SIKLUS AKUNTANSI PADA AKHIR PERIODA
03. DAFTAR SALDO SEBELUM PENYESUAIAN
Fungsi pertama siklus akuntansi akhir perioda adalah pembuatan daftar saldo
sebelum penyesuaian (unadjusted trial balance). Daftar saldo sebelum penyesuaian
(DSSbP) berisi saldo-saldo setiap akun yang terdapat di buku besar utama (general
ledger) sebelum dilakukan pencatatan penyesuai. Tujuan membuat DSSbP adalah mengetahui saldo masing-masing akun dan mengecek terjaganya keseimbangan persamaan akuntansi.
DSSbP terdiri dari dua (2) kolom, yaitu Debet dan Kredit. Berdasar akun-akun yang terdapat di buku besar utama, dilakukan langkah-langkah pembuatan Daftar Saldo Sebelum Penyesuaian sebagai berikut:
a. Menghitung saldo (selisih antara total debet dan total kredit) setiap akun di
buku besar utama. Jika total debet lebih besar dibanding total kredit maka akun bersaldo debet, sedangkan jika total debet lebih kecil dibanding total kredit maka akun bersaldo kredit.
b. Menuliskan nama-nama akun sebagaimana terdapat di buku besar utama, dan
mencantumkan saldo masing-masing akun tersebut sesuai posisinya (debet atau kredit).
c. Menghitung total kolom Debet dan kolom Kredit, dan meyakinkan bahwa total
kolom Debet dan Kredit adalah seimbang (balance).
Peraga 6.2 menyajikan proses pembuatan daftar saldo untuk beberapa akun, yaitu akun Kas, Utang usaha, dan Pendapatan usaha.
Peraga 6.2:
Pembuatan Daftar Saldo Sebelum Penyesuaian
UMKM. SEMANGAT
Daftar saldo Sebelum Penyesuaian (DSSP) Per 31 Desember 2008
NAMA AKUN DEBET (Rp) KREDIT (Rp)
Kas 3.000.000 .... .... Utang usaha 1.000.000 .... .... Pendapatan usaha 20.000.000 .... .... TOTAL 39.000.000 39.000.000 KAS
Tgl Deskripsi Debet (Rp) Tgl Deskripsi Kredit (Rp)
01/01 Setoran modal 14.000.000 Jan. –
Des. Akumulasi pengeluaran kas 41.000.000 Jan. –
Des. Akumulasi penerimaan kas 30.000.000
31/12 Total 44.000.000 31/12 Total 41.000.000
31/12 Saldo 3.000.000
UTANG USAHA
Tgl Deskripsi Debet (Rp) Tgl Deskripsi Kredit (Rp)
25/01 Pelunasan 500.000 15/01 Pembelian kredit 500.000
Jan. –
Des. Akumulasi pelunasan 3.000.000 Jan. – Des. Akumulasi Pembelian kredit 4.000.000 31/12 Total 3.500.000 31/12 Total 4.500.000 31/12 Saldo 1.000.000 PENDAPATAN USAHA
Tgl Deskripsi Debet (Rp) Tgl Deskripsi Kredit (Rp)
10/01 Konsultasi, kredit 750.000 Jan. –
Des.
Akumulasi pendapatan
(tunai & kredit) 19.250.000
31/12 Total 0 31/12 Total 20.000.000
Berikut ini daftar saldo UMKM. SEMANGAT per 31 Desember 2008 yang disusun berdasar buku besar utama UMKM tersebut selama perioda 2008.
Peraga 6.3:
Daftar Saldo Sebelum Penyesuaian
UMKM. SEMANGAT
DAFTAR SALDO SEBELUM PENYESUAIAN Per 31 Desember 2008
NAMA AKUN DEBET (Rp) KREDIT (Rp)
Kas 3.000.000
Piutang usaha 2.000.000
Bahan habis pakai 3.000.000
Dibayar dimuka biaya sewa kendaraan 12.000.000
Peralatan kantor 10.000.000
Utang usaha 1.000.000
Diterima di muka pendapatan sewa gudang 4.000.000
Modal 14.000.000 Pribadi 2.000.000 Pendapatan usaha 20.000.000 Biaya gaji 7.000.000 TOTAL 39.000.000 39.000.000
04. PENCATATAN PENYESUAI
Berbagai pengetahuan, termasuk akuntansi, mendasarkan diri pada prinsip-prinsip yang diyakini memberi manfaat untuk pengembangan pengetahuan akuntansi itu sendiri. Tiga (3) contoh prinsip yang berlaku di akuntansi (PABU) adalah:
a. Pencatatan berbasis akrual
b. Penandingan biaya dengan pendapatan
c. Analisis Manfaat dan Biaya
Selama perioda berjalan, pencatatan akuntansi dimungkinkan belum sepenuhnya mengikuti PABU. Oleh karena itu UMKM dituntut melakukan pencatatan penyesuai yang lazimnya dilakukan pada akhir perioda. Dengan
demikian, pencatatan penyesuai (adjusting entries) dimaksudkan agar laporan
keuangan menyajikan informasi yang sesungguhnya. Interpretasi “sesungguhnya" di sini adalah “sesungguhnya menurut PABU”.
Alasan kedua perlunya pencatatan penyesuai adalah karena terjadinya kesalahan pencatatan selama perioda berjalan, jika ada. Pada dasarnya, kesalahan pencatatan yang diketahui selama perioda berjalan akan dikoreksi sesegera mungkin. Pada akhir perioda UMKM melakukan pengecekan atas kebenaran pencatatan transaksi yang terjadi selama perioda berjalan. Jika terdeteksi adanya kesalahan pencatatan maka UMKM akan melakukan pencatatan pengoreksi terhadap kesalahan tersebut. Pencatatan pengoreksi yang dilakukan pada akhir perioda dilakukan bersamaan dengan pencatatan penyesuai sehingga pencatatan penyesuai sering diidentikkan dengan pencatatan yang dilakukan untuk mengikuti PABU, dan untuk mengoreksi atas kesalahan pencatatan yang dilakukan selama perioda berjalan, jika.
Berikut ini uraian sekilas 3 PABU yang menyebabkan pencatatan penyesuai dilakukan, dan pembahasan tentang jenis-jenis transaksi yang lazimnya memunculkan pencatatan penyesuai, termasuk pencatatan pengoreksi.
A. PABU Pencatatan Berbasis Akrual
Akuntansi menggunakan “basis akrual” (accrual basis) dalam pengakuan biaya
dan pendapatan, bukan menggunakan “basis kas” (cash basis). Berbasis akrual, biaya dan pendapatan diakui ketika terjadi transaksi yang terkait dengan biaya
dan pendapatan tersebut dimana keterjadiannya (occurrence) tidak selalu
bersamaan dengan transaksi penerimaan atau pembayaran kas-nya. Seandainya UMKM mencatat transaksi berbasis kas maka biaya dan pendapatan diakui ketika terjadi transaksi penerimaan atau pembayaran kas.
Berikut ini ilustrasi penggunaan kedua dasar tersebut di UMKM. KITA.
UMKM. KITA melakukan pekerjaan pengecatan gedung. Selama bulan Juli UMKM. KITA membayar tunai pembelian cat dan bahan pendukungnya senilai Rp10.000.000, dan membayar gaji karyawan sebesar Rp5.000.000. Pada akhir bulan Juli tersebut UMKM. TEGAR mengirimkan tagihan senilai Rp20.000.000 atas pekerjaan pengecatan gedung tersebut. Tagihan tersebut dilunasi oleh pemilik gedung pada pertengahan bulan Agustus. Laporan laba/rugi UMKM. TEGAR pada akhir bulan Juli dan akhir bulan Agustus menggunakan masing-masing metoda pencatatan adalah sebagai berikut:
Perioda & Deskripsi Singkat Pencatatan Berbasis Akrual Andai Pencatatan Berbasis Kas
Bulan Juli Rupiah Rupiah
Pendapatan 20.000.000 0
Biaya (15.000.000) - (15.000.000) -
Laba atau Rugi Laba: 5.000.000 Rugi: (15.000.000)
Bulan Agustus Rupiah Rupiah
Pendapatan 0 20.000.000
Biaya 0 - 0 -
Laba atau Rugi 0 Laba: 20.000.000
Mengikuti PABU Pencatatan berbasis akrual, UMKM. TEGAR mengakui laba Rp5.000.000 pada bulan Juli dan tidak mengakui laba/rugi pada bulan Agustus. Laporan laba/rugi berbasis akrual ini mencerminkan keadaan yang sebenarnya, yaitu UMKM. TEGAR bekerja pada bulan Juli. Seandainya UMKM. TEGAR menggunakan PABU Pencatatan berbasis kas maka UMKM TEGAR justru mengakui rugi Rp15.000.000 pada bulan Juli, dan mengakui laba Rp20.000.000 pada bulan Agustus. Meskipun total laba yang diperoleh pada akhirnya adalah sama, yaitu Rp5.000.000 tetapi laporan laba/rugi dari hasil pencatatan berbasis kas ini dapat memunculkan intepretasi yang menyesatkan bagi pengguna laporan keuangan. Dapat disimpulkan, pencatatan berbasis akrual menggambarkan kinerja UMKM secara lebih baik dibanding pencatatan berbasis kas.
Prinsip pencatatan berbasis akrual juga berlaku untuk transaksi-transaksi yang melibatkan pembayaran dimuka biaya atau penerimaan dimuka pendapatan. Sebagai contoh, UMKM BERBAGI membayar dimuka biaya asuransi Rp1.200.000 untuk 1 (satu) tahun mulai dari 1 Oktober 2007 sampai dengan 30 September 2008. Pada saat terjadinya transaksi pembayaran dimuka tersebut, 1 Oktober 2007, UMKM BERBAGI mengakui pembayaran tersebut sebagai aset. Mendasarkan diri pada pencatatan berbasis akrual, pada tanggal 31 Desember 2007 UMKM BERBAGI harus mengakui sebagian aset tersebut sebagai biaya asuransi yang akan dibebankan di perioda 2007. Seandainya UMKM BERBAGI menggunakan basis kas maka kas Rp1.200.000 yang dibayarkan tanggal 1 Oktober 2007 tersebut diperlakukan sebagai biaya.
B. PABU: Penandingan Biaya dengan Pendapatan
Biaya dan pendapatan yang memiliki keterkaitan langsung diantara keduanya seharusnya ditandingkan pada perioda yang sama. Contoh, harga perolehan (kos) barang dagangan diakui menjadi biaya di perioda dimana barang dagangan tersebut terjual, bukan pada perioda terjadinya pembelian barang dagangan. Jika barang dagangan tersebut dibeli dan terjual di perioda yang sama maka pada situasi tersebut kos berubah menjadi biaya pada perioda yang sama. Namun, jika barang dagangan dibeli pada perioda 1 dan baru terjual pada perioda 2 maka kos barang dagangan tersebut diakui sebagai biaya pada perioda 2, dan selama perioda 1 kos barang dagangan tersebut merupakan aset. Contoh lainnya, harga perolehan (kos) gedung yang secara akuntansi dialokasikan menjadi biaya ke perioda-perioda dimana UMKM memperoleh pendapatan melalui pemanfaatan gedung tersebut. Sedangkan transaksi biaya dan pendapatan yang tidak memiliki keterkaitan langsung diantara keduanya diakui pada perioda terjadinya biaya atau pendapatan tersebut.
Ilustrasi berikut ini menjelaskan manfaat penggunaan PABU Penandingan biaya dan pendapatan (matching cost with revenue).
1 Januari 2008 UMKM. ADIL membeli tunai mesin pabrik A senilai Rp60.000.000 yang diperkirakan memiliki umur ekonomis 3 tahun yang penggunaannya setiap tahun sama. Pada akhir tahun ketiga, kendaraan tersebut dipertimbangkan tidak memiliki nilai residu (nilai ekonomis di akhir tahun ketiga sama dengan 0). Selama tahun 2008, 2009, dan 2010 UMKM menghasilkan laba sebelum diperhitungkan biaya penyusutan mesin tersebut sebesar Rp50.000.000.
Kos: Rp60.000.000
01 Jan ’08 31 Des ’08 31 Des ’09 31 Des ‘10 Biaya penyusutan: Rp20.000.000 Rp20.000.000 Rp20.000.000
Berbasis PABU Penandingan biaya dan pendapatan, akuntansi UMKM ADIL mengalokasikan kos mesin ke 3 perioda yang menikmati manfaat mesin tersebut. Dengan demikian, UMKM. ADIL mengakui laba sebesar Rp30.000.000/tahun untuk perioda 2008 s/d 2010. Seandainya UMKM. ADIL tidak menggunakan PABU Penandingan tersebut maka UMKM. ADIL akan mengakui rugi sebesar Rp10.000.000 (Rp50.000.000-Rp60.000.000) pada tahun 2008, dan laba Rp50.000.000 untuk perioda
2009 dan 2010. Penerapan PABU Penandingan ini menjadikan informasi
laba lebih wajar (fair) karena mesin A digunakan selama 3 perioda
sehingga harus dialokasikan ke 3 perioda yang menikmati aset tetap tersebut dalam rangka memperoleh pendapatan.
C. PABU: Analisis Manfaat vs. Biaya (Kepraktisan)
Pencatatan akuntansi dilakukan sepanjang manfaat yang diperoleh lebih besar dibanding biaya yang harus ditanggung untuk menghasilkan informasi akuntansi. Prinsip ini sering dikaitkan dengan prinsip kepraktisan (Suwardjono, 2002), yaitu pencatatan akuntansi seharusnya dirancang untuk membantu bisnis, bukan justru merepotkan. Contoh, UMKM mencatat pengurangan/penggunaan bahan habis pakai lazimnya pada akhir perioda, bukan di setiap terjadi pengkonsumsian bahan habis pakai. Model pencatatan bahan habis pakai ini lazim digunakan karena karena konsumsi atas bahan habis pakai dilakukan dalam jumlah kecil tetapi kontinyu sehingga dianggap tidak praktis jika pencatatan dilakukan setiap terjadi pengkonsumsian.