• Tidak ada hasil yang ditemukan

lessor maupun lessee tidak boleh melakukan penyusutan/

1. Dasar Penyusutan Harta Berwujud Golongan Bukan Bangu­ nan

Menurut PPh 1994, dasar penyusutan harta golongan

ini hanya berkaitan dengan jumlah untuk suatu tahun

tertentu guna penetapan beban penyusutan tahun yang

bersangkutan. Dasar penyusutan di sini diperoleh dari

jumlah awal ditambah penambahan dan dikurangi pengurangan

yang terjadi pada tahun tersebut. Jumlah awal adalah

dasar penyusutan tahun lalu dikurangi beban penyusutan

tahun lalu. Penambahan dapat berupa penambahan harta baru

atau pengeluaran yang menambah kapasitas atau umur harta.

Sedang pengurangan adalah karena penarikan. Penarikan

karena sebab luar biasa atau disumbangkan, sisa harga

buku akan dipakai sebagai pengurang untuk penentuan dasar

penyusutan. Sedang penarikan karena sebab biasa, jumlah

pengurang adalah penerimaan neto, hal ini yang mengaki-

batkan dasar penyusutan harta tidak sama dengan penjumla-

han dasar penyusutan dari masing-masing harta dalam

golongan tersebut.

Dasar penyusutan harta berwujud golongan bukan

bangunan antara akuntansi dengan PPh 1994 jauh berbeda.

Menurut PPh 1994, dasar penyusutan harta berwujud golon­

gan bukan bangunan ditetapkan untuk segolongan harta

tertentu, bukan untuk satu harta tertentu. Dan dasar

penyusutan suatu golongan tidak akan sama dengan penjum-

lahan dari dasar penyusutan masing-masing harta dalam

penyusutan menggunakan penerimaan neto, bila terjadi

penarikan harta karena sebab biasa, yang mana penerimaan

neto ini dapat lebih besar atau lebih kecil dari harga

buku. Sebelum ada penarikan harta karena sebab luar

biasa, dasar penyusutan harta golongan ini masih sama

dengan penjumlahan dari dasar penyusutan masing-masing

harta dalam golongan ini. Apabila ada penarikan harta

yang penerimaan netonya tidak sama dengan harga buku,

maka dasar penyusutan suatu golongan harta tidak sama

dengan penjumlahan dari dasar penyusutan masing-masing

harta dalam golongan tersebut. Jadi dasar penyusutan

harta berwujud golongan bukan bangunan tidak dapat dii-

dentifikasikan ke masing-masing harta yang digunakan. Hal

ini dapat diperjelas dari contoh berikut.

Contoh 4, harta golongan 3 dengan penyusutan metode

saldo menurun, tarif 10% dari harga buku.

Jenis Tahun Harga Akumulasi Harga Buku Harta Perolehan Perolehan Penyusutan 31-12-1992

(Rp) (Rp) (Rp) -Mesin peng-giling beras 5-1-1992 15.000.000 1.500.000 13.000.000 -Mesin peng-giling gandum 5-1-1992 10.000.000 1.000.000 9.000.000 -Mesin peng-giling tapioka 5-1-1992 5.000.000 500.000 4.500.000 Jumlah 30.000.000 3.000.000 27.000.000 Pada awal tahun 1993 mesin penggiling tapioka dijual

dengan harga Rp 6.000.000,00. Jurnal pencatatan atas

transaksi penjualan Mesin Penggiling Tapioka tersebut,

Kas 6.000.000

Akumulasi Penyusutan 500.000

Mesin Penggiling Tapioka 5.000.000

Laba Penjualan Mesin Tapioka 1.500.000

(Pengakuan laba penjualan dibahas dalam sub bab tersen-

diri).

Menurut akuntansi, dasar penyusutan untuk tahun 1993

adalah penjumlahan dari harga buku masing-masing aktiva

yang masih digunakan, yaitu mesin penggiling beras Rp

13.500.000,00 dan mesin penggiling gandum Rp 9.000.000,00

sama dengan Rp 22.500.000,00.

Sedang menurut PPh 1994, penetapan dasar penyusutan

tahun 1993 dihitung sebagai berikut :

Dasar penyusutan tahun lalu Rp 30 o o o o o o 00

Penyusutan tahun lalu (3 000 000 00)

Penambahan

Pengurangan f6 000 000 00)

Dasar penyusutan tahun 1993 Rp 21 000 000 00

Dari contoh tersebut terlihat dengan jelas bahwa

dasar penyusutan harta berwujud golongan 3 yang masih

digunakan dalam 1993 tidak sama dengan penjumlahan harga

buku masing-masing harta yaitu Rp 22.500.000,00. Dasar

penyusutan menurut PPh 1994 lebih kecil daripada dasar

penyusutan menurut akuntansi, dan beban penyusutan tahun

1993 menurut PPh 1994 lebih kecil daripada menurut akun­

tidak akan melaporkan adanya laba penjualan harta, sedang

akuntansi harus melaporkan laba tersebut).

Lain lagi halnya jika penerimaan neto mesin penggil­

ing tapioka hanya Rp 2.500.000,00, maka dasar penyusutan

menurut perpajakan adalah sebagai berikut:

Dasar penyusutan tahun lalu : Rp 30.000.000,00

Penyusutan tahun lalu : (3,000.000 - 0 0)

Penambahan :

--Pengurangan : (2.500.000.00)

Dasar penyusutan tahun 1893 : Rp 24.500.000.00

Dalam hal ini dasar penyusutan menurut PPh 1994

lebih besar daripada akuntansi. Akan tetapi, PPh 1994

dalam tahun 1993 tidak melaporkan adanya rugi penjualan

harta, sedang akuntansi harus melaporkan kerugian terse­

but.

Apabila perusahaan telah berjalan beberapa tahun,

dan banyak terjadi penambahan dan pengurangan, dasar

penyusutan harta berwujud golongan bukan bangunan akan

s nm a ki n tidak dapat diidentifikasikan ke masing-masing

harta. Hal ini dikarenakan PPh 1994 membebankan penyusu­

tan atas golongan harta, bukan masing-masing harta secara

ind ividual.

2. Dasar Penyusutan Harta Golongan Bangunan

Dasar penyusutan harta golongan bangunan, antara

tidak mengenal nilai sisa. Dengan kata lain nilai sisa

selalu nihil. Dasar penyusutan golongan bangunan, menurut

PPh 1994 adalah harga perolehan. Penentuan dasar penyusu­

tan harta golongan bangunan berbeda dengan penentuan

dasar penyusutan harta berwujud golongan bukan bangunan.

Jumlah awal di sini adalah harga perolehan, dan jumlah

pengurang bila terjadi penarikan adalah jumlah harga

perolehan. Karena jumlah pengurang pada waktu terjadi

penarikan baik karena sebab luar biasa atau karena disum-

bangkan maupun karena sebab biasa selalu menggunakan

harga perolehan, maka dasar penyusutan harta golongan

bangunan merupakan penjumlahan dari dasar penyusutan dari

masing-masing harta dalam golongan tersebut.

Contoh 5, harta golongan bangunan disusutkan menurut

akuntansi dan perpajakan menggunakan metode garis lurus,

tarif 5% dari harga perolehan. Tahun dan harga perolehan,

serta akumulasi penyusutan dan harga buku sampai 31

Desember 1992 adalah : Jenis Harta Tahun Perolehan Harga Perolehan (Rp) Akumulasi' Penyusutan (Rp) Harga Buku 31-12-1992 (Rp) -Gedung Kantor 5- 1-1992 50.000.000 2.500.000 47.500.000 -Gudang 5- 1-1992 20.000.000 1.000.000 18.000.000 -Pagar Kantor 5- 1-1992 5.000.000 250.000 4.750.000 Jumlah 75.000.000 3.750.000 71.250.000

Bp 25.000.000,00. Jurnal pencatatan, menurut akuntansi,

atas transaksi penjualan aktiva tetap Gudang sebagai

berikut.

Kas 25.000.000

Akumulasi Penyusutan 1.000.000

Gudang 20.000.000

Laba Penjualan Gudang 6.000.000

Dasar penyusutan baik menurut akuntansi raaupun PPh 1994

adalah sebesar Rp 75.000.000,00 dikurangi Rp

20.000.000.00 yaitu Rp 55.000.000,00 (tahun 1993 tidak

ada penambahan). Dasar penyusutan sejumlah tersebut

merupakan penjumlahan dari dasar penyusutan masing-masing

harta dalam golongan bangunan, yaitu gedung kantor Rp

50.000.000.00 dan pagar kantor Rp 5.000.000,00.

3. Penentuan Dasar Anortisasi Harta Tak Berwujud

Penentuan dasar amortisasi harta tak berwujud hampir

sama dengan penentuan dasar penyusutan harta berwujud

golongan bukan bangunan. Hanya pengurangan jika terjadi

penarikan adalah sisa harga buku, baik penarikan biasa,

luar biasa atau karena disumbangkan.

Dasar amortisasi harta tak berwujud menggunakan

harga buku, pengurangan bila terjadi penarikan harta

selalu menggunakan sisa harga buku baik karena sebab luar

biasa atau karena disumbangkan, maupun karena sebab

dengan penjumlahan dari harga buku masing-masing harta

tak berwujud yang masih digunakan dalam golongannya. Jadi

dasar penyusutan harta berwujud golongan bukan bangunan

berbeda dengan harta tak berwujud.

Sebagai ilustrasi, PT ABC memiliki harta tak berwu­

jud golongan 2 sebagai berikut (dalam Rp).

Jenis Harta Masa Manfaat Tahun Perolehan Harga Perolehan Akumulasi Amortisasi Harga Buku 31-12-1893 Sewa Gedung Hak Paten Fran­ chise 5 Tahun 5 Tahun 5 Tahun 10-1-1891 15-1-1892 5-1-1892 4.000.000 10.000.000 12.000.000 2.312.500 4.375.000 5.250.000 1.687.500 5.625.000 6.750.000 Awal tahun 1994 PT ABC pind&h ke tempat yang lebih

strategis, gedung diserahkan kembali kepada pemiliknya,

sehingga Sewa Gedung harus dikeluarkan dari pembukuan.

Dasar amortisasi tahun 1994 menurut perpajakan adalah Rp

12.375.000,00 yang merupakan penjumalahan dari dasar

amortisasi dari masing-masinh harta tak berwujud yang /

masih digunakan dalam golongan tersebut, yaitu Hak Paten

sebesar Rp 5.625.000,00 dan Franchise Rp 6.750.000,00.

Sisa harga buku Sewa Gedung yang masih ada yaitu sebesar

Rp 1.687.500,00 diakui sebagai kerugian fiskal.

Sedang akuntansi pada umumnya mengamortisasi aktiva

tidak berwujud berdasarkan waktu dengan metode garis

lurus. Menurut akuntansi, aktiva tak berwujud tersebut

sampai 31 Desember 1993 mempunyai harga buku sebagai

Jenis Harta Masa Manfaat Tahun Perolehan Harga Perolehan Akumulasi Amortisasi Harga Buku 31-12-1993 Sewa Gedung Hak Paten Fran­ chise 5 Tahun 5 Tahun 5 Tahun 10-1-1991 15-1-1992 5-1-1992 4.000.000 10.000.000 12.000.000 2.400.000 4. 000.. 000 4.800.000 1.600.000 6.000.000 7.200.000

Penarikan aktiva tak berwujud tersebut, menurut

akuntasi, dicatat sebagai berikut.

Kerugian Penarikan 1.600.000

Akumulasi Amortisasi 2.400.000

Sewa Gedung 4.000.000

Jadi menurut akuntansi kerugian penarikan yang

diakui adalah Rp 1.600.000,00 dan dasar penyusutan aktiva

tidak berwujud tahun 1994 adalah Hak Paten Rp

10.000.000,00 dan Franchise sebesar Rp 12.000.000,00;

harga perolehan masing-masing aktiva.