• Tidak ada hasil yang ditemukan

197. Bagian ini meringkaskan dua daerah penting sehubungan persoalan pengelolaan lingkungan dan

sosial proyek yang dapat menimbulkan risiko kepada reputasi JUFMP dan/atau Bank Dunia selama pelaksanaan proyek, dan menjelaskan tindakan yang dimaksud akan diambil untuk mengelolal dan

meminimalisir risiko-risiko ini74. Harus dicatat bahwa tindakan yang diambil oleh proyek untuk

menanggapi resiko reputasional tak akan secara sempurna menyingkirkan risiko-risiko ini. Tapi mereka menyampaikan cara nyata dan jelas untuk mengurangi risiko atau mengelolanya hingga tingkat yang dapat diterima.

198. Seperti dijelaskan dalam pasal-pasal lebih awal dari laporan ini, persiapan proyek telah menjalani

proses penilaian lingkungan dan sosial yang mendalam dan cukup komprehensif. Ini ditujukan pertama untuk memperbaiki keberlanjutan kegiatan proyek dan hasil proyek, dan kedua menjamin kesesuaian dengan aturan pemerintah Indonesia dan Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Sosial Bank Dunia sendiri. Meskipun semua rencana, tindakan dan rancangan pelaksanaan dan institusional, perlindungan

74

Bagian ini tidak meringkaskan Kerangka Penilaian Risiko Operasional (ORAF) untuk proyek secara keseluruhan. ORAF yang membentuk bagian dari Dokumen Penaksiran Proyek (PAD) menyampaikan kerangka penilaian risiko yang lebih luas untuk proyek ini.

lingkungan dan sosial ada khusus, risiko-risiko yang dapat dihubungkan denga proyek tetap apa. Ini akan dipantau, dikelola dan diminimalisir di seluruh pelaksanaan proyek. Bagaimanapun juga, ada tiga kunci penting kegiatan yang tidak secara langsung dalam pelaksanaan tanggungjawab pelaksanaan proyek yang walaupun demikian dapat menimbulkan risiko pada reputasi JUFMP dan/atau Bank Dunia selama pelaksanaan. Ini didiskusikan di bawah.

Risiko-risiko sehubungan dengan kegiatan non-proyek di atau dekat lokasi proyek.

199. Kegiatan proyek JUFMP berlangsung di daerah perkotaan Jakarta yang sangat padat penduduk.

Proyek mempunyai tujuan, lingkup dan batas yang diartikan dengan jelas. Akan tetapi, di lokasi yang sangat padat penduduk, sangat mungkin pembangunan proyek dan kegiatan lain yang tak berhubungan dengan proyek akan terjadi di dalam atau dekat sekali dengan beberapa lokasi proyek selama periode

pelaksanaan proyek75. Contoh-contoh kegiatan ini bisa meliputi kegiatan pengerukan dan pekerjaan

lainnya di kanal-kanal yang tak terkait proyek, atau kegiatan penghijauan yang dapat melibatkan penanaman keras dan lembut.

200. Kegiatan bukan proyek bisa memiliki berbagai standar dan proses untuk uji tuntas bagi pekerjaan

dan untuk keuntungan sosial kepada potensial orang-orang yang terkena proyek dibandingkan dengan yang dapat diterapkan untuk proyek. Ada risiko bahwa kedekatan fisik rapat pada kegiatan bukan-JUFMP dapat disalahasosiasikan dengan JUFMP oleh publik dan pemegang saham. Di satu pihak, ini dapat menuntun pada harapan yang keliru atas penerapan tindakan perlindungan lingkungan dan sosial khusus-proyek, termasuk hak khusus-proyek dan keuntungan kepada orang-orang yang terkena proyek. Di pihak lain, tiap potensi tindakan pengelolaan lingkungan dan sosial yang buruk yang sedang dilaksanakan di kegiatan sehubungan bukan-proyek dapat disalah-kenakan pada JUFMP dan/atau Bank Dunia.

201. Berbagai tindakan akan diambil untuk mengendalikan dan mengurangi risiko-risiko ini:

• Komunikasi efektif akan diletakkan pada tempatnya. Terutama, pusat informasi publik yang

berbasis di kantor lokasi proyek (POSKO) akan dipelihara pada tiap lokasi proyek. Ini akan berfungsi sebagai alat primer untuk menyebarkan rincian informasi proyek kepada masyarakat lokal;

• Tanda-tanda petunjuk (dalam Bahasa Indonesia) akan ditaruh di tempat-tempat yang layak di

lokasi proyek yang merinci batas proyek, kegiatan terkait proyek dan informasi kontak;

• Di mana layak, pagar sementara dan cara lain akan dipakai untuk membuat batas proyek;

• Unit Penanganan Keluhan basis-lokasi di POSKO akan melayani sebagai garis depan proyek

sistim penyelesaian keluhan76, yang memberikan jalan masuk lokasi bagi publik untuk memuat keluhan, dan jika mungkin tiap salah pengertian dan/atau keluhan ditanggapi secara cepat dan lokal;

75

Harus dicatat secara khusus bahwa mandat dan prioritasnya DKI Jakarta meliputi hal berikut: (i) memperluas seluruh rencana pembangunan infrastrukturnya yang bisa meminta penggunaan tanah pemerintah dan/atau pengadaan tanah pribadi, (ii) menegakkan rencana pemakaian tanahnya secara konsisten, yang sebagai akibatnya dapat menuntun kepada pemukiman kembali penghuni informal di tanah pemerintah (termasuk di/sekitar kali) dan mereka yang tak ada ijin bangunan, dan (iii) memperluas ruang hijau Jakarta dari kini 9% hingga mencapai standar minimum 20% dari total wilayah administratifnya.

76

Konsultan Pengawasan ditugaskan untuk mengembangkan, mengoperasikan dan melaksanakan unit penangana n keluhan di lokasi (yaitu POSKO) di tiap lokasi pekerjaan. Ketentuan fasilitas POSKO (yaitu ruang kantor portabel) dimasukkan ke dalam kontrak kerja kontraktor.

• Konsultan Proyek juga ditugaskan dengan pemantauan reguler pada lokasi terkait proyek juga lokasi dengan lokasi JUFMP, dan melaporkan kegiatan tanda yang relevan. Ini akan menyediakan pemberitahuan sebelumnya kepada PIU, PMU dan Bank Dunia untuk membolehkan koordinasi dan tindakan untuk mencegah miskomunikasi dan salah asosiasi kepada JUFMP.

Risiko-risiko sehubungan dengan kegiatan di lokasi CDF Ancol

202. Sebagai tempat pembuangan material kerukan utama, CDF Ancol adalah bagian integral proyek

JUFMP. Tanggungjawab pembangunan dan pengoperasian CDF Ancol terletak pada PT PJA, yang bukan entitas pelaksanaan proyek JUFMP. Tak semua kegiatan CDF Ancol secara langsung dihubungkan dengan JUFMP. Sebagai contoh, sementara pekerjaan JUFMP diharapkan menyumbang kira-kira 3,4 juta

m3 material isian untuk CDF Ancol, selanjutnya kira-kira 8,6 juta m3material isian dan kira-kira 400.000

m3 tanah laterit akan diperoleh dari sumber-sumber non-JUFMP (lihat Bagian 5.3). Meskipun demikian,

pemegang saham publik dan lain dapat secara langsung menghubungkan tiap masalah yang mungkin muncul di CDF Ancol dengan JUFMP. Sebagai akibatnya, rancangan dibuat untuk Konsultan Pengawasan memiliki akses ke CDF Ancol dan semua lokasi jauhnya (termasuk lokasi sumber pasir dan tanah merah isian) untuk maksud pengawasan dan pemantauan - lihat bagian 3.7.2 bagi penjelasan rancangan institusional untuk lokasi CDF Ancol. Kegiatan pemantauan dan pengawasan akan membolehkan bagi tindakan dirumuskan dan diambil untuk menanggapi kesalahan pelaksanaan, dan diharapkan mengurangi potensi risiko nama baik PIU, PMU dan/atau Bank Dunia.

203. Pertimbangan khusus adalah potensial untuk dampak buruk di lokasi jauh di bukan sumber materi

isian JUFMP (pasir dan tanah merah), karena dampak demikian akan terjadi diluar pembatas CDF Ancol sendiri. Menyangkut pasir, dampak sehubungan penambangan di laut pada pasir bisa mengganggu biota (terutama organisme benthic) karena penggalian dasar laut, menurunnya mutu air lait di lokasi dan gangguan spesies laut lain yang bisa hadir. Mengenai sumber tanah merah, dampaknya bisa diasosiasikan dengan penyingkiran tanaman puncak tanah, erosi dan transportasi sedimen dan aliran deposito, genangan air di wilayah lubang galian yang ditinggalkan dan tidak direhabilitasi yang menuntun menjadi ladang pembiakan bagi nyamuk dan vektor penyakit lain, dan keamanan stabilitas lereng jika sumber di bukit atau tempat tinggi. Risiko adalah bahwa jika dampak ini cukup keras, mereka dapati diasosiasikan dengan proyek (ketika di pihak lain, proyek JUFMP sendiri telah mengurangi dampak potensial di lokasi jauh oleh menyumbang nilai rendah 3,4 juta m3 material kerukan tak berbahaya, jadi secara signifikan mengurangi jumlah material pasir yang sebaliknya dibutuhkan untuk isian CDF Ancol. Proses AMDAL untuk CDF Ancol meliputi pertimbangan potensi dampak di lokasi jauh dan dokumen AMDAL menegaskan lokasi sumber pasir yang telah memiliki ijin lingkungan yang disetujui (lihat Bagian 5.3). Tanah merah yang diharuskan ditetapkan diperoleh dari sumber tanah dekat Bekasi, Jawa Barat yang juga

beroperasi di bawah ijin lingkungan. SC akan memainkan peran kunci untuk menolong risiko

pengendalian terhadap sumber materi isian yang tak patut. SC akan memeriksa dan menegaskan bahwa penyalur tanah isian memiliki ijin yang diperlukan. Terutama, tanah laterit hanya akan dipakai agak lama-pada saat penutupan akhir reklamasi CDF Ancol. SD akan memastikan lama-pada waktu itu bahwa tanah merah mempunyai ijin lingkungan yang patut. SC juga akan memantau pasir dan lokasi tambah tanah merah yang akan disuplai ke CDF Ancol, dan membangun mekanisme untuk memverifikasi material ini yang betul-betul datang dari lokasi ini. Proyek akan bekerja erat dengan BPLHD DKI untuk menanggapi tiap persoalan yang muncul.

Risiko sehubungan dengan kegiatan reklamasi yang lebih besar di Jakarta

204. Seperti dicatat dalam Bagian 2.6.1, lokasi CDF Ancol adalah daerah reklamasi yang relatif kecil

dan khusus di dalam proses reklamasi jangka panjang dan lebih besar di daerah Ancol Jakarta Utara yang dimulai pada awal tahun 1960-an. PT PJA telah melaksanakan beberapa kegiatan reklamasi ini di waktu lampau (CDF Ancol adalah tahap keempat usaha reklamasi PT PJA di daerah Ancol). Di samping menyumbang material kerukan untuk reklamasi khusus CDF Ancol, JUFMP tidak mendanai juga tak terhubung dengan usaha reklamasi lain di wilayah Ancol. Terpisah dari menyumbang untuk mengurangi keperluan atas material pasir seperti dijelaskan dalam paragraf sebelumnya, JUFMP dalam kerjasama dengan PT PJA juga memperkenalkan praktek perbaikan lingkungan untuk penanganan dan pembuangan material kerukan untuk reklamasi (misalnya melalui pemakaian fasilitas pembuangan tertutup) dan harus menaruh pada tempatnya pemantauan dan pengawasan terancang untuk CDF Ancol. Ada risiko bahwa JUFMP bisa secara salah diasosiasikan oleh publik dan pemegang saham lain sebagai yang bertanggungjawab atas proyek reklamasi lain misalnya yang terjadi di waktu lampau atau hal potensial

yang bisa terjadi di masa yang akan datang77. Dokumen proyek dan penyebaran informasi akan bertujuan

menegaskan dan menjelaskan bahwa keluasan keterkatian JUFMP dalam hal ini adalah dibatasi untuk CDF Ancol.

77

Lampiran 1

Peta Proyek / Project MAP [IBRD 38461]

Lampiran 2 Studi Kasus

Penggusuran di Lokasi Kemiri, Tambora VI dan Tambora VII.

• Kemiri, Tambora VI dan Tambora VIII adalah dua lokasi yang berdekatan dengan lokasi JUFMP.

Penggusuran terjadi pada para pedagang yang melakukan kegiatan sepanjang bahu jalan di depan Kali Cengkareng dekat pasar Kemiri, dan sepanjang bahu jalan Tambora VI dan VIII (diasosiasikan dengan lokasi Pakin-Kali Besar-Jelakeng). Penggusuran di lokasi ini sudah lama diminta oleh Kotamadya Jakarta Barat. Penggusuran terpaksa pasar Kemiri (rencana awal pada 2007, penggusuran pada Desember 2008) adalah karena kemacetan jalan dan kompetisi tak sehat antara konsumen pasar Kemiri "formal" dan pedagang informal yang melakukan usaha sepanjang jalan di sisi sungai. Penggusuran di Tambora VI terjadi untuk menegakkan kendali aturan publik atas usaha ilegal, dan memulihkan fungsi sungai dan bahu jalan ke kondisinya semula. Penggusuran Tambora VIII pada Februari 2009 terjadi setelah ijin tahunan bagi pedagang kadaluwarsa dan untuk mengurangi kemacetan jalan.

• Proses dan dampak penggusuran di dekat Pasar Kemiri. Sebelum penggusuran, ada total 250

bangunan termasuk 80 kios penjual yang menduduki bahu jalan/kali di dan sepanjang jalan inspeksi untuk kali Cengkareng. Beberapa kelihatannya menduduki diatas sungai. Bangunan ilegal ini dan kegiatan perdagangan telah berkembang dari 25 struktur pada tahun 2000, dan menjadi pesaing pada para pedagang di Pasar Kemiri yang terletak melintasi lokasi gusuran. Sejak saat itu, Kotamadya Jakarta Barat membujuk para pedagang untuk keluar dari lokasi ke empat pasar alternatif (dengan 6 bulan sewa gratis), tapi banyak dari mereka telah berkembang sepanjang waktu. Kondisi lalu lintas sepanjang jalan ini makin buruk, dan pedang di pasar Kemiri makin mengeluh karena mereka kehilangan pembeli yang lebih suka pergi ke pasar informal. Sampah padat yang tak dikelola memasuki sistim drainase. Persiapan untuk penggusuran dimulai pada 2007, dan lebih dari tiga surat pemberitahuan dikeluarkan selama proses. Setelah proses konsultatif dengan pedagang mencapai jalan buntu, penggusuran akhirnya diambil pada Desember 2008 oleh Satpol PP dan dibantu oleh polisi. Tidak ada kompensasi yang diberikan. Dalam banyak kasus, penjual berpartisipasi dalam mengangkat bangunan mereka untuk menyeleamtakan material bangunan. Kira-kira dua bulan setelah penggusuran, kegiatan di depan Pasar Kemiri kembali ke kondisi pra-penggusuran. Kebanyakan yang tergusur (80%) telah kembali ke lokasi dan berangsur-angsur menjadi pasar informal lagi, menjual barang tanpa tenda dan kios. Penjual baru juga bergabung dengan pedagang yang digusur. Kegiatan bersifat sama seperti sebelum penggusuran tapi ada pertambahan berbagai barang yang dijual di pasar informal. Pasar ini juga buka di malam hari, karena tanpa tenda kegiatan perdagangan tak bisa terjadi selama hari terpanas di siang hari. Walaupun ada perkembangan ini, pedagang yang diwawancarai mengaku pendapatan mereka sangat berkurang setelah penggusuran.

Proses dan dampak penggusuran di jalan Tambora VI dan Tambora VIII. Lokasi ini terletak di bahu jalan/sungai kanal Jelakeng, dimulai dibangun pada 1974 ketika enam orang dari Banten (Dulu di Propinsi Jabar, sekarang menjadi Propinsi Banten) mendirikan bisnis pengepakan kayu. SEjak saat itu, lebih banyak pedagang datang ke lokasi ini termasuk mereka yang dari bagian lain Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hingga penggusuran pada Desember 2008 dan Februari 2009, ada 125 pedagang baja dan pengepakan kayu, penjagal ayam, stall makanan, penjual kredit telepon, dll., di dua lokasi ini. Kebanyakan pedagang, terutama mereka yang menduduki Tambora VIII, mempunyai ijin yang telah

kadaluwarsa pada Februari 2009. Beberapa pedagang juga tinggal di stall. Kotamadya Jakarta Barat telah memberitahukan para pedagang untuk pindah sejak 2007 untuk keluar dari lokasi ini untuk maksud kembali pada fungsi sungai, jalan dan mengatur lagi pemakaian tanah sebagai dimandatkan dalam rencana tata ruang. Percakapan dengan beberapa pedagang tergusur yang ditemui di lokasi menyatakan bahwa sebelum penggusuran mereka ditawarkan relokasi ke dua pasar, dimana mereka menolak karena pasar-pasar ini tak cocok untuk penjualan kayu dan besi, walaupun mereka dilokasi di jarak yang cukup jauh dari lokasi ini. Mereka tidak diberikan kompensasi, dan konsultasi dianggap sangat terbatas. Kunjungan lapangan selama paska-penggusuran menunjukkan bahwa sekitar 35% pedagang melanjutkan berjualan di jalan Tambora VI, tapi melintasi lokasi awal mereka. Pendapatan usaha sangat turun segera setelah penggusuran. Beberapa pedagang mengaku pendapatan turun sampai 20% karena kehilangan konsumen dan tak cukup ruang untuk berjualan di lokasi baru yang melintasi lokasi lama. Sejak saat itu, lebih banyak pedagang kembali, walaupun mereka membangun tenda sementara untuk mencegah dagangan mereka. Usaha mereka diarahkan dijual-menurut-pesanan karena ruang terbatas. Pedagang baru juga bergabung bersama pedagang gusuran di lokasi baru.

Lampiran 3

Daftar Dokumen Rujukan Kunci dalam Berkas Proyek

Paket Dokumen Perlindungan Lingkungan dan Sosial Proyek

• Environmental and Social Management Framework (ESMF), June 2011

• Resettlement Policy Framework (RPF), December 2010

• Environmental Impact Assessment, Management Plan and Monitoring Plan (together referred to

as the AMDAL) for the Dredging of Floodways/Drainage Canals and Waduks Phase 1 JUFMP, February / March 2010

• JUFMP Phase 1 Environmental and Social Management Supplementary Report, June 2011

• Updated Environment Management Plan (RKL) and Environment Monitoring Plan (RPL) for the

Development of West Ancol Eastern Side of ± 119 ha, March 2009

• Ancol Updated RKL/RPL Supplementary Report, June 2011

Dokumen Rujukan Kunci Lainnya

• JEDI / JUFMP Sediment Quality Consolidated Report, August 2010

• Preliminary Assessment of Sediment Quality (ERM), October 2008

• Pilot Dredging Project: Technical Note on Evaluation of the sediment and water sampling result

(DHV), May 2008

• Metals and Trace Organic Compounds in Sediments and Waters of Jakarta Bay and the Pulau

Seribu Complex, Indonesia, March 2000

• Mission Report: JEDI Environmental Assessment (USACE), October 2008

• Tracer Study at Tambora VI and Tambora VIII (for evictions in December 2008 and February

2009)

• Case Study Eviction Cengkareng Drain Inspection Road

• JEDI / JUFMP Community Consultation Consolidated Report, August 2010

• Cooperation Agreement between DKI Jakarta and PT PJA on sludge disposal from the results of

the dredging of rivers, retention basins and channels on the waters of the eastern part of West Ancol with an area of +/- 120 Ha (approximately one hundred twenty hectares) located in