• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 Ringkasan Dampak Lingkungan dan Dampak Buruk Sosial yang Signifikan

5.5 Dampak-dampak Sosial

5.5.1 Lokasi-lokasi WTP (Warga Terkena Proyek)

132. Dampak sosial potensial dapat dikategorikan ke dalam terkait pemukiman-ulang (sejak kini

disebut lokasi WTP) dan persoalan sehubungan non-pemukiman-ulang (seterusnya disebut lokasi-lokasi non-WTP). Survey sensus pendahuluan dilaksanakan di lokasi-lokasi proyek antara April sampai Oktober

201045. Karena rincian batas-batas wilayah pekerjaan proyek belum difinalisasi pada saat itu, sensus dan

konsultasi pendahuluan mempertimbangkan daerah-daerah yang mungkin berpotensi terdampak. Dari survey pendahuluan, tujuh lokasi telah dikenali akan memiliki potensi pemukiman ulang sehubungan

dengan kegiatan pengerukan dan/atau pekerjaan tanggul46. Himpunan data awal dari survey sensus

pendahuluan mencatat 2513 unit bangunan berpotensi terkena proyek (per Januari 2011), yang mana dihuni oleh 2369 keluarga, atau 6507 orang.

133. Kira-kira 53% keluarga pada tujuh lokasi WTP di awal identifikasi telah tinggal disana selama

lebih dari 10 tahun, 66% memiliki KTP Jakarta, dan 45% tinggal di bangunan tak permanen. Kira-kira 82% keluarga bekerja di sektor informal (buruh, sopir, petani, nelayan, pedagang kecil, dan pekerjaan lain). Kira-kira 13% keluarga membangun rumah mereka di tanah mereka sendiri, sementara sisanya menduduki tanah pemerintah. Kira-kira 82% bangunan mereka sendiri dan 8,5% adalah penyewa. Informasi tentang jumlah pemilik liar (baik yang menduduki tanah maupun tidak), dan perambah belum tersedia. Kategori ini akan dikonfirmasi lagi selama perbaikan sensus survey. Distribusi geografis tentang orang dan bangunan yang terkena proyek dipusatkan pada empat dari tujuh lokasi, yaitu Sunter Atas dan Kanal Banjir Barat, Kali Pakin-Kali Besar-Jelakeng dan Krukut Cideng, yang mewakili 2253 bangunan atau hampir 90% dari total bangunan yang terkena yang meliputi hampir 88% WTP. Lokasi berpenduduk paling padat ada di Krukut-Cideng dan Pakin-Kali Besar-Jelakeng, sementara WBC dan Sunter Atas

44

Ijin Lingkungan untuk sumber tanah merah akan diperiksa oleh Konsultan Pengawas.

45

Sensus lanjutan juga dilakukan antara November 2010 dan Januari 2011 di lokasi tambahan (Kali Sentiong-Sunter) setelah revisi disain dihasilkan dalam identifikasi WTP.

46

Kali Sentiong-Sunter, Waduk Sunter Utara, Kanal Banjir Barat, Kanal Banjir Sunter Atas, Kali Pakin-Kali Besar-Jelakeng, Kali Angke Bawah, dan Krukut-Cakung.

adalah dua lokasi yang memiliki jumlah terbesar bangunan terkena dan WTP. Keduanya terdiri dari 1350 bangunan atau 54% dari total bangunan yang terkena dampak yang meliputi 3828 WTP atau hampir 52% dari total WTP. Distribusi geografis dari bangunan dan WTP diberikan dalam Gambar 5-1.

Gambar 5-1 Jumlah Potensial Orang-orang yang Terkena (Bangunan dan Jumlah Kepala Keluarga)

134. Mengurangi dampak. Usaha-usaha signifikan telah dibuat untuk meminimalisir jumlah WTP,

awalnya melalui pemilihan hati-hati pada ruang lingkup pekerjaan – menyeimbangkan antara memilih bagian prioritas pada kanal dan waduk untuk dampak pengendalian banjir dan mengurangi potensi WTP. Mengikuti survey sensus awal, usaha selanjutnya diadakan melalui proses iterasi/perulangan untuk mengadopsi disain teknis dan pemilihan metodologi pekerjaan untuk mengurangi dampak. Berdasar pada disain teknis terinci terbaru dan verifikasi lapangan47 pada April 2011, sekarang diperkirakan bahwa

enam48dari 15 lokasi proyek akan meliputi pemukiman ulang secara terpaksa, dan jumlah bangunan yang

terkena telah dikurangi dari 2513 unit (dihuni 6507 orang) menjadi 1109 unit (dihuni 5228 orang) – seperti diringkaskan dalam Tabel 5-2.

47

Dilakukan oleh konsultan persiapan proyek yang disewa oleh PMU.

48

Dengan menghindari pemukiman ulang secara terpaksa di lokasi Kali Angke Bawah (lihat catatan kaki 46 untuk daftar awal). 0 500 1000 1500 2000 2500

Table 5-2 Perkiraan Bangunan dan Warga Terkena di Lokasi-Lokasi Proyek

Paket Lokasi Populasi Wilaya Perkiraan bangunan yg terkena (May 2011) Perkiraan orang yg terkena (Mei 2011) 1 (DKI)

Kali Ciliwung-Gunung Sahari 156.663 - -Waduk Melati (Kali Gresik &

Cideng Hulu) 39.650 - -2a (Dirjen Sumberdaya Air)

Kanal Banjir Cengkareng Floodway (termasuk sisi laut)

251.312 -

-2b (Dirjen Sumberdaya

Air)

Kanal Banjir Sunter Bawah.Note 1 230.742 -

-3 (Dirjen

Cipta Karya)

Kali Cideng Thamrin(Kali lingkar jalan)

92.668 -

-4 (DKI)

Kali Sentiong-Sunter (termasuk Kanal Ancol)

277.610 104 547 Waduk Sunter Utara (Jalan

keluar Waduk)

78.383 42 165

Waduk Sunter Selatan 119.283 - -Waduk Sunter Timur III 70.696 - -5

(Dirjen Cipta Karya)

Kali Tanjungan 64.842 -

-Kali Angke Bawah 184.345 -

-6 (Dirjen Sumberdaya

Air)

Kanal Banjir Barat (sisi laut) 65.027 593 2.838 Kanal Banjir Sunter AtasNote 1 130.630 63 368

7 (DKI)

Kali Grogol – Sekretaris 160.174 - -Kali Pakin – -Kali Besar –

Jelakeng

153.709 127 481 Kali Krukut CidengNote 2 80.470 180 829 Kali Krukut LamaNote 2

Total 2.156.202 1.109 5.228 Total tanpa tumpang tindih

kelurahan

1.794.096

135. Lokasi-lokasi terkait proyek. Seperti didiskusikan dalam Bagian 2.3, lokasi terkait proyek

diidentifikasi berdasar pada keterkaitan hidrolika dan fisik langsung pada lokasi JUFMP. DKI Jakarta baru-baru ini tak mempunyai rencana khusus bagi pekerjaan rehabilitasi pada lokasi-lokasi terkait ini. Meskipun demikian, DKI Jakarta akan menerapkan persyaratan OP 4.12 dalam kejadian bahwa kegiatan terkait dilaksanakan di lokasi terkait49. Karena tak ada rencana khusus bagi lokasi terkait, tak mungkin menentukan jumlah orang yang terkena proyek pada saat ini. Berdasarkan survey cepat yang dilaksanakan

pada 200950, perkiraan kasar bangunan yang dapat dipengaruhi adalah 8150 bangunan (90% ada di lokasi

terkait tunggal, yaitu di Waduk Pluit). Ini harus dianggap hipotesa maksimum – jumlah bangunan yang

49

Kegiatan terkait seperti diartikan oleh kriteria untuk mengenali lokasi terkait dalam OP 4.12.

50

terkena proyek akan menjadi lebih kecil sekali pertimbangan pengurangan dampak diperhitungkan dalam disain, dan khususnya jika Waduk Pluit tidak dimasukkan.

136. Pekerjaan pemeliharaan. Dimengerti bahwa DKI Jakarta telah melakukan dan akan melakukan

kegiatan pemeliharaan di lokasi terkait proyek, yaitu, pembersihan sampah di badan air dan memperbaiki beberapa bagian waduk sebagaimana diperlukan. Sejauh ini, DKI Jakarta selalu menghindari kerusakan atau keperluan untuk memindahkan struktur selama kegiatan pemeliharaan dengan menggunakan peralatan yang layak dan menghindari daerah-daerah di mana ada struktur. Sebagai contoh, dilaporkan bahwa pada 2010 ada dua lokasi terkait, yaitu, Tubagus Angke dan Anak Kali Ciliwung Utara, ada pemeliharaan kerukan dengan loader backhoe dan peralatan manual pada bagian terpilih untuk menghindari dampak pada bangunan yang menggantung.

5.5.2 Lokasi-lokasi non-WTP

137. Baru-baru ini, sembilan dari 15 lokasi proyek didisain sebagai lokasi-lokasi non-WTP - seperti

diringkaskan dalam Tabel 5-2. Meskipun demikian, di empat lokasi, yaitu Waduk Cengkareng, Kanal Banjir Sunter Bawah, Kali Ciliwing-Gunung Sahari, dan Kali Grogol-Sekretaris, akan ada dampak pada operator dan pemilik 19 perahu lintas selama konstruksi. Dampak sosial potensial dari pengerukan dan rehabilitasi tanggul di lokasi proyek akan kebanyakan terjadi selama konstruksi. seperti gangguan selama mobilisasi alat berat dan transportasi material lumpur ke lokasi pembuangan (termasuk sampah padat); kebisingan; bau busuk; kemacetan lalu lintas, dan kecelakaan lalu lintas; kerusakan jalan lokal; kehilangan pendapatan sementara bagi perahu pemulung yang memuat sampah dari kanal, dan bagi operator dan pemilik perahu lintas. Karena dampak ini akan sementara pada sejumlah relatif kecil pemilik/operator perahu di tiap kanal yang disebutkan di atas, DKI Jakarta akan melaksanakan konsultasi intensif dengan mereka untuk mendapat solusi praktis selama konstruki sehingga mereka akan mampu selama mungkin melanjutkan kegiatan mereka. Sebelum mulai konstruksi, DKI Jakarta akan melakukan verifikasi survey lapangan, untuk menegaskan kembali bahwa lokasi-lokasi non-WTP tetap bebas dari WTP di dalam daerah dampak subproyek.

5.5.3 Dampak sosial non-pemukiman-ulang yang potensial.

138. Potensi dampak sosial yang tak berhubungan dengan pemukiman ulang dikenali selama

konsultasi AMDAL dan Diskusi Kelompok Fokus (FGD) - lihat Pasal 9 untuk rincian konsultasi. Salah satu isu utama yang muncul selama konsultasi sehubungan dengan "persepsi dan perhatian" masyarakat pada dampak proyek. Masyarakat khawatir jika proyek mengharuskan mereka untuk pindah, dan jika demikian, mereka ingin untuk dikompensasi secara layak. Ini mungkin karena kebanyakan mereka adalah penghuni liar yang miskin, dan DKI Jakarta di waktu lampau telah merelokasi atau menggusur penghuni liar tanpa kompensasi atau hanya dengan jumlah kecil hibah sosial (lihat kotak pada akhir pasal ini untuk diskusi praktek penggusuran terbaru di Jakarta). Masyarakat juga khawatir bahwa mereka tak bisa berkonsultasi secara patut, diberitahukan dengan baik sebelum konstruksi, dan tak bisa menyampaikan keluhan, aspirasi dan usulan mereka selama konstruksi kepada manajemen proyek dan kontraktor. Masyarakat mengharapkan bahwa proyek akan memakai mereka selama konstruksi, untuk berpartisipasi dalam kegiatan pemilihan sampah untuk memperoleh sampah yang bernilai ekonomis. Dalam hampir semua lokasi proyek, studi AMDAL menyatakan bahwa konstruksi hanya akan mampu menyediakan sejumlah kecil pekerjaan dibandingkan potensi jumlah tenaga kerja yang tersedia di masyarakat. Sebagai contoh, di waduk Sunter Utara, Sunter Timur III, dan Sunter Selatan, diperkirakan bahwa proyek akan

menyediakan 294 pekerjaan gaji-rendah (buruh) selama 12 bulan, yang kira-kira 6,5% dari tenaga kerja51. Untuk Sunter Atas, diperkirakan bahwa proyek hanya akan menambah total kesempatan pekerjaan yang tersedia kira-kira 0,024% dari kesempatan pekerjaan yang tersedia. Studi mengantisipasi bahwa kontraktor akan membawa pekerja terlatih dari luar daerah yang akan mengoperasikan peralatan pengerukan teknologi tinggi. Selanjutnya, masyarakat memprihatinkan bahwa selama konstruksi lingkungan hidup mereka akan diganggu dan dirusak oleh pengelolaan tak wajar pada pembuangan sementara dan transportasi material kerukan, yang menyebabkan ketaknyamanan karena jalan lokal yang rusak, debu, bau busuk, tumpahan material kerukan, bertambahnya kemacetan jalan, dan kebisingan dari peralatan dan truk.

5.5.4 Penggusuran selama periode Persiapan Proyek JUFMP

139. Selama persiapan proyek, paling kurang lima penggusuran utama terjadi di wilayah-wilayah yang

berdekatan dengan lokasi proyek JUFMP, yaitu Taman BMW, Kemiri, Tambora VI dan VIII, dan Priok, karena beberapa alasan yang kelihatannya tak berhubungan dengan proyek. Taman BMW adalah kandidat potensial untuk lokasi pembuangan proyek tapi tidak dipilih karena pertimbangan teknis. Penggusuran di Taman BMW terjadi pada 2008 karena rencana DKI Jakarta untuk membangun stadion olahraga. Penggusuran Priok, yang terletak kira-kira 1 km di barat laut mulut Kanal Banjir Sunter Bawah, dihubungkan dengan relokasi pekuburan yang dipercaya memiliki nilai budaya dan spiritual. Lokasi Kemiri, Tambora VI dan Tambora VIII berdekatan dengan lokasi proyek. Penggusuran terjadi bagi para pedagang yang melakukan kegiatan sepanjang bahu jalan inspeksi di kali Cengkareng dekat pasar Kemiri, dan sepanjang bahu jalan Tambora VI dan VIII (sehubungan dengan lokasi proyek Pakin-Kali Besar-Jelakeng). Penggusuran di lokasi-lokasi ini sudah lama direncanakan oleh Kotamadya Jakarta Barat. Penggusuran dilakukan setelah proses konsultasi panjang antara para pedagang dan Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat tentang pilihan lokasi relokasi, tapi sayang sekali, gagal mencapai kesepakatan tentang relokasi. Penggusuran terpaksa di luar pasar Kemiri pada para pedagang informal yang berjualan sepanjang jalan pada sisi sungai (rencana awal pada 2007, penggusuran sebenarnya terjadi pada Desember 2008) karena kemacetan lalu lintas dan keluhan oleh penyewa pasar Kemiri formal terhadap pedagang informal sepanjang bahu jalan inspeksi yang lebih gampang dimasuki oleh pembeli. Penggusuran di Tambora VI (rencana awal September 2007, penggusuran sebenarnya pada Desember 2008) terjadi untuk menegakkan kendali ketertiban publik atas bisnis ilegal, dan memulihkan fungsi sungai dan bahu jalan kembali pada kondisnya semula. Penggusuran di Tambora VIII pada February 2009 terjadi setelah ijin tahunan untuk para pedagang habis dan untuk mengurangi kemacetan lalu lintas.

140. Mempertimbangkan kedekatan lokasi Kemiri, Tambora VI dan Tambora VIII dengan lokasi

JUFMP, maka Pemerintah Kotamadya Jakarta Barat (dengan dukungan dari Bank Dunia) melakukan Studi Investigasi52(Tracer Studies) untuk menilai dampak penggusuran dan potensi keterkatian dengan JUFMP. Tim Bank mengadakan kunjungan lapangan dan mendiskusikan tindakan pemulihan yang mungkin dengan Pemkot Jakbar bagi orang-orang yang tergusur yang kembali. Mereka mengaku bahwa mereka telah menawarkan lokasi relokasi alternatif sebelum penggusuran dan tawaran ini masih berlaku

51

Laporan tidak menyediakan informasi jelas apakah total tenaga kerja yang dipakai dalam analisa hanya terdiri dari tenaga kerja yang sepenuhnya menganggur, atau termasuk tenaga kerja pengangguran secara sebagian.

52

Laporan studi penjejakan yaitu, "Studi Jejak di Tambora VI dan Tambora VIII" dan "Studi Kasus Penggusuran di Jalan Inspeksi Kali Cengkareng" tersedia dalam berkas proyek.

setelah penggusuran (ketika studi penjejakan dilakukan), tapi para pedagang/penjual tak mau pindah ke lokasi yang ditawarkan. Berdasar pada bukti dokumen dan wawancara yang dilakukan di lokasi-lokasi ini setelah penggusuran, penelitian menegaskan bahwa proses penggusuran ini telah dimulai secara signifikan sebelum pemulaian diskusi JUFMP bersama Pemerintah, dan alasan-alasan bagi penggusuran

tak dihubungkan dengan JUFMP. Lampiran 2menunjukkan lebih rinci ringkasan studi penjejakan.

Kotak: Penggusuran di Jakarta

Sejarah perkembangan penggusuran

Penggusuran telah menjadi kebijakan dan praktek yang sudah berjalan lama dari Pemerintah DKI Jakarta dalam memiliki kembali terutama tanah pemerintah untuk pembangunan proyek demi kepentingan umum. Pelaksanaan penggusuran telah berkembang dari waktu ke waktu dengan trend bahwa penghuni ilegal lebih baik diperlakukan dengan pendekatan yang lebih manusiawi. Selama Era (Soeharto) Orde Baru penggusuran dilakukan dengan cara yang lebih kasar, dimana konsultasi dengan penghuni ilegal tidak dilakukan, dan tidak ada kompensasi disediakan. Bahkan selama masa jabatan mantan Gubernur, pemerasan keras dan cara kasar merajalela. Hari ini, instruksi untuk menggusur diberikan atas dasar ketertiban masyarakat dengan memakai Aturan Pemerintah Lokal no. 9 tahun 2007. Penggusuran diharuskan oleh berbagai aktor, misalnya Perusahaan Kereta Api untuk membersihkan jalan kereta api, Kantor Pekerjaan Umum untuk melindungi jalan dan saluran air, kantor Gubernur atau Walikota demi ketertiban masyarakat, ruang/parkir publik, taman, kelancaran lalu lintas, atau hanya menanggapi keluhan masyarakat. Pemerintah menyetujui penggusuran dan Kotamadya bertanggungjawab atas pelaksanaan, menggunakan Trantib untuk melaksanakan perintah publik demikian.

Evolusi praktek penggusuran

Penggusuran terbaru melibatkan beberapa tingkat konsultasi, peringatan yang lebih baik (paling kurang 3 kali pemberitahuan sebelum tanggal penggusuran), promosi pembongkaran-sendiri bangunan (untuk penyelamatan harta yang dapat dipakai lagi), jumlah ganti rugi, dan dalam beberapa kasus, paket pemukiman ulang. Paket menawarkan rangkaian pilihan bergantung pada lokasi dan karakteristik masyarakat, misalnya: (i) subsidi relokasi dengan pemilihan pasar formal yang meliputi 6 bulan bebas sewa bagi pedagang; (ii) paket 'bantuan sosial' atau uang kerohiman yang meliputi ongkos pemukiman ulang, atau ongkos transportasi untuk kembali ke rumah di desa, atau ganti rugi bangunan (bervariasi antara 50-110 US$); dan dalam beberapa kasus, (iii) subsidi biaya rendah perumahan, juga dalam beberapa kasus pengecualian, (iv) pelatihan ketrampilan. Jika penggusuran direncanakan pada lokasi-lokasi yang sebelumnya dibersihkan, penggusuran paksaan dilakukan tanpa kompensasi. Perhatian terhadap penggusuran berhubungan dengan manajemen dan perlindungan lokasi yang telah dibersihkan dari pendudukan kembali, dan DKI Jakarta tak mempunyai sistim data dasar yang dapat menjejaki mereka yang sudah dapat ganti rugi yang mungkin telah pindah ke tanah publik lain.