• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM TENTANG IBADAH HAJ

E. Dam dan Macam-macamnya

Ibadah haj i t elah memiliki at uran yang lengkap dan prosedur yang j elas. Ada yang berupa waj ib haj i, yang kalau t idak dikerj akan maka ibadah haj i t ersebut menj adi t idak sah dan bat al sama sekali. Ada yang merupakan rukun haj i yang menj adi bagian pent ing dari ibadah haj i, namun j ika t idak t erlaksanakan karena sat u dan lain hal, t idak membat alkan ibadah haj i secara menyeluruh, namun hal t ersebut harus digant i dengan membayar ’ dam’ (denda at au penggant i). Yang dimaksud dengan ’ dam’ di sini ialah menyembelih kurban sebagai penggant i pekerj aan waj ib haj i yang dit inggalkan at au sebagai denda karena melanggar hal-hal yang t erlarang mengerj akannya di dalam ibadah haj i. Memang ada beberapa perbuat an yang dilarang unt uk dilakukan selama beribadah haj i, dan j ika dilakukan maka yang bersangkut an harus membayar denda.

Berikut ini dij elaskan beberapa prilaku dan keadaan yang mengakibat kan waj ibnya mengeluarkan ’ dam’ , sebagai berikut :

(a). Meninggalkan Rukun Haj i

Orang yang meninggalkan salah sat u rukun haj i selain dari wukuf di ’ Arafah, ihramnya t et api t idak bisa halal (selesai) sehingga rukun yang dit inggalkannya it u dikerj akan, karena rukun-rukun yang lain it u memiliki

wakt u yang cukup luas. Mengenai j umlah dam bagi orang yang ket inggalan hadir di Padang ’ Arafah ialah dengan menyembelih seekor kambing. Ini berdasarkan ayat 196 surah al-Baqarah dari al-Qur’ an yang art inya: ’ maka j ika kamu t erkepung (t erhalang oleh musuh at au karena sakit ), maka sembelihlah kurban yang mudah didapat . ’

(b). Mengerj akan ihram t amat t u’ at au qiran

Ini maksudnya orang yang mengerj akan umrah dan haj i secara bersamaan, at au secara berurut an dalam musim yang sama, maka ia waj ib membayar denda, dalam bent uk menyembelih seekor kambing. Kalau yang bersangkut an t idak sanggup, maka ia waj ib berpuasa t iga hari di wakt u ihram, dan t uj uh hari lagi sesudah pulang ke negerinya.

a) Meninggalkan ihram dari miqat b) Meninggalkan melont ar j umrah

c) Meninggalkan bermalam di Muzdalifah

d) Meninggalkan t awaf wada’ (t awaf perpisahan), dan e) Meninggalkan bermalam di Mina.

f) Bercukur at au menghilangkan t iga helai rambut at au lebih, g) Memot ong kuku,

h) Meminyaki rambut ,

i) Memakai pakaian yang berj ahit ,

j ) Memakai harum-haruman, baik di badan maupun pakaian, k) Bercumbu dan berset ubuh sesudah t ahalul pert ama. 28

Unt uk poin (h) dan berikut nya denda at au penggant i yang harus dipenuhi bersifat opsional, dalam art ian boleh memilih dari opsi-opsi yang ada. Pilihan t ersebut adalah (1) menyembelih seekor kambing, (2) puasa

28

Lihat H. Sutar cs. Tuntunan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Indah, 2006), hal. 155-167.

t iga hari, at au (3) bersedekah t iga gant ang (9, 3 lit er) makanan kepada enam orang miskin. Hal ini didasarkan kepada ayat al-Qur’ an:

... Ji ka ada di ant aramu yang sakit at au ada gangguan di kepal anya (l al u i a bercukur), maka waj ibl ah at asnya berf idyah, yait u berpuasa, at au bersedekah, at au berkurban.29

l). Berset ubuh sebelum t ahallul awal .

30

n). Terkepung (t erhambat , t erhalang). m). Membunuh buruan (binat ang liar).

31 F. Hikmah dan Tujuan Ibadah Haji

Ibadah haj i merupakan bagian t erpent ing, bahkan puncak, dari peribadat an seorang Muslim unt uk mendekat kan diri dan mengabdi kepada Allah Yang Maha Kuasa. Ibadah haj i memiliki hikmah dan t uj uan yang banyak dan t inggi, sebagian besar malah t idak dinyat akan secara eksplisit oleh Allah dan rasul-Nya. Masing-masing j ama’ ah haj i biasanya mendapat kan hikmah yang sering berbeda-beda namun hampir semuanya menyat akan bahwa mereka memperoleh hikmah yang luar biasa.

Di ant ara hikmah disyari’ at kannya ibadah haj i yang dinyat akan yang dij elaskan oleh Nabi Muhammad SAW. adalah unt uk membersihkan j iwa

29

Surah al-Baqarah ayat 196. Lihat Departemen Agama Republik Indonesia. Al-

Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: Gema Risalah, reprint, 1992), hal. 47.

30

Dam untuk pelanggaraan ini lebih berat dibanding setelah tahallul awal, yaitu dalam bentuk wajib menyembelih seekor unta, atau sapi, atau tujuh ekor kambing. Lihat H. Sutar cs. Tuntunan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Indah, 2006), hal. 155-167.

31

Lihat H. Sutar cs. Tuntunan Praktis Ibadah Haji dan Umroh (Surabaya: Indah, 2006), hal. 155-167.

dari pengaruh dosa dan kesalahan sehingga mampu dan layak menerima kemuliaan Allah di akhirat kelak, sebagaimana sabdanya:

Orang yang mel aksanakan haj i ke Bait ul l ah ini, dan t idak berkat a kot or dan t idak pul a f asiq, maka ia t erbebas dari dosa-dosanya sepert i pada hari ia dil ahirkan ibunya.32

Penyel enggaraan ibadah haj i bert uj uan unt uk memberikan pembinaan, pel ayanan dan perl indungan yang sebaik-baiknya mel al ui sist em dan manaj emen penyel enggaraan yang baik at ar pel aksanaan ibadah haj i dapt berj al an dengan aman, t ert ib, l ancar, dan nyaman sesuai dengan t unt unan agama sert a j amaah haj i dapat mel aksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperol eh haj i mabrur.

Undang-undang nomor 17 t ahun 1999 t ent ang Penyelenggaraan Ibadah Haj i menyebut kan secara eksplisit bahwa seluruh rangkaian penyelengaraan ibadah haj i bert uj uan agar j ama’ ah haj i dapat melaksanakan ibadah haj i secara mandiri sehingga diperoleh haj i mabrur. Selengkapnya ayat ini berbunyi:

33

Tidak ada bal asan unt uk haj i mabrur kecual i surga.

Memang ’ haj i mabrur’ langsung dinyat akan Nabi sebagai t uj uan ut ama pelaksanaan ibadah haj i dan akan mendapat kan imbalan menj adi bagian dari manusia yang akan masuk surga, sebagaimana sabdanya:

34

32

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim serta dikutip dari dari Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi. Pedoman Hidup Seorang Muslim (Madinah: Maktabat al-’Ulum wa al-Hikam, 1419 H.) hal. 476.

33

Pasal 5 Undang-Undang no. 17 tahun 1999.

34

Ini merupakan hadits shahih yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim serta dikutip dari dari Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi. Pedoman Hidup Seorang Muslim (Madinah: Maktabat al-’Ulum wa al-Hikam, 1419 H.) hal. 478.

Apakah yang dimaksud dengan ’ haj i mabrur’ ? Kat a ’ mabrur’ berasal dari bahasa Arab, yang mempunyai dua makna. Pert ama, berart i baik, suci dan bersih. Kedua, berart i dit erima dan mendapat ridha Allah SWT. Dengan demikian ’ haj i mabrur’ dapat diart ikan sebagai haj i yang baik dan mendat angkan kebaikan bagi pelaku dan orang-orang di sekelilingnya. Menurut para ulama haj i mabrur adalah haj i yang t idak dicampuri dosa- dosa. Ini berart i bahwa kebaj ikan haj i yang diperoleh mereka yang melakukannya t elah membent engi diri mereka dari dosa dan kemaksiat an, baik kecil apalagi besar. Orang yang mendapat kan haj i mabrur akan semakin kuat imannya sert a semakin meningkat ibadah dan amalannya.35

Hikmah pelaksanaan ibadah haj i bukan saj a dirasakan secara pribadi dan perorangan oleh yang melaksanakan rukun Islam kelima ini, namun ibadah haj i bisa mendorong t erj adinya perubahan dalam suat u masyarakat . Pada zaman kolonial Belanda, pemerint ahan penj aj ahan pada wakt u it u pernah berusaha menghal angi umat Islam Indonesia unt uk pergi melaksanakan ibadah haj i ke t anah suci dengan berbagai cara dan alasan. Salah sat u alasan kebij akan t ersebut adalah kenyat aan sej arah bahwa gerakan kemerdekaan dan ant i penj aj ahan pada umumnya dilakukan oleh mereka yang t elah melaksanakan ibadah haj i dan yang menyerap semangat

35

Prof. Dr. Nurcholish Madjid (ed). Ensiklopedi Islam untuk Pelajar (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), jilid 2, hal. 73.

kebebasan dan gerakan kemerdekaan di t anah suci selanj ut nya menyebarluaskan dan memperj uangkannya set elah kembali ke t anah air.36

Semua (ibadat )it u unt uk menguat kan rasa persat uan ant ara beberapa gol ongan yang berdekat an. Semua it u bl eum cukupunt uk permusyawarat an bagi sedunia Isl am, diadakan permusyawarat an ’ al am Isl ami seumumnya, agar dihadiri ol eh segal a ut usan baik dari Barat at au dar i Timur, dari Sel at an dan dari Ut ara, dengan t idak memandang bangsa dan warna. Mereka hendakl ah berpakai an sama, berkumpul dal am sat u saat pada sat u t empat , yait u di padang ’ Araf ah dan di Mina, dengan t idak membedakan kaya dan miski n, mul ia dan hina, raj a dan hamba. Dal am pert emuan yang amat besar it u dapat l ah mereka berkenal -kenal an sat u sama l ai n, dan bert ambah t eguhl ah persat uan dan persaan percaya mempercayai. Mengenai hikmah haj i ini, H. Sulaiman Rasyid menguraikannya dengan sangat menarik dan menganggapnya sebagai ’ kongres akbar umat Islam sedunia’ . Unt uk j elasnya dikut ipkan berikut ini pernyat aan beliau secara lebih lengkap:

37

Semangat keislaman universal, at au apa yang dulunya dikenal sebagai ’ Pan-Islamisme’ , sepert i yang ingin dicapai dengan rangkaian ibadah haj i t ersebut , inilah yang dit akut i oleh kaum penj aj ah dan mereka yang membenci keberhasilan sert a mengkhawat irkan kekuat an umat Islam global. Dalam kait an menent ang menyebarnya Pan-Islamisme inilah

36

Ulasan yang kritis dan komprehensif dapat dilihat dalam H. Aqib Suminto.

Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor Inlandsche zaken (Jakarta: LP3ES, 1986),

terutama hal. 92-98.

37

H. Sulaiman Rasyid. Al-Fiqh al-Islami: Fiqh Islam (Jakarta: Penerbit At- Tahiriyah, 1954), hal. 266-267.

pengawasan bahkan pembat asan, dilakukan kepada para haj i, t erut ama yang bermukim dan menunt ut ilmu di t anah suci.38

Memang haj i t elah menj adi st at us sosial. It u karena, ant ara lain, orang yang berhaj i dianggap orang Islam yang t elah menunaikan rukun Islam secara lengkap kelima-limanya. Selain it u, karena melaksanakan ibadah haj i memerlukan biaya yang t idak sedikit , mereka yang mampu berhaj i, dianggap mereka yang berada dan berhasil dari segi ekonomi. Oleh karenanya, mereka t ermasuk manusia yang menerima anugerah lebih dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Adalah ironis mengingat haj i ingin menanamkan nilai luhur ke dalam sukma manusia yang berhasil menunaikannya, t ernyat a

Meskipun demikian, banyak pengamat yang menyesalkan ada dan berkembangnya berbagai persepsi yang keliru dan sikap yang kurang t epat t erhadap ibadah haj i. ’ Haj i’ menj adi st at us sosial yang dilembagakan, bahkan menj adi gelar at au t it el yang disegani dalam masyarakat dan memperoleh pra-anggapan sebagai orang sal eh dan t akwa, oleh karenanya harus diist imewakan. Salah sat u dari sifat haj i ’ mabrur’ adalah kerendahan hat i dan keset iakawanan sosial, namun t idak sedikit orang yang menunaikan ibadah haj i dengan t uj uan unt uk meningkat kan st at us sosial sert a agar lebih t erpandang dalam lingkup komunit asnya.

38

Uraian lebih gamblang telah banyak diungkap, yang terutama diantaranya adalah H. Aqib Suminto. Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor Inlandsche zaken (Jakarta: LP3ES, 1986).

bagi sebagian malah menj erumuskannya menj adi lebih berbangga dan sombong, sert a berj arak dengan kelompok awam masyarakat nya.39

39

Lihat, antara lain, tulisan dan hasil wawancara Masdar Farid Mas’udi yang berjudul ‘Ironis, Haji menjadi Status Sosial yang Dilembagakan.’ yang dapat diakses dari http://islamlib.com/id/index.

BAB III