• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penolakan Beriman kepada Nabi Muhammad Saw

BAB II DIRKURSUS TENTANG KENABIAN

C. Penolakan Beriman kepada Nabi Muhammad Saw

Sejak kecil, nabi sudah menjadi yatim piatu. Kemudian dirinya diasuh langsung oleh kakeknya, „Abdul al-Muṭalib. „Abdul al-Muṭalib adalah orang tua yang berpengaruh besar di kalangan bangsa Quraisy, karena dialah orang yang tertua di kalangan bangsa Quraisy ketika itu, juga yang menjadi tempat kembalinya segala urusan yang terjadi di kalangan mereka dan kepala bagi seluruh kota Mekkah.

Setelah wafatnya „Abdul al-Muṭalib, nabi kemudian diasuh oleh pamannya sendiri, Abū Thālib. Sepeninggalan „Abdul al-Muṭalib, Nabi Muhammad Saw. berada di bawah asuhan dan pengawasan Abū Thālib, pamannya yang tidak kaya itu.

Sejak berusia kurang lebih dua belas tahun, nabi sudah membantu pamannya untuk berjualan ke negeri Syam hingga dewasa. Nabi hanya hidup dengan sekedar apa yang ada bersama-sama anak-anak

15 Rusman Siregar, “Ternyata Karl Marx mengagumi Sosok Nabi Muhammad”, Diakses, 23 Desember 2019, sindonews.com.

52

pamannya yang lain, sambil mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh anak-anak yang sebaya dengannya.16

Setelah usia nabi genap mencapai usia empat puluh tahun, dirinya diangkat menjadi seorang nabi dengan membawa wahyu yang diturunkan oleh malaikat Jibril. Kemudian nabi mulai berdakwah untuk menyebarkan ajaran Islam. Dakwah yang nabi jalani tidak lepas dari banyak penolakan dari bangsa Quraisy maupun dari kaum Yahudi.17

Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang Quraisy menolak dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw. Persaingan antar suku dan keturunan yang ada di Mekkah, membuat mereka saling berebut kekuasaan dan pengaruh agar dapat menguasai laju perekonomian yang ada di Mekkah. Sebetulnya aroma persaingan ini sudah lama muncul di kalangan orang Mekkah, dan hal itu dapat dirasakan ketika peristiwa pemugaran Ka‟bah dan peletakan kembali hajar aswad. Faktor lain yang menyebabkan orang Quraisy menantang dakwah Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw. adalah kekhawatiran mereka atas keturunan dominasi orang Quraisy dalam menjalani roda perekonomian dan perdagangan di kota Mekkah. Apabila mereka menerima Islam sebagai agama mereka, maka roda perekonomian dan perdagangan akan dikuasai orang banyak dan dominasi orang Quraisy akan menurun. Sedangkan faktor selanjutnya adalah masih kentalnya ajaran nenek moyang yang ada pada diri orang Quraisy, mereka merasa gengsi apabila ajaran nenek moyang mereka yang telah

16 K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, 82.

17 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, 10.

dijalankan berabad-abad terganti dengan ajaran baru, yaitu ajaran Islam.18

Selain faktor tersebut, orang-orang Quraisy menolak ajaran nabi karena nabi terlahir sebagai manusia biasa dan tidak memiliki kedudukan tinggi layaknya seorang raja. Mereka juga beranggapan bahwa yang lebih pantas menjadi seorang nabi ialah dari kalangan malaikat bukan dari seorang manusia yang miskin. Bahkan mereka berani menuduh nabi dengan sesuatu yang buruk, seperti yang tercantum dalam surah al-Fūrqān (25) ayat 7-11, yang berbunyi,

ٓا َ

makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia? Atau (mengapa tidak) diturunkan kepadanya perbendaharaan, atau (mengapa tidak) ada kebun baginya, yang dia dapat makan dari (hasil)nya?” Dan orang-orang zalim itu berkata: “Kamu sekalian tidak lain hanyalah mengikuti seorang lelaki yang kena sihir”. Perhatikanlah, bagaimana mereka membuat perbandingan-perbandingan tentang kamu, lalu sesatlah mereka, mereka tidak sanggup (mendapatkan) jalan (untuk menentang kerasulanmu). Maha Suci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya bagimu yang lebih baik dari yang demikian, (yaitu)

18 Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam, 10.

54

surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan dijadikan-Nya (pula) untukmu istana-istana. Bahkan mereka mendustakan hari kiamat. Dan kami menyediakan neraka yang menyala-nyala bagi siapa yang mendustakan hari kiamat.” (Al-Furqan/25:7-11)

Kemudian berbicara tentang Yahudi, tentunya akan mengingatkan kita tentang bagaimana hubungan Rasulullah Saw. dengan mereka yang telah nabi rasakan sejak kecil. Perjalanan nabi ke negeri Syam di waktu kecil, di masa saat itu paman nabi memperoleh peringatan dari pendeta Buhaira agar segera kembali ke Mekkah dan menjaga nabi dari segala makar dan kejahatan kaum Yahudi yang saat itu sedang mencari sosok nabi yang mereka ketahui dari Kitab Taurat. Pencarian itu bertujuan untuk menyakitinya, karena calon nabi itu tidak berasal dari kaum mereka.19

Ibn Ishāq mengatakan bahwa sikap permusuhan kaum Yahudi, dilatar belakangi oleh dua penyebab utama. Pertama, dengki karena nabi terakhir yang diutus Allah bukan dari kalangan mereka. Kedua, Rasulullah Saw. berhasil menyatukan kabilah Aus dan kabilah Khazraj. Hal tersebut membuat eksistensi Yahudi terancam karena mereka terbiasa memanfaatkan konflik antara dua kabilah tersebut untuk kepentingan mereka.20

Orang-orang Yahudi di Madinah sejak lama telah mengabarkan bahwa akan datang seorang nabi akhir zaman. Namun, ketika Rasulullah Saw. diutus, mereka kecewa, sebab ternyata nabi yang mereka harapkan tidak berasal dari kalangan Yahudi, tetapi dari keturunan Arab yaitu dari ibunda Siti Hajar, sedangkan silsilah keturunan kaum Yahudi itu dari ibunda Siti Sarah. Maka, ketika

19 Hanafi al-Mahlawi, Harum Semerbak Tempat-tempat yang dikunjungi Rasulullah Saw (Jakarta: Ufuk Press, 2008), 296.

20 Ibn Hisyām dan „Abd al-Mālik, Al-Ṣīrah al-Nabawiyyah, 513.

Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah bersama para sahabat dan kaum Anshar di Madinah pun telah masuk Islam, orang-orang Yahudi justru menolak kenabian beliau. Terkait peristiwa tersebut, turunlah firman Allah Swt. dalam surah al-Baqarah‟ (2) ayat 89 yang berbunyi,21

ْن ّم اْيِنا َ

yang membenarkan apa yang ada pada mereka sedangkan sebelumnya mereka memohon kemenangan atas orang-orang kafir, ternyata setelah sampai kepada mereka apa yang telah mereka ketahui itu, mereka mengingkarinya. Maka laknat Allah bagi orang-orang yang ingkar”.

(Al-Baqarah/2:89)

Kekufuran yang dilakukan orang-orang musyrik terhadap kenabian Nabi Muhammad Saw., telah menjadi sejarah di tengah-tengah umat Islam. Berbagai macam penolakan yang dilakukan orang-orang musyrik bisa kita lihat dari tujuan kaum Quraisy agar bisa merebut kekuasaan dan pengaruh agar dapat menguasai laju perekonomian yang ada di Makkah, serta mereka juga merasa gengsi apabila ajaran nenek moyang mereka yang telah dijalankan berabad-abad terganti dengan ajaran Islam.

Selain itu, penolakan yang dilakukan kaum Quraisy ialah terlihat dari sikap mereka saat mengetahui bahwa seorang nabi yang diutus adalah manusia biasa dan tidak memiliki kedudukan tinggi layaknya seorang raja. Mereka juga beranggapan bahwa yang lebih pantas menjadi seorang nabi ialah dari kalangan malaikat bukan dari seorang

21 Misran dan Armansyah, Para Penentang Muhammad Saw (Bandung: Safina, 2018), 181-182.

56

manusia yang miskin, seperti yang tercantum dalam surah al-Fūrqān (25) ayat 7-11.

Sedangkan dari kaum Yahudi menolak ajaran Islam karena beberapa sebab dengki kepada nabi terakhir yang diutus Allah bukan dari kalangan mereka yaitu dari keturunan Ibunda Siti Sarah. Kedua, Rasulullah Saw. berhasil menyatukan kabilah Aus dan kabilah Khazraj yang membuat eksistensi Yahudi terancam karena mereka terbiasa memanfaatkan konflik antara dua kabilah tersebut untuk kepentingan mereka.

Meskipun Nabi Muhammad Saw. mengalami banyak penolakan dari orang-orang musyrik, tapi hal tersebut tidak membuat nabi menyerah untuk terus menyampaikan amanah risalah dari Allah Swt.

dan selalu menebarkan kebaikan di tengah-tengah mereka.

57 BAB IV

KERAGUAN ORANG-ORANG MUSYRIK TENTANG KEBENARAN KENABIAN MUHAMMAD SAW A. Penolakan Orang-orang Musyrik Terhadap Sosok Nabi

Muhammad Saw sebagai Manusia Biasa

Nabi Muhammmad Saw. lahir sebagai manusia biasa yang diamanahkan oleh Allah Swt. untuk menyampaikan risalah agama Islam. Amanahnya tersebut tidak lepas dari berbagai macam ujian berupa penolakan dan tuduhan yang dilontarkan orang-orang musyrik kepadanya. Penolakan mereka ialah mengenai sosok nabi sebagai manusia biasa. Dalam kesehariannya, Nabi Muhammad Saw.

melakukan seperti yang mereka lakukan, diantaranya butuh makan dan keluar masuk pasar.

Dalam surah al-Fūrqān (25) ayat 7, menjelaskan tentang penolakan orang-orang musyrik terhadap nabi yang berbunyi,

ٓا َ

makanan dan berjalan di pasar-pasar? Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat agar malaikat itu memberikan peringatan bersama-sama dengan dia?” (Al-Furqan/25:7)

Ayat ini turun kepada Rasulullah Saw. berkaitan dengan perkataan orang-orang musyrik kepada nabi pada malam pertemuan mereka di hadapan Ka‟bah, berbagai hal yang mereka tawarkan terhadapnya, serta kemustahilan-kemustahilan yang mereka minta kepadanya untuk dilakukannya. Perkataan yang mereka sampaikan kepada nabi pada saat itu adalah: Ibn „Abbās menyampaikan sebagaimana dinukil oleh

58

al-Ṭabarī tentang keheranan mereka. Mereka meminta kepada Nabi Muhammad Saw. untuk memperjalankan gunung-gunung, menghidupkan kembali orang-orang yang sudah mati, mendatangkan Allah dan malaikat dalam wujud nyata untuk bisa mereka saksikan.

Permintaan mereka selanjutnya adalah Nabi Muhammad Saw. agar selalu didampingi oleh malaikat untuk membenarkan segala perkataannya. Mereka juga meminta kepadanya untuk membuatkan istana-istana, kebun-kebun dan harta-harta simpanan dari emas dan perak.1

Permintaan mereka ini adalah hal yang mustahil dilakukan manusia biasa. Tujuan permintaan mereka adalah dalam rangka menolak kehadiran Nabi Muhammad Saw. yang merupakan manusia biasa yang menjadi rasul untuk mereka. Rasulullah Saw. lalu bersabda, “Aku tidak akan melakukannya.” Allah Swt. lalu menurunkan ayat terkait ucapan mereka yaitu surah al-Fūrqān (25) ayat 7 yang bebarengan dengan ayat 8.

Firman Allah Swt.,

اِا اَ اْ اَاْلا اِ اْ اِلاْاَ اَ اَا اَ وَّلل اُ اُ اْ اَ اِ اْ اُ وَّرل اَ هٰ اِ اَ اْ اُل اَ اَ

“Dan mereka berkata: “Mengapa rasul (Muhammad) memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar?”.

Ada dua hal yang patut dicermati dari ayat tersebut.

Pertama, Firman Allah Swt.,

اْ اُل اَ اَ

Allah menyebutkan tuduhan keheranan mereka. Dhamir (kata ganti) yang terdapat pada lafaz

اْ اُل اَ اَ

kembali pada kaum Quraisy. Hal itu karena mereka memiliki suatu pertemuan yang terkenal bersama Rasulullah Saw.

Ibn Ishak dan lainnya menyebutkan dalam buku-buku Sirah,

“Kandungannya adalah bahwa pimpinan mereka, Atabah bin Rabi‟ah

1 Al-Ṭabarī, Tafsīr al-Ṭabarī, jilid 19 (Jakarta:Pustaka Azzam), 313-314.

dan lainnya berkumpul bersama Rasulullah Saw, lalu mereka berkata,

„Wahai Muhammad, jika engkau ingin menjadi pemimpin, maka kami akan mengangkatmu menjadi pemimpin kami. Jika engkau menginginkan harta, maka kami akan mengumpulkannya untukmu dari harta yang kami miliki‟. Akan tetapi ketika Rasulullah Saw.

menolak itu semua. Maka, mereka kembali beradu argumentasi bersama nabi, „Bagaimana keadaanmu, engkau adalah rasulullah (utusan Allah), akan tetapi engkau makan dan datang ke pasar‟.

Mereka berusaha menjelek-jelekkan Nabi Saw., karena nabi menyantap makanan di pasar, dan mereka menginginkan sosok rasul itu adalah seorang raja. Karena itu, mereka mengejeknya.

Sedangkan mereka melihat para kaisar dan raja biasanya tidak berjalan di pasar-pasar. Namun, Rasulullah Saw. tetap bergaul dengan mereka di pasar, seraya menyuruh mereka kepada kebaikan dan mencegah mereka untuk berbuat kemungkaran. Oleh karena itu, Allah menurunkan wahyu kepada nabi-Nya,

وَّلااِ اَاْيْاِ اَ اْراُ اْل اَ اِ اَكاَ اْىَ اَىَ اَ اْ اَ اْراَ اَ اَ

اْ اَ اَل اْماُ وَّىَناِ

اِا اَ اْ اَاْلا اِ اَ اْ اُلاْاَ اَ اَا اَ وَّلل اَ اْ اُ اُ

اً اَ اْىَتاِ ٍضاْ اَىَ اِل اْماُكاَ اْ اَىَ اَ اْ اَ اَجاَ ۗ ۗ

اَ اْ اُاِ اْصاَ اَ

اًراْىَ اِصاَ اَكيُّ اَر اَ اَ اَ ۚ

“Dan kami tidak mengutus rasul-rasul sebelumnya, melainkan mereka memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” 2 (Al-Furqan/25:20). Karena itu, janganlah kamu berduka, dan jangan pula bersedih. Itu adalah bentuk keraguan terhadapmu yang dijadikan aib bagimu.

Kedua, datangnya nabi ke pasar-pasar untuk melakukan perniagaan hukumnya mubah, dan Rasulullah Saw. datang ke pasar untuk memenuhi keperluannya dan untuk mengingatkan manusia untuk menaati perintah Allah dan mendakwahi mereka. Nabi

2 Disebutkan dari Ibn Ishāk bin Hisyām dalam Al-Ṣīrah al-Nabawiyyah, jilid 1, 262-263.

60

menampakkan dirinya di hadapan kabilah-kabilah, karena barangkali mereka kembali kepada kebenaran dengan datangnya nabi ke pasar.

Diriwayatkan dalam Ṣaḥīḥ al-Bukhārī tentang sifat Rasullah Saw.,

“Bukan dengan bermuka masam, berkeras hati, berteriak-teriak di pasar”. Hal ini telah dijelaskan dalam surah al-A‟rāf.3

Penyebutan pasar disebutkan juga di selain hadis itu, sebagaimana yang disebut oleh para perawi hadis shahih. Perniagaan para sahabat di pasar-pasar sudah dikenal, terutama kaum Muhajirin, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Abū Hurairah, “Saudara-saudara kami dari kaum Muhajirin disibukkan dengan jual beli di pasar-pasar”.4

ةٌكاَ اَ اِ اْ اَلاِ اَ اِلاْناُ اَلااْ اَل

“Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat?,” maksudnya adalah, mengapa Nabi Muhammad Saw. tidak didampingi malaikat untuk menemaninya menyampaikan wahyu.

اُ اَ اَ اَ اْ اُكاَ اَىَ

اًراْىَ اِ اَن

“Agar malaikat itu memberikan peringatan

bersama-sama dengan dia?” Merupakan jawaban atas pertanyaan “Mengapa tidak diturunkan kepadanya seorang malaikat?”.5

3 “Lihat يُّ اِاُ اَ اِراَكاْ اُ اْل اِ اَع اْماُ هٰ اْىَ اَىَ اَ اِ اْ اُراْ اَ اْل اِ اْماُ اُراُ اْ اَ اِ اْ اِاْ اِاْلا اَ اِ هٰراْ وَّىَتل اِ اْماُ اَ اْ اِع اً اْ اُىَتاْكاَ اُ اَناْ اُ اِاَ اْ اِ وَّل وَّ يِّ اُاْلا وَّاِبيوَّ ل اَ اْ اُ وَّرل اَ اْ اُ اِ وَّتاَىَ اَ اْ اِ وَّلاَ

اِ اْ اَ اَع اْ اَن اَ اْاِ وَّل اَ هٰ اْ اَاْلا اَ اْماُ اَراْ اِ اْماُ اْىَ اَع اُ اَ اَ اَ اَ ىِٕ هٰ اَاْا اُماِ اْ اَ اَع اُايِّراَاُ اَ اِ هٰ يِّ وَّلل اُماُاَ

اْا اِ اِ اْ اُىَ اَ هٰ اَ اْ اِ وَّل اَ ۗ اُ اَ اَ اَ اِلاْناُ اْ اِ وَّل اَراْ يُّىَ ل اُ اَىَ وَّىَ اَ اُ اْ اُراَصاَناَ اُ اْ اُروَّلاَعاَ

اَ اْ اُ اِ اْ اُ اْل اُماُ اَكىِٕ هٰل اُ “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti rasul, nabi yang ummi (tidak bisa membaca tulia) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma‟ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. Memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur‟an), mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Al-A‟raf/7: 157)”.

4 Ṣaḥīḥ al-Bukhārī dalam pembahasan tentang ilmu, bab no.42, dalam

pembahasan tentang berpegang teguh, bab no.22, pembahasan jual beli dan bercocok tanam, bab no.21, dalam pembahasan tentang keutamaan sahabat, bab:

Keutamaan Abu Hūrairah Ad-Dausī (4/1939).

5 Al-Qurṭubī, Tafsīr al-Qurṭubī, Jilid 13 (Jakarta: Pustaka Azzam), 12-14.

Ketika mereka membicarakan Nabi Muhammad Saw. bahwa sesungguhnya dia adalah manusia, tidak ada antara dia dan kalian suatu perbedaan, maka mereka kebingungan dan ragu-ragu atas manusia ini. Allah Swt. lebih mengetahui tentang mereka, seandainya Dia menurunkan malaikat dalam bentuk seorang laki-laki tentu mereka mendapatkan keraguan sebagaimana yang telah mereka perbuat.6

Sedangkan Nabi Muhammad Saw. tidak tidak keluar dari keadaannya sebagai manusia biasa. Dalam banyak kejadian, dia mencoba menegaskan kepada manusia bahwa ia makan sebagaimana mereka makan, minum sebagaimana mereka minum, menikah sebagaimana mereka menikah, merasakan apa yang mereka rasakan, kesal sebagaimana mereka kesal, sakit atau sembuh dari penyakit, berjalan di tengah-tengah sahabat-sahabatnya. Ia tidak senang bila ada orang yang mengistimewakan dirinya, bahkan nabi turut mengangkat batu-batu dan tanah bersama mereka, mendirikan masjid dan bahwa nabi ditentukan menjadi penutup jabatan kenabian dan kerasulan, tidak akan ada lagi nabi atau rasul sesudahnya.

Sebagai rasul atau nabi penutup harus diartikan dan dipahami, bahwa ialah manusia yang terakhir sebagai penghubung antara Allah al-Khaliq (Pencipta) dengan makhluk-makhluk-Nya (manusia).

Mencintainya berarti mencintai Yang Mengutusnya (Allah), menyenanginya berarti senang terhadap Yang Memillih dan Yang Menetapkannya sebagai rasul, dan membencinya atau menantangnya berarti membenci dan menantang terhadap Allah yang mengutus.

6 Muhammad Ali al-Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi, 31-33.

62

Seperti halnya manusia biasa pada umumnya, seorang nabi pun sama memiliki kepribadian sebagai manusia biasa. Akan tetapi yang membedakannya ialah bahwa tidak semua manusia biasa diberikan amanah untuk menyampaikan risalah dari Allah Swt., berikut penjelasan dalam surah al-Kahfi (18) ayat 110 yang berbunyi,

ْ ل ِ ف

“Katakanlah (Muhammad): “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sebenarnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa”. Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka akanlah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah ia mempersekutukan dengan sesuatu dalam kata-kata kepada Tuhannya.” (Al-Kahfi/18:110)

ةٌ اِ وَّ ةٌ هٰلاِ اْماُكاُهٰ اِ اَوَّ اَ وَّاَ اِ ىهٰ اْ اُىَ اْماُكاُ اْىَ يِّ ةٌراَلاَ اَناَ اَوَّ اِ اْ اُ

“Katakanlah (Muhammad): “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang telah menerima wahyu, bahwa sebenarnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Yakni aku tidak mengetahui kecuali apa yang diajarkan oleh Allah Swt. kepadaku, sedangkan ilmu Allah itu tidak terhingga banyaknya, dan hanyalah diperintahkan untuk menyampaikan kepada kalian bahwa Tuhan kalian itu adalah Tuhan yang Esa.

يِّ اَر اَء اَ اِل اْ اُجاْراَىَ اَ اَ اْ اَ اَ

“Maka barangsiapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya,” yakni berharap melihat-Nya dan pahalanya serta takut terhadap siksa-Nya,

اْااِراْلاُ اَلاوَّ اًاِلِ اَ اً اَ اَع اْ اَ اْ اَىَ اْ اَىَ

اً اَ اَ يِّ اَر اِ اَ اَ اِ اِ

“Maka akanlah dia mengerjakan kebajikan dan

janganlah ia mempersekutukan dengan sesuatu dalam kata-kata kepada Tuhannya”.

Seorang manusia yang mendapatkan wahyu dari wilayah Yang Maha Tinggi, seorang manusia yang meminta bantuan dari Zat Maha Penolong yang tidak pernah habis. Seorang manusia yang tidak pernah melampaui hidayah yang diterimanya dari Tuhannya. Seorang yang belajar, kemudian menjadi tahu dan mengajarkannya.7

Ibn „Abbās mengatakan, “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan Jundub ibn Zuhair al-„Amirī, ia berkata, „Wahai rasulullah, sesungguhnya aku mengerjakan amal karena Allah Swt. dan mengharapkan (melihat) wajah Allah Swt., hanya saja bila dilihat kepada-Nya aku ditutupi.‟ Maka Nabi Muhammad Saw. bersabda,

اِ اْ اِ اَااِراْ اُ اَ اُ اَ اْ اَىَ اَلااَ اَبيِّ وَّلل وَّلااِ اُ اَ اْ اَىَ اَلااَ ةٌبيِّ اَ اَ وَّ ل وَّ اِ

.

„Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik, dan tidak menerima apa yang dipersekutukan padanya.‟”8

Al-Mawardi berkata, “Semua ahli takwil mengatakan, bahwa makna firman Allah Swt.:

اً اَ اَ يِّ اَر اِ اَ اَ اِ اِ اْااِراْلاُ اَلاوَّ

(dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya), yakni tidak riya terhadap seorang pun mengenai amalnya.”

Al-Tarmiẓī raḥimahullāh meriwayatkan di dalam Nāwadir

al-„Ushūl, ia mengatakan: Ayahku raḥimahullāh menceritakan kepada kami, ia berkata: Makkī ibn Ibrāhīm menceritakan kepada kami, ia berkata: „Abdul Wāḥid ibn Zaid menceritakan kepada kami, dari

„Ubādah ibn Nusay, ia menuturkan, “Aku menemui Syaddād ibn Aus di tempat salatnya, saat itu ia sedang menangis, lalu aku bertanya,

„Apa yang membuatmu menangis wahai Abū „Abdirraḥman?‟ Ia menjawab, „Hadis yang aku dengar dari Rasulullah Saw. pada suatu hari, karena aku melihat suatu hal pada wajah yang buruk bagiku‟.

Lalu aku berkata, „Ayah dan Ibuku tebusannya wahai rasulullah, apa yang aku lihat pada wajahmu itu?‟ Nabi menjawab, „Perkara yang aku khawatirkan pada umatku setelah ketiadaanku‟. Aku bertanya lagi,

7Sayyid Quṭub, Fī Ẓilāl al-Qur‟ān: Di Bawah Naungan al-Qur‟an, terj. M.Misbah dan Aunur Rafiq Saleh Tamhid, jilid 16 (Jakarta: Robbani Press, 2009), 350.

8 “Ini disebutkan oleh Al-Wāḥidi dalam Asbāb al-Nuzūl (Dar Ibn Hazm), 226”.

64

„Apa itu wahai rasulullah?‟ Nabi menjawab, „Syirik dan syahwat yang tersembunyi‟. Aku berkata, „Wahai rasulullah, apakah umatmu akan berbuat syirik setelah ketiadaanmu?‟ Nabi menjawab, „Wahai Syaddad, memang mereka tidak menyembah matahari, bulan, batu, maupun berhala, akan tetapi mereka riya dengan amal mereka‟. Aku berkata, „riya itu syirik?‟ Nabi menjawab, „ya‟. Aku bertanya lagi,

„lalu bagaimana dengan syahwat yang tersembunyi?‟ Nabi menjawab,

„di pagi hari salah seorang mereka berpuasa, lalu muncul syahwat dunia padanya sehingga ia pun berbuka‟.” Selanjutnya „Abdul Wāḥid berkata, “Kemudian aku menjumpai al-Ḥasan, lalu aku bertanya,

„wahai Abū Sa‟id, beritahulah aku tentang riya, apakah itu syirik?‟ Ia menjawab, „ya. Tidakkah engkau membaca ayat:

يِّ اَر اَء اَ اِل اْ اُجاْراَىَ اَ اَ اْ اَ اَ

اً اَ اَع اْ اَ اْ اَىَ اْ اَىَ اً اَ اَ يِّ اَر اِ اَ اَ اِ اِ اْااِراْلاُ اَلاوَّ اًاِلِ اَ

(Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya)‟.”9 (perawakannya), orang yang paling dermawan dan pemberani. Pada suatu malam penduduk Madinah dikejutkan oleh suatu suara, lalu

9 “HR. Aḥmad dalam Musnadnya (4/124-126). Hadis ini dicantumkan oleh Ibn Kaṡīr dalam tafsirnya dengan riwayat-riwayat yang bermiripan (3/109-110)”.

10Muḥammad ibn Ismā‟īl Abū „Abdillāh al-Bukhārī al-Ja‟fi, Ṣaḥīḥ al- Bukhārī, Jilid

5, cet. III (Beirut: Dār ibnu Kaṡīr, 1407 H/ 1987 M), 2244. Lihat juga Muslim ibn Ḥajjāj Abū Ḥusain Qusyairī Naisābūrī, Ṣaḥīḥ Muslim, Jilid 7 (Beirut: Dār Iḥyā al-Turaṡ al-„Arabī), 72.

orang-orang keluar kea rah datangnya suara itu. Di tengah jalan mereka bertemu dengan Rasulullah Saw. yang hendak pulang.

Rupanya nabi telah mendahului mereka ke tempat datangnya suara itu. Nabi mengendarai kuda yang dipinjamnya dari Abū Ṭalḥah, nabi tidak membawa lampu sambil menyandang pedang nabi bersabda:

“Jangan takut! Jangan takut!” Kata Anas: “Kami dapati nabi tengah menunggang kuda yang berjalan cepat atau sesungguhnya kudanya berlari kencang.”

Ṣafī al-Raḥmān al-Mubārakfūrī dalam kitab sejarahnya menyebutkan bahwa Rasulullah Saw. adalah orang yang paling adil, paling mampu menahan diri, paling jujur perkataannya, dan paling besar amanatnya. Orang yang mendebat dan bahkan musuh nabi pun mengakui hal tersebut. Sebelum nubuwah nabi telah dijuluki al-Amīn (orang yang terpercaya).11 Disebutkan pula bahwa Rasulullah Saw.

adalah orang yang paling tawadu dan paling jauh dari sifat sombong.

Nabi tidak menginginkan orang-orang berdiri saat menyambut kedatangannya seperti yang dilakukan para raja. Nabi menjenguk orang sakit, duduk bersama orang miskin, memenuhi undangan hamba sahaya, duduk bersama para sahabat.

Lebih lanjut Ṣafī al-Raḥmān al-Mubārakfūrī menuturkan, bahwa nabi adalah orang yang paling aktif memenuhi janji, menyambung tali persaudaraan, paling menyayangi dan bersikap lemah lembut terhadap orang lain, paling bagus pergaulannya, paling lurus akhlaknya, paling jauh dari akhlak yang buruk, tidak pernah berbuat kekejian, bukan termasuk orang yang suka mengumpat atau mengutuk, bukan termasuk orang yang suka membuat hiruk-pikuk di pasar, tidak

11 Julukan al-Amīn lahir akibat perselisihan pemuka kabilah tentang siapa yang berhak mendapatkan kehormatan meletakkan Hajar al-Aswād. Lalu datanglah Muhammad Saw.

11 Julukan al-Amīn lahir akibat perselisihan pemuka kabilah tentang siapa yang berhak mendapatkan kehormatan meletakkan Hajar al-Aswād. Lalu datanglah Muhammad Saw.