T
elah lewat sewindu Endra Irawati mengabdikan dirinya di Madrasah Ibtidaiyah (MI) As-adiyah 185 Lompulle, Sulawesi Selatan. Keterbatasan sarana-prasarana madrasah tak menyurutkan semangat dan tekadnya untuk berbagi ilmu, mencerdaskan bangsa dan memacu prestasi anak didiknya.***
Pengabdian Endra sebagai pendidik, dimulai tahun 2003 lalu. Setamat kuliah Diploma II di Sekolah Tinggi
Agama Islam (STAI) As’adiyah, Endra mewakafkan
dirinya di Lembaga Pendidikan tempatnya belajar sejak di Sekolah Dasar As’adiyah. Segudang kesibukannya sebagai aktivis dalam Gerakan Fatayat NU, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Lembaga
Pendidikan Maárif NU, tak menghambat pengabdiannya sebagai seorang guru. Kegigihan dan keyakinan mengantarkan guru yang ramah dan penuh canda saat berbincang ini, menjadi salah seorang guru berprestasi baik tingkat Kabupaten Sopeng (2014) maupun tingkat Provinsi Sulawesi Selatan (2015).
Latar belakang keluarga yang agamis menjadi salah satu pemacu dirinya untuk terus berkarir di dunia pendidikan Islam. Ia adalah Anak sulung dari empat bersaudara, dan ayahnya adalah tokoh agama yaitu sebagai imam desa di tempat tinggalnya Desa Kebo. Pendidikan agama Islam pun menjadi perhatian utama bagi anak-anaknya dan berpengaruh pada kehidupan mereka hingga kini.
“Tuntutlah ilmu dimana saja dan ilmu apa saja karena ilmu adalah bekal untuk diri pribadi, keluarga dan orang lain” adalah pesan terakhir ayahnya yang hingga kini masih sangat melekat di hati Endra sebagai sebuah motivasi yang mendatangkan keyakinan bahwa mengajar dan menuntut ilmu akan mendatangkan manfaat bersama.
Dari Keluarga Sederhana
Ketika kami menanyakan cita-cita dan visi-misi hidupnya, wanita kelahiran 18 Maret 36 tahun mengatakan bahwa selamat dunia-akhirat adalah cita- cita dan visi-misi hidupnya. Entah itu sebuah cita-cita atau bukan, katanya. Yang jelas selamat dunia-akhirat adalah keinginan semua orang beragama.
Pendidikan Endra Irawati diawali di SD As’adiyah, Sengkan-Wajo (1994). Kemudian melanjutkannya ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) As’adiyah Putri I Sengkan- Wajo (1999). Selepas dari MTs ia melanjutkan studi ke Sekolah Menengah, namun ia sempat beberapa kali berpindah sekolah karena beberapa alasan, diantara madrasah yang disinggahinya adalah Madrasah Aliyah As’adiyah Sengkan, namun hanya sampai kelas I (satu) saja. Kemudian ia pindah ke SMA I Lilirilau, menginjak kelas II (dua) ia kembali berpindah sekolah ke SMA Calio.
Walaupun dengan kondisi keluarga yang sederhana namun tidak menjadi penghalang dirinya untuk terus- menerus menuntut ilmu. Mengingat bahwa harta bukanlah sebuah batu sandungan yang perlu ditakuti dalam menuntut ilmu. Karena rizki akan selalu ada bagi mereka yang bersungguh-sungguh dalam talabul ‘ilmi, ujarnya. berkat keinginan pribadi yang kuat dan karena dukungan yang kuat pula dari keluarganya, akhirnya ia pun mampu melanjutkan studinya dengan baik ke Universitas Muslim Indonesia, namun tidak sampai 2 semester ia tidak melanjutkan studinya di perguruan tinggi tersebut dengan alasan tertentu. Kemudian ia melanjutkan studinya ke Diploma II di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) As’adiyah Sengkan mengambil konsentrasi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Islam (PG- SDI) pada tahun 2005. Dirasa ilmu yang didapatnya masih belum cukup, ia melanjutkan kembali studinya ke jenjang Strata Satu (S1) di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Ghazali Sopeng dengan konsentrasi yang sama pada tahun 2007.
Selama menempuh jenjang pendidikan dasar hingga perkuliahan, ia aktif di berbagai organisasi seperti Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS), Palang Merah Remaja (PMR) dan organisasi ekstra kampus. Karena baginya organisasi-organisasi tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupannya terutama dalam kaitannya dengan prilaku sosial kemasyarakatan. Karena dengan berorganisasi kita akan mengetahui bagaimana cara membangun komunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar, sehingga cita-cita mulianya untuk mengabdi kepada bangsa dan negara dapat dilakukan dengan baik.
Aktivis dan Guru
Selepas menyelesaikan jenjang pendidikan menengah (2003), ia mengabdikan dirinya pada dunia pendidikan. Mencerdaskan bangsa adalah tugas bersama dan dapat dilakukan dengan cara apapun. Maka hal yang ia jadikan alternatif dalam melakukannya adalah menjadi seorang guru, tugas yang sangat mulia dan tanpa pamrih. Madrasah pilihannya jatuh kepada madrasah kala pertama ia menuntut ilmu yaitu Yayasan Pendidikan As’adiyah.
Pada tahun 2005 ia baru mendapatkan sertifikat
mengajar dan hingga kini menjadi guru honorer di madrasah tersebut. Sesuai dengan jurusannya pada saat menimba ilmu di bangku perkuliahan maka jenjang yang ia khidmati untuk mengajar yaitu tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI) setingkat dengan Sekolah Dasar (SD). Di situ awal mula ia berkarir di dunia
pendidikan. Kecakapan dan tanggungjawabnya yang tinggi menjadi modal utama ia dalam mengajar.
Baginya mengajar adalah sebuah keharusan dan sebuah tanggung jawab yang tidak dapat disepelekan. Karena dengan mengajar ia mampu melahirkan anak- anak bangsa yang cerdas dan bermartabat. Sesuatu yang ia jadikan prioritas setelah keluarga. Karena baginya, murid-murid adalah anak-anaknya juga yang perlu diasah intelektualitasnya, diasih kepribadiannya dan diasuh masa depannya. Disamping mengajar kesibukannya yang lain adalah sebagai seorang aktivis. Berorganisasi adalah hal lain yang menjadi salah satu kegemarannya, katakanlah demikian. Karena hal tersebut berlanjut dari sejak ia duduk dibangku sekolah menengah dan perkuliahan hingga kini.
Sehingga tidak mengherankan jika sampai sekarang ia masih turut serta dalam berbagai organisasi berbasis sosial-kemasyarakatan. Pengalamannya dalam berorganisasi selama masa muda membawanya untuk menempati posisi-posisi penting dalam organisasi yang diikutinya sebagai Ketua Karang Taruna Desa, Ketua Srikandi Pemuda Pancasila Kab. Sopeng, Wakil Sekretaris di KNPI Kab. Sopeng, Wakil Ketua Fatayat Kab. Sopeng, dan Bendahara LP Ma’arif Kab. Sopeng, serta jabatan-jabatan lainnya yang pernah ia duduki. Ia tidak hanya aktif berorganisasi saja rupanya, ia pun menjadi salah satu tokoh agama di desanya, berperan sebagai ketua Majelis Ta’lim. Hal-hal tersebut di atas merupakan sebuah kolaborasi dan komposisi yang menarik bagi seorang wanita yang telah berkeluarga
Ibu dari dua anak ini memanglah patut dijadikan teladan bersama. Ia mampu menjalankan dengan baik tugasnya sebagai seorang istri, ibu, aktivis dan terutama sebagai seorang guru. Karena guru adalah orangtua kedua bagi murid-muridnya setelah ayah dan ibu.
Pencapaian-pencapaian yang ia raih sekarang ini tidaklah serta-merta terjadi begitu saja. Kerja keras dan kesungguhan menjadi kunci utamanya. Baginya hidup itu tidak perlu dibuat susah, cukup “enjoy” dengan hal-hal yang dilakukan dan berusaha memberikan yang terbaik dalam hal apapun. Sehingga hal apapun yang kita lakukan akan memberikan dampak yang baik untuk diri sendiri dan sekitar jika disertai dengan pikiran positif.
Ia tinggal di Desa Tobatang Kec. Pamanah Kab. Wajo bersama suami, ibu dan kedua anaknya. Artinya, ia harus pulang-pergi Wajo-Sopeng untuk menjalankan
aktifitas rutinnya sebagai pengajar di MI As’adiyah
185 Lompulle dengan jarak tempuh yang tidak dekat. Karena suaminya terpilih menjadi Kepala Desa di tempat mereka tinggal.Hal demikian sama sekali tidak menjadi batu sandungan baginya dalam melaksanakan tugas mulia seorang guru. Karena mengajar baginya adalah lillahi ta’ala (karena Allah) semata. Sehingga meski dirinya hanya sekedar menjadi guru honorer di Madrasah tersebut, keberkahan senantiasa ia rasakan dari hasilnya mengajar.
Madrasah Mencetak Generasi Islami
keluarganya yang diwakafkan kepada pihak Yayasan
As’adiyah di Desa Kebo. Background keluarga yang islami merupakan pemicu tingginya semangat keluarga ibu Endra Irawati untuk selalu mencoba memberikan hal terbaik untuk mengembangkan dunia pendidikan Islam, terlebih di desanya.
Kondisi awal pembangunan Madrasah Ibtidaiyah As’adiyah 185 Lompulle pada era 90-an berdindingkan bambu dan beralaskan tanah. Sebuah kondisi yang kurang kondusif untuk menjalankan proses belajar mengajar, terlebih jika cuaca sedang tidak bersahabat. Namun tidak mengurungkan niat para pengajar dan muridnya untuk melangsungkan KBM.
Sejak akreditasnya yang pertama yaitu tahun 1994, MI As’adiyah 185 sudah 5 kali melakukan pergantian kepala sekolah. Perkembangan pun mulai dirasakan oleh para pengabdi pendidikan di Madrasah tersebut. Kondisi lokal kelas mulai mengalami perbaikan sedikit demi sedikit, sehingga nyaman untuk digunakan dalam proses belajar-mengajar Madrasah.
Madrasah bertujuan membangun generasi bangsa yang tidak hanya mumpuni dalam IMTAK namun juga IPTEK serta bidang-bidang yang mendukung proses pendidikan dan masa depan para murid. Mereka sudah sejak dini diajarkan agar mampu menyeimbangkan antara duniawi dan ukhrowi, sehingga keduanya tidak berat sebelah. Hal demikian dapat dibuktikan dengan prestasi-prestasi yang mereka raih.
restasi yang diraih oleh para murid MI As’adiyah 185 beragam, dimulai dari bidang oleh raga seperti
juara I Futsal tingkat desa, juara I Tenis Meja tingkat desa dan Tenis Meja juara II tingkat kecamatan. Serta kategori dibidang lainnya seperti juara I pada lomba Pildacil dalam rangka memperingati harlah Depag Kab. Soppeng. Pada peringatan Digahayu RI ke-70 lalu, mereka pun menyabet juara I lomba tilawah, juara I lomba sholat berjamaah, juara II futsal, juara I tenis meja, juara I bulu tangkis, juara II lomba mewarnai dan baca lancar. Itulah segelintir prestasi yang mereka raih, meski dengan keterbatasan yang ada.
Endra Irawati (berkacamata) bersama muridnya memboyong tropi
PMengajar bagi ibu Endra bukan hanya proses belajar-mengajar, tapi bagaimana cara mengabdi kepada masyarakat. Agar masyarakat dapat mengambil manfaat dari apa yang kita sampaikan. Jalanilah hidup dengan sepenuh hati dan sabar, maka hidup akan terasa
mudah. Demikian pesannya saat diwawancarai.
Mengajar adalah Mengabdikan Diri
Keikutsertaanya dalam ajang Guru Berprestasi ditingkat kabupaten Soppeng, diawali oleh ajakan salah seorang pengawas di madrasah tempatnya mengajar. Mulanya ia merasa canggung dan ragu untuk mengikuti ajang guru berprestasi tersebut karena peserta yang lain sudah berstatus PNS sedangkan ia adalah satu- satunya peserta yang berstatus guru honorer. Namun, hal demikian jelas tidak menyurutkan langkahnya untuk tetap mengikuti ajang tersebut dengan motivasi yang kuat, yaitu keinginannya untuk membuktikan kepada khalayak ramai bahwa guru madrasah pun mampu mengikuti ajang tersebut. Baginya, jika orang lain mampu melakukannya maka dirinya pun mampu melakukannya meski dengan segala keterbatasan yang ada.
Akhirnya ia pun mampu meraih juara ke-2 dan menyisihkan peserta-peserta lainnya yang mayoritas berasal dari sekolah mapan. Sehingga mendatangkan kebanggaan yang tak terhingga bagi civitas akademika dan murid-murid di Madrasah As’adiyah 185 Lompulle. Hal ini membuktikan bahwa kerja keras seseorang akan berbuah, proses tidak pernah mengkhianati hasil.
Metode pembelajaran ibu Endra adalah baca-tulis al-Qur’an, karena baginya hal demikian merupakan pelajaran yang sangat penting untuk ditekankan kepada para murid di MI As’adiyah, karena jelas berbeda sekolah Madrasah dengan sekolah Negeri. Penekanan
terhadap bidang studi keagamaan tidak serta-merta membuat Madrasah absen dalam mengajarkan ilmu- ilmu umum kepada para muridnya.
“Saya sebagai walikelas 4 memegang semua mata pelajaran, kecuali matematika karena dipegang oleh Kepala Sekolah, sedangkan IPA ada guru khususnya”, jelasnya.
Minimnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan agama untuk anak-anak, membuat sedikit yang berminat untuk bersekolah di Madrasah Ibtidaiyah. Total siswa di MI As’adiyah 185 terdata sekitar 32 orang dari kelas I sampai kelas VI. Perlunya perhatian lebih dari pemerintah agar sarana-prasarana Madrasah diperhatikan dan diperbaiki. Setidaknya dengan demikian, sedikit demi sedikit masyarakat mulai mempercayai Madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang terpercaya untuk mendidik anak-anaknya.
Bagaimanpun, itulah tantangan bagi para guru di MI As’adiyah karena di Desa Kebo terdapat 5 sekolah negeri dan saling berdekatan. Sehingga butuh perjuangan yang lebih bagi MI untuk mendapatkan siswa.
Disinilah guru dituntut untuk lebih kreatif lagi, bahwa guru MI dapat melakukan hal yang sama dengan guru sekolah Negeri. Sejauh ini bentuk pengembangan dari MI As’adiyah dengan mengikutsertakan para siswa pada setiap lomba dan kegiatan yang diselenggarakan baik ditingkat desa, kecamatan ataupun kabupaten.
Faktor internal dan eksternal haruslah diperhatikan untuk Madrasah yang lebih baik lagi. Salah satu faktor
eksternal yang menjadi kendala dalam proses belajar- mengajar adalah faktor bahasa. Karena tidak sedikit masyarakat Sulawesi yang masih menggunakan bahasa daerah ketika berada di lingkungan sekolah. Sebenarnya hal demikian tidaklah merusak esensi dari belajar, namun kemudian anak-anak harus sejak dini dikenalkan kepada cinta tanah air agar terpupuk di dalam sanubarinya rasa memiliki terhadap Negara Indonesia.
Target yang ingin dicapai oleh sebuah Madrasah adalah suksesnya para murid. Sehingga melalui kesuksesan yang diraih oleh para murid maka akan mampu menarik simpati masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di Madrasah Ibtidaiyah.
Dengan kondisi yang penuh dengan keterbatasan, salah satu guru dari MI As’adiyah ini mampu mengharumkan nama Madrasah dengan prestasi yang diraihnya. Patutlah diberikan penghargaan dan apresiasi yang setinggi-tingginya. Agar menjadi motivasi dan inspirasi bagi guru-guru Madrasah lainnya untuk meningkatkan kualitas dirinya. Jika kualitas guru sudah baik maka muridpun demikian adanya.
Endra selalu memacu teman-teman satu profesinya untuk tetap istiqomah dan sabar dalam mengajar di Madrasah Ibtidaiyah. Meski hasil yang didapat terkadang tidak sesuai dengan keinginan. Namun, sudah seharusnya kita pandai bersyukur agar hidup subur.
Mengabdi bukanlah sesuatu yang mudah, karenanya dibutuhkan kesediaan dan kerjasama yang baik antar
sesama agar terwujudnya tujuan Madrasah. Seyogyanya, keterbatasan yang ada tidaklah menjadi alasan untuk mundur secara teratur dari dunia pendidikan. Karena bagaimanapun, pendidikan adalah hal yang urgent untuk dikembangkan untuk kepentingan generasi manusia selanjutnya. Impian Ibu Endra adalah agar pendidikan agama terutama di Madrasah dapat mapan lagi, baik sarana-prasarana. Sehingga Madrasah tidak di pandang sebelah mata.
Jika sekiranya program dan rencana kerja dikonsep serta dikerjakan dengan baik. Niscaya Madrasah pun akan senantiasa menjadi salah satu tujuan pendidikan para orangtua. (*)
Ismail Z. Betawi, S.Pd, Kepala MAN Kedang NTT