• Tidak ada hasil yang ditemukan

Etika Kristen itu deontologis

Dalam dokumen Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam P (Halaman 58-63)

BAB II LANDASAN TEORI LANDASAN TEORI

5. Etika Kristen itu deontologis

Etika Kristen bersifat deontologis, dalam arti bersikeras bahwa bahkan beberapa tindakan yang menghasilkan kegagalan itu tetap baik. Sebagai contoh, orang Kristen percaya bahwa salib bukan merupakan kegagalan hanya karena beberapa orang akan diselamatkan. Bagi orang Kristen salib itu cukup bagi semua orang, walaupun hanya bermanfaat untuk mereka yang percaya. Jadi, etika Kristen bersikeras bahwa adalah baik untuk bekerja menentang kefanatikan dan rasisme, meskipun usaha itu mengalami kegagalan. Hal ini demikian, karena tindakan-tindakan moral yang mencerminkan natur Allah itu baik, baik tindakan itu membawa hasil ataupun tidak.

Berdasarkan yang telah disampaikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik penting etika Kristen adalah:

 Etika Kristen adalah manifestasi kehadiran Kerajaan Allah di bumi.

Etika Kristen adalah tindakan rekonsiliasi Allah melalui orang-orang percaya, yang melaluinya Allah memperdamaikan seluruh ciptaan dengan diri-Nya sendiri.

 Etika Kristen adalah bagian integral dari kehidupan dalam keselamatan orang percaya.

Di dalam iman Kristen, keselamatan dalam Kristus adalah alasan dan permulaan mengapa seseorang beretika, diluar itu etika-nya berasal dari buah natur manusia semata.

Etika Kristen bergerak atau berangkat dari pengalaman dan pertanggungjawaban pribadi ke aplikasinya di dalam kehidupan sosial dalam masyarakat.

Etika Kristen hanya lahir dari pengalaman keselamatan pribadi orang di dalam Kristus, yang dihidupi dan disadari oleh setiap orang percaya. Maka etika Kristen pun harus dimulai dengan pengalaman keselamatan yang pribadi pula sifatnya.

 Etika Kristen berdasarkan kehendak Allah di dalam Alkitab

Etika Kristen di dasarkan pada kehendak Allah, yang tidak pernah bertentangan dengan karakter moral-Nya, yang juga tidak berubah.  Etika Kristen bersifat mutlak dan menentukan

Karena kebenaran moral ditetapkan oleh Allah yang yang bermoral, maka harus dilaksanakan. Dengan demikian etika Kristen berdasarkan naturnya adalah preskriptif (memerintahkan), bukan deskriptif.

 Etika Kristen itu deontologis

Etika Kristen bersifat deontologis dalam arti bersikeras bahwa, bahkan beberapa tindakan yang menghasilkan kegagalan itu tetap baik. Jadi, etika Kristen bersikeras bahwa adalah baik untuk bekerja menentang kefanatikan dan rasisme, meskipun usaha itu mengalami kegagalan. Hal ini demikian karena, tindakan-tindakan moral yang mencerminkan natur Allah itu baik adanya, walaupun tindakan itu membawa hasil ataupun tidak.

2.4.3 Etika bisnis 2.4.3.1 Definisi

Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah lepas dari sorotan etika. Bahkan, sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak dapat terlepas dari masalah etis. Di dalam prakteknya, etika dalam perniagaan atau perdagangan lebih berbicara mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam bisnis itu sendiri.

Caroll dan Buchholtz dalam Iman (http://www.nofieiman.com, 2006) mendefinisikan etika bisnis sebagai berikut:

Ethics is the discipline that deals with what is good and bad and with moral duty and obligation. Ethics can also be regarded as a set of moral principles or values. Morality is a doctrine or system of moral conduct. Moral conduct refers to that which relates to principles of right and wrong in behavior. Business ethics, therefore, is concerned with good and bad or right and wrong behavior that takes place within a business context. Concepts of right and wrong are increasingly being interpreted today to include the more difficult and subtle questions of fairness, justice, and equity.

Sims dalam Iman (http://www.nofieiman.com, 2006) juga mendefinisikan etika bisnis sebagai: “

Ethics is a philosophical term derived from the Greek word “ethos,” meaning character or custom. This definition is germane to effective leadership in organizations in that it connotes an organization code conveying moral integrity and consistent values in service to the public.

Iman (http://www.nofieiman.com, 2005) membagi etika bisnis dalam dua bagian, yaitu:

Normative ethics: Concerned with supplying and justifying a coherent moral system of thinking and judging. Normative ethics seeks to uncover,

develop, and justify basic moral principles that are intended to guide

behavior, actions, and decisions.

Descriptive ethics: Is concerned with describing, characterizing, and studying the morality of a people, a culture, or a society. It also compares

and contrasts different moral codes, systems, practices, beliefs, and

values.

Dapat disimpulkan bahwa, etika bisnis merupakan bagian dari aktivitas bisnis perusahaan yang membahas mengenai baik buruk atau benar salah di dalam konteks bisnis. Yang di dalamnya terdapat dua (2) bagian, yaitu:

 Etika normatif. Yang fokus pada menyampaikan dan memberikan batasan yang masuk akal dari sistem moral berpikir dan mempertimbangkan.  Etika deskriptif. Yang fokus pada menggambarkan, menggolongkan, dan

mempelajari moralitas manusia, budaya atau masyarakat. 2.4.3.2 Pentingnya etika bisnis

Bertens (2000: 377-380) menyatakan bahwa di dalam sejarah pemikiran filsafat Yunani kuno sudah ada tiga alasan mengapa bisnis harus berperilaku etis, yaitu:

1. Tuhan adalah hakim kita.

Menurut agama, sesudah kehidupan jasmani ini manusia hidup terus di dunia baka, di mana Tuhan sebagai Hakim Maha Agung akan menghukum kejahatan yang pernah di lakukan dan mengganjar kebaikannya. Pada saat itu tidak mungkin terjadi impunity (sesuatu

dibiarkan tak terhukum). 2. Kontrak sosial.

Dan di dalam para filsuf modern menganggap “kontrak sosial” sebagai dasar moralitas. Dalam “kontrak sosial” ini umat manusia seolah-olah pernah mengadakan kontrak yang mewajibkan setiap anggotanya untuk berpegang pada norma-norma moral. Karena setiap kegiatan yang manusia lakukan bersama-sama dalam masyarakat menuntut adanya norma-norma dan nilai-nilai moral yang disepakati bersama. Kontrak ini mengikat kita sebagai manusia, sehingga tidak ada seorang pun yang dapat melepaskan diri dari padanya.

3. Keutamaan.

Menurut Plato dan Aristoteles, manusia harus melakukan yang baik justru karena hal itu baik. Dan keutamaan sebagai disposisi tetap untuk melakukan yang baik, adalah penyempurnaan tertinggi dari kodrat manusia. Dalam hal ini pebisnis di tuntut untuk melakukan yang baik karena hal itu baik, atau dengan kata lain pebisnis harus memiliki integritas.

Iman (http://www.nofieiman.com, 2005) menyatakan mengenai pentingnya perilaku etis untuk mencapai kesuksesan jangka panjang dalam

sebuah bisnis. Beliau juga mengatakan bahwa pentingnya suatu etika bisnis untuk dapat berlaku dapat dilihat dari lingkup makro ataupun mikro.

Dalam dokumen Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Dalam P (Halaman 58-63)