• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DIRKURSUS TENTANG KENABIAN

B. Tugas Nabi/Rasul

Nabi/rasul ialah makhluk ciptaan Allah Swt. dengan segala bentuk kelebihannya untuk menyampaikan risalahnya berupa wahyu yang kemudian disampaikan kepada umatnya pada masa itu. Kelebihannya tersebut mampu memberikan fungsi yang baik di tengah masyarakat dengan berbagai macam perbedaan, berikut tugas nabi/rasul tersebut.13

1. Mengajak makhluk untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Satu lagi Maha Kuasa.

Mengajak makhluk untuk beribadah kepada Allah Yang Maha Satu lagi Yang Maha Kuasa, ini adalah tugas dasar bahkan merupakan kebutuhan dan kepentingan yang besar, merupakan sasaran setiap para rasul yang telah diutus, menunjukkan makhluk dengan Yang Menciptakaannya, beriman dengan kesendirian-Nya, mengkhususkan beribadah dengan-Nya tanpa yang lainnya, sebagaimana Firman Allah Swt. yang luhur dalam surah al-A‟nbiyā‟ (21) ayat 25 yang berbunyi,

َه ٰ ل ّا ٓا َ

ل ٗهَّن َ ا ّهْح َ

ل ّا ٓ ْي ّحْيِن ا َّ

ل ّا ٍل ْي ِس َّر ْن ّم َكّلْتَف ْنّم اَنْل َس ْرَا ٓاَمَو

۠ اَن َ ا ٓا َّ

ل ّا ٢٥ ّن ْو ِدِت ْعاَؾ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya'/21:25)

Kemudian ada pula di dalam surah al-Naḥl (16) ayat 36 yang berbunyi,

13 Muhammad Ali al-Shabuniy, Kenabian dan Para Nabi, 39-44.

32 umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (An-Nahl/16:36)

2. Menyampaikan perintah-perintah Allah Swt

Menyampaikan perintah-perintah Allah Swt., menyampaikan larangan-Nya kepada manusia, maka perintah-perintah Tuhan pastilah dari seorang mubalig dan tentulah adanya mubalig itu dari manusia, karena memungkinkan mengambil darinya, untuk itu Allah Swt. telah memilih para utusan dari manusia untuk kegunaan dan hikmah yang kekal, sungguh para rasul yang mulia telah memenuhi tugas ini untuk kesempurnaan tujuan, tidak ada yang mundur seorang pun dari mereka untuk menyampaikan dakwatullah. Dalam keadaan mereka ini al-Qur‟anul karim mengatakan di dalam surah al-Ahzāb (33) ayat 39 yang berbunyi,

Allah telah menjadikan tugas “menyampaikan risalah” ini sebagai salah satu tanda kerasulan seseorang,14 sebagaimana dalam surah al- Māi‟dah (5) ayat 67 Allah Swt. berfirman yang berbunyi,

اَم ؾ َ ْ

berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (Al-Ma'idah/5:67) 3. Membimbing manusia dan menunjukkan manusia ke jalan yang menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.” (Al-Ahzab/33:45-46)

4. Sebagai teladan yang baik, teladan yang sempurna bagi umatnya Sebagai teladan yang baik, teladan yang sempurna bagi umatnya, mengenai hal ini terdapat dalam surah al-A‟hzāb (33) ayat 21 yang berbunyi,

14 Muhammad Ali al-Shabuni, Membela Nabi (Jakarta: Gema Insani Press, 1992), 13.

34 maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta imbalan kepadamu dalam menyampaikan (al-Qur'an).” Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah peringatan untuk (segala umat) seluruh alam.” (Al-An'am/6:90)

5. Mengubah keinginan manusia dari kehidupan yang fana (sementara) kepada kehidupan yang kekal (kehidupan akhirat) Mengubah keinginan manusia dari kehidupan yang fana (sementara) kepada kehidupan yang kekal (kehidupan akhirat). Maka Allah mengutus para rasul yang mulia supaya mengubah manusia dari kehidupan yang tergelincir (kehidupan dunia) kepada kehidupan yang kekal (kehidupan akhirat), sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah al-A„nkabūt (29) ayat 64 yang berbunyi,

َي ّه َ

sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui.” (Al-'Ankabut/29:64)

Kemudian ada pula dalam surah al- Ḥādid (57) ayat 20 yang permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani;

kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.” (Al-Hadid/57:20)

C. Fungsi Mukjizat Pada Rasul

Mukjizat adalah perkara di luar kebiasaan, yang dilakukan dengan cara tidak alami dan tidak diketahui tetapi tetap sesuai dengan hukum kausalitas. Dengan kata lain, hukum kausalitas adalah salah satu hukum yang tak terbantahkan dan rasional yang juga diterima al-Qur‟an. Oleh karena itu, tiada suatu kejadian muncul tanpa sebab termasuk mukjizat. Jadi, mukjizat adalah peristiwa yang muncul melalui sebab hukum.

Namun sebab-sebabnya bukan sebab-sebab alami. Muncul disebabkan kehendak Allah Swt. dan melalui faktor-faktor non alami dan tidak biasa. Karena itulah ia dinamakan mukjizat yang dapat menjadi bukti valid bagi klaim kenabian seorang nabi.15

15 Ibrahim Amini, Mengapa Nabi Diutus? (Jakarta: Al-Huda, 2006), 37-38.

36 Di antara bukti paling besar dari kebenaran kenabiannya adalah mukjizat yang diberikan Allah Swt. padanya, baik mukjizat samawi seperti isra‟ dan mi‟raj maupun mukjizat duniawi seperti tangisan sebatang pohon karena rindu ingin bertemu Rasulullah Saw. Lalu mukjizat berkaitan dengan manusia maupun dengan hewan, tumbuh-tumbuhan dan benda mati. Budi pekertinya, buah-buah positif dakwahnya, berita-berita gembira yang disampaikan pada nabi akan kedatangannya, semua ini merupakan bagian dari mukjizatnya.

Mukjizat Nabi Muhammad Saw. yang paling agung adalah al-Qur‟an.

Mukjizat ini merupakan mukjizat maknawi yang abadi hingga hari kiamat.16 Dalam hal ini terdapat dalam surat al-Nisā‟ (4) ayat 174 yang berbunyi,

ا ًرْيِن ْم ِ ك ْح َ

ل ّا ٓاَج ْ ل َزْن َ

ا َو ْم ِ

كّ ة َّر ْن ّم نا َو ْرِة ْم ٌ ِ

ك َءۤا َج ْد ف ِساَّجلا اَىُّي َ َ آٰي اًن ْيّ ُّم ١٧

“Wahai manusia! Sesungguhnya telah sampai kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (al-Qur'an).”

(An-Nisa'/4:174)

Dari ayat-ayat tersebut dan puluhan ayat yang lainnya dapat disimpulkan bahwa adanya mukjizat dalam pandangan al-Qur‟an adalah sebuah perkara yang pasti, dan orang-orang yang mengenal al-Qur‟an sebagai kitab langit tentu mereka tidak akan mengingkarihakikat mukjizat. Bahkan, al-Qur‟an sendiri telah mengenalkan dirinya sebagai mukjizat,17

16 Dr. Mushtafa Murad, Mukjizat Rasulullah: 1000 Mukjizat Nabi Akhir Zaman (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), xv-xvi.

17 Ibrahim Amini, Mengapa Nabi Diutus?, 36.

ّن ٰ ا ْر ق ِ ْ

لا ا َ

ذ ٰو ّل ْر ّمّة اْيِح ْ أَّي ن ْ َ

ا ىٰٓل َع ُّن ّج ْ

لا َو ِص ْ ن ّا ْ

لا ّج َع َمَخ ْسا ّنِٕى َّ

ل ْ ل ف ِ

ا َ ا ًدْي ّى َظ ٍض ْعَتّل ْمِى ِض ْعَة َناَك ْي َ ل

ل َو ٖهّل ْر ّمّة َنْيِح ْ أَي ٨٨

“Katakanlah, “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (Al-Isra'/17:88)

Di satu sisi al-Qur‟an adalah mukjizat terpenting bagi Nabi Muhammad Saw. dan dalil terbaik bagi kenabiannya. Mukjizat agung ini memiliki keistimewaan atas seluruh mukjizat karena memiliki:18 1. Keabadian dan kesinambungan. Selalu hadir di tengah umat

manusia dan di sepanjang sejarah mereka (manusia) menjadi saksi kemukjizatan al-Qur‟an. Hal ini berbeda dengan seluruh mukjizat lain yang diturunkan umat zaman tertentu saja (terbatas oleh zaman).

2. Tidak terbatas oleh tempat. Di mana pun dan kapanpun al-Qur‟an ada akan tampak kemukjizatannya bagi semua orang. Berbeda dengan semua mukjizat lain yang terjadi di tempat tertentu dan disaksikan oleh orang-orang tertentu.

3. Di samping sebagai mukjizat dan bukti kenabian, al-Qur‟an juga merupakan program hidup dan sumber petunjuk. Sedangkan semua mukjizat selainnya tidak memiliki keistimewaan ini.

D. Kema„ṣūman Nabi/Rasul

Kata ma„ṣūm itu sendiri tidak ada di al-Qur‟an, namun kata tsulatsinya sama dengan ma„ṣūm yang ada di al-Qur‟an.

18 Ibrahim Amini, Mengapa Nabi Diutus?, 110-111.

38

Dalam al-Qur‟an, kata ma„ṣūm digunakan tiga belas kali dalam berbagai bentuk, namun semuanya mengandung satu pengertian, yaitu

ةٌا اَ اْ

: menahan diri dan

ةٌ اْ اَ

: mencegah.19 Apabila dikatakan

اُا اَماَصاَع اً ناَ اُ

, maka itu berarti Allah memelihara si polan.

اَ اَلل اَماَصاَع

berarti

menegakkan, mencegah atau melarang sesuatu. Secara singkat, maka ma„ṣūm berarti orang yang terpelihara, dan „ismah adalah pemeliharaan atau perlindungan.

Menurut istilah, ma„ṣūm berarti suci dari berbuat dosa atau yang terpelihara dari berbuat dosa, kesalahan-kesalahan dan kekeliruan-kekeliruan. Dalam Ensiklopedi Aqidah Islam disebutkan bahwa

„ismah dalam konteks teologi berarti perlindungan Tuhan terhadap para nabi-Nya sehingga mereka bersifat ma„ṣūm , yaitu terhindar dan terlindung dari perbuatan dosa.20

Di kalangan sunni, konsep ma„ṣūm hanya berlaku bagi para nabi dan rasul saja. Sehingga yang dimaksudkan dengan „ismah adalah pemeliharaan Allah Swt. terhadap para nabi dan rasul-Nya dari perbuatan dosa dan maksiat, dari kemungkaran-kemungkaran dan perkara-perkara yang diharamkan. Sifat ma„ṣūm ini merupakan sifat esensial yang melekat pada diri para nabi dan rasul yang membedakan mereka dengan manusia pada umumnya.

Sebagian para ulama berpendapat, „ismah terjadi sebelum dan sesudah diangkat menjadi nabi. Hal ini dikarenakan perjalanan hidup seseorang (meskipun belum menjadi nabi) mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dakwahnya pada masa sesudah diangkat

19 Syeikh Ja„far Subḥāni, „Ishmah: Keterpeliharaan Nabi dari Dosa, terj. Syamsuri Rifa‟i (Penerbit Yayasan As-Sajjad, 1405 H/1991 M), 7.

20 Muslim Nasution, Ensiklopedi Akidah Islam (Jakarta: Kencana, 2003), 178.

menjadi nabi. Oleh karena itu, setiap nabi wajib berperikehidupan yang baik dan berjiwa bersih sehingga tidak ada sandungan psikologis dalam mengembang risalah dan dakwahnya.21

Penting dicatat bahwa walau nabi itu ma„ṣūm dan tidak akan berbuat dosa, namun tidak bertentangan dengan ikhtiar dan kemampuan mandiri dirinya untuk bermaksiat. Nabi itu juga seperti manusia biasa. Terkait perbuatan dosa, ia punya ikhtiar juga kemampuan. Namun disebabkan iman yang kukuh dan kebijaksanaan yang sempurna disertai karunia Tuhan dalam eksistensinya, ia tinggalkan semua perbuatan buruk dengan ikhtiar dan kehendak mandirinya.22

Ibn Taimiyyah menyumbangkan pikirannya tentang konsep kema„ṣūm an. Menurutnya, para nabi itu ma„ṣūm hanya berkenaan dengan tugasnya menyampaikan wahyu (tabligh) dari Allah Swt saja.

Di luar tugas itu, para nabi sebagai manusia biasa dapat melakukan kesalahan. Misalnya, pelanggaran Nabi Daud as., kelalaian Nabi Yunus as., dan juga kelengahan Nabi Muhammad Saw., yang semuanya termaktub dalam al-Qur‟an. Hanya saja, bila berbuat kekeliruan atau kesalahan, para nabi segera menyadarinya dan melakukan taubatan nasuha (taubat yang tulus ikhlas). Justru taubat itulah yang mempertinggi kenabian dan kemanusiaan para nabi tersebut. Selain itu, bila berbuat salah atau keliru, para nabi tersebut segera mendapatkan peringatan atau teguran dari Allah Swt.23

21 Muhammad Ali al-Shabuniy, Membela Nabi, 43-44.

22 Ibrahim Amini, Mengapa Nabi Diutus?, 20-22.

23 Suplemen Ensiklopedi Islam, vol. 2 (Jakarta: PT Ikhtiay Baru van Hoeve, 1996), 135.

40 Di bawah ini kami bawakan beberapa dalil naqli yang menjelaskan keniscayaan kema„ṣūm an nabi yang terdapat dalam surah al-Jinn (72) ayat 26-27 yang berbunyi, diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya.” (Al-Jinn/72:26-27)

Ayat ini menunjukkan bahwa wahyu terjaga dari awal turun hingga sampai ke telinga umat, dan terpelihara dari segala bentuk perubahan.24

Kemudian kema„ṣūm an selanjutnya, ialah perlindungan dari Allah Swt. terhadap rasul dari tindakan pembunuhan yang dilakukan manusia. Dengan penjagaan ini, tidak ada rasul yang mati karena terbunuh, tetapi disebabkan oleh sakit. Berbeda dengan nabi yang bisa mati karena terbunuh.

Berikut penjelasannya dalam surah al-Māi‟dah (5) ayat 67 yang berbunyi, berarti engkau tidak menyampaikan amanat-Nya. Dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang kafir.” (Al-Ma'idah/5:67)

24 Muḥammad Ḥusain Ṭabāṭabā‟ī, Tafsīr Mīzān, jilid 2 (Qom: Dar Kutub al-Islamiyyah), 139.

41 BAB III

KEKUFURAN TERHADAP KENABIAN MUHAMMAD SAW

A. Arti Kufur

Kata kufur dalam ilmu sharaf adalah bentuk masdar dari kafara-yākfūru-kufrān yang dalam pengertian bahasa Arab berarti menyembunyikan dan menutup. Orang Arab menyebut “malam” itu (

ر

) kāfir, karena malam menyembunyikan sesuatu. Sedangkan menurut syara‟, kufur adalah tidak beriman kepada Allah Swt. dan rasul-Nya, baik dengan mendustakannya atau tidak mendustakannya.1

ا َ

ل ْم ِو ْر ّذْنِح ْم َ ل ْم َ

ا ْم ِه َ ت ْر َ

ذْن َ

ا َء ْم ّىْي َ

ل َع ٌءۤا َي َس ا ْو ِر ؿ َ َ

ك َنْي ّذ َّ

لا َّ

َ ن ّا ن ْيِج ّم ْؤِي ٦

“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak beri peringatan, mereka tidak akan beriman”. (Al-Baqarah/2:6).

Pada ayat tersebut telah ditunjukkan bahwa orang yang bisa mendapat petunjuk ialah orang yang bertakwa, yaitu orang yang menyediakan dirinya untuk percaya. Dia telah membuka hatinya untuk menerima petunjuk itu, sehingga selangkah demi selangkah dirinya bisa beramal, pertama beramal dengan beribadah kepada Allah Swt., kedua beramal dengan sesama manusia (murah tangan).

Tetapi, orang yang kafir, sulit untuk mendapatkan petunjuk tersebut.

Kemudian dalam kamus bahasa Indonesia kata kufur, yaitu tidak percaya kepada Allah Swt. dan rasul-Nya; kafir.2Sedangkan dalam

1 Muhammad Abdullatif, “Konsep Kufur dalam al-Qur‟an”, Diakses, 29 November 2014, bloglatif.blogspot.com.

2 Kamus Besar Bahasa Indonesia, https://kbbi.web.id/nabi.html.

42

kamus bahasa Inggris disebutkan bahwa kata kufur disebut dengan kata infidel, atheis.3

Kufur adalah lawan dari iman.4 Dengan demikian, kufur berarti mengingkari atau tidak mempercayai akan adanya Allah dengan agama yang Dia turunkan melalui para rasul-Nya. Pelaku kekufuran ini disebut kafir. Dalam hal ini, orang yang percaya akan adanya Allah, tetapi tidak percaya kepada risalah Muhammmad Saw. dan menolak agama yang nabi ajarkan, tetap dipandang kafir oleh Islam.

Dengan demikian, kufur itu mempunyai beberapa konotasi, bisa kufur dalam arti menolak mempercayai adanya Allah maupun tidak beragama sama sekali (atheis), atau mempercayai Tuhan selain Allah, atau mempercayai Allah tetapi mengingkari rukun iman yang lain, seperti mengingkari kenabian Muhammad dan kebenaran al-Qur‟an.

Dalam konteks inilah, kaum ahl al-Kitab, oleh Islam tetap dipandang sebagai pelaku kekufuran, karena mereka hanya percaya akan adanya Allah tetapi menolak mengakui risalah Muhammad Saw. dan kebenaran al-Qur‟an. Di dalam Islam, terutama di kalangan mutakallimin, kufur lazim dibedakan kepada kufur millat dan kufur nikmat. Yang dimaksud dengan kufur millat adalah kekafiran dalam arti mengingkari atau menolak keberadaan Allah dan agama-Nya.

Kufur jenis inilah yang dimaksud dalam surah al-Māi‟dah 5) ayat 86 yang berbunyi,

ّمْي ّحَجْلا ِب ٰح ْصَا َكِٕىٰۤلوِا ٓاَنّتٰي ٰ

اّة ا ْيِة َّ

ذ َ

كَو ا ْو ِر ؿ َ َ

ك َنْي ّذ َّ

لا َو

٨٦

“Dan orang-orang yang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka penghuni neraka.” (Al-Ma‟idah/5:86).

3 Kamus Bahasa Inggris, https://m.xamux.com.

4 Dr. Suryan A. Jamrah, M.A, Studi Ilmu Kalam (Jakarta: Kencana, 2015), 57-58, https://books.google.co.id.

Adapun yang dimaksud dengan kufur nikmat adalah tidak mensyukuri dan menggunakannya tidak sesuai kehendak dan tuntunan Allah Sang Pemberi nikmat. Kufur nikmat dengan pengertian yang demikian, dapat pula terjadi pada umat manusia secara universal.

Kufur jenis ini tidak hanya dilakukan oleh kaum millat, melainkan dapat juga terjadi di kalangan orang-orang beriman, katakanlah orang Islam itu sendiri. Bukankah cukup banyak orang Islam menggunakan nikmat, baik yang berupa harta, kedudukan, ilmu dan lainnya, tidak sesuai bahkan bertentangan dengan kehendak dan tuntunan Allah Swt., dan seperti halnya kufur millat, kufur nikmat pun oleh Allah, diancam dengan siksa neraka seperti yang tercantum dalam surah

‟Ibrāhīm (14) ayat 7 yang berbunyi,5

ْمِح ْر َ

“Dan (ingatlah juga), ketika Tuhan memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesunggunya azab-Ku sangat pedih.” (Ibrahim/14:7).

5 “Pembahasan yang lebih luas mengenai kufur ini, terutama menurut al-Qur‟an, dapat dilihat antara lain: Harifuddin Cawidu, konsep kufr dalam al-Qur‟an (Jakarta: Bulan Bintang, 1991)”.

44 sesuatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kamu dan berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak seperti hujan yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani”.

(Al-Hadid/57:20).

Kemudian Allah Swt. menceritakan tentang orang-orang kafir dari Bangsa Arab yang mendustakan Rasulullah Saw., dengan firman-Nya dalam surah al-An‟ām (6) ayat 33, yang berbunyi,

َّنّك ٰ

katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati) karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang zalim yang itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (Al-An‟am/6:33)

Semuanya itu membawa pengertian bahwa kufur menurut syari‟at adalah menolak kebenaran setelah mengetahuinya. Ini berarti bahwa orang yang menolak kebenaran dan berbuat kufur karena kebodohannya, serta menganggap bahwa dia telah melakukan sesuatu yang tidak bertentangan ajaran Islam dan tidak membatalkan iman, maka orang yang demikian tidak dianggap kufur, kecuali bila telah sampai kepadanya keterangan yang hak tetapi ia masih tetap menolaknya.

Demikian juga tidak dianggap kufur orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat, kemudian dia melakukan hal-hal yang membatalkan iman karena bodoh. Tetapi jika dia mengetahui bahwa hal-hal yang

dilakukannya itu mengeluarkan dia dari landasan iman, namun dia masih ingkar berarti dia telah kufur.6

B. Persepsi Kaum Musyrik tentang Sosok Nabi Muhammad Saw.

Di sini penulis akan membagi persepsi kaum musyrik tentang sosok Nabi Muhammad Saw. menjadi dua bagian, yaitu dari pribadinya dan kerasulannya. Untuk lebih jelasnya, penulis uraiankan sebagai berikut.

1. Nabi Muhammad Saw. sebagai Pribadi

Nabi Muhammad Saw. lahir di Makkah, pada hari Senin pagi, hari ketujuh belas bulan Rabiul Awal. Ada pula yang mengatakan hari kedua belas bulan tersebut pada tahun gajah, yaitu tahun kedatangan pasukan gajah ke Makkah. Nabi dibesarkan di sana bersama dengan anak-anak sebayanya. Dibesarkan tanpa mengenal ilmu, tidak pernah memasuki sekolah untuk mendapatkan pekerjaan dan pendidikan, tidak pandai menulis atau membaca.

Silsilah Nabi dari pihak Ayah yaitu, Muḥammad ibn „Abdullāh, ibn

„Abdul al-Muṭalib, ibn Hāsyim, ibn „Abdu al-Manāf, ibn Quṣhayy, ibn Kirāb, ibn Murrah, ibn Ka‟ab, ibn Lu‟ay, ibn Ghālib, ibn Fihr, ibn Mālik, ibn Naḍhar, ibn Kinānah, ibn Khuzaimah, ibn Mūdrikah, ibn Ilyās, ibn Muḍhar, ibn Nizār, ibn Ma‟ad, ibn Adnān.

Sementara itu, silsilah nabi dari pihak Ibu yaitu, Muḥammad ibn Amīnah, ibn Wahab, ibn „Abdi al-Manāf, ibn Zuhrah, ibn Kirāb, ibn Murrah, ibn Ka‟ab, ibn Lu‟ay, ibn Ghālib, ibn Fihr, ibn Mālik, ibn

6 Abdul Rahman Abdul Khalid, Garis Pemisah antara Kufur dan Iman, cet. 2 (Jakarta:

Bumi Aksara, 2004), 76-79.

46

Naḍhar, ibn Kinānah, ibn Mūdrikah, ibn Ilyās, ibn Muḍhar, ibn Nizār, ibn Ma‟ad, ibn Adnān.

Jelaslah bahwa silsilah Nabi Saw. dari pihak ayahnya dan ibunya bertemu pada nenek yang kelima dari pihak ayah, yaitu Kirāb bin Murrah karena Kirāb mempunyai dua orang anak laki-laki, masing-masing bernama Quṣhayy dan Murrah. Quṣhayy itulah yang menurunkan „Abdullāh dan Murrah itulah yang menurunkan Amīnah.

Jadi, „Abdullāh dan Amīnah adalah satu bangsa (bangsa Quraisy) dalam satu negeri (Hijaz) dan dalam satu keturunan yang deket sekali.

Mengenai silsilah keturunan Nabi Muhammad Saw., baik dari pihak ayah maupun ibu, sebagaimana yang nanti ada sandaran (isnad)nya, adalah sampai kepada Adnān. Adnān ini nyata-nyata adalah dari keturunan Nabi Ismail bin Ibrahim as.. Hanya saja dari Ismail sampai kepada Adnān itu keturunan yang rinci satu per satunya tidak tercatat dengan jelas dalam kitab-kitab tarikh dan kitab-kitab hadis. Sungguh pun begitu, ada juga riwayat yang membentangkan bahwa Nabi Ismail itu nenek yang ke-30 bagi Nabi Muhammad Saw..7 Maulā Ulfah, saudari dari Bilāl ibn Hamāmah, juru azan, menyebutkan garis keturunan nabi itu bersambung dengan ibu Nabi Isma‟il as. (Siti Hajar). Ibn Lu‟ay mengatakan, “Ibu Nabi Isma‟il as.

(Siti Hajar) berasal dari Umm al-„Arab, sebuah perkampungan kecil yang terletak di depan Kota al-Faramā yang termasuk wilayah Mesir.

Sebagian ulama berpendapat bahwa dia berasal dari Umm al-„Arīk.

7 K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, jilid 1 (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), 62-63.

Ulama lain menyebutkan bahwa dia berasal dari sebuah perkampungan yang terkenal dengan nama Yaq dekat Umm Dānīn.8 Nabi Muhammad Saw. terkenal sebagai seorang Quraisy yang paling fasih lidahnya, paling cerdas pikirannya, paling cepat percaya, paling tepat janjinya, paling menjauhkan diri dari berbagai keburukan, pendapatnya tepat, semangatnya kuat, pribadinya terpercaya dari semua orang, dirinya dapat diandalkan, perawakannya tegap dan kuat, suka menolong orang lemah, murah hati dan bersikap toleransi, tingkah lakunya didasarkan dari rasa malu dan pikiran bersahaja.

Nilai-nilai luhur nabi tersebut berlangsung sampai akhir hayatnya.9 Dari latar belakang kepribadian Nabi Muhammad Saw. di atas, membuat para cendekiawan beragumentasi tentang kepribadian Nabi Muhammad Saw. yang luhur. Salah satunya Prof.Quraish Shihab dalam bukunya berjudul „Mukjizat al-Qur‟an‟ menjabarkan, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan guna mempermudah bukti-bukti kemukjizatan al-Qur‟an, yakni melalui kepribadian Rasulullah Saw., memahami kondisi masyarakat pada saat turunnya al-Qur‟an, dan cara al-Qur‟an diturunkan. Nabi Muhammad Saw. dikenal baik dari sikap, tutur katanya, hingga pandangan orang yang mengenalnya sebagai pribadi yang sangat baik.10

Selain itu ada tokoh Michael Hart, ahli sejarah dari Amerika Serikat yang pernah bekerja di NASA menempatkan Nabi Muhammad Saw. sebagai manusia paling berpengaruh sepanjang sejarah. Dalam bukunya “The 100, a Ranking of the Most Influential Persons in History”, Michael Hart menempatkan Nabi Muhammad

8 „Abdullāh al-Ḥajjāj, Maria al-Qibthiyah the Forgotten Love of Muhammad Saw (Jakarta: PT Mizan Pustaka), 29-30.

9 Al-Syaikh Khalīl Yāsīn, Muhammad di Mata Cendekiawan Barat (Jakarta: Gema Insani Press, 1989), 28.

10 Lihat M.Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur‟an (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007).

48

Saw. pada urutan pertama. Nabi Muhammad Saw. satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses luar biasa baik

Saw. pada urutan pertama. Nabi Muhammad Saw. satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses luar biasa baik