• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak

2.1.4 Definisi Proses Pendampingan Korban

Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, dapat menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek yang di bawah pengaruhnya, serta adanya perubahan berdasarkan mengalirnya waktu dan kegiatan yang saling berkaitan (Sumber: http://id.wikipedia. org/wiki/Proses. Diakses pada tanggal 16 November 2013, Pukul 11.07 WIB).

Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas) yang diberikan pendamping kepada klien dalam mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat

diwujudkan (Sumber:

Pukul 13.30 WIB).

Korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai akibat tindakan orang lain yang mencuri pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Korban suatu

kejahatan tidaklah selalu harus berupa individu atau orang perorangan, tetapi bisa juga berupa kelompok orang, masyarakat atau juga badan hukum (Sumber:

WIB).

Jadi, proses pendampingan korban adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau didesain, dapat menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil utuk memberikan kemudahan (fasilitas) agar korban dapat memecahkan masalahnya dan kemandirian korba atau klien secara berkelanjutan dapat terwujud.

Menurut

adalah seseorang yang

mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Sedangkan pada pasal (4) menyatakan, korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang (Sumber: 2013, Pukul 01.12 WIB).

Pendampingan atau penanganan korban eksploitasi seksual pada anak perlu dilandasi prinsip-prinsip yang mengedepankan atas kemanusian, keadilan dan kepentingan terbaik pada korban dan Masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut merupakan pengakuan, anak adalah manusia dengan hak-haknya merupakan kodrat hidup dan bahwa anak adalah korban, sehingga perlu dilindungi, dilayani, dan didukung dalam

memperoleh hak-haknya sebagai korban (Manik, Tariga, Murniaty, Rosmalinda, 2002 : 13).

Prinsip-prinsip pendampingan secara umum meliputi:

1. Prinsip Manusiawi

Anak adalah manusia yang memilki hak azasi dan secara fisik dan mental belum matang, maka perlu perindungan dan pengamanan khusus. Mereka harus diperlakukan sebagai manusia dengan hak-haknya, bukan dari sudut pandang apa yang telah terjadi kepadanya. Walaupun anak tersebut sebagai korban Eksploitasi seksual tidak berarti dia kehilangan status kemanusiaan dan hak-haknya sebagai anak. Dia adalah korban secara etika, moral dan nilai sosial yang wajib dilindungi, dihargai dan memperoleh perlakuan yang baik dan benar.

2. Mengutamakan Kepentingan Terbaik Korban

Konvensi Hak Anak pasal 3 menyatakan bahwa, “ dalam semua tindakan menyagkut anak yag dilakukan oleh lembaga kesejahteraan sosial pemerintah atau swasta, lembaga pengadilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif, kepentingan terbaik anak merupakan pertimbangan utama. Dengan kata lain, lembaga-lembaga tersebut harus memberikan pelayanan yang terbaik agar anak memperoleh perlakuan dan pelayanan khusus demi kepentingan terbaiknya.

3. Prinsip Non-Diskriminasi

Setiap anak yang menjadi korban eksploitasi seksual wajib memperoleh pelayanan, perlindungan dan bantuan yang layak dan semestinya tanpa memandang ras, bahasa, agama, pandangan politikm keturunan social, harta, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Kepada pihak yang berwenang selalu

diharuskan tidak berlaku diskriminatif baik atas kemauannya sendiri atau karena ada faktor dari luar.

4. Prisip Efektifitas dan Efisiensi

Keprofesionalismean yaitu efektifitas dan efisiensi disetiap proses penanganan yang dilakukan bertujuan untuk:

a. Rasa percaya diri anak tumbuh dengan kepastian penanganan masalahnya.

b. Anak tidak jenuh atau bosan, yang dapat berakibat anak menolak untuk melanjutkan proses yang sedang berlangsung.

c. Anak segera dapat direhabilitasi fisik, mental dan sosialnya untuk kelangsungan jidup dan masa depan terbaiknya.

5. Prinsip Menghargai Pendapat dan Pandangan Korban atau Keluarga.

Walaupun status mereka anak-anak dan korban yang secara psikologis mengalami masalah, tetapi tetap dianjurkan meminta dan mempertimbangkan pendapat anak sesuai usinya. Hal yang terpenting, bahwa kita harus tetap wajib menawarkan pilihan kepada korban ataupun keluarganya sendiri (Manik, Tariga, Murniaty, Rosmalinda, 2002 : 13).

Selain itu, adanya prinsip dasar yang harus dimiliki oleh seorang pendamping yang dibagi dalam 5 bagian yaitu:

1. Bersikap Empati

Empati berarti berusaha memahami perasaan orang lain dengan cara melihat situasi dari sudut pandang orang tersebut. Empati berbeda dengan simpati, jika simpati berarti memberikan tanggapan tentang perasan, dan biasanya ungkapan perasaan kasihan dan simpati tidak terlalu membantu perasaan orang yang akan di bantu. Seorang pendamping tidak cukup hanya memiliki

rasa empati tetapi penting untuk memperlihatkan rasa empati tersebut kepada korban. Untuk membangun sikap empati, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

a. Menghargai klien atau korban tanpa membedakan suku, keyakinan dan nilai-nilai serta tingkatan sosial yang berbeda.

b. Berpenampilan sederhana.

c. Meminta izin kepada korban untuk mewawancarainya, mengambil gambar, ataupun merekam pembicaraannya.

d. Apabila klien atau korban berbeda jenis kelamin dengan pendamping, maka pendamping tidak boleh melakukan sentuhan fisik.

e. tidak boleh meminta uang kepada korban. 2. Mampu Menjadi Pendengar Aktif

Mendengar adalah proses fisiologis dimana sensor menerima rangsangan yang berkaitab dengan pendengaran, sedangkan mendengarkan adalah proses psikologis dimana terdapat proses menginterprestasikan dan memahami apa yang sedang di dengar seseorang. Proses ini membutuhkan perhatian penuh dari pendengar sehinga dapat memahami orang yang di dengar tersebut. Dalam hal ini, pendamping harus mampu menyakinkan korban agar ia mau untuk bercerita. Ketika klien atau korban sudah mulai bercerita, maka pendamping harus mampu menjadi pendengar yang aktif. Seorang pendamping harus mampu memberikan saran atau solusi atas masalah yang di hadapi oleh klien atau korban.

3. Terampil Menghadapi

Seorang pendamping tidak hanya di tuntut bisa menjadi pendengar yang aktif, tetapi juga harus terampil menanggapi apa yang disampaikan oleh korban,

baik secara respon verbal maupun nonverbal. Menanggapi klien atau korban bisa dilakukan dengan cara merefleksikan apa yang mereka rasakan, merefleksikan apa yang mereka katakana, merefleksikan apa yang mereka makasudkan dan merangkum apa yang mereka rasakan dan katakan.

4. Menjaga Kerahasian

Keharasian adalah prinsip yang penting dalam proses berkomunikasi dan menolong korban. Merusak kerahasian dan kepercayaan bisa menyakiti hati korban. Kerahasian adalah prinsip yang ditujukan untuk melindungi keleluasaan pribadi korban. Tidak membahayakan keamanan korban dan membantu pengungkapan pengalaman yang sulit. Hal yang perlu dilakukan dalam menjaga kerahasian informasi klien atau korban adalah dalam melakukan wawancara, ajukan pertanyaan yang relevan saja, data-data korban hanya bisa diakses oleh orang-orang yang berkepentingan saja, mewawancarainya diruangana yang tertutup dan jangan membiarkan wartawan untuk mewawancarai korban tanpa seizinnya.

5. Mendokumentasikan Kasus

Mendokumentasikan berarti menyimpan data kasus klien atau korban yang dilayani. Pendokumentasian kasus sama pentingnya dengan menjaga kerahasian dari data-data yang diberikan klien. Sebagai seorang pendamping, maka harus memperhatikan etika saat mencari informasi kasus dengan cara-cara tidak mengintrogasi serta harus lebih mengutamakan pendampingan dari pada pendataan (Juniarti, Marjoko, Amri, 2010: 1-4).

Proses pendampingan pada korban Eksploitasi Seksual pada anak penanganannya selalu saling berkaitan dan mempengaruhi dalam mencapai tujuannya. Adanya kerjasama yang baik antara beberapa lembaga yang berwenang

dimaksudkan agar anak tidak tertekan, anak dapat jujur, tidak terjadi pengulangan pertanyaan sama yang membuat korban jenuh, ataupun bosan, proses pendampingan dan penanganan berlangsung secara efektif dan efisien agar tidak memberatkan korban atau keluarga baik secara psikologis, ekonomi, dan sosial serta korban dapat segera memperoleh kepastian hukum dan masa depannya (Manik, et.al, 2002 : 17).