PERANAN YAYASAN PUSAKA INDONESIA DALAM PROSES
PENDAMPINGAN KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL PADA
ANAK
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial
Disusun oleh :
100902033
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama : Ayu Lestari
Nim : 100902033
Judul : Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses
Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak
Medan, ? 2014
PEMBIMBING
(Hairani Siregar, S. Sos, M.Sp)
NIP. 19710927 199801 2 001
KETUA DEPARTEMEN
(Hairani Siregar, S. Sos, M.Sp)
NIP. 19710927 199801 2 001
DEKAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(Prof. Dr. Badaruddin, M.SI)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
1. Ketua Penguji :
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Departemen Imu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Oleh:
Nama : Ayu Lestari
Nim : 100902033
Judul : Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses
Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tempat :
TIM PENGUJI
Nip :
2. Penguji I :
Nip :
3. Penguji II :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
ABSTRAK
Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak
(Skripsi ini terdiri dari 6 BAB, 121 Halaman, 6 Lampiran, serta 22 Kepustakaan, dan 15 sumber lain yang berasal dari internet dan karya Ilmiah)
Realitas kehidupan sehari-hari, kejahatan dan eksploitasi seksual pada anak sering terjadi. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban. Anak yang menjadi korban seringkali masih diabaikan atau bahkan disudutkan oleh berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual memang sangat minim. Sebagai Anak, mereka juga mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Misalnya, anak mempunyai hak untuk di dengar atau diberi penghargaan atas pendapatnya. Hal tersebut bertujuan agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal.
Masalah yang diangkat dalam penelitiian ini adalah “Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian Studi Kasus dengan pendekatan Kualitatif. Penelitian dilakukan di Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara serta areal lingkungan sekitar anak korban ekspolitasi seksual. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi ke lapangan. Data yang di dapat kemudian di narasikan secara kualitatif demgan menggunakan pendekatan induktif.
Data-data mengenai anak korban ekspolitasi seksual dalam penelitian ini di samarkan demi kepentingan perlindungan anak. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah di analisis dapat di simpulkan bahwa Yayasan Pusaka Indonesia dalam melakukan Upaya Pendampingan terhadap anak korban telah memberikan hal yang terbaik untuknya. Pendamping dari Yayasan Pusaka telah melakukan upaya pendampingan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditentukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLOTICAL SCIENCE
DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE
ABSTRACT
Pusaka Indonesia Foundation Role in the Process of Assisting Victims of Child Sexual Exploitation.
(This research is composed of 6 Chapter, 121 Page, 6 Appendix, and 22 Literature and 15 other sources from the internet and scientific work)
Realities of everyday life, criem of sexual esploitation of children is happening. Children are the group most vulnerable to. Child victim is often overlooked by various parties. Legal instruments in addressing tte issue of sexual exploitation is still minim. As children they also have the right to get the award and the best interests of her. For example, children have the right to be heard or been rewarded for his opinion it is intended thah the growth can be achieved to the maximum.
Issues raised in this research is “How the role of Pusaka Indonesian Foundation in the process of assisting victim sexual exploitation of children. This research aims to determine How the role of Pusaka Indonesia Foundation in the process of assisting victims of child sexual exploitation. Methods in this research using the case study method with a qualitative approach. This research conducted Pusaka Indonesia Foundation and Indonesia Province of North Sumatra area surrounding child victims of sexual exploitation. The data collection techniques with in depth interviewa and field observations. Then narrated the data obtained qualitatively using an inductive approach.
Fact sheets on child victims of sexual axploitation in disguise in research for the sake of the child protection. Data based on the data that has been collected and analyzed can be concluded thah Pusaka Indonesia foundation in its efforts to provide assistance to child victim have given the best thing for him.climbers from Pusaka Indonesia Foundation to assist and in accordance with the Standard Operating Procedures (SOP) that has been determined by the Pusaka Indonesia Foundation.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
memercikkan sesetes dari luasnya lautan ilmu-Nya sehingga skripsi ini dapat di
selesaikan oleh penulis hingga akhir. Sholawat beriring salam juga saya haturkan
kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari zaman
kebodohan menuju zaman yang penuh dnegan perkembangan ilmu pengetahuan ini.
Kiranya safaat beliau turut serta dalam mengiringi kita semua pada akhirnya. Amin.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Sangat di harapkan kritik dan saran untuk membangun kesempurnaan dalam
penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa banyak sekali doa dan bantuan yang
mengiringi penulis di dalam pengerjaan skripsi ini. Dan dalam kesempatan ini
penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu penyelesaian penulisan skripsi ini, yaitu:
1. Bapak Prof. Badaruddin Rangkuti, selaku dekan FISIP USU.
2. Ibu Hairani Siregar S.sos, MSP selaku ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial juga selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini.
Terima kasih banyak ibu atas bimbingan dan pengetahuan yang ibu
berikan dalam penulisan skripis ini. Banyak sekali masukan yang ibu
berikan untuk memperbaiki penulisan dalam penelitian ini. Semoga ilmu
pengetahuan yang telah ibu berikan dapat menjadi bekal pembelajaran
bagi saya kedepannya.
3. Bapak Fatwa Fadillah SH, selaku Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka
Indonesia yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan
4. Bapak Edy Ikhsan SH, MA. selaku Ketua Badan Pembina Yayasan
Pusaka Indonesia yang telah bersedia untuk berdiskusi secara terbuka
dengan penulis.
5. Terkhusus untuk kedua orangtuaku tersayang, terima kasih untuk semua
dukungan dan semangat yang telah di berikan. Buat Ibunda, Sudarmi
terima kasih banyak ma untuk semua pengertian, semangat dan
dukungannya. Terima kasih ma karena tak pernah bosan untuk selalu
mengingatkan ayu ketika ayu melakukan kesalahan. Terima kasih juga
karena sudah terus menyayangi ayu dan memberikan perhatian yang
cukup besar. Buat Ayah ku, Bapak Syukur beliau adalah seorang lelaki
yang tangguh, dan sempurna dimataku sebagai seorang lelaki. Terima
kasih untuk semua semangat dan inspirasi yang diberikan supaya ayu
tetep tegar dan terus bangkit dalam penyelesaian skripsi ini. Ayu selalu
menyayangi Mama dan Bapak sampai kapan pun.
6. Buat my beloved brother Hamdani Syahputra, Amk. terima kasih banyak
bang untuk semangat dan dukungan moril yang telah diberikan kepada
ayu. Dan juga selalu mengingatkan ayu untuk makan dan minum obat
ketika alergi ayu kambuh. Walaupun terkadang ayu suka emosi sama
abang, tapi ayu tetap sayang sama abang. Terima kasih juga buat kakak
ayu yang baru, Ria Wijayanti Am. Keb. terima kasih ya kak untuk semua
semangatnya.
7. Terima kasih juga saya ucapkan kepada keluarga besar saya, kepada
Nenek dan Kakek saya yang terus memberikan doa kepada cucunya,
memberikan dukungan kepada saya mulai saya masuk kuliah sampai
akhir masa studi saya ini.
8. Terima kasih saya ucapkan kepada staff pengajar dan staf kepegawaian di
kampus FISIP USU. Yang telah memberikan banyak kesempatan untuk
saya menimba ilmu dan meminta pertolongan-pertolongan sehingga
menhantarkan saya pada akhir masa studi ini.
9. Anggota Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka Indonesia yang
selama ini sangat banyak membantu, kepada ibu Elisabet, Pak Marjoko,
dan bang Mitra Lubis, terima kasih banyak atas kerja sama dan
bimbingannya selama ini. Kepada seluruh staf Yayasan Pusaka Indonesia,
Kak Nida, Pak Adek, Pak ucok, Bang OK, Kak Una, Kak Tina, Kak Irma,
Kak Ami, bang Osin dan semua staf lainnya yang mungkin terlupakan
untk disebutkan terima kasih banyak atas kesempatan yang diberikan
kepada saya untuk belajar lebih di Pusaka.
10. Untuk informan yang telah banyak membantu dalam penelitian ini, tetap
semangat adik-adikku, semua cerita kelam dalam hidup kalian akan
dibalaskan dengan cerita putih dan bahagia dalam kehidupan kalian di
masa yang akan datang. Tetap semangat untuk tetap meraih cita-cita
kalian. Yakinlah, dengan usaha dan harapan maka semuanya akan
menjadi lebih baik.
11.Buat temen-temen seperjuanganku, Rizki Yulijar, Wenny Marlinda, dan
Maya Jelita terima kasih untuk semua dukungan yang telah kalian berikan
untukku. Walau terkesan singkat pertemanan kita tapi semuanya menjadi
kenangan terindah untuk ku ketika dulu kita sama-sama masih ngampus.
dimana aku memang gak bisa di ganggu. Buat Uli, semangat ya. Tetap
kuat dan tegar walau apapun yang terjadi kedepannya. Buat Weni, si
kocik semangat juga yo buat nyelesaikan skripsi nya, gosa lebay-lebay
kalau lagi galau, masa sampek gak bisa di tanyain. Buat Maya, teman satu
kamar kostku, terima kasih ya karna uda pengertian, ketika aku suntuk,
langsung di tawarin coklat. (Hehehehehe..). Semoga kita selamanya bisa
berteman walau nanti kita gak tau kemana kita masing-masing.
12.Buat anak-anak ANSOSBECK, kalian tetap dihati dan tetap yang terkeren
kok woi, walaupun kita udah sama-sama sibuk, tapi kalau ada kesempatan
kita masih bisa ngumpul, itu adalah kenangan yang terindah. Buat Buq
Yuliatik S.Pd, buq Wey, Devi teman kecilku, Yopi teman kecil ku yang
udah Meriage duluan, di tinggal awak. Buat Sofian, S.Ip, buat pak Amin
yang selalu menjadi teman curhat dari aku SMA sampai sekarang, buat
Ofrik, buat Darma si raja gombal, pokoknya buat semua teman-teman
Ansosbeck yang tak bisa di sebutin satu persatu. Kalian masih tetap yang
terbaik.
13.Spesial buat orang-orang yang terkasih yang telah mendukung aku,
saudara Wira Frastisnata terima kasih buat semangatnya, buat semua
keyakinannya sama aku selama aku kuliah dan juga karena sudah
menemani aku dari aku SMP sampai semester V dulu. Terima kasih juga
buat Abre alias bang Riki untuk semua celotehan dan referensi-referensi
mengenai kehidupannya. Jadi semangat lagi awak karena celotehan
cerewet bg ntu. Buat Emyner Arie, ”Abiku” ayo dong, kapan nyelesaikan
buat semua pengertiannya dan kesabarannya, walau terkadang abi
ngeselin, tapi poe tetep sayang abi.
14.Keluarga Besar HMI Komisariat FISIP USU. Walaupun saya hanya
menjadi anggota muda, tapi saya merasa pada saat berada di Komisariat
saya mendapatkan keluarga-keluarga baru. Tidak cukup kata Terima
kasih yang dihantarkan kepada rumah yang telah memberikan
pembelajaran yang luar biasa. Untuk kakanda dan adinda semua yang ada
di sana. Pastinya, setiap proses yang dilewati akan menjadi amunisi yang
berguna untuk menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya. Semoga
ALLAH SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua di rumah ini.
Yakin Usaha Sampai!!.
15.Untuk semua temen-temen stambuk 2010 jurusan Ilmu Kesejahteraan
Sosial. Terima kasih untuk semua kebersamaan yang telah kita lalui
bersama selama menjadi studi di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.
16.Untuk semua pihak yang pernah bersentuhan pemikiran dengan penuis.
Sedikit banyaknya sripsi ini adalah kristalisasi pemikiran yang selama ini
ada. Terimakasih semuanya.
Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Namun demikian, skripsi ini tentunya jauh dari kesempurnaan untuk itu dengan
segala kerendahan hati penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaan tersebut.
Medan, April 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN PESETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
1.3.1. Tujuan Penelitian ... 9
1.3.2. Manfaat Penelitian ... 10
1.4. Sistematika Penulisan ... 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak ... 12
2.1.1. Definisi Anak ... 12
2.1.3. Eksploitasi Seksual Pada Anak ... 14
2.1.3.1. Definisi Eksploitasi Seksual ... 14
2.1.3.2. Bentuk-Bentuk Eksploitasi Seksual Pada Anak ... 17
2.1.4. Definisi Pendampingan Korban ... 20
2.2.Peranan Yayasan Pusaka Indonesia ... 26
2.2.1. Pengertian Peranan ... 26
2.2.2. Upaya Litigasi ... 29
2.2.3. Upaya Non Litigasi ... 31
2.3. Kesejahteraan Sosial ... 36
2.3.1. Definisi Kesejahteraan Sosial ... 36
2.3.2. Peran Pekerja Sosial terhadap Pelayanan Kesejateraan Sosial Anak .... 38
2.4. Kerangka Pemikiran ... 40
2.5. Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 44
2.5.1. Definisi Konsep ... 44
2.5.2. Definisi Operasional ... 46
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 48
3.2. Lokasi Penelitian ... 49
3.3. Unit Analisis dan Informan ... 49
3.3.1. Unit Analisis ... 49
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 51
3.5. Teknik Analisis Data ... 52
BAB 4 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Organisasi ... 53
4.2. Visi dan Misi Lembaga ... 55
4.3. Nilai-Nilai Lembaga ... 56
4.4. Program Kerja Lembaga ... 56
4.5.Peranan Pendamping Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Penangaan Anak yang Menjadi Korban Tindak Kekerasaan ... 57
4.6. Divisi Kelembagaan ... 59
4.6.1. Divisi Anak dan Perempuan ... 59
4.6.2. Divisi Community Development ... 62
4.6.3. Divisi Kewirausahaan Sosial ... 67
4.6.4. Divisi Informasi dan Dokumentasi ... 68
4.7. Struktur Lembaga ... 70
4.8. Jaringan Kerja Lembaga ... 72
4.9. Program Yang Sudah dan Sedang Dikerjakan Lembaga ... 75
BAB 5 ANALISIS DATA 5.1. Informan 1 ... 85
5.5.1 Upaya Litigasi ... 85
5.5.1.2Pendampingan Korban di Pengadilan ... 87
5.5.2 Upaya Non Litigasi ... 89
5.5.2.1Rehabilitasi Fisik ... 89
5.5.2.2Rehabilitasi Psikologis ... 90
5.5.2.3Rumah Aman ... 91
5.5.2.4Reintegrasi ... 93
5.2. Informan II ... 98
5.2.1 Upaya Litigasi ... 99
5.2.1.1Pendampingan Korban di Kepolisian ... 99
5.2.1.2Pendampingan Korban di Pengadilan ... 101
5.2.2 Upaya Non Litigasi ... 103
5.2.2.1Rehabilitasi Fisik ... 103
5.2.2.2Rehabilitasi Psikologis ... 104
5.2.2.3Rumah Aman ... 105
5.2.2.4Reintegrasi ... 107
5.3. Informan III ... 112
5.3.1 Upaya Litigasi ... 112
5.3.1.1Pendampingan Korban di Kepolisian ... 112
5.3.1.2Pendampingan Korban di Pengadilan ... 114
5.3.2 Upaya Non Litigasi ... 115
5.3.2.1Rehabilitasi Fisik ... 115
5.3.2.3Rumah Aman ... 117
5.3.2.4Reintegrasi ... 118
BAB 6 PENUTUP
6.1. Kesimpulan ... 120
6.2. Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Wawancara Guide
2. Surat Keterangan Dosen Pembimbing
3. Lembar Daftar Hadir Seminar Proposal
4. Surat Permohonan Izin Penelitian di Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi
Sumatera Utara
5. Surat Balasan Izin Penelitian di Yayasan Pusaka Indonesia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
ABSTRAK
Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak
(Skripsi ini terdiri dari 6 BAB, 121 Halaman, 6 Lampiran, serta 22 Kepustakaan, dan 15 sumber lain yang berasal dari internet dan karya Ilmiah)
Realitas kehidupan sehari-hari, kejahatan dan eksploitasi seksual pada anak sering terjadi. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban. Anak yang menjadi korban seringkali masih diabaikan atau bahkan disudutkan oleh berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual memang sangat minim. Sebagai Anak, mereka juga mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Misalnya, anak mempunyai hak untuk di dengar atau diberi penghargaan atas pendapatnya. Hal tersebut bertujuan agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal.
Masalah yang diangkat dalam penelitiian ini adalah “Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian Studi Kasus dengan pendekatan Kualitatif. Penelitian dilakukan di Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara serta areal lingkungan sekitar anak korban ekspolitasi seksual. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi ke lapangan. Data yang di dapat kemudian di narasikan secara kualitatif demgan menggunakan pendekatan induktif.
Data-data mengenai anak korban ekspolitasi seksual dalam penelitian ini di samarkan demi kepentingan perlindungan anak. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah di analisis dapat di simpulkan bahwa Yayasan Pusaka Indonesia dalam melakukan Upaya Pendampingan terhadap anak korban telah memberikan hal yang terbaik untuknya. Pendamping dari Yayasan Pusaka telah melakukan upaya pendampingan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditentukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia.
UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA
SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLOTICAL SCIENCE
DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE
ABSTRACT
Pusaka Indonesia Foundation Role in the Process of Assisting Victims of Child Sexual Exploitation.
(This research is composed of 6 Chapter, 121 Page, 6 Appendix, and 22 Literature and 15 other sources from the internet and scientific work)
Realities of everyday life, criem of sexual esploitation of children is happening. Children are the group most vulnerable to. Child victim is often overlooked by various parties. Legal instruments in addressing tte issue of sexual exploitation is still minim. As children they also have the right to get the award and the best interests of her. For example, children have the right to be heard or been rewarded for his opinion it is intended thah the growth can be achieved to the maximum.
Issues raised in this research is “How the role of Pusaka Indonesian Foundation in the process of assisting victim sexual exploitation of children. This research aims to determine How the role of Pusaka Indonesia Foundation in the process of assisting victims of child sexual exploitation. Methods in this research using the case study method with a qualitative approach. This research conducted Pusaka Indonesia Foundation and Indonesia Province of North Sumatra area surrounding child victims of sexual exploitation. The data collection techniques with in depth interviewa and field observations. Then narrated the data obtained qualitatively using an inductive approach.
Fact sheets on child victims of sexual axploitation in disguise in research for the sake of the child protection. Data based on the data that has been collected and analyzed can be concluded thah Pusaka Indonesia foundation in its efforts to provide assistance to child victim have given the best thing for him.climbers from Pusaka Indonesia Foundation to assist and in accordance with the Standard Operating Procedures (SOP) that has been determined by the Pusaka Indonesia Foundation.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Realitas kehidupan sehari-hari, kejahatan dan eksploitasi seksual pada anak
sering terjadi. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban.
Anak yang menjadi korban seringkali masih diabaikan atau bahkan disudutkan oleh
berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual
memang sangat minim. Anak yang mengalami korban eksploitasi tersebut sudah
diupayakan adanya pendekatan terhadap anak dan orang tua harus mampu
menemukan jalan keluarnya (Shalahudin, dan Prasetio, 2000 : 16).
Eksploitasi seks komersial sering digunakan untuk merujuk pada prostitusi
anak dan pornografi anak. Meskipun demikian, anak jelas memiliki hak untuk
dilindungi dari segala bentuk eksploitasi seksual, apakah komersial atau tidak.
Eksploitasi yang dialami oleh murid dengan gurunya (misalnya memberikann nilai
bagus untuk mendapatkan pelayanan seksual), melanggar hak-hak korban, lepas dari
apakah ada “dimensi komersial” atau tidak. Sexual abuse yang sistematis terhadap
penduduk sipil di masa konflik atau penindasan juga merupakan kejahatan terhadap
kemanusian, lepas dari apakan korbanya anak-anak atau orang dewasa (Riyanto,
2006: 59).
Anak mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan
yang terbaik untuknya. Hak anak untuk di dengar atau penghargaan atas pendapat
anak merupakan hal yang penting agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara
maksimal. Dengan kata lain, tidak mungkin tercapai suatu keputusan yang terbaik
anak tidak didengar dan pendapatnya tidak dihargai dalam pengambilan keputusan
bagi dirinya (Save The Children, 2010: 30).
Di Sumatera Utara sendiri, kasus Eksploitasi seksual terhadap anak semakin
hari makin besar porsi kejadiannya dan yang paling menonjol pada permasalahan
perdagangan anak untuk kepentingan pelacuran. PKPA mencatat data koban pada
tahun 2011 kasus trafficking untuk ekspolitasi seksual anak tercatat sebanyak 16
kasus, dan jumlah itu mengalami peningkatan yang sangat besar pada tahun 2012
menjadi 34 kasus. Pada pemetaan 2013, PKPA juga menemukan 22 anak yang
menjadi korban prostitusi, yakni 7 anak diantaranya berstatus sekolah dan
sebagiannya putus sekolah ketika menjadi prostitusi anak (Sumber:
WIB).
Masalah ekspoitasi seksual terhadap anak menjadi masalah yang sangat serius
untuk dieliminasi. Muhammad Farid (2000) mengatakan ada tiga yang mencolok
untuk ekspoitasi seksual yaitu pemerkosaan terhadap anak, anak yang dilacurkan dan
perdagangan anak untuk dilacurkan dan perdagangan anak untuk kepentingan
pornografi dan seksual. Namun data-data mengenai ketiga kasus tersebut sulit
didapat karena belum adanya data yang di dapat dalam data statistik, untuk itu yang
dijadikan pedoman adalah data media massa. Kasus pemerkosaan menurut KPAID,
di Sumatera Utara sepanjang 2012 ada 52 kasus pemerkosaan naik hingga 27%
dibandingkan tahun 2011 (Sumber: http://www.metrotvnews.com
Data yang di himpun oleh Yayasan Pusaka Indonesia dari 5 (Lima) media
cetak lokal terlihat bahwa sepanjang tahun 2006 hingga 2008 tercatat 283 kasus
perdagangan orang, dimana korban eksploitasi seksual tercatat sebanyak 128 orang.
Bila dilihat dari asal korban dari ekspolitasi seksual terhadap anak, Medan adalah
salah satu kota yang paling banyak memasok korban. Data tersebut juga tidak jauh
berbeda dengan data yang dikeluarkan oleh International Organization Of Migration
(IOM) bahwa terdapat 3.339 kasus trafikking di Indonesia, sedangkan untuk kasus
eksploitasi seksual terdapat 512 kasus (atau sekitar 15,53%) (Ikhsan, Elisabeth,
Susanti, Marjoko, Khairul, Syahputra: 2010)
Data yang dilansir pada tahun 2011 yang berhasil dimonitoring oleh Yayasan
Pusaka Indonesia, Usia anak Ekspoitasi seksual kategori antara 2-18 tahun. Dalam
data Yayasan Pusaka Indonesia juga dapat dilihat bahwa ekspoitasi seksual dalam
kasus pelacuran anak paling banyak pada kategori 15-18 tahun dan disusul dengan
kategori usia 6-8 tahun. Sedangkan pada kasus pornografi terjadi pada usia 8-15
tahun. Sedangkan pada kasus KDRT, Pernikahan dini, pedofilia dan trafficking
dalam kata lain lebih erat pada setiap usia (Sumber:http://journal.unair.ac.id
/filterPDF/ganguan%20Sters%20pasca%20Trauma%20pada%20Korban.pdf. diakses
pada tanggal 3 Oktober 2013, Pukul 12.30 WIB).
Masalah perlindungan terhadap anak muncul, ketika masalah anak masih ada
dan terus di perbincangkan oleh publik. Dalam pendidikan, pelecehan seksual dan
eksploitasi seksual dan kekerasan dapat menjadi faktor tersembunyi pada tingkat
retensi di kelas yang rendah. Dalam kesehatan, kekerasan dapat terjadi pada
cedera-cedera yang tidak dijelaskan oleh pelayanan kesehatan, atau bahkan penyebab dari
kecacatan pada waktu jangka panjang. Keterkaitan ini, telah banyak diakui oleh
Perawatan dan perlindungan yang memadai bagi anak korban ekspolitasi
seksual dapat diberikan dalam suatu lingkungan yang mengedepankan dan
melindungi hak semua anak korban eksploitasi seksual. Khususnya hak untuk tidak
dipisahkan dari orang tua, dan dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan hak atas
jaminan sosial, hak atas pendidikan dan bersenang-senang dan hak atas perlindungan
dari segala bentuk eksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual. Adanya hak-hak
anak atas perlindungan dari kekerasan, abuse dan eksploitasi secara jelas digariskan
dalam hukum internasional, standar hukum badan-badan regional dan hukum
domestik dari sebagian besar negara, hal ini mencerminkan suatu konsensus dasar
kemanusiaan bahwa sebuah dunia yang sesuai bagi anak adanya perlindungan
untuknya (Riyanto, 2006 : 8).
Keluarga menjadi faktor tunggal dan terpenting dalam menentukan apakah
seorang anak dilindungi atau tidak. Meskipun demikian, karena begitu sentralnya
keluarga dalam kehidupan anak, keluarga sering kali juga menjadi sumber kekerasan,
perlakuan yang tidak patut, diskriminasi dan eksploitasi. Orang tua mempunyai
Tanggung jawab untuk membesarkan anak. Ketika orang tua tidak mampu memikul
tanggung jawab, Negara memiliki tanggung jawab untuk membantu mereka.
Adanya pasal 19 merujuk pada tanggung jawab Negara untuk melindungi anak dari
segala bentuk kekerasaan fisik dan mental, cedera atau perlakuan salah, pengabaian
atau perlakuan menelantarkan, perlakuan yang tidak sepatutnya atau eksploitasi,
termasuk peyalahgunaan seksual, ketika dalam perawatan orang tua, wali yang sah,
atau orang lain yang merawat anak tersebut ( Riyanto, 2006 : 9).
Beberapa Negara, dimana pemerintah mempunyai tugas untuk membantu
masyarakat madani, komunitas dan anak-anak sendiri dalam hal pencegahan dan
Sangat jelas bahwa respon terhadap perlindungan anak haruslah bersifat holistik,
diketahui oleh semua pihak di semua tataran agar menghormati hak-hak
perlindungan anak dan menerapkannya ke semua anak di segala keadaan tanpa
adanya diskriminasi. Meraih suatu dunia dimana perlindungan hak-hak anak secara
rutin dihormati membutuhkan suatu jaminan bahwa anak tumbuh disuatu lingkungan
yang protektif, dimana setiap elemen lingkungan memberikan andil dalam
perlindungan mereka dimana semua pelaku memainkan peranannya masing-masing
(Riyanto, 2006 : 11).
Elemen lingkungan yang protektif dan akan saling tumpang tindih dalam hal
perlindungan terhadap anak. Misalnya komitmen pemerintah mungkin mengatur
apakah pelayanan bagi korban tindakan penyalahgunaan disediakan, atau apakah
investasi dibuat dalam mekanisme pemantau. Media juga mempunyai peran yang
sangat penting. Ada sejumlah cara untuk membangun atau mengembangkan suatu
lingkungan yang protektif bagi anak-anak. Hal ini mencakup:
a. Berbagai upaya untuk menjawab secara cermat dan mengikis dampak
kemiskinan ekonomi dan kemiskinan sosial.
b. Adanya prakarsa dialog dimana di semua tingkatan dari pemerintah ke
bawah, komunitas, keluarga dan anak-anak itu sendiri.
c. Penggunaan mekanisme hak-hak azasi manusia internasional. Hal ini juga
bias mencakup upaya mendorong agenda mengenai perlindungan di tingkahat
pertemuan regional.
d. Mencari perubahan perilaku masyarakat, menetang sikap dan tradisi yang
dapat memperparah abuse terhadap perlindungan anak, memberikan
e. Memperkuat kapasitas untuk mengukur dan menganalisa masalah-masalah
perlindungan tanpa mengetahui apa yang terjadi, pemerintah dan pihak lain
yang terlibat akan terugikan ketika merespon masalah-masalah perlindungan.
f. Menjamin akses terhadap pelayanan bagi pemulihan dan reintegrasi bagi
anak-anak yang telah mengalami abuse.
g. Mendorong partisipasi dan memperkuat ketahanan anak-anak itu sendiri
(Riyanto, 2006 :13).
Kompleksnya persoalan eksploitasi terhadap anak ini juga telah menimbulkan
perhatian untuk segera mengakhirinya. Berbagai lembaga mulai terbentuk untuk
mencoba mencari penyelesaian yang konkrit terhadap persoalan eksploitasi anak ini.
Lembaga yang terbentuk memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda dalam
menangani masalah anak di Indonesia khusunya di Sumatera Utara (Ikhsan, Zuuska,
Fikarwin, Maya, Timo, 2001: 19).
Penolakan terhadap paradigma feodalistik (pola majikan buruh) yang hendak
dilanggengkan terus dalam pengorganisasian sebuah NGO advokasi tersebut menjadi
dasar pertama munculnya bagi Yayasan Pusaka Indonesia. Nama tersebut dipilih
secara demokratis dan dibungkus dengan sebuah makna bahwa aktivis-aktivis yang
membentuknya memiliki sebuah pusaka atau warisan semangat luhur untuk
membesarkan diri dari semua bentuk penindasan yang ada. Bahwa aktivis-aktivis
sosial tersebut ingin terus memilihara komitmenya unruk secara bersama-sama
berjuang bahu membahu mengurai beban penderitaan dan sekaligus meningkatkan
kepercayaan masyakat dalam isu strategis dalam hal perlindungan terhadap anak dan
masyarakat pencari keadilan (Laporan Tahunan Yayasan Pusaka Indonesia Periode
Analisis eksternal menghasilkan beberapa masalah penting anak untuk ditangani
Pusaka Indonesia yaitu:
a. Peradilan yang belum ramah anak.
b. Ketidaksiapsiagaan (masyarakat, pemerintah) dalam menghadapi bencana.
c. Tidak memadainya fasilitas “Rumah Aman” untuk anak korban bencana.
d. Masih lemahnya pemahaman aparat hukum dan masyarakat tentang
penanganan anak korban kekerasan.
e. Hak anak atas lilngkungan yang sehat. Fokus tersebut terkaitt kampaye
pelarangan iklan rokok komunitas anak muda ( SKEPO : 2008).
Lembaga Swadaya Mayarakat merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang
memberikan kepedulian terhadap pembangunan baik di tingkat nasional, kawasan
internasional maupun pada tingkat lokal. LSM merupakan mitra pemerintah yang
kegiatannya dapat bergerak dalam bidang keagamaan, politik, ekonomi, sosial
budaya dan yang lain. LSM dan kelompok masyarakat yang peduli secara individu
memang memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam penangan masalah pada
anak. Harus kita akui bahwa LSM memang sudah senantiasa berjuang mulai dari
sejak dahulu dan senantiasa terus berjuang dalam penegakan HAM, fenomena LSM
memang pada awalnya dipandang negatif olehh pemerintah yang dianggap
mencampuri secara usil kebijakan-kebijakan pemerintah serta senantiasa nelakukan
kritik tanpa solusi (Sumber:
17.43 WIB).
Di Sumatera Utara, Organisasi Non Pemerintah (NGO) yang menangani isu
seksual terhadap anak yang disebut KAESKA. Kemudian di tahun 2001 akibat
dilanda konflik internal maka sebagian besar “awak kapal” lembaga tersebut keluar
dan mendirikan Pusaka Indonesia. NGO-NGO ini menerapkan strategi pendekatan
yang berbeda, sangat tergantung dari gaya dan karakteristik pemimpinya. Dan dapat
dikatakan tidak ada koordinasi antara satu NGO dengan NGO lain, kesanya mereka
bergerak sendiri-sendiri sesuai dengan irama musik yang dilantunkan ( Ikhsan,
Ikhsan, Zuuska, Fikarwin, Maya, Timo, 2001: 21).
Misi yang diemban Yayasan Pusaka Indonesia, memberikan bantuan hukum (di
dalam dan di luar pengadilan) terhadap anak-anak., khususnya nank-anak yang
membutuhkan perlindungan khusus(children in need special protection) dan
masyarakat pencari keadilan (justiabelen), merancang konsep tanding (legal drafting
counter draf dan judicial revieuw) dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di
bidang anak dan peradilan yang independen (independent judicial), melakukan upaya
mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan (lobi, negoisasi, kolaborasi
dan lainnya) dalam perlindungan anak dan justiabelen, mempengaruhi pendapatan
umum (kampaye, siaran pers, jajak pendapat, riset dan lainnya) untuk mempengaruhi
perubahan kebijakan perlindungan perlindungan anak dan justiabelen. Selain itu,
Pusaka Indonesia juga melancarkan tekanan dengan proses pengorganisasian
masyarakat (pendidikan politik) dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang
anak dan justiabelen ( Sabah, 2008: 28).
Selama delapan tahun Yayasan Pusaka Indonesia bekerja untuk mendorong
terciptanya kondisi yang lebih nyaman buat anak dan perempuan, Pusaka Indonesia
telah mencapai tahap perkembangan organisasi yang mungkin sebelumnya tak
terbayangkan oleh para mandiri. Dalam masa empat tahun pertama, Pusaka
untuk anak dan perempuan. Ini tak lepas dari peran Pusaka Indonesia yang banyak
membantu dan menyediakan diri untuk isu bantuan hukum anak jalanan, anak yang
berkonflik dengan hukum, dan anak korban kekerasan sexual. Pusaka Indonesia juga
aktif mendorong kelahiran regulasi di tingkat lokal maupun isu pekerja anak dan
perdagangan manusia ( SKEPO, 2008: 1).
Berangkat dari isu-isu anak, khususnya pada isu eksploitasi seksual pada anak
dan bersamaaan dengan misi yang telah diemban oleh Yayasan Pusaka Indonesia,
dengan ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Bagaimana
Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses Pendampingan Korban Eksploitasi
Seksual pada Anak yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi
Sumatera Utara.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang dapat
dirumuskan oleh penulis dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan Yayasan
Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada
Anak?”.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui
Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
a. Bagi penulis, dapat mempertajam kemampuan menulis dalam penulisan karya
ilmiah, menambah pengetahuan dan pengetahuan dan mengasa kemampuan
berpikir penulis dalam menyikapi dan menganalisis permasalahan sosial yang
terjadi dalam masyarakat, khususnya permasalahan sosial anak.
b. Bagi fakultas, dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka
pengembangan konsep-konsep dan teori-teori keilmuan mengenai
Permasalahan Sosial Anak yang dikembangkan oleh Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial khusunya, serta dapat bermanfaat.
c. Bagi praktisi, dapat menambah wawasan mengenai permasalahan Korban
Eksploitasi Seksual pada anak dan mampu memberikan masukan terhadap
upaya penanganan sehingga anak tidak kehilangan haknya dan mampu
menjalani kembali keberfungsian sosialnya dengan baik serta anak mampu
1.4 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian,
kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri
dari tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel,
teknik pengumpulan data dan teknik analisa data .
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan uraian sejarah geographis dan gambaran
umum tentang lokasi dimana penelitian melakukan penelitian .
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil
penelitian beserta analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak
2.1.1 Definisi Anak
Anak dalam visi Konvensi Hak Anak PBB merupakan sebagai suatu subjek,
anak yang diposisikan sebagai manusia dan anak diakui sebagai mahluk otonom dan
merdeka. Terdapat berbagai definisi mengenai anak. Bagaimanapun juga, anak-anak
adalah sesosok mahluk yang harus tetap dihormati, dilindungi dan dapat ditumbuh
kembangkan karena mereka merupakan amanat Tuhan yang Maha Esa. Sedangkan
menurut UU Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan. Kemudian dalam Konvensi Hak Anak Pasal 1 menyatakan bahwa
setiap orang yang berusia dibawah umur 18 tahun, kecuali berdasarkan ketentuan
yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. (Save The
Childern, 2010: 19).
Konvensi Hak-Hak Anak menyatakan bahwa ”seorang anak adalah setiap anak
yang berusia di bawah 18 tahun kecuali di bawah undang-undang yang berlaku bagi
anak, usia dewasa dicapai lebih awal. Lepas dari pasal 1 tersebut, memperbolehkan
usia dewasa yang lebih rendah, ada beberapa hal dalam Konvensi yang terus berlaku
bagi anak 18 tahun, tanpa memandang usia dewasa (Save The Children, 2010: 18).
2.1.2 Hak-Hak Anak Sebagai Korban
Hak Anak pada dasarnya adalah hak azasi manusia. Dalam Konvensi Hak Anak
hak-hak anak korban, khususnya korban pelanggaran serius. Pasal ini menetapkan:
Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu
untuk mendorong pemulihan fisik dan psikologi dan integrasi sosial anak korban
dari: segala bentuk pengabaian, eksploitasi atau abuse, penyiksaan atau
bentuk-bentuk lain kekejaman, perlakuan yang tidak berprikemanusiaan dan menistakan atau
konflik bersenjata. Pemulihan dan reintegrasi hendaknya terjadi di lingkungan yang
menunjang kesehatan, harga diri dan martabat anak. Ada beberapa instrumen hukum
lainnya yang mengandung hak-hak anak sebagai korban disampaikan lebih rinci
sebagai berikut, yaitu:
a. Hak Atas Kerahasiaan
Hak korban atas kerahasian untuk melindungi privasi, kehormatan dan
reputasi mereka, mungkin terpengaruh dengan dua cara berikut, yang
pertama, media mungkin menerbitkan atau menyiarkan gambar, nama atau
informasi mengenai korban yang memungkinkan masyarakat dapat
mengidentifikasi korban. Kedua, korban dapat diberi stigma oleh masyarakat,
lepas dari apakah insiden atau kejadian itu telah diinput media atau tidak. Ini
umum terjadi, khususnya pada anak yang menjadi korban eksploitasi dan
kekerasan seksual dalam masyarakat dimana norma-norma sosialnya kuat
menentang hubungan di luar pernikahan.
b. Hak Atas Perlakuan Yang Berprikemanusiaan Selama Proses Persidangan
Hanya sebagian kecil dari korban kekerasan dan abuse yang mencari bantuan.
Salah satu alasan yang utama mereka tidak datang melapor adalah adanya
rasa takut atau rasa ketakutan yang mendalam akan perlakuan yang “tidak
peka” dari instansi penegak hukum, penyelidikan medis dan sosial begitu
c. Hak Atas Repatriasi Dan Reintegrasi Sosial
Kebutuhan rehabilitasi dari anak-anak yang diperdagangkan sering rumit dan
berjangka panjang. Anak yang dikembalikan itu mungkin memerlukan
dukungan medis dan psikososial jangka panjang dan untuk diintegrasikan ke
dalam sekolah atau kehiduan kerja serta ke keluarga dan komunitasnya.
Mereka mungkin memerlukan dukungan material dan finansial, setidaknya
untuk menghindari agar tidak diperdagangkan lagi. Bila keluarga anak
tersebut merupakan bagian dari masalah, ia mungkin memerlukan perawatan
alternative. Anak itu perlu dibuat aman dan mampu bertahan hidup.
d. Hak Untuk Mengajukan Ganti Rugi (Santunan)
Hak dari korban anak untuk mengajukan ganti rugi karena cedera yang
dideritanya adalah penting karena beberapa alasan. Pertama, sebagaimana
korban lainnya, anak memiliki hak untuk mendapatkan konpensasi atas
cedera psikologis, fisik dan moral yang diakibatkan oleh pelanggaran
terhadap hak-hak mereka. Kedua, menuntut pelaku bertanggungjawab secara
ekonomi dapat menjadi faktor penjerat yang efektif, khusunya dimana istitusi
public, swasta atau perusahaan terlibat dalam pelanggaran tersebut. Ketiga,
konpensasi bagi korban dapat membantu untuk memfasilitasi reintegrasi
sosial (Riyanto, 2006 :135).
2.1.3 Ekspolitasi Seksual pada Anak
2.1.3.1 Definisi Eksploitasi Seksual
Eksploitasi menurut bahasa adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri,
pengisapan, pemerasan tenaga orang lain (Idris, 1988:30) sedangkan makna
untuk menggunakan pribadi lain demi pemuasan kebutuhan orang pertama tanpa
memperhatikan kebutuhan pribadi pihak kedua (Kartono, 2001:180). Sedangkan
menurut UU perlindungan anak bahwa eksploitasi adalah tindakan atau perbuatan
memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh kepentingan
pribadi, keluarga atau golongan (Umbara, 2003: 50).
Seksual secara bahasa adalah proses penggabungan dua sel gamet yang
dihasilkan induk jantan dan betina, sehingga menghasilkan zigot yang akan tumbuh
dan berdiferensi menjadi individu baru. Seksual menurut terminologi adalah
menyinggung hal reproduksi atau perkembangbiakan lewat penyatuan dua individu
yang berbeda yang masing-masing menghasilkan sebutir telur dan sperma atau
secara umum,menyinggung tingkah laku, perasaan, atau emosi ynag berasosiasi
dengan perangsangan alat-alat kelamin, daerah-daerah erogenus atau proses
perkembangbiakan (Kartono, 2001: 459).
Jadi, Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual
atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan dan bentuk
penghisapan atau penggunaan serta pemanfaatan anak semaksimal mungkin oleh
orang lain dalam bentuk kenikmatan seksual yang dapat ditukarkan dengan
benda-benda, materi dan uang atau sejenisnya yang mempunyai nilai jual. Dengan demikian
eksploitasi seksual merupakan suatu perbuatan kejahatan. Selain itu, Ekspoitasi
seksual adalah setiap penyalahgunaan posisi rentan, kekuasaan yang berbeda, atau
kepercayaan untuk tujuan-tujuan seksual, ini termasuk mengambil keuntungan secara
finansial, sosial atau politis dari eksploitasi seksual terhadap oarang lain (Kebijakan
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya eksploitasi seksual terhadap anak
adalah:
a. Ketidaksetaraan Genjer dan Diskriminasi Jender
Adanya ketidaksetaraan ekonomi, sosial dan hukum mendarah daging yang
dihadapi oleh perempuan dewasa dan anak-anak perempuan meningkatkan
kerentanan mereka terhadap eksploitasi seks komersial. Interseksi antara
diskriminasi gender dan ras dengan diskriminasi etnis memperparah
kerentanan ini, sebagai mana tampak jelas dalam representasi yang tidak
seimbnag dari minoritas etnis dan ras dalam perdagangan seks komersial.
Stigma yang dicapkan kepada korban eksploitasi dan kekerasan seksual dapat
menyebabkan sang korban menjadi termarginalisasi dan viktimisasi lebih
lanjut.
b. Kemiskinan
Kemiskinan bukanla satu-satunya alasan eksploitasi seks komersial
anak-anak, namun hal itu merupakan katalitas utama. Misalnya, agen
penyalur/pengadaan tumbuh subur didaerah-daerah kumuh perkotaan dan
pedesaan miskin, dimana hanya ada sedikit kesempatan kerja atau
pendidikan. Kemiskinan bisa mendorong keluarga untuk melakukan tindakan
nekat untuk bertahan hidu.
c. Permintaan Terhadap Pelayanan Seks
Pelaku pelanggaran seks dengan anak dapat ditemukan di profesi apapun, di
bangsa yang kaya maupun miskin, mungkin sudah menikah atau masih
lajang, orang asing ataupun penduduk setempat, heterokseksual maupun
homoseksual. Mereka sering memberikan pembenaran terhadap prilaku yang
perdagangan seks komersial atau datang dari budaya di mana anak-anak lebih
terbuka dan berpengalaman seksual pada usia yang lebih dini, dan bahwa
mereka membantu anak-anak tersebut dengan memberi uang.
d. Penyalahgunaan Internet
Pornografi anak, informasi mengenai wisata seks dan mempelai yang dapat
dipesan melalui surat secara terbuka tersedia di internet. Forum-forum seperti
chat rooms memfasilitasi geng dan jaringan perdagangan dan telah mejadi
ajang pertemuan bagi para mucikari dan para pemangsa (predator) yang
membuntuti anak-anak.
e. Pecahnya atau Tidak Berfungsinya Keluarga
Banyak keluarga berada dalam keadaan yang sangat sulit. Orang tua yang
mungkin menderita penyakit mental atau fisik, ketagihan obat-obatan
terlarang, atau alkohol, menyebabkan anak-anak meninggalkan rumah pada
usia yang sangat bersinggungan dengan resiko eksploitasi seksual. Juga, bagi
banyak anak, kekerasan seksual terjadi di rumah dan diberlakukan oleh
saudara atau teman (Riyanto, 2006: 61).
2.1.3.2 Bentuk-Bentuk Eksploitasi Seksual pada Anak
5 bentuk Eksploitasi seksual yang dapat di uraikan yaitu:
1. Prostitusi Anak
Merupakan tindakan menawarkan pelayanan atau pelayanan langsung
seorang anak untu melakukan tindakan seksual demi mendapatkan uang atau
imbalan lain. Bukan anak-anak yang memilih untuk terlibat dalam pelacuran
agar dapat bertahan hidup atau untuk membeli barang-barang konsumtif,
tetapi mereka didorong oleh keadaan, struktur sosial dan pelaku-pelaku
kerentanan mereka serta mengeksploitasi dan melakukan kekerasan seksual
kepada mereka.
2. Pornografi Anak
Merupakan pertunjukan apapun atau dengan cara apa saja yang
melibatkan anak di dalam aktivitas seksual yang nyata atau yang
menampilkan bagian tubuh anak demi tujuan-tujuan seksual. Pornografi anak
termasuk foto-foto, pertunjukan visual dan audio, tulisan yang dapat
disebarkan melalui majalah, buku, gambar, film, dan lain sebagainya.
Pornografi anak mengeksploitasi anak dalam berbagai cara. Anak-anak
dapat ditipu atau dipaksa untuk melakukan tindakan seksual untuk pembuatan
bahan-bahan pornografi atau mungkin gambar-gambar tersebut dibuat dalam
proses pengeksploitasian seseorang anak secara seksual tanpa sepengetahuan
anak tersebut.
Penyebaran global pornografi anak melalui internet tanpa adanya payung
hukum untuk melindungi anak-anak membuat para penegak hukum nasional
kesulitan untuk menghukum para pelaku lokal. Internet juga dibatasi oleh
batas-batas negara maka harmonisasi perundang-undangan, kerjasama polisi
internasional dan tanggung jawab industri IT (Teknologi Informasi)
diutuhkan untuk menangani masalah tersebut.
3. Perdagangan Anak Untuk Tujuan Seksual
Merupakan proses perekrutan, pemindah-tanganan atau penampungan dan
penerimaan anak untuk tujuan eksploitasi seksual. Perdagangan anak bisa
terjadi tanpa atau dengan menggunakan paksaan, kekerasan atau pemalsuan
mereka. Anak-anak diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual atau
perburuhan, tetapi tidak semua anak korban trafficking telah dibuat sangat
rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual karena mereka dipindahkan
dari struktur-struktur pendukung yang sudah dikenal seperti keluarga dan
masyarakat mereka. Aksi untuk memerangi perdagangan anak harus
menangani kondisi-kondisi yang membuat anak-anak rentan dan menghukum
para pelaku bukan korban.
4. Wisata Seks Anak
Merupakan eksploitasi seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang
melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, dan di tempat tersebut
mereka berhubungan seks dengan anak-anak. Mereka seringkali melakukan
perjalanan dari sebuah negara kaya ke negara yang berkembang. Para
wisatawan seks anak berasal dari semua alur kehidupan. Mereka bisa saja
orang yang telah menikah atau bujangan, laki-laki atau perempuan, para
wisatawan kaya atau pelancong yang psa-pasan.
5. Perkawinan Anak atau Pernikahan Dini
Merupakan pernikahan degan anak, yakni dibawah umur 18 tahun yang
memungkinkan anak menjadi korban eksploitasi sebab tujuan menikahi anak
tersebut untuk menjadikan anak sebagai objek seks untuk menghasilkan uang
atau imbalan lainnya.
Sebagian anak dipaksa untuk menikah oleh orang tua atau keluarga
mereka, sedangkan anak-anak masih terlalu muda untuk membuat keputusan
yang benar dan izin diberikan oleh orang lain atas nama anak tersebut tidak
anak perempuan yang dipaksa menilah mengalami kekerasan dalam rumah
tangga mereka. Pernikahan dini juga sering terkait dengan penelantaran istri
dan menjerumuskan anak perempuan muda kedalam kemiskinan yang luar
biasa dan meningkatkan resiko untuk memasuki industri perdagangan seks
untuk dapat bertahan hidup (PKPA Medan, Yayasan Setara, Kakak, YKAI,
LA , Badan Pemberdayaan Masyarakat Manado, 2008: 6).
2.1.4 Definisi Proses Pendampingan Korban
Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau
didesain, dapat menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang
menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang
diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek yang di bawah pengaruhnya,
serta adanya perubahan berdasarkan mengalirnya waktu dan kegiatan yang saling
berkaitan (Sumber: http://id.wikipedia. org/wiki/Proses. Diakses pada tanggal 16
November 2013, Pukul 11.07 WIB).
Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas) yang
diberikan pendamping kepada klien dalam mengidentifikasi kebutuhan dan
memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses
pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat
diwujudkan (Sumber:
Pukul 13.30 WIB).
Korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai akibat
tindakan orang lain yang mencuri pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain
kejahatan tidaklah selalu harus berupa individu atau orang perorangan, tetapi bisa
juga berupa kelompok orang, masyarakat atau juga badan hukum (Sumber:
WIB).
Jadi, proses pendampingan korban adalah urutan pelaksanaan atau kejadian
yang terjadi secara alami atau didesain, dapat menggunakan waktu, ruang, keahlian
atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil utuk memberikan
kemudahan (fasilitas) agar korban dapat memecahkan masalahnya dan kemandirian
korba atau klien secara berkelanjutan dapat terwujud.
Menurut
adalah seseorang yang
mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan
oleh suatu tindak pidana. Sedangkan pada pasal (4) menyatakan, korban adalah
seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan
atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang (Sumber:
2013, Pukul 01.12 WIB).
Pendampingan atau penanganan korban eksploitasi seksual pada anak perlu
dilandasi prinsip-prinsip yang mengedepankan atas kemanusian, keadilan dan
kepentingan terbaik pada korban dan Masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut merupakan
pengakuan, anak adalah manusia dengan hak-haknya merupakan kodrat hidup dan
memperoleh hak-haknya sebagai korban (Manik, Tariga, Murniaty, Rosmalinda,
2002 : 13).
Prinsip-prinsip pendampingan secara umum meliputi:
1. Prinsip Manusiawi
Anak adalah manusia yang memilki hak azasi dan secara fisik dan mental
belum matang, maka perlu perindungan dan pengamanan khusus. Mereka
harus diperlakukan sebagai manusia dengan hak-haknya, bukan dari sudut
pandang apa yang telah terjadi kepadanya. Walaupun anak tersebut sebagai
korban Eksploitasi seksual tidak berarti dia kehilangan status kemanusiaan
dan hak-haknya sebagai anak. Dia adalah korban secara etika, moral dan nilai
sosial yang wajib dilindungi, dihargai dan memperoleh perlakuan yang baik
dan benar.
2. Mengutamakan Kepentingan Terbaik Korban
Konvensi Hak Anak pasal 3 menyatakan bahwa, “ dalam semua tindakan
menyagkut anak yag dilakukan oleh lembaga kesejahteraan sosial pemerintah
atau swasta, lembaga pengadilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif,
kepentingan terbaik anak merupakan pertimbangan utama. Dengan kata lain,
lembaga-lembaga tersebut harus memberikan pelayanan yang terbaik agar
anak memperoleh perlakuan dan pelayanan khusus demi kepentingan
terbaiknya.
3. Prinsip Non-Diskriminasi
Setiap anak yang menjadi korban eksploitasi seksual wajib memperoleh
pelayanan, perlindungan dan bantuan yang layak dan semestinya tanpa
memandang ras, bahasa, agama, pandangan politikm keturunan social, harta,
diharuskan tidak berlaku diskriminatif baik atas kemauannya sendiri atau
karena ada faktor dari luar.
4. Prisip Efektifitas dan Efisiensi
Keprofesionalismean yaitu efektifitas dan efisiensi disetiap proses
penanganan yang dilakukan bertujuan untuk:
a. Rasa percaya diri anak tumbuh dengan kepastian penanganan
masalahnya.
b. Anak tidak jenuh atau bosan, yang dapat berakibat anak menolak
untuk melanjutkan proses yang sedang berlangsung.
c. Anak segera dapat direhabilitasi fisik, mental dan sosialnya untuk
kelangsungan jidup dan masa depan terbaiknya.
5. Prinsip Menghargai Pendapat dan Pandangan Korban atau Keluarga.
Walaupun status mereka anak-anak dan korban yang secara psikologis
mengalami masalah, tetapi tetap dianjurkan meminta dan mempertimbangkan
pendapat anak sesuai usinya. Hal yang terpenting, bahwa kita harus tetap
wajib menawarkan pilihan kepada korban ataupun keluarganya sendiri
(Manik, Tariga, Murniaty, Rosmalinda, 2002 : 13).
Selain itu, adanya prinsip dasar yang harus dimiliki oleh seorang pendamping
yang dibagi dalam 5 bagian yaitu:
1. Bersikap Empati
Empati berarti berusaha memahami perasaan orang lain dengan cara melihat
situasi dari sudut pandang orang tersebut. Empati berbeda dengan simpati,
jika simpati berarti memberikan tanggapan tentang perasan, dan biasanya
ungkapan perasaan kasihan dan simpati tidak terlalu membantu perasaan
rasa empati tetapi penting untuk memperlihatkan rasa empati tersebut kepada
korban. Untuk membangun sikap empati, maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu:
a. Menghargai klien atau korban tanpa membedakan suku, keyakinan dan
nilai-nilai serta tingkatan sosial yang berbeda.
b. Berpenampilan sederhana.
c. Meminta izin kepada korban untuk mewawancarainya, mengambil
gambar, ataupun merekam pembicaraannya.
d. Apabila klien atau korban berbeda jenis kelamin dengan pendamping,
maka pendamping tidak boleh melakukan sentuhan fisik.
e. tidak boleh meminta uang kepada korban.
2. Mampu Menjadi Pendengar Aktif
Mendengar adalah proses fisiologis dimana sensor menerima rangsangan
yang berkaitab dengan pendengaran, sedangkan mendengarkan adalah proses
psikologis dimana terdapat proses menginterprestasikan dan memahami apa
yang sedang di dengar seseorang. Proses ini membutuhkan perhatian penuh
dari pendengar sehinga dapat memahami orang yang di dengar tersebut.
Dalam hal ini, pendamping harus mampu menyakinkan korban agar ia mau
untuk bercerita. Ketika klien atau korban sudah mulai bercerita, maka
pendamping harus mampu menjadi pendengar yang aktif. Seorang
pendamping harus mampu memberikan saran atau solusi atas masalah yang
di hadapi oleh klien atau korban.
3. Terampil Menghadapi
Seorang pendamping tidak hanya di tuntut bisa menjadi pendengar yang aktif,
baik secara respon verbal maupun nonverbal. Menanggapi klien atau korban
bisa dilakukan dengan cara merefleksikan apa yang mereka rasakan,
merefleksikan apa yang mereka katakana, merefleksikan apa yang mereka
makasudkan dan merangkum apa yang mereka rasakan dan katakan.
4. Menjaga Kerahasian
Keharasian adalah prinsip yang penting dalam proses berkomunikasi dan
menolong korban. Merusak kerahasian dan kepercayaan bisa menyakiti hati
korban. Kerahasian adalah prinsip yang ditujukan untuk melindungi
keleluasaan pribadi korban. Tidak membahayakan keamanan korban dan
membantu pengungkapan pengalaman yang sulit. Hal yang perlu dilakukan
dalam menjaga kerahasian informasi klien atau korban adalah dalam
melakukan wawancara, ajukan pertanyaan yang relevan saja, data-data
korban hanya bisa diakses oleh orang-orang yang berkepentingan saja,
mewawancarainya diruangana yang tertutup dan jangan membiarkan
wartawan untuk mewawancarai korban tanpa seizinnya.
5. Mendokumentasikan Kasus
Mendokumentasikan berarti menyimpan data kasus klien atau korban yang
dilayani. Pendokumentasian kasus sama pentingnya dengan menjaga
kerahasian dari data-data yang diberikan klien. Sebagai seorang pendamping,
maka harus memperhatikan etika saat mencari informasi kasus dengan
cara-cara tidak mengintrogasi serta harus lebih mengutamakan pendampingan dari
pada pendataan (Juniarti, Marjoko, Amri, 2010: 1-4).
Proses pendampingan pada korban Eksploitasi Seksual pada anak
penanganannya selalu saling berkaitan dan mempengaruhi dalam mencapai
dimaksudkan agar anak tidak tertekan, anak dapat jujur, tidak terjadi pengulangan
pertanyaan sama yang membuat korban jenuh, ataupun bosan, proses pendampingan
dan penanganan berlangsung secara efektif dan efisien agar tidak memberatkan
korban atau keluarga baik secara psikologis, ekonomi, dan sosial serta korban dapat
segera memperoleh kepastian hukum dan masa depannya (Manik, et.al, 2002 : 17).
2.2 Peranan Yayasan Pusaka Indonesia
2.2.1 Pengertian Peranan
Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat
tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Usman
mengemukakan “peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling
berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan
kemajuan perubahan tingkah laku (Sumber:
Pukul 12.22 WIB).
Horton dan Hunt mengemukakan bahwa peran adalah perilaku yang di
harapkan dari seseorang yang mempunyai status. Bahkan dalam suatu status tunggal
pun orang dihadapkan dengan sekelompok peran yang disebut sebagai perangkat
peran. Istilah seperangkat peran (role set) digunakan untuk menunjukkan bahwa satu
status tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang
saling berhubungan dan cocok (Sumber:, Di Akses pada Tanggal 28 Oktober 2013,
Pukul 12.22 WIB).
Terwujudnya kebijakan (isi, struktur dan kultur) publik yang berpihak pada
anak dan perempuan di Indonesia adalah jalan panjang yang membutuhkan beberapa
struktural yang belum terpecahkan oleh negara. Satu dari beberapa aspek struktural
tersebut adalah mis management penyelengaraan negara yang ujung-ujungnya
menimbulkan, korupsi, pembusukan hukum, pemiskinan dan pengabaian terhadap
hak-hak dasar dari warga negara, termasuk anak dan perempuan.
Sisi lain secara gradual adanya sejumlah progres dalam upaya penghormatan
terhadap hak-hak anak. Hal Ini terlihat dari lahir dan dibentuknya sejumlah
perangkat hukum bagi perlindungan anak di tingkat nasional dan lokal. Lahirnya
sejumlah UU (UU perlindungan Anak, UU penghapusan perdagangan orang, dll) dan
Gugus tugas Nasional dan Daerah bagi traffiking anak dan perempuan, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia dan Daerah dan berbagai program penguatan kapasitas
Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk perlindungan anak merupakan beberapa
contoh untuk menunjukkan adanya keperdulian negara dalam perlindungan anak di
Indonesia.
Berbagai peluang atau faktor pendukung dalam upaya perlindungan anak, selalu
kalah cepat dalam berbagai praktek mismanagement negara melalui korupsi dan
pemiskinan rakyat. Strategi yang mungkin lebih baik kedepan adalah melakukan
berbagai prevensi terhadap kemungkinan jatuhnya korban anak di tengah masyarakat
melalui berbagai pendidikan, pelatihan dan kampanye media perlindungan anak di
kalangan komunitas, masih di perlukannya penguatan di sektor ekonomi keluarga,
sehingga muncul pertahanan yang kuat dalam keluarga untuk menghadapi berbagai
tantangan dari luar terhadap komunitas.
Pengalaman Yayasan Pusaka Indonesia dalam hal berkoalisi dan berjejaring
untuk melakukan gerakan advokasi dalam perlindungan anak selalu melakukan
untuk tetap dijaga kualitasnya pada suatu lembaga. Namun, cara yang selalu
ditempuh oleh Yayasan Pusaka Indonesia untuk tetap menjaga momentum dalam
koordinasi adalah dengan tidak memusatkan perwakilan pusaka dalam jaringan atau
koalisi itu pada satu orang saja. Biasanya ada pelapis atau kerjasama dengan
beberapa pihak pemerintah maupun swasta agar tanggungjawab berjaringan ini bisa
lebih ringan dan tidak menimbulkan rasa bosan. Selain itu, Pusaka Indonesia
menerapkan prinsip keterbukaan dan kesadaran akan keterbatasan yang dimiliki.
Penanganan kasus oleh Yayasan Pusaka Indonesia selalu berkerjasama dan
merujuk lembaga lain untuk melakukan penanganan apabila Pusaka tidak
mempunyai kapasitas terhadap kasus yang di tangani. Hal tersebut bertujuan untuk
mempertahankan kordinasi dengan lembaga lain sehingga Pusaka Indonesia tetap
mendapatkan data dan informasi mengenai isu anak. Selain itu, Pusaka Indonesia
tetap menjalin hubungan dengan pihak swasta dalam hal advokasi. Misalnya dalam
melakukan advokasi pekerja anak dan kasus-kasus trafficking yang melibatkan
Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia. Untuk mengnetralisirkan jatuhnya korban
dalam kasus pekerja anak dan trafficking, Pusaka Indonesia melakukan
pelatihan-pelatihan dan melakukan tekanan kepada sektor swasta tersebut agar lebih
memperhatikan aspek-aspek perlindungan hak azasi manusia (anak dan perempuan)
dalam bekerja.
Yayasan Pusaka Indonesia merasa telah memberikan dampak positif bagi
peningkatan kapasitas sumber daya manusia di tengah-tengah kehidupan masyarakat.
Ke depannya, Pusaka Indonesia berharap ada peningkatan kapasitas dalam
perencanaan program, pengorganisasian masyarakat (community organizing) dan
community development dari para staf-stafnya. Ketiga aspek yang telah di uraikan
ditengah-tengah komunitas dan memastikan pengaruhnya bagi upaya terwujudnya pemahaman
yang lebih utuh dari masyarakat tentang pentingya perlindungan terhadap hak-hak
anak (Ikhsan, 2009 : 10).
2.2.2 Upaya Litigasi
Upaya litigasi dalam bantuan hukum yang diberikan oleh setiap lembaga
kepada seseorang adalah berdasarkan surat kuasa dengan pemberian kuasa kepada
seorang advokat. Dalam pasal 1792 kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemberian kuasa adalah suatu
persetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasanya (wewenang) kepada
orang lain, yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Dalam praktiknya, untuk mewakili atau mendampingi kepentingan para pihak
(penggugat, tergugat, tersangka atau korban) dalam proses pengadilan haruslah
dibuat dengan surat kuasa khusus. Dalam pratik pengadilan, terdapat suatu upaya
Litigasi. Upaya litigasi adalah cara penyelesaian sengketa atau konflik yang
diselesaikan melalui pengadilan (Imran, Prasetyo, Nasir, Muyassarotussolichah,
2000: 39-40).
Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam menangani kasus-kasusnya yaitu
melakukan upaya Litigasi yang meliputi:
1. Pendampingan Korban di Kepolisian
Seorang pendamping dalam menjalankan tugasnya biasanya, melakukan tugas
penyusunan kronologis peristiwa yang akan dijadikan acuan dalam melaporkan kasus
yang tengah dihadapi oleh korban. Mendampingi korban saat melapor ke pihak yang
berwenang. Meghadirkan saksi-saksi dan alat bukti lainnya juga di perlukan karena
melakukan penyelidikan. Sebagai seorang pendamping, melakukan pendampingan di
kepolisian merupakan suatu keharusan karena hal itu untuk menjaga keamanan
korban. Pada proses awal penyidikan, maka anak korban harus menjalani
pemeriksaan di rumah sakit untuk memperoleh Visum et Repertum (VER) yang akan
menjadi bukti laporan korban di kepolisian. Oleh karena VER biasanya di buat di
Rumah Sakit Umum dan harus melewati administrasi rumah sakit maka pendamping
sangat berperan untuk menjadi pendamping anak di rumah sakit. Selama proses
pembuatan surat BAP, anak korban harus tetap dijaga keamanannya agar ia mau
untuk melanjutkan pelaporan yang telah dibuatnya. Selanjutnya, pendamping
melakukan monitoring terhadap proses penanganan perkara korban di kepolisian
untuk dilimpahkan ke proses penuntutan di kejaksaan.
2. Pendampingan Korban di Pengadilan
Mendampingi korban saat di pengadilan merupakan kewajiban dari pendamping.
Di pengadilan, pendamping biasanya mempertemukan korban dengan saksi.
Pendamping memberikan penjelasan secara ringkas tentang prosesi persidangan yang
akan di hadapi oleh anak korban. Di sini, peran pendamping sangat dibutuhkan.
Pendamping harus mampu meyakinkan korban untuk berani memberikan kesaksian
di depan persidangan. Hal yang juga harus diperhatikan pendamping adalah untuk
menjauhkan korban dan saksi dari incaran pers atau media massa yang biasanya ada
di pengadilan. Apabila korban telah selesai menjalani persidangan, pendamping
berhak memberitajukan beberapa prosedur hukum yang akan dijalani oleh korban
hingga putusan pengadilan. Apabila korban berhalangan untuk menghadiri sidang
selanjutnya, pendamping dari pihak Yayasan Pusaka Indonesia dapat melakukan
monitoring terhadap persidangan selanjutnya hingga jatuhnya putusan hakim