• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar pengambilan keputusan etika bisnis Kristen

Dalam dokumen Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam P (Halaman 93-100)

BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI

ALLAH Theological Angle

2.4.4.4 Dasar pengambilan keputusan etika bisnis Kristen

Hill (2001: 10) mengatakan bahwa etika Kristen adalah aplikasi dari nilai-nilai Kristiani terhadap proses pengambilan keputusan. Maka etika Kristen dapat pula diterapkan di dalam dunia bisnis. Sehingga etika Kristen bukanlah etika yang berdiri sendiri dan berbeda dari etika Kristen. Akan tetapi, etika Kristen ini berlaku di setiap segi kehidupan manusia, termasuk di dalamnya bisnis.

Sehingga etika bisnis Kristen dibangun di atas dasar yang sama dengan etika Kristen pada umumnya, dengan lebih memperhatikan pada apa yang Alkitab katakan mengenai aspek ekonomi dan kerja. Karena kedua hal ini berhubungan dengan dunia bisnis.

Berkaitan dengan itu, maka di dalam pengambilan keputusan etis di dalam bisnis ada tiga (3) hal yang perlu untuk diperhatikan (Matakupan, 2006), yaitu:

1) Motif

Motif adalah sesuatu yang men’drive’ atau menggerakkan seseorang

untuk melakukan sesuatu hal. Dalam hal ini motif dari etika Kristen adalah ‘apa yang menjadi kehendak Allah’. Jadi yang menggerakkan orang kristen untuk berperilaku etis adalah kehendak Allah. Frame (dalam http://www.acad.erskine edu, 2007) dan Kelley dalam Indrayana (2004) menyatakan bahwa motif yang benar (right motive), berasal dari: Iman,

dan hati yang penuh dengan kebenaran dan keadilan untuk mengerjakan kehendak Allah (lihat Ulangan 6:5; Matius 5:8; 1 Korintus 13:1; Roma 14:23; Ibrani 11:6 dalam Alkitab, 1999).

2) Tujuan

Tujuan adalah akhir dari pada tindakan yang manusia lakukan (end of

action). Dalam hal ini tujuan dari melakukan tindakan etis atau etika

Kristen adalah melakukan segala sesuatu untuk kemuliaan Allah. Frame (dalam http://www.acad.erskine edu, 2007) dan Kelley dalam Indrayana (2004) menyatakan bahwa tujuan yang benar (right goal) adalah untuk

kemuliaan bagi Allah (the glory of God) (lihat 1 Korintus 10:31; Kolose

3) Cara atau standar

Standar adalah kriteria dari pada seseorang di dalam menentukan apa yang baik dan yang tidak baik. Dalam hal ini standar etika Kristen adalah segala yang telah Tuhan katakan di dalam Firman Tuhan (Alkitab). Demikian juga dengan cara yang digunakan harus berdasarkan apa yang Tuhan katakan di dalam Firman Tuhan (Alkitab). Karena di dalam Alkitab terdapat segala hal yang merupakan kehendak Allah yang telah Allah nyatakan kepada manusia dan juga berisi pengetahuan mengenai apa yang benar. Frame (dalam http://www.acad.erskine edu, 2007) menegaskan kembali bahwa standard yang benar (right standard) dalam

etika Kristen berasal dari Firman Tuhan (lihat Matius 22:35-38; Yakobus 2:10; Mazmur 119:9-11; Galatia 5:19-25; Matius 6:22-24; Galatia 5:13; Filipi 4:8 dalam Alkitab, 1999). Subeno (2000) mengatakan bahwa standar harus kembali kepada firman, yang menjadi basis etika dalam menentukan apa yang benar dan yang menjadi satu titik tolak didalam seluruh pola pikir manusia.

Ketiga hal ini harus menjadi pertimbangan dalam diri setiap orang Kristen jika ingin melakukan etika Kristen yang benar. Ketiga hal ini haruslah baik semuanya (motifnya baik, tujuannya baik, dan standarnya baik) barulah suatu tindakan dapat dikatakan beretika Kristen yang baik.

Suatu hal dikatakan ‘baik’, jika memenuhi syarat berikut (Katekismus Heidelberg, 1563):

 Timbul dari iman kepada Yesus Kristus.

 Dilakukan sesuai dengan hukum Taurat yang telah Allah berikan  Dilakukan hanya demi atau untuk kemuliaan Allah, dan

 Dilakukan bukan berdasarkan atas aturan manusia atau kemauan kita sendiri.

Jadi, motif, tujuan, dan cara/standar dikatakan baik, jika masing-masing telah memenuhi ketiga syarat ini. Dan tidak melalaikan salah satu poin yang telah di sebutkan tersebut di atas.

Hill (2001:13-14) juga menambahkan bahwa pengambilan keputusan etis dalam etika Kristen mempunyai hubungan langsung dengan ketiga sifat Ilahi. Etika Kristen menuntut ketiga sifat Ilahi ini senantiasa dipertimbangkan dalam mengambil keputusan. Ketiga sifat Ilahi tersebut adalah:

1) Kekudusan

Kekudusan yaitu konsep ibadah yang tulus kepada Allah dan kemurnian etika yang mutlak. Kekudusan juga dapat diartikan sebagai suara yang bersaing, meminta kita untuk menghormati Allah, memuji Dia pada keadaan yang baik dan senantiasa berdoa pada keadaan-keadaan yang buruk. Kekudusan ini dibentuk oleh empat elemen utama, yaitu:

 Giat bagi Tuhan. Kekudusan memanggil kita untuk giat menjadikan Allah sebagai prioritas tertinggi

 Kemurnian. Kemurnian merefleksikan kesempurnaan moral Allah dan keterpisahan dari semua yang secara etis tidak bersih. Kemurnian etika menunjukkan kesempurnaan moral Allah dan ketidaksenangan akan segala sesuatu yang tidak murni.

 Tanggung jawab. Kekudusan menjadikan kita bertanggung jawab dengan menjunjung kemurnian moral dihargai dan menghukum ketidakmurnian.

 Kerendahan hati. Kerendahan hati adalah akibat alamiah dari usaha meniru kekudusan Tuhan. Kekudusan memberikan kita suatu penilaian diri yang benar, serta mengempiskan balon kebanggaan diri. 2) Keadilan

Pada dasarnya keadilan memberikan suatu aturan bagi hubungan antar manusia dengan memberikan suatu hubungan timbal balik antara hak dan kewajiban bagi mereka yang hidup dalam konteks kemasyarakatan. Kewajiban dan hak merupakan dua sisi pada satu koin uang logam keadilan. Di dalam keadilan terdapat empat aspek dasar, yaitu:

1) Hak-hak prosedural. Hak ini menitikberatkan pada proses-proses dalam pengambilan keputusan. Di dalam hak ini, terkait dua istilah hukum, yaitu: hak asasi dan perlindungan yang sama.

2) Hak-hak substantif (dasar). Hak ini adalah apa yang dilindungi oleh hak-hak prosedural, tetapi sifatnya dapat universal atau memiliki sifat khusus bergantung pada masyarakatnya.

3) Keadilan yang layak diterima. Hal ini berhubungan dengan konsep sebab dan akibat, karena setiap orang menerima berdasarkan keunggulan yang dimiliknya.

4) Keadilan berdasarkan kontrak. Keadilan ini terbatas pada tiga kewajiban yang bersamaan, yaitu: tidak boleh melanggar suatu perintah negatif dengan menyebabkan ancaman bagi orang lain; harus menghormati keadilan prosedural; dan memenuhi perjanjian yang ada.

3) Kasih

Definisi kasih menurut Allah mencakup kekudusan (menjadikan Allah sebagai prioritas tertinggi), dan keadilan (memperhatikan kepentingan orang lain dalam setiap keputusan). Lebih menekankan pada hubungan antar manusia dan menciptakan ikatan antar manusia. Kasih Kristen memiliki tiga karakter utama, yaitu

 Empati. Empati membuat kita ikut senang ketika orang lain bahagia, dan turut bersedih di dalam kesusahan mereka.

 Belas kasihan. Belas kasihan akan membuat kita mengambil tindakan untuk mereka yang sedang dalam kesulitan.

 Pengorbanan diri. Pengorbanan diri di sini merupakan kerelaan untuk melepaskan hak-hak pribadi, yang kita peroleh dengan adil (sesuai dengan hak kita), untuk diberikan kepada orang lain.

Etika Kristen bukanlah suatu analisis yang mementingkan ini dan mengesampingkan yang lain, seolah-olah kita dapat memilih antara kekudusan, keadilan, dan kasih, tetapi lebih merupakan perpaduan dari ketiga kondisi yang harus dipenuhi sebelum suatu tindakan dianggap bermoral (Hill, 2001: 14). Karena itulah, maka suatu bisnis dapat dikatakan sesuai dengan etika bisnis Kristen bukan hanya jika telah memenuhi ketiga syarat, yaitu motif baik, tujuan baik, dan cara/standar baik; dan mempertimbangkan ketiga sifat Ilahi, yaitu kekudusan, keadilan, dan kasih. Akan tetapi, juga dengan memperhatikan secara keseluruhan aspek-aspek yang ada di dalam etika Kristen, antara lain: dasar, tujuan dan karakteristik yang ada di dalam etika Kristen, dan pandangan etika Kristen terhadap hal-hal yang ada di dalam masyarakat. Karena etika bisnis Kristen bukanlah suatu hal yang bersifat parsial, tetapi bersifat keutuhan. Dimana

prinsip yang satu tidak dapat dipisahkan dari prinsip yang lainnya. Hal inilah yang membedakan antara etika bisnis Kristen dengan etika bisnis yang ada.

BAB III

Dalam dokumen Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam P (Halaman 93-100)