilayah kerjanya. Kendala yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Nagan Raya dalam menjalankan pemerintahan Mukim adalah Pemerintah Kabupaten Nagan Raya belum berani dalam mengambil kebijakan untuk membuat Peraturan (Qanun) tentang kedudukan dan tugas pokok Mukim disebabkan belum ada petunjuk dari Pemerintah Nanggroe Aceh Darussalam. Sedangkan Upaya yang dilakukan untuk mengaftifkan kembali Kedudukan dan tugas Mukim dalam pemerintahan di Kabupaten Nagan Raya adalah dengan menetapkan Organisasi Pemerintahan Mukim tentang struktur Pemerintahan Mukim yang terdiri dari Imuem Mukim, Imuem Chiek dan Sekretaris Mukim dan penetapan perangkat Mukim adalah untuk penyelenggaraan Pemerintahan Mukim. Disamping itu pemerintah Kecamatan juga bertugas untuk memajukan Pemerintahan Mukim, karena Camat dalam setiap pelaksanaan pemerintahan di kecamatan sangat berperan sehingga apabila ada keuchik yang mengajukan permasalahan harus pemberintahuan terlebih dahulu kepada Imuem Mukim

Kata kunci: Imuem mukim, tugas pokok, kedudukan I. PENDAHULUAN

Lembaga Mukim dalam struktur pemerintahan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memiliki sejarah yang panjang. Pada masa Kesultanan Aceh dalam susunan Pemerintahan di kenal ada empat struktur lembaga adat yang berada di bawah Sultan yaitu Panglima Sagoe, Ulhee Balang, Mukim dan Gampong.

Pada saat diberlakukannya Undang- undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok- pokok Pemerintahan Daerah dan Undang- undang Nomor 5 tahun 1979 tentang Peme- rintahan Desa, maka keberadaan Pemerintahan Mukim di Aceh sudah kurang mendapat pengakuan dari Pemerintah. Dengan demikian pemerintahan mukim sudah tidak memiliki kekuatan hukum di dalam pemerintahan di Aceh dan pemerintahan Gampong diganti

dengan Pemerintahan Desa setelah diberlakukannya Undang-Undang No.5 tahun 1979. Pada awalnya Gampong diurus oleh Keuchik beserta Imuem Meunasah, Keuchik menggurus hal-hal yang berhubungan dengan adat dan Imuem Meunasah mengurus dalam aspek hukum. Namum dalam menggambil suatu keputusan turut menggikut sertakan lembaga Tuha Peut sebagai representasi dari warga Gampong, sehingga keberadaan lembaga Mukim di Aceh tetap dipertahankan walaupun keberadaan mukim dan kedudukannya dalam hukum nasional menjadi lemah setelah ada undang-undang di atas.

Sistem adat dan kelembagaan pada tingkat gampong di Aceh mulai nampak kecerahannya sejak diberlakukannya oleh pemerintah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

dirubah dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kemudian Undang-undang ini dirubah lagi dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang pemerintahan Daerah. Khusus bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh dalam rangka menyelesaikan konflik, Pemerintah member- lakukan UU Nomor 44 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Gampong dan berkedudukan sebagai Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Dalam pasal 7 menyatakan bahwa daerah dapat membentuk lembaga adat dan mengakui lembaga adat yang sudah ada sesuai dengan kedudukannya masing-masing di Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, Kemu- kiman dan Kelurahan/Desa atau Gampong.

Kemudian pemerintah mengeluarkan UU No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), lembaga-lembaga resmi daerah tersebut resmi menjadi lembaga daerah. Untuk menguatkan peran dan tugas mukim Pemerintah Daerah telah mengesahkan Qanun Aceh No. 4 Tahun 2003 tentang Mukim, dalam qanun tersebut pada pasal 2 sampai dengan 6 mengatur tentang kedudukan, tugas dan fungsi, struktur organisasi serta kelengkapan Imum Mukim, dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan, menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud di atas dalam Pasal 3 dijelaskan tentang tugas dan fungsi Mukim, yaitu :

a. penyelenggaraan pemerintahan baik berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintahan lainnya;

b. pelaksanaan pembangunan baik pembangunan ekonomi, pembangunan fisik maupun pembangunan mental spritual;

c. pembinaan kemasyarakatan di bidang

pelaksanaan Syari‟at Islam, pendi- dikan, peradatan, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban masya- rakat;

d. peningkatan percepatan pelayanan kepada masyarakat;

e. penyelesaian dalam rangka memutus- kan dan atau menetapkan hukum dalam hal adanya persengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum adat. Dari uraian di atas maka terlihat jelas fungsi mukim, fungsi tersebut tidak terlepas dari tugas yang lain, yang harus dilaksanakan oleh Imum mukim dalam pemerintahannya, lembaga mukim itu sangat tergantung dari Imeum Mukim. Karenanya perlu ditumbuhkan untuk memperjuangkan kewenangan dan kebutuhan terhadap pemerintah Mukim. Namun demikian dalam implementasi dari berbagai ketentuan tersebut diatas yang mana keberadaannya masih tetap saja melemah dan tidak optimal sebagai media interaksi maupun kegiatan sosial lainnya. Banyak yang menyebabkannya, salah satunya adalah karena beberapa petunjuk pelaksanaan yang dianggap kurang jelas. Tidak dijalankannya tentang ketentuan Qanun yang telah ada, tetapi dalam kehidupan masyarakat Aceh, lembaga Mukim tetap ada tanpa berpedoman pada qanun yang telah ada.

Pelaksanaannya tugas mukim dalam pemerintahan tidak berjalan secara efektif. Hal ini disebabkan belum adanya petunjuk yang jelas dari Camat tentang pelimpahan tugas- tugas pemerintahan apa saja yang merupakan wewenang Mukim.

Dalam upaya untuk memfungsikannya lembaga pemerintahan mukim, diperlukan kebijakan dan strategi pemberdayaan lembaga Mukim, maka diperlukan penelitian yang lebih mendalam tentang tugas dan wewenang Imum mukim dalam Pemerintahan Aceh terutama di Kabupaten Nagan Raya. Dari uraian diatas, maka penulis akan membahas skripsi dalam beberapa pokok masalah, yaitu :

1. Bagaimanakah Kedudukan, tugas dan fungsi Imuem Mukim sebagai penye- lenggara Pemerintahan yang berada di bawah camat?

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

2. Apakah hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Imuem Mukim dalam Pelenggaraan pemerintahan?

3. Apakah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengaktifkan fungsi dan tugas Imuem Mukim sebagai penyelenggara pemerintahan yang berada di bawah Camat?

II. Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini yang dipilih menjadi lokasi penelitian adalah di Kabupaten Nagan Raya. Populasi penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten Nagan Raya beserta jajarannya dan masyarakat kabupaten Nagan Raya. Penentuan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling, yaitu diambil beberapa orang dari keseluruhan populasi penelitian, yang diharapkan dapat mewakili seluruh populasi yang ada. Dengan demikian yang menjadi responden adalah: (1) Imuem Mukim sebanyak 3 orang, (2) Kabag Pemerintahan kabupaten Nagan Raya; (3) Camat sebanyak 3 orang; dan (4) Tokoh Masyarakat di kabupaten Nagan Raya. Pengumupan data dilakukan dengan teknik wawancara. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknim kuantitatif.

III. Tinjauan Pustaka

a. Keberadaan Imuem Mukim pada saat setelah diberlakukanya UU Nomor 18 tahun 2001

Dalam Undang-undang No. 11 tahan 2006 Lembaga Imuem Mukim dipertegas kembali baik wilayah administrasi maupun sebagai lembaga Pemerintahan. Bahkan keberadaan Lembaga Mukim teleh mendapat pengaturan tersendiri dalam Bab XV tentang Mukim dan Gampong. Dalam pasal 114 dalam undang-undang no. 11 tahun 2006, menyebutkan :

1) Dalam wilayah Kabupaten/Kota dibentuk Mukim yang terdiri atas beberapa Gampong,

2) Mukim dipimpin oleh Imuem Mukim sebagai penyelenggara tugas dan fungsi mukim yang dibantu oleh Tuha Peuet mukim atau nama lain,

3) Imuem Mukim dipilih melaui musya- warah mukim untuk masa jabatan 5(lima) tahun,

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai orga- nisasi, tugas, fungsi, dan kelengkapan mukimdiatur dengan qanun Kabupaten/ kota.

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemilihan Imuem Mukim diatur dengan Qanun Aceh.

b. Dasar Hukum Penyelenggaraan Mukim di Aceh.

Pemerintahan Mukim diberlakukan berdasarkan ketentuan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945. Pasal 18 UUD 1945 yang merupakan sumber penyelengaraan Pemerintahan tingkat lebih rendah dapat dipahamkan sebagai normatifasi gagasan- gagasan yang mendorong pemakaian otonomi sebagai bentuk dan cara penyelenggarakan pemerintahan Tingkat Daerah. Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan bahwa :

Pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang- undang, dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa.

Pasal tersebut memuat beberapa prinsip pemerintahan tingkat yang rendah yaitu : Prinsip teritorial. Daerah Indonesia akan dibagi dalam satuan susunan Pemerintahan besar dan kecil.

UUD 1945 menghendaki kerakyatan dilaksanakan pada tingkat daerah. Berarti UUD 1945 menghendaki keikut sertaan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan tingkat daerah. Keikutsertan rakyat pada tingkat daerah hanya dimungkinkan oleh desentralisasi. Masalahnya, apakah kepada setiap daerah akan diserahkan urusan pemerintahan berdasarkan urusan pemerintahan berdasarkan kriteria

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

kuantitas atau kualitas yang sama. Per- kembangan sejarah menunjukkan bahwa pelimpahan tugas, wewenang dan tanggung jawab kepada Pemerintah daerah atau kepada wakil-wakil pusat di daerah untuk beberapa macam wewenang adalah lebih baik, dengan ketentuan bahwa kebutuhan dan kemampuan tiap-tiap daerah jagan disamaratakan.2

Jadi desentralisasi tidak lain adalah memberi wewenang, tugas dan tanggung jawab untuk mengatur dan menggurus sendiri kepentingan-kepentingan rumah tangga mereka sendiri. Masalahnya, apakah kesetiap daerah itu akan diserahkan urusan pemerintahan berdasarkan keteria kuantitas yang sama. Dalam hal ini Ateng Syafruddin mengingatkan bahwa perkembangan sejarah menunjukkan bahwa pelimpahan tidak disama ratakan, mengandung makna , kebutuhan-kebutuahn disetiap daerah itu beragam. Karena Swapraja dan desa otonom dahulu dijalankan menurut hukum adat yang tidak seragam.3

Pemerintahan Mukim pada saat setelah kemerdekaan masih diakui dengan keberadaannya yang pelaksanaan pemerin- tahannya masih berlaku hukum adat, akan tetapi setelah berlakunya Undang-undang nomor 5 tahun 1979 diberlakukan dilakukan penyeragaman penyeragaman pemerintahan desa guna mencapai kedayagunaan dan penyeragaman dalam sistem pemerintahan desa, penyeragaman ini dilakukan dalam organisasi pemerintahan sedangkan yang berkaitan dengan sistem hukum adat masih mendapat peluang sebagaimana yang telah dilaksanakan pada setiap daerah. Ada pun keberadaan Pemerintahan Mukim sebelum diberlakukan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sehingga hal-hal diantara lain: - Tidak ada pengaturan desa yang seragam

2

Ateng Syafruddin, Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II, Mandar Maju, Bandung, 1993, hal. 7.

3

Soepomo, Bab-Bab tentang Hukum Adat, Djambatan, Jakarta, 1963, , hal. 10.

- Kurang memberi dorongan kepada masyarakat untuk tumbuh ke arah kemajuan yang dinamis;

- Sulit menjalin dan meningkatkan persatuan dan kesatuan nasional;

- Sulit membina integritas nasional;

- Sulit membina masyarakat yang bersifat terbuka terhadap pembangunan

Kemudian Undang-undang No. 44 tahun 1999 yang memberikan Keistimewaan bagi Aceh merupakan salah satu bentuk pengakuan pemerintah pusat terhadap nilai- nilai ini berupa aturan-aturan peradatan yang sampai batas-batas tertentu telah mampu memelihara kerukunan hidup warganya. Adat juga yang merupakan keserasian dari dulu hingga sekarang, memelihara kedamaian dan menghidupkan kebersamaan diantara sesa- manya sehingga menimbulkan kesan bahwa mereka berada dalam satu kehidupan yang harmonis.

Adapun bentuk penyelenggaraan keistimewaan bagi Daerah Istimewa Aceh yang dalam Undang-undang No. 44 Tahun 1999, ada empat keistimewaan, yaitu :

1. Penyelenggaraan kehidupaan beragama, 2. penyelenggaraan kehidupan adat, 3. Penyelenggaraan pendidikan, dan

4. peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah.

Penyelenggaraan keempat keistime- waan kemudian ditindak lanjuti oleh Pemerintah Daerah dengan cara mengesahkan sejumlah Qanun atau peraturan lainnya. Untuk pelaksanaan keistimewaan dibidang adat, telah disahkanya Qanun No. 7 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Kehidupan Adat. Lembega adat sebagaimana tersebut dalam Pasal 5 ayat (1) yaitu lembaga-lembaga adat yang disebut dengan nama lain di Daerah Kabupate/Kota yang mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dengan lembaga-lembaga Adat yang telah ada.

Lembaga adat mempunyai fungsi dan peran yang besar dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Fungsi dari masing-masing lembaga adat disesuaikan dengan bidang yang menjadi tanggung jawab mereka.

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

Peran dan fungsi Lembaga Mukim dan Gampong tersebut secara Formal terjadi ketika Pemerintahan memberlakukan Undang- Undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darusalam.

Selanjutnya dengan diberlakukan Undang-undang No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagian dari upaya penyelesain konflik politik di Provinsi NAD.

Dasar hukum penyelenggaraan mukim di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Undang- undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah mengakui/menge- sahkan keberadaan Mukim sebagai perangkat pemerintahan yang langsung berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat.

Selama ini Pemerintah Mukim baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan, telah cukup berjasa dalam menata dan membina kehidupan rakyat di Gampong. Mukim bukan saja telah mampu berperan aktif dalam mengendalikan jalannya roda pemerintahan Gampong, tetapi juga dalam memelihara ketertiban, kerukunan, ketentraman dan pembangunan masyarakat. Apalagi peranannya dalam mempertinggi syiar agama Islam, memelihara, menjaga, membela, menerapkan dan memberlakukan adat istiadat dan hukum adat dalam masyarakat sesungguhnya sangat menonjol, sehingga Mukim menjadi basis perjuangan bangsa ketika perang merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka eksistensi Mukim sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang telah dan mukim berkedudukan sebagai unit pemerintahan yang membawahi beberapa Gampong yang berada langsung di bawah dan bertanggung jawab kepada Camat.

3.3 Organisasi Pemerintahan Imuem Mukim Struktut organisasi Pemerintahan Mukim sebagaimana yang diamanatkan oleh Qanun No. 4 tahun 2003 dapat dilihat yang mana seharusnya secara Administratif Geuchik

bertanggung jawab kepada mukim, baik dalam urusan-urusan administrasi perkantoran maupun administrasi dalam hal pelaksanaan pertanggungjawaban berbagai kegiatan pembangunan di gampong. Namun kenyataannya bahwa dalam urusan administrasi pemerintahan keuchik hanya mengenal hubungan dengan camat, sehingga dengan demikian seolah ada anggapan bahwa kedudukan Mukim itu tidak terlalu penting.

Secara organisasi Mukim berkedu- dukan dan bertanggungjawab kepada Camat dan kebawah mengarahkan serta mengko- ordinir Geuchik. Dalam hubungan ini beberapa gampong tergabung dalam wilayah mukim dan beberapa mukim akan bergabung dalam wilayah kecamatan.

Dalam kemukiman dibentuk Pemerintahan Mukim dan Majelis Musyawarah Mukim serta Majelis Adat Mukim. Dalam Pemerintahan Mukim terdiri dari Imuem Mukim, Imuem Chiek dan Sekretaris Mukim.

Masing-masing mereka mempunyai tugas-tugas tersendiri didalam sistem pemerintahannya :

a. Imuem Mukim

Imuem Mukim merupakan unsur pimpinan dalam organisasi Pemerintah Mukim, dalam melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Camat. Imeum Mukim diangkat dan diberhentikan oleh Bupati atau Walikota atas usul Camat. Tata cara pemilihan Imeum Mukim diatur dengan Keputusan Gubenur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tersendiri. b. Imuem Chiek

Imuem Chiek berkedudukan dibawah Imuem Mukim, imuem chiek dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggungjawab kepada imuem mukim sesuai dengan tugasnya Imuem Chiek diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas usul Imuem Mukim berdasarkan hasil kesepakatan Majelis Musyawarah Mukim.

c. Sekretaris Mukim

Sekretaris Mukim dipimpin oleh seorang Sekretaris Mukim yang diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas Usul Imuem Mukim. Dimana sekretaris Mukim mempunyai

Jurnal Tasimak Vol. II, No. 1 April 2011 ISSN 2086 - 8421

tugas didalam pemerintahan Mukim adalah untuk melaksanakan tugas Administrasi pemerintahan, melaksanakan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan pelaksanaan Syariat Islam di dalam masyarakat kemukiman. Sekretaris mukim bertugas memberikan pelayanan administrasi kepada imuem mukim, dimana dalam hal ini sekretaris Mukim bertugas dan bertanggungjawab kepada Imuem Mukim.

3.4 Kedudukan dan Tugas Mukim

3.4.1 Kedudukan dan Tugas Mukim pada masa Kesultanan

Pada masa Kesultanan hingga awal masa kemerdekaan Indonesia, mukim menepati posisi atasan bagi keuchik sebagai kepala gampong dan mukim juga merupakan bawahan dari uleebalang di masa kesultanan, maka dalam hirarki kekuasaan dan dapat dikatakan bahwa mukim dapat dikatagorikan dalam lever pimpinan menengah.

Seiring dengan lahirnya mukim sebagai bagian dari tata pemerintahan kesultanan Aceh. Maka semakin banyak urusan Sultan. Demi kepentinggan untuk mengko- ordinir mereka, ditempatkanlah para Imuem Mukim menjadi seorang Uleebalang. Setelah disahkan oleh Sultan dan diberikan stempel kerajaan yang dikenal dengan nama Cap Sikureung, resmilah seorang Imuem menjadi Uleebalang. Tugas utamanya adalah mengko- ordinasikan beberapa mukim dibawahnya. Selain itu atas nama Sultan, Uleebalang juga memiliki kewenagan untuk menarik pajak dan mengatur jalannya perdagangan. Perlu dicatat pula bahwa jabatan Uleebalang merupakan anugerah Sultan yang diwariskan turun temurun. Sehingga anak seorang Uleebalang pada waktu dewasanya dapat dipastikan akan menggartikan kedudukan ayahnya.4

Dalam dokumen Media Sain dan Teknologi Abulyatama (Halaman 84-89)