• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pandangan etika Kristen mengenai ekonomi

Dalam dokumen Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam P (Halaman 72-76)

BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI

2) Prinsip Nonconsequentialist

2.4.4 Etika bisnis Kristen

2.4.4.2 Pandangan etika Kristen mengenai ekonomi

Hidayat (2006) menyatakan bahwa kisah penciptaan di dalam Kejadian 1 dan 2 (Alkitab, 1999) merupakan dasar atau fondasi di mana seluruh realitas ciptaan berdiri, dan di dalam kisah penciptaan inilah seluruh realitas harus kita pahami. Karena itu, kisah penciptaan ini memberikan kepada kita beberapa prinsip ekonomi, yaitu:

 Bahwa hanya Allah yang patut disembah dan dilayani oleh segenap hidup manusia,

 Bahwa manusia diberi makna hidup yang sangat mulia oleh Allah,

 Bahwa panggilan hidup manusia sebagai gambar Allah yang mulia itu adalah menjadi hamba Allah,

 Bahwa alam dan segenap potensinya boleh diterima dan dikelola dengan penuh syukur oleh manusia, dan

 Bahwa kekayaan alam ataupun kekayaan hasil dari tindak kreatif manusia mengelola alam, bukanlah mutlak milik manusia tetapi milik Allah, sehingga tidak boleh diberi tempat mutlak di dalam keberadaan manusia. Subeno (2006) juga menyatakan bahwa konsep ekonomi harus kembali pada kisah penciptaan dalam Kejadian 2:15 “TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu.” (dalam Alkitab, 1999). Dimana Allah menempatkan manusia di dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Kata “mengusahakan”, dalam ayat ini, berdasarkan akar katanya, di dalam bahasa Ibrani yaitu ‘abad’, dapat memiliki arti ‘bekerja’ dan ’melayani’. Bekerja

dalam kata ini bukan hanya sekedar bekerja, tetapi ada unsur penyembahan kepada Allah di dalamnya (Kartika, 2006).. Dalam hal ini manusia bebas untuk menggunakan seluruh kreatifitasnya untuk bekerja dan diberi kebebasan untuk mengeksplorasi atau menggunakan alam ini, dan semuanya itu haruslah dilakukan di dalam suatu penyembahan kepada Allah (Sutandi, 2007 dalam http://www.mail-archive.com).

Sedangkan kata “memelihara”, dalam ayat ini, akar katanya dalam bahasa Ibrani adalah ‘shamar’, kata ini dapat berarti mengawasi, mengamati, dan

menjaga dengan teliti seluruh alam ini, agar segala yang baik tetap dalam keadaan baik. Kata ini juga berarti menghindarkan dari kerusakan, dan bahkan memperbaiki kerusakan yang ada sehingga menjadi baik kembali (Kartika, 2006). Berdasarkan arti katanya, maka di dalam “memelihara” manusia harus menjaga agar setiap kondisi atau keadaan yang sudah baik adanya tetap dalam kondisi

baik, dan memperbaiki setiap kondisi atau keadaan yang rusak agar kembali menjadi baik adanya (Sutandi, 2007 dalam http://www.mail-archive.com). Kata ini juga berarti menghindarkan dari kerusakan, dan bahkan memperbaiki kerusakan yang ada sehingga menjadi baik kembali (Kartika, 2006).

Jadi, konsep ekonomi yang Allah berikan kepada manusia adalah Ekonomi Kerajaan Allah (God’s Kingdom Economics). Dimana seluruh dunia ini

adalah ciptaan Allah, yang Allah percayakan kepada manusia untuk di usahakan dan dipelihara, dan semuanya itu nantinya akan kembali kepada Allah (memuliakan Allah) (Subeno, 2006).

Kantzer dalam Davis (2002) mencatat bahwa “biblical doctrine of creation

implies that human are to exercise dominion over natur in such a way as’...to

guard those resource...seeing to it that they make their greatest possible

contributuion for the good of all humanity.” Dalam pandangannya, kekuasaan

atau dominasi yang Allah berikan kepada manusia semata-mata adalah untuk memberikan kontribusi bagi kebaikan seluruh manusia dan seluruh ciptaan Allah.

Sedangkan Worster dalam Mamahit (2007: 15) menyebutkan bahwa yang dimaksud sebagai ekonomi Allah adalah “His extraordinary talent for matching

means with end, for so managing the cosmos that each constituent part

performed its work with stunning efficiency.” Pemahaman ini mengatakan bahwa

ketika mengakui bahwa dunia ini ada di dalam ‘ekonomi Allah’, maka ‘ekonomi manusia’, yang mana di dalamnya sumber daya alam di pakai sebagai modal, seharusnya tidak bertentangan dengan prinsip ekonomi Allah. Dan sebaliknya, ekonomi apapun yang dijalankan manusia seharusnya menjadi satu bagian atau satu bingkisan (parcel) dengan ekonomi Allah.

Kekristenan memandang ekonomi bukan sebagai sesuatu yang berbeda dengan pandangan khalayak pada umumnya. Etika Kristen melihat ekonomi sebagai ekonomi Kerajaan Allah (God’s Kingdom Economics), yang di dalamnya

seluruh dunia ciptaan Allah ini, Allah percayakan kepada manusia untuk di usahakan dan dipelihara, dan kesemuanya itu nantinya akan kembali kepada Allah (memuliakan Allah) (Subeno, 2006). Dan karena itulah maka ‘ekonomi manusia’ pun harus selaras dengan ekonomi yang telah Allah berikan yaitu, ekonomi Kerajaan Allah (God’s Kingdom Economics). Karena itu, bisnis pun

dibangun dengan berdasarkan pada ekonomi ini. Di mana keuntungan bukan lagi menjadi tujuan utamanya, melainkan suatu bisnis yang mengusahakan dan memelihara seluruh ciptaan, yang telah Allah berikan kepada manusia, dengan baik dan mengembalikannya semuanya kepada Allah sebagai pemilik sah dari dunia ini. Suatu bisnis yang berdasarkan pada beberapa hal, yaitu:

 Bahwa hanya Allah yang patut disembah dan dilayani oleh segenap hidup manusia;

 Bahwa manusia diberi makna hidup yang sangat mulia oleh Allah;

 Bahwa panggilan hidup manusia sebagai gambar Allah yang mulia itu adalah menjadi hamba Allah;

 Bahwa alam dan segenap potensinya boleh diterima dan dikelola dengan penuh syukur oleh manusia; dan

 Bahwa kekayaan alam atau pun kekayaan hasil dari tindak kreatif manusia mengelola alam itu bukan milik mutlak manusia tetapi Allah, sehingga tidak boleh diberi tempat mutlak di dalam keberadaan manusia.

2.4.4.2.1 Relasi antara Allah-Manusia-Bumi

Mamahit menyebut relasi ini sebagai Trialetika Allah, manusia, dan bumi (Mamahit, 2007: 9). Disebutkan bahwa Allah, manusia, dan bumi atau lingkungan hidup adalah entitas-entitas yang memiliki hubungan yang dinamis dan saling terkait dengan erat antara satu dengan lainnya. Akan tetapi, meski saling berhubungan, hakikat ketiganya tetaplah berbeda. Karena Allah adalah pencipta yang independen, sementara manusia dan alam tidaklah independen, sebab mereka diciptakan. Dan uniknya lagi, sebagai sesama ciptaan, manusia san bumi saling bergantung satu dengan yang lainnya (interdependen) di hadapan Allah. Hubungan antara ketiga entitas ini dapat dirumuskan dalam skema berikut:

ALLAH

Dalam dokumen Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam P (Halaman 72-76)