• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA

2. Pendampingan Saat di Pengadilan

5.2.3 Reintergrasi 1. Penilaian Resiko

Tugas dari seorang pendamping pada saat korban akan di pulangkan ke daerah asalnya adalah harus memberikan informasi kepada korban mengenai rencana pemulangannya. Pemulangan korban harus dilakukan dengan kesadaran dari diri korban. Tidak boleh ada pemaksaan yang dilakukan pendamping. Pendamping harus memberikan kesempatan kepada korban untuk memilih kepentingan yang terbaik untuknya. Dalam hal rencana pemulangan korban ke daerah asalnya sebaiknya pendamping melakukan investigasi secara langsung untuk menilai apakah daerah asal korban memang aman untuk keselamatan korban atau tidak, melalui komunikasi dengan jaringan kerja yang ada di daerah asalnya.

Penuturan KR kepada peneliti ”aku senang kak, aku uda mau pulang lagi ke rumah. Ketemu sama Bapak, sama Mama, sama Adek, sama Abang. Aku di dalam Shelter juga senang dan merasa aman. Tapi aku harus pulang kak, aku mau melanjutkan hidup ku lagi. Gak mau aku terus-terusan merepotkan abang yang dari Pusaka itu”. Waktu aku mau di

pulangkan aku tetap merasa aman. Karena pendamping ku sama aku terus kak. Walau kadang aku di tinggal-tinggal karena sibuk kali kayaknya abang itu untuk ngurus kepulanganku ke Rumah Bapak lagi”.

Penuturan dari Bapak KR kepada Peneliti yaitu pada saat KR akan di pulangkan ke rumah. Tetangga dekat rumahnya sudah mengetahui rencana tersebut. Menurut Bapak KR, tetangganya sangat menunggu kedatangan KR karena mereka merasa iba atas kejadian yang menimpa KR. Bapak KR juga menambahkan jika tetangganya tidak akan mengungkit atau bertanya-tanya mengenai peristiwa yang telah menimpa KR. Tetangga KR juga berharap jika KR segera pulang ke Rumah. Dan juga KR harus tetap berinteraksi dengan mereka.

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan peneliti, bahwa dapat dikatakan jika orang tua dan masyarakat yang berada di sekitar rumah KR sangat mengharapkan KR untuk pulang kembali. Peneliti melihat, masih adanya rasa keperdulian yang tinggi dari masyarakat. Karena hal tersebut dapat membantu KR untuk melupakan segala masalah yang ia hadapi.

2. Membangun Motivasi Korban

Seorang anak yang telah menjadi korban Eksploitasi Seksual pasti akan merasa bahwa kehidupannya telah hancur. Anak korbna pasti akan beranggapan jika tidak ada satu pun orang yang akan menerimanya kembali. Termasuk kedua orang tua dan keluarga terdekat lainnya. Ketika anak mengalami perasaan yang demikian, disinilah peran dari seorang pendamping menjadi sangat penting. Sebagai seorang pendamping, harus tetap memberikan motivasi yang positif agak anak yang menjadi korban eksploitasi seksual tersebut dapat mengambil keputusan yang tepat untuk masa depannya.

Ketika peneliti bertanya kepada KR mengenai rencana masa depannya. KR menjawab bahwa ia ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Kemudian KR akan mengikuti les untuk lebih mengasah keterampilan yang dimiliki. Berikut penuturan dari KR:

“Di Shelter itu kan aku uda di ajarin buat-buat keterampilan gitu kak. Tapi kan gak terus-terusan aku di ajari. Kayaknya aku tertarik untuk buka usaha kek gitu. Mangkanya aku mau les aja kak. Mana tau kalau aku les, ilmu ku bertambah teruskan aku bisa buka usaha. Bisa dapet duit dari hasil jual-jual kerajinan gitu kak”.

Peneliti melihat, bahwa KR memang sudah mulai mengerti untuk menyusun rencana masa depannya. KR sudah mulai memikirkan untuk mencari duit dengan mengandalkan keterampilan yang ia punya. Tapi, dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti. KR mengaku jika ia tidak ingin sekolah kembali. Ia menganggap sekolah hanya menghabiskan uang dan waktu ia saja. Kalau dia berkerja dan sudah menghasilkan uang sendiri, maka ia dapat membahagiakan kedua orang tuanya dengan cara member uang untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dengan adanya pernyataan KR yang seperti itu, peneliti memberikan motivasi kepada KR untuk melanjutkan sekolahnya. Karena dengan sekolah, maka seseorang akan di hargai. Karena pendidikan itu sangat penting untuk masa depannya.

Ketika KR berinteraksi dengan pendampingya, peneliti melihat bahwa ia sudah mulai bisa membuka dirinya. Karena KR sudah merasa nyaman dengan pendamping dari Yayasan Pusaka Indonesia. Tetapi, pada saat KR bertemu dengan orang baru. Ia berusaha untuk tidak banyak bicara. Ia sedikit menutup dirinya. Terkadang sikap acuh di tunjukkan oleh AT kepada orang tersebut. Hal tersebut dibenarkan oleh Bapak KR. Berikut penuturan Bapak KR:

“Kalau si KR itu memang anaknya periang dek, tapi kalau ada orang baru yang dekat sama dia. Gak mau dia itu ngomong. Tunggu sampai lama dulu ketemu baru dia mau ketawa-ketawa sama kita. Kadang-kadang kalau ada saudara kami sendiri yang datang ke rumah. Dan KR gak kenal. Gak peduli ia sama saudaranya itu. Di biarkan saja. Begitulah

sikapnya dek. Terkadang Bapak memakluminya karena diakan anak bungsu. Jadi sikap manjanya itu masi di bawa-bawanya”.

Peneliti dapat menyimpulkan bahwa, KR akan merasa nyaman dengan seseorang apabila ia sudah mengenalnya cukup lama dan KR bersikap baik kepada orang yang sudah lama ia kenal. Jadi, peneliti melihat bahwa KR sedikit mengalami trauma ketika ia bertemu dengan orang asing karena KR akan menarik dirinya ketika orang tersebut ikut untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan dirinya.

3. Menyusun Proses Reintegrasi

Proses penyusunan rencana reintegrasi korban harus di susun oleh pendamping. Seorang pendamping harus memperhatikan hal-hal yang dapat membuat korban merasa nyaman ketika proses pemulangannya apabila korban secara sadar memutuskan untuk kembali ke keluarganya. Seorang pendamping harus membantu korban agar keluarganya mau untuk menerima keadaannya. Kemudian seorang pendamping harus tetap memberikan kebebasan kepada korban untuk tetap memilih tinggal di dalam Shelter atau pulang ke keluarganya.

Menurut penuturan KR kepada peneliti bahwa ia saat proses penyusunan rencana pemulangannya di selalu dilibatkan. Pendamping juga selalu bertanya kepada KR apakah ia sudah siap untuk pulang ke keluarganya atau ia ingin di Shelter saja. Berikut penuturan KR:

“Waktu aku mau pulang itu kak. Aku selalu di ajak rapat sama bang Mitra. Di Tanya sama bang mitra mau pulang atau tinggal di Shelter saja? Dan aku ngjawab. Aku mau pulang. Aku mau kumpul lagi sama keluarga ku. Gak mau aku pisah lagi sama mama dan bapak ku lagi kak”.

KR mengatakan kepada peneliti bahwa, ketika rencana pemulangan KR membutuhkan waktu yang relatif lama. Membutuhkan waktu sekitar 2 minggu. KR mengaku, selama 2 minggu ia tetap di dalam Shelter karena KR merasa lebih aman

apabila ia tetap di dalam Shelter saja. Penuturan pendamping kepada peneliti yaitu jika anak korban di biarkan untuk keluar dari Shelter, hal tersebut dapat mengancam keselamatan dari korban. Selain itu, hal tersebut juga bertujuan untuk tetap melindungi hak anak sebagai korban dan memberikan upaya perindungan terhadap keselamatam korban.

4. Monitoring

Pemulangan anak yang menjadi korban eksploitasi seksual ke lingkungan tempat tinggalnya adalah suatu upaya yang sangat tepat yang dilakukan oleh pendamping. Saat pemulangan korban ke tempat tinggalnya, korban harus tetap di damping oleh pendampingnya. Biasanya, seorang pendamping apabila ingin tetap mendampingi korban di tempat tinggalnya harus berkoordinasi dengan pihak-pihak yang ada di tempat tinggal korban. Misalnya, menginformasikan kepada RT atau Lurah setempat, bahwa anak yang menjadi korban eksploitasi seksual tersebut haruslah di lindungi agar anak yang menajdi korban merasa nyaman ketika ia mulai berinteraksi di lingkungan tempat tinggalnya.

Berdasarkan penuturan KR kepada peneliti yaitu: “sampeklah aku kemaren di rumah kak, bapak sama mamak ku uda nunggu aku di rumah. Waktu di rumah itu bapak mamak ku bersikap biasa saja. Aku tau si sebenarnya mereka pingin nangis, tapi mereka gak mau nunjukin sama aku. Mamak ku langsung meluk aku.terus bilang, kalau mamak kangen sama KR. Aku gak bisa ngomong apa-apa lagi kak. Aku diam aja. Di situ, aku tengok, pendamping ku tetap sama aku. Aku kira abang itu langsung pulang. Rupanya dia nginap di rumah ku. Waktu malam-malam, bapak sama bg mitra keluar rumah. Katanya mau ke rumah pak lurah. Aku gak tau mau ngapain kak”.

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada KR, dapat terlihat bahwa pendamping KR melakukan monitoring pendampingan saat korban telah pulang ke daerah asalnya. Monitoring tersebut sangat sulit untuk dilakukan. Karena, proses monitoring yang dilakukan di tempat tinggal korban membutuhkan

pengorbanan yang sangat banyak. Tidak hanya tenaga dan waktu, tetapi juga material.

Saat korban telah benar-benar kembali ke tempat tinggalnya seorang pendamping harus tetap menjalin komunikasi yang baik antara pendamping dengan korban, pendamping dengan keluarganya dan korban dengan masyarakat sekitar tepat tinggalnya. Karena hal tersebut dapat memudahkan pendamping untuk penyusunan laporan perkembangan prilaku korban saat ia mulai berinteraksi dengan masyarakat. Tujuan pembuatan laporan monitoring agar pendamping dapat menilai sikap dan prilaku yang telah di ajarkan pendamping kepada korban ketika ia di dalam Shelter diterapkan atau tidak dalam kehidupan sehari-harinya.