Untuk pertukaran aktiva ini layaknya mungkin hanya
terjadi pada aktiva tetap, tidak terjadi pada aktiva
tidak berwujud. Oleh karena itu SAK 1994 tidak mengatur
pengakuan laba rugi pertukaran aktiva tak berwujud,
sepertinya halnya PAI 1984 juga tidak mengatur perolehan
aktiva tak berwujud dari pertukaran.
SAK 1994 membagi pertukaran aktiva tetap menjadi dua
jenis, yaitu pertukaran aktiva tidak sejenis dan sejenis.
Pertukaran aktiva tidak sejenis, perbedaan antara nilai
buku aktiva yang diserahkan dengan harga wajarnya dicatat
sebagai laba atau rugi dan diakui pada periode terjadin
ya.
Pertukaran aktiva sejenis, kerugian selalu diakui
pada periode terjadinya pertukaran seperti halnya pertu
karan tidak sejenis. Namun, keuntungan dari pertukaran
aktiva sejenis, tidak langsung diakui tetapi ditangguh
kan. Disamping itu harus dilihat dulu, apakah pertukaran
ini melibatkan uang atau tidak. Bila tidak melibatkan
melibat-kan uang tapi justru menyerahmelibat-kan uang, juga tidak ada
pengakuan keuntungan. Pengakuan keuntungan pertukaran
aktiva sejenis baru ada, bila menerima uang, dan harga
wajar aktiva lebih tinggi dari nilai bukunya. Laba yang
diakuipun hanya sebagaian, yaitu sebesar perbandingan
antara uang yang diterima dibagi penjumlalahan uang dan
nilai wajar aktiva yang diterima dikalikan keuntungan
[selisih harga wajar aktiva yang diserahkan dengan nilai
bukunya].
Pengakuan laba seperti di atas karena berpegangan
pada prinsip bahwa, ” ... earning process is complete or
virtually complete, and exchange has taken place."12 Laba
rugi diakui bila proses memperoleh penghasilan telah
sempurna atau selesai atau nyata-nyata telah selesai dan
pertukaran telah terjadi. Pertukaran sejenis ini dianggap
proses memperoleh penghasilan belum selesai.
Sedang pengakuan keuntungan sebagian, hal itu dia
nggap bahwa jumlah itulah proses memperoleh penghasilan
telah sempurna (karena sebagian itulah yang telah
dijual). Hal di atas sejalan dengan opini APB No. 29,
bahwa pertukaran aktiva sejenis merupakan "... exchanges
that do not result in the culmination of the earning
process."^
12Schroeder, Hccullers, dan Clark, o p. cit.r hal. 72.
Pengakuan laba rugi atas pertukaran menganut konsep
konservatisme, yaitu bila menghadapi alternatif yang
tidak pasti, selalu dipilih kemungkinan yang paling
merugi. Jadi apabila harga wajar atau harga pasar aktiva
lebih kecil dari harga buku,maka akan diakui kerugian dan
mencatat perolehan aktiva dengan harga wajar atau pa-
sarnya. Sedang bila harga wajar atau pasar aktiva lebih
tinggi daripada harga bukunya, maka tidak langsung menga
kui laba, tetapi memilih untuk menangguhkan laba dan
mencatat aktiva sebesar harga bukunya. Laba yang ditang
guhkan ini akan diakui melalui pengakuan beban penyusutan
yang lebih kecil daripada yang seharusnya. Jadi seolah-
olah tidak ada pengakuan laba yang ditangguhkan tadi, hal
ini dikarenakan tidak dinyatakan dalam suatu rekening
tertentu yang secara eksplisit menyebutkan pengakuan
laba.
2.1.2. Penyusutan, Laba Rugi Penarikan Aktiva Tetap
Menurut Perpajakan dan Permasalahannya
2.1.2.1. Harta yang Disusutkan. Pengertian harta
yang disusutkan menurut UU PPh 1994 adalah "...harta
berwujud yang dimiliki dan dipergunakan dalam perusahaan
atau yang dimiliki untuk mendapatkan, managih, dan meme-
dari satu tahun, kepuali tanah...
Dalam penjelasan pasal 11 UU PPh 1994, disebutkan
pembebanan biaya untuk menghasilkan yang mempunyai masa
manfaat lebih dari 1 tahun dilakukan melalui penyusutan
untuk harta berwujud dan amortisasi untuk harta tak
berwujud atau biaya lain, yang mana berlaku prinsip-
prinsip yang sama atas keduanya.
Pengertian harta menurut UU PPh 1994, berarti menca
kup harta yang dapat disusutkan dan yang tidak dapat
disusutkan. Tanah menurut UU PPh 1994 secara tegas dite
tapkan termasuk harta yang tidak dapat disusutkan. Harta
berwujud selain tanah meskipun dimiliki perusahaan tetapi
digunakan untuk keperluan pribadi pengelola perusahaan,
juga tidak boleh disusutkan, yang biayanya dibebankan ke
perusahaan. Hal ini disebutkan dalam UU PPh 1994 pasal 9
ayat 1 huruf d, bahwa untuk menentukan penghasilan kena
pajak (PhKP), pemberian kenikmatan pemakaian kendaraan
bermotor dan perumahan milik perusahaan, kecuali peruma
han di daerah terpencil sesuai ketentuan PPh 1994, tidak
diperbolehkan dikurangkan sebagai biaya. Pengertian
daerah terpencil diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
nomor 960/KMK.04/1983. Daerah yang disebut daerah terpen
cil dalam ketentuan tersebut harus memenuhi syarat yaitu
sulit memperoleh perumahan untuk disewa, dan letaknya
jauh dan sulit untuk dicapai oleh masyarakat pada umumn-
ya.
Masalah yang ada berkaitan dengan hal ini adalah
mengenai tanah. Tanah yang dimiliki oleh perusahaan di
Indonesia berupa hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan
(HGB) dan hak-hak lain yang jangka waktunya terbatas.
Perusahaan tidak dapat memiliki hak milik (HM) yang
jangka waktunya tidak terbatas. Karena terbatas jangka
waktunya apakah HGU, HGB, dan hak lainnya tadi boleh
disusutka atau tidak.
Untuk membahas hak atas tanah perlu dipahami
penger-tian hak atas tanah. Yang dimaksud dengan hak atas tanah
ialah, "Hak yang memberi wewenang kepada yang empunya
untuk mempergunakan atau mengambil manfaat dari tanah
yang dihakinya."
Hak atas tanah di Indonesia seperti yang diatur
dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), banyak macam
ragamnya, seperti dikemukakan oleh Effendi Perangin
sebagai berikut:
Lengkapnya hak-hak atas tanah itu menurut pasal 16 jo 53 ialah: Hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Membuka tanah, Hak Memungut Hasil Hutan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah, Pertanian. Tetapi sesungguhnya Hak Membuka Tanah dan Hak Memun gut Hasil Hutan bukanlah hak atas tanah, berdasarkan
15Effendi Perangin, Hukam Agraria Di Indonesia Suatu Telaah Dari Sadut Pandang Praktisi Hukum. Jakarta, Rajawali Pers, hal. 229.
perumusan di atas.... Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Basil, Hak Menumpang dan Hak Sewa Tanah Pertanian disebut UUPA sebagai hak Yang bersifat sementara, satu saat akan dihapuskan.16
Sehubungan dengan penyusutan atau amortisasi tanah
atau hak atas tanah, maka pembahasan dibatasi pada hak
atas tanah yang bersifat tetap (bukan yang bersifat
sementara), dan diperoleh dengan cara mengeluarkan biaya,
tepatnya Hak Hilik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan,
Hak Pakai, dan Hak Sewa.
Untuk membahas mengenai hak-hak tersebut, berikut
ini diuraikan pengertian dan ciri-ciri dari hak-hak atas
tanah tersebut, yang diikhtisrkan dari UUPA.
Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh. HM memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. tidak terbatas jangka waktunya,
b. dapat dijadikan jaminan hutang hipotek,
c. dapat beralih kepada ahli waris jika pemegang hak
meninggal,
d. dapat dijual atau dialihkan dengan cara lain,
e. hanya dapat diperoleh dari penetapan pemerintah,
pemegang HM hanya dapat mengalihkan Hak Milik.
Hak Milik hanya dapat dimiliki oleh warga negara
Indonesia perorangan, secara sendiri-sendiri atau secara
bersama-sama. Badan hukum tidak boleh memiliki HM,
li ditunjuk bardasarkan Peraturan Pemerintah. Badan hukum
yang dapt memiliki HM misalnya bank milik pemerintah,
koperasi pertanian, badan keagamaan yang ditunjuk Kenteri
Dalam Negeri setelah mendengar pertimbangan Menteri
Agama, badan sosial yang ditunjuk Menteri Dalam Negeri
setelah mendengar pertimbangan Menteri Sosial.
HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah dibidang
pertanian, perikanan, perkebunan. HGU memiliki ciri-ciri:
a. terbatas jangka waktunya, tetapi ada jaminan untuk
memperpanjang haknya,
b. dapat dijadikan jaminan hutang hipotek,
c. dapat beralih kepada ahli waris,
d. dapat dijual atau dialihkan dengan cara lain,
e. hanya dapat diperoleh dari penetapan pemerintah, tidak
dapat diperoleh dari selain pemerintah.
HGU dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia
(WNI), badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia
dan berkedudukan di Indonesia.
Kemudian HGB, yaitu hak untuk mendirikan bangunan di
atas tanah tempat bangunan tersebut berdiri. Ciri-ciri
HGB adalah:
a. terbatas jangka waktunya, tetapi ada jaminan untuk
perpanjangan haknya,
b. dapat dijadikan jaminan hutang hipotek,
c. dapat beralih kepada ahli waris,
e. KGB bisa diperoleh dari pemerintah, atau dari per-
janjian dengan pemegang HM atas tanah, namun Effendi
Perangin menyebutkan karena belum ada peraturan
pelaksanaannya,... belum mungkin seorang pemilik
memberi hak guna bangunan itu di atas tanah mili-
knya."
Persyaratan orang atau badan hukum yang dapat memil
iki HGB sama dengan persyaratan untuk orang atau badan
hukum yang dapat memiliki HGU.
Berikutnya hak pakai, yaitu hak untuk mendirikan
bangunan atau mengusahakan tanah untuk usaha pertanian,
perikanan, perkebunan. Hak pakai memiliki ciri-ciri
yaitu:
a. terbatas jangka waktunya dan tidak ada jaminan
perpanjangan haknya,
b. tidak dapat dijadikan jaminan hutang hipotek, namun
disebutkan oleh Effendi Perangin bahwa, "Untuk
dijadikan jaminan khusus bagi kreditur tertentu,
maka biasanya tanah Hak Pakai itu diserahkan dengan
Kuasa Menjual Sebagai Jaminan."
c. tidak dapat beralih kepada ahli waris meskipun hak
tidak batal dengan sendirinya.
17Ibid., hal. 283.
d. pengalihan hak pakai harus seizin pihak yang berwe-
nang memberi izin,
e. dapat diperoleh dari pemerintah atau dari perjanjian
dengan pemegang HM atas tanah.
Hak Pakai dapa dimiliki oleh WNI, orang asing yang
berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum di Indonesia, badan-badan asing yang
mempunyai perwakilan di Indonesia.
s
Dan hak sewa adalah hak untuk mempergunakan tanah
milik orang lain untuk keperluan bangunan. Hak ini tidak
berbeda dengan hak atas penggunaan aktiva tertentu karena
disewa. Hak ini hanya dapat diperoleh dengan perjanjian
dengan pemegang hak milik, bukan dari pemerintah.
Hak sewa dapat dimiliki oleh WNI, orang asing yang
berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan
menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia,
badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
Dilihat dari oara perolehan tanah di Indonesia khu
susnya bagi perusahaan atau badan hukum, sebenarnya akan
selalu terdapat dua jenis biaya yaitu biaya perolehan
awal dan biaya-biaya yang dikeluarkan setelah perolehan
awal. Hal ini dikarenakan badan hukum atau perusahaan di
Indonesia pada umumnya tidak dapat memiliki Hak Milik,
perusahaan hanya dapat memiliki hak atas tanah yang
jangka waktunya terbatas, seperti HGU, dan HGB.
untuk uang pendaftaran, uang pemasukan, dan sumbangan
landreform serta uang pembebasan tanah. Uang pendaftaran
yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pemohon hak untuk
memperoleh keterangan tentang tanah dari kantor agraria,
membuat sertifikat dan biaya-biaya yang berhubungan
dengan pendaftaran tanah.
Uang pemasukan yaitu sejumlah uang tertentu yang di
bayarkan oleh pemohon hak ke[ada negara agar kepada
pemohon diberikan hak atas tanah sesuai yang diminta.
Apabila tanah yang dimohon haknya merupakan tanah yang
dibebaskan terlebih dahulu, maka tidak dipungut uang
pemasukan, tetapi dipungut uang administrasi sebesar 1%
dari uang pemasukan yang seharusnya dibayar.
Uang sumbangan landreform yaitu sejumlah uang yang
dibayarkan kepada yayasan dana landreform yang besarnya
adalah 50% dari uang pemasukan atau uang administrasi.
Yang dimaksud pembebasan tanah yaitu semacam pembelian
hak atas tanah agar pemegang hak bersedia melepaskan
haknya dengan penggantian, yang dapat berupa uang atau
harta lain.
Sedangkan biaya yang dikeluarkan setelah perolehan
awal yaitu biaya untuk memperpanjang hak atau untuk
meperbarui hak. Biaya untuk memperpanjang atau untuk
memperbarui hak ini sama dengan biaya perolehan awal,
akan tetapi tentu saja tidak termasuk uang pembebasan
yang memperpanjang hak sehingga tidak perlu membebaskan
tanah terlebih dahulu.
2.1.2.2. Penyusutan Harta Berwu.iud dan Tak__BerHtt.iud
Menurut Perpajiakan. Secara eksplisit, pengertian mengenai
penyusutan disajikan dalam UU PPh 1994. pengertian
mengenai penyusutan ini dapat dipahami dari beberapa
pasal yang mengatur tentang hal tersebut. Pasal 6 UU PPh
1994 menyebutkan, untuk menghitung jumlah PhKP ditentukan
dari penghasilan bruto dikurangi, antara lain, penyusu
tan. Kemudian pasal 11 ayat 6 UU PPh 1994 menyebutkan
penyusutan ditetapkan dengan mengalikan dasar penyusutan
(yang dapat berupa harga buku atau harga perolehan) tiap-
tiap golongan dengan masing-masing tarifnya. Bahkan pasal
9 ayat 2 memperjelas definisi panyusutan -tersebut.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa penyusu
tan adalah alokasi pembebanan biaya perolehan harta
berwujud (yang tersirat dalam dasar penyusutan) selama
beberapa tahun pajak.
Sama halnya dengan penyusutan, tentang amortisasi di
sini diberikan definisi atau pengertian secara eksplisit
pula. Dalam pasal 9 ayat 2 UU PPh 1994 disebutkan bahwa
"Pengeluaran untuk mendapatkan, managih, dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
ligus, melainkan dibebankan melalui amortisasi..."19
Biaya di sini meliputi pengeluaran-pengeluaran untuk
memperoleh harta tak berwujud dan biaya-biaya lain yang
mempunyai masa manfaat lebih dari setahun, misalnya biaya
sewa yang dibayar di muka untuk jangka waktu 2 tahun.