• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN YAYASAN PUSAKA INDONESIA DALAM PROSES

PENDAMPINGAN KORBAN EKSPLOITASI SEKSUAL PADA

ANAK

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial

Disusun oleh :

100902033

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Ayu Lestari

Nim : 100902033

Judul : Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses

Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak

Medan, ? 2014

PEMBIMBING

(Hairani Siregar, S. Sos, M.Sp)

NIP. 19710927 199801 2 001

KETUA DEPARTEMEN

(Hairani Siregar, S. Sos, M.Sp)

NIP. 19710927 199801 2 001

DEKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(Prof. Dr. Badaruddin, M.SI)

(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

1. Ketua Penguji :

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Departemen Imu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Oleh:

Nama : Ayu Lestari

Nim : 100902033

Judul : Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses

Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak

Hari :

Tanggal :

Pukul :

Tempat :

TIM PENGUJI

Nip :

2. Penguji I :

Nip :

3. Penguji II :

(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak

(Skripsi ini terdiri dari 6 BAB, 121 Halaman, 6 Lampiran, serta 22 Kepustakaan, dan 15 sumber lain yang berasal dari internet dan karya Ilmiah)

Realitas kehidupan sehari-hari, kejahatan dan eksploitasi seksual pada anak sering terjadi. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban. Anak yang menjadi korban seringkali masih diabaikan atau bahkan disudutkan oleh berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual memang sangat minim. Sebagai Anak, mereka juga mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Misalnya, anak mempunyai hak untuk di dengar atau diberi penghargaan atas pendapatnya. Hal tersebut bertujuan agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal.

Masalah yang diangkat dalam penelitiian ini adalah “Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian Studi Kasus dengan pendekatan Kualitatif. Penelitian dilakukan di Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara serta areal lingkungan sekitar anak korban ekspolitasi seksual. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi ke lapangan. Data yang di dapat kemudian di narasikan secara kualitatif demgan menggunakan pendekatan induktif.

Data-data mengenai anak korban ekspolitasi seksual dalam penelitian ini di samarkan demi kepentingan perlindungan anak. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah di analisis dapat di simpulkan bahwa Yayasan Pusaka Indonesia dalam melakukan Upaya Pendampingan terhadap anak korban telah memberikan hal yang terbaik untuknya. Pendamping dari Yayasan Pusaka telah melakukan upaya pendampingan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditentukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia.

(5)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLOTICAL SCIENCE

DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

Pusaka Indonesia Foundation Role in the Process of Assisting Victims of Child Sexual Exploitation.

(This research is composed of 6 Chapter, 121 Page, 6 Appendix, and 22 Literature and 15 other sources from the internet and scientific work)

Realities of everyday life, criem of sexual esploitation of children is happening. Children are the group most vulnerable to. Child victim is often overlooked by various parties. Legal instruments in addressing tte issue of sexual exploitation is still minim. As children they also have the right to get the award and the best interests of her. For example, children have the right to be heard or been rewarded for his opinion it is intended thah the growth can be achieved to the maximum.

Issues raised in this research is “How the role of Pusaka Indonesian Foundation in the process of assisting victim sexual exploitation of children. This research aims to determine How the role of Pusaka Indonesia Foundation in the process of assisting victims of child sexual exploitation. Methods in this research using the case study method with a qualitative approach. This research conducted Pusaka Indonesia Foundation and Indonesia Province of North Sumatra area surrounding child victims of sexual exploitation. The data collection techniques with in depth interviewa and field observations. Then narrated the data obtained qualitatively using an inductive approach.

Fact sheets on child victims of sexual axploitation in disguise in research for the sake of the child protection. Data based on the data that has been collected and analyzed can be concluded thah Pusaka Indonesia foundation in its efforts to provide assistance to child victim have given the best thing for him.climbers from Pusaka Indonesia Foundation to assist and in accordance with the Standard Operating Procedures (SOP) that has been determined by the Pusaka Indonesia Foundation.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah

memercikkan sesetes dari luasnya lautan ilmu-Nya sehingga skripsi ini dapat di

selesaikan oleh penulis hingga akhir. Sholawat beriring salam juga saya haturkan

kepada nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita semua dari zaman

kebodohan menuju zaman yang penuh dnegan perkembangan ilmu pengetahuan ini.

Kiranya safaat beliau turut serta dalam mengiringi kita semua pada akhirnya. Amin.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Sangat di harapkan kritik dan saran untuk membangun kesempurnaan dalam

penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa banyak sekali doa dan bantuan yang

mengiringi penulis di dalam pengerjaan skripsi ini. Dan dalam kesempatan ini

penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu penyelesaian penulisan skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Prof. Badaruddin Rangkuti, selaku dekan FISIP USU.

2. Ibu Hairani Siregar S.sos, MSP selaku ketua Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial juga selaku dosen pembimbing dalam penelitian ini.

Terima kasih banyak ibu atas bimbingan dan pengetahuan yang ibu

berikan dalam penulisan skripis ini. Banyak sekali masukan yang ibu

berikan untuk memperbaiki penulisan dalam penelitian ini. Semoga ilmu

pengetahuan yang telah ibu berikan dapat menjadi bekal pembelajaran

bagi saya kedepannya.

3. Bapak Fatwa Fadillah SH, selaku Ketua Badan Pengurus Yayasan Pusaka

Indonesia yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan

(7)

4. Bapak Edy Ikhsan SH, MA. selaku Ketua Badan Pembina Yayasan

Pusaka Indonesia yang telah bersedia untuk berdiskusi secara terbuka

dengan penulis.

5. Terkhusus untuk kedua orangtuaku tersayang, terima kasih untuk semua

dukungan dan semangat yang telah di berikan. Buat Ibunda, Sudarmi

terima kasih banyak ma untuk semua pengertian, semangat dan

dukungannya. Terima kasih ma karena tak pernah bosan untuk selalu

mengingatkan ayu ketika ayu melakukan kesalahan. Terima kasih juga

karena sudah terus menyayangi ayu dan memberikan perhatian yang

cukup besar. Buat Ayah ku, Bapak Syukur beliau adalah seorang lelaki

yang tangguh, dan sempurna dimataku sebagai seorang lelaki. Terima

kasih untuk semua semangat dan inspirasi yang diberikan supaya ayu

tetep tegar dan terus bangkit dalam penyelesaian skripsi ini. Ayu selalu

menyayangi Mama dan Bapak sampai kapan pun.

6. Buat my beloved brother Hamdani Syahputra, Amk. terima kasih banyak

bang untuk semangat dan dukungan moril yang telah diberikan kepada

ayu. Dan juga selalu mengingatkan ayu untuk makan dan minum obat

ketika alergi ayu kambuh. Walaupun terkadang ayu suka emosi sama

abang, tapi ayu tetap sayang sama abang. Terima kasih juga buat kakak

ayu yang baru, Ria Wijayanti Am. Keb. terima kasih ya kak untuk semua

semangatnya.

7. Terima kasih juga saya ucapkan kepada keluarga besar saya, kepada

Nenek dan Kakek saya yang terus memberikan doa kepada cucunya,

(8)

memberikan dukungan kepada saya mulai saya masuk kuliah sampai

akhir masa studi saya ini.

8. Terima kasih saya ucapkan kepada staff pengajar dan staf kepegawaian di

kampus FISIP USU. Yang telah memberikan banyak kesempatan untuk

saya menimba ilmu dan meminta pertolongan-pertolongan sehingga

menhantarkan saya pada akhir masa studi ini.

9. Anggota Divisi Anak dan Perempuan Yayasan Pusaka Indonesia yang

selama ini sangat banyak membantu, kepada ibu Elisabet, Pak Marjoko,

dan bang Mitra Lubis, terima kasih banyak atas kerja sama dan

bimbingannya selama ini. Kepada seluruh staf Yayasan Pusaka Indonesia,

Kak Nida, Pak Adek, Pak ucok, Bang OK, Kak Una, Kak Tina, Kak Irma,

Kak Ami, bang Osin dan semua staf lainnya yang mungkin terlupakan

untk disebutkan terima kasih banyak atas kesempatan yang diberikan

kepada saya untuk belajar lebih di Pusaka.

10. Untuk informan yang telah banyak membantu dalam penelitian ini, tetap

semangat adik-adikku, semua cerita kelam dalam hidup kalian akan

dibalaskan dengan cerita putih dan bahagia dalam kehidupan kalian di

masa yang akan datang. Tetap semangat untuk tetap meraih cita-cita

kalian. Yakinlah, dengan usaha dan harapan maka semuanya akan

menjadi lebih baik.

11.Buat temen-temen seperjuanganku, Rizki Yulijar, Wenny Marlinda, dan

Maya Jelita terima kasih untuk semua dukungan yang telah kalian berikan

untukku. Walau terkesan singkat pertemanan kita tapi semuanya menjadi

kenangan terindah untuk ku ketika dulu kita sama-sama masih ngampus.

(9)

dimana aku memang gak bisa di ganggu. Buat Uli, semangat ya. Tetap

kuat dan tegar walau apapun yang terjadi kedepannya. Buat Weni, si

kocik semangat juga yo buat nyelesaikan skripsi nya, gosa lebay-lebay

kalau lagi galau, masa sampek gak bisa di tanyain. Buat Maya, teman satu

kamar kostku, terima kasih ya karna uda pengertian, ketika aku suntuk,

langsung di tawarin coklat. (Hehehehehe..). Semoga kita selamanya bisa

berteman walau nanti kita gak tau kemana kita masing-masing.

12.Buat anak-anak ANSOSBECK, kalian tetap dihati dan tetap yang terkeren

kok woi, walaupun kita udah sama-sama sibuk, tapi kalau ada kesempatan

kita masih bisa ngumpul, itu adalah kenangan yang terindah. Buat Buq

Yuliatik S.Pd, buq Wey, Devi teman kecilku, Yopi teman kecil ku yang

udah Meriage duluan, di tinggal awak. Buat Sofian, S.Ip, buat pak Amin

yang selalu menjadi teman curhat dari aku SMA sampai sekarang, buat

Ofrik, buat Darma si raja gombal, pokoknya buat semua teman-teman

Ansosbeck yang tak bisa di sebutin satu persatu. Kalian masih tetap yang

terbaik.

13.Spesial buat orang-orang yang terkasih yang telah mendukung aku,

saudara Wira Frastisnata terima kasih buat semangatnya, buat semua

keyakinannya sama aku selama aku kuliah dan juga karena sudah

menemani aku dari aku SMP sampai semester V dulu. Terima kasih juga

buat Abre alias bang Riki untuk semua celotehan dan referensi-referensi

mengenai kehidupannya. Jadi semangat lagi awak karena celotehan

cerewet bg ntu. Buat Emyner Arie, ”Abiku” ayo dong, kapan nyelesaikan

(10)

buat semua pengertiannya dan kesabarannya, walau terkadang abi

ngeselin, tapi poe tetep sayang abi.

14.Keluarga Besar HMI Komisariat FISIP USU. Walaupun saya hanya

menjadi anggota muda, tapi saya merasa pada saat berada di Komisariat

saya mendapatkan keluarga-keluarga baru. Tidak cukup kata Terima

kasih yang dihantarkan kepada rumah yang telah memberikan

pembelajaran yang luar biasa. Untuk kakanda dan adinda semua yang ada

di sana. Pastinya, setiap proses yang dilewati akan menjadi amunisi yang

berguna untuk menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya. Semoga

ALLAH SWT memberikan yang terbaik untuk kita semua di rumah ini.

Yakin Usaha Sampai!!.

15.Untuk semua temen-temen stambuk 2010 jurusan Ilmu Kesejahteraan

Sosial. Terima kasih untuk semua kebersamaan yang telah kita lalui

bersama selama menjadi studi di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial.

16.Untuk semua pihak yang pernah bersentuhan pemikiran dengan penuis.

Sedikit banyaknya sripsi ini adalah kristalisasi pemikiran yang selama ini

ada. Terimakasih semuanya.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Namun demikian, skripsi ini tentunya jauh dari kesempurnaan untuk itu dengan

segala kerendahan hati penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaan tersebut.

Medan, April 2014

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN PESETUJUAN

HALAMAN PENGESAHAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 10

1.4. Sistematika Penulisan ... 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak ... 12

2.1.1. Definisi Anak ... 12

(12)

2.1.3. Eksploitasi Seksual Pada Anak ... 14

2.1.3.1. Definisi Eksploitasi Seksual ... 14

2.1.3.2. Bentuk-Bentuk Eksploitasi Seksual Pada Anak ... 17

2.1.4. Definisi Pendampingan Korban ... 20

2.2.Peranan Yayasan Pusaka Indonesia ... 26

2.2.1. Pengertian Peranan ... 26

2.2.2. Upaya Litigasi ... 29

2.2.3. Upaya Non Litigasi ... 31

2.3. Kesejahteraan Sosial ... 36

2.3.1. Definisi Kesejahteraan Sosial ... 36

2.3.2. Peran Pekerja Sosial terhadap Pelayanan Kesejateraan Sosial Anak .... 38

2.4. Kerangka Pemikiran ... 40

2.5. Definisi Konsep dan Definisi Operasional ... 44

2.5.1. Definisi Konsep ... 44

2.5.2. Definisi Operasional ... 46

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 48

3.2. Lokasi Penelitian ... 49

3.3. Unit Analisis dan Informan ... 49

3.3.1. Unit Analisis ... 49

(13)

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 51

3.5. Teknik Analisis Data ... 52

BAB 4 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1. Sejarah Organisasi ... 53

4.2. Visi dan Misi Lembaga ... 55

4.3. Nilai-Nilai Lembaga ... 56

4.4. Program Kerja Lembaga ... 56

4.5.Peranan Pendamping Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Penangaan Anak yang Menjadi Korban Tindak Kekerasaan ... 57

4.6. Divisi Kelembagaan ... 59

4.6.1. Divisi Anak dan Perempuan ... 59

4.6.2. Divisi Community Development ... 62

4.6.3. Divisi Kewirausahaan Sosial ... 67

4.6.4. Divisi Informasi dan Dokumentasi ... 68

4.7. Struktur Lembaga ... 70

4.8. Jaringan Kerja Lembaga ... 72

4.9. Program Yang Sudah dan Sedang Dikerjakan Lembaga ... 75

BAB 5 ANALISIS DATA 5.1. Informan 1 ... 85

5.5.1 Upaya Litigasi ... 85

(14)

5.5.1.2Pendampingan Korban di Pengadilan ... 87

5.5.2 Upaya Non Litigasi ... 89

5.5.2.1Rehabilitasi Fisik ... 89

5.5.2.2Rehabilitasi Psikologis ... 90

5.5.2.3Rumah Aman ... 91

5.5.2.4Reintegrasi ... 93

5.2. Informan II ... 98

5.2.1 Upaya Litigasi ... 99

5.2.1.1Pendampingan Korban di Kepolisian ... 99

5.2.1.2Pendampingan Korban di Pengadilan ... 101

5.2.2 Upaya Non Litigasi ... 103

5.2.2.1Rehabilitasi Fisik ... 103

5.2.2.2Rehabilitasi Psikologis ... 104

5.2.2.3Rumah Aman ... 105

5.2.2.4Reintegrasi ... 107

5.3. Informan III ... 112

5.3.1 Upaya Litigasi ... 112

5.3.1.1Pendampingan Korban di Kepolisian ... 112

5.3.1.2Pendampingan Korban di Pengadilan ... 114

5.3.2 Upaya Non Litigasi ... 115

5.3.2.1Rehabilitasi Fisik ... 115

(15)

5.3.2.3Rumah Aman ... 117

5.3.2.4Reintegrasi ... 118

BAB 6 PENUTUP

6.1. Kesimpulan ... 120

6.2. Saran ... 121

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Wawancara Guide

2. Surat Keterangan Dosen Pembimbing

3. Lembar Daftar Hadir Seminar Proposal

4. Surat Permohonan Izin Penelitian di Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi

Sumatera Utara

5. Surat Balasan Izin Penelitian di Yayasan Pusaka Indonesia

(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

ABSTRAK

Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak

(Skripsi ini terdiri dari 6 BAB, 121 Halaman, 6 Lampiran, serta 22 Kepustakaan, dan 15 sumber lain yang berasal dari internet dan karya Ilmiah)

Realitas kehidupan sehari-hari, kejahatan dan eksploitasi seksual pada anak sering terjadi. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban. Anak yang menjadi korban seringkali masih diabaikan atau bahkan disudutkan oleh berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual memang sangat minim. Sebagai Anak, mereka juga mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan yang terbaik untuknya. Misalnya, anak mempunyai hak untuk di dengar atau diberi penghargaan atas pendapatnya. Hal tersebut bertujuan agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara maksimal.

Masalah yang diangkat dalam penelitiian ini adalah “Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual pada Anak. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian Studi Kasus dengan pendekatan Kualitatif. Penelitian dilakukan di Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi Sumatera Utara serta areal lingkungan sekitar anak korban ekspolitasi seksual. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi ke lapangan. Data yang di dapat kemudian di narasikan secara kualitatif demgan menggunakan pendekatan induktif.

Data-data mengenai anak korban ekspolitasi seksual dalam penelitian ini di samarkan demi kepentingan perlindungan anak. Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan telah di analisis dapat di simpulkan bahwa Yayasan Pusaka Indonesia dalam melakukan Upaya Pendampingan terhadap anak korban telah memberikan hal yang terbaik untuknya. Pendamping dari Yayasan Pusaka telah melakukan upaya pendampingan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditentukan oleh Yayasan Pusaka Indonesia.

(17)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATRA

SCIENCE FACULTY OF SOCIAL AND POLOTICAL SCIENCE

DEPARTEMENT OF SOCIAL WELFARE

ABSTRACT

Pusaka Indonesia Foundation Role in the Process of Assisting Victims of Child Sexual Exploitation.

(This research is composed of 6 Chapter, 121 Page, 6 Appendix, and 22 Literature and 15 other sources from the internet and scientific work)

Realities of everyday life, criem of sexual esploitation of children is happening. Children are the group most vulnerable to. Child victim is often overlooked by various parties. Legal instruments in addressing tte issue of sexual exploitation is still minim. As children they also have the right to get the award and the best interests of her. For example, children have the right to be heard or been rewarded for his opinion it is intended thah the growth can be achieved to the maximum.

Issues raised in this research is “How the role of Pusaka Indonesian Foundation in the process of assisting victim sexual exploitation of children. This research aims to determine How the role of Pusaka Indonesia Foundation in the process of assisting victims of child sexual exploitation. Methods in this research using the case study method with a qualitative approach. This research conducted Pusaka Indonesia Foundation and Indonesia Province of North Sumatra area surrounding child victims of sexual exploitation. The data collection techniques with in depth interviewa and field observations. Then narrated the data obtained qualitatively using an inductive approach.

Fact sheets on child victims of sexual axploitation in disguise in research for the sake of the child protection. Data based on the data that has been collected and analyzed can be concluded thah Pusaka Indonesia foundation in its efforts to provide assistance to child victim have given the best thing for him.climbers from Pusaka Indonesia Foundation to assist and in accordance with the Standard Operating Procedures (SOP) that has been determined by the Pusaka Indonesia Foundation.

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Realitas kehidupan sehari-hari, kejahatan dan eksploitasi seksual pada anak

sering terjadi. Anak-anak merupakan kelompok yang paling rentan menjadi korban.

Anak yang menjadi korban seringkali masih diabaikan atau bahkan disudutkan oleh

berbagai pihak. Perangkat hukum dalam menanggani masalah eksploitasi seksual

memang sangat minim. Anak yang mengalami korban eksploitasi tersebut sudah

diupayakan adanya pendekatan terhadap anak dan orang tua harus mampu

menemukan jalan keluarnya (Shalahudin, dan Prasetio, 2000 : 16).

Eksploitasi seks komersial sering digunakan untuk merujuk pada prostitusi

anak dan pornografi anak. Meskipun demikian, anak jelas memiliki hak untuk

dilindungi dari segala bentuk eksploitasi seksual, apakah komersial atau tidak.

Eksploitasi yang dialami oleh murid dengan gurunya (misalnya memberikann nilai

bagus untuk mendapatkan pelayanan seksual), melanggar hak-hak korban, lepas dari

apakah ada “dimensi komersial” atau tidak. Sexual abuse yang sistematis terhadap

penduduk sipil di masa konflik atau penindasan juga merupakan kejahatan terhadap

kemanusian, lepas dari apakan korbanya anak-anak atau orang dewasa (Riyanto,

2006: 59).

Anak mempunyai hak untuk mendapatkan penghargaan dan kepentingan

yang terbaik untuknya. Hak anak untuk di dengar atau penghargaan atas pendapat

anak merupakan hal yang penting agar tumbuh kembangnya dapat tercapai secara

maksimal. Dengan kata lain, tidak mungkin tercapai suatu keputusan yang terbaik

(19)

anak tidak didengar dan pendapatnya tidak dihargai dalam pengambilan keputusan

bagi dirinya (Save The Children, 2010: 30).

Di Sumatera Utara sendiri, kasus Eksploitasi seksual terhadap anak semakin

hari makin besar porsi kejadiannya dan yang paling menonjol pada permasalahan

perdagangan anak untuk kepentingan pelacuran. PKPA mencatat data koban pada

tahun 2011 kasus trafficking untuk ekspolitasi seksual anak tercatat sebanyak 16

kasus, dan jumlah itu mengalami peningkatan yang sangat besar pada tahun 2012

menjadi 34 kasus. Pada pemetaan 2013, PKPA juga menemukan 22 anak yang

menjadi korban prostitusi, yakni 7 anak diantaranya berstatus sekolah dan

sebagiannya putus sekolah ketika menjadi prostitusi anak (Sumber:

WIB).

Masalah ekspoitasi seksual terhadap anak menjadi masalah yang sangat serius

untuk dieliminasi. Muhammad Farid (2000) mengatakan ada tiga yang mencolok

untuk ekspoitasi seksual yaitu pemerkosaan terhadap anak, anak yang dilacurkan dan

perdagangan anak untuk dilacurkan dan perdagangan anak untuk kepentingan

pornografi dan seksual. Namun data-data mengenai ketiga kasus tersebut sulit

didapat karena belum adanya data yang di dapat dalam data statistik, untuk itu yang

dijadikan pedoman adalah data media massa. Kasus pemerkosaan menurut KPAID,

di Sumatera Utara sepanjang 2012 ada 52 kasus pemerkosaan naik hingga 27%

dibandingkan tahun 2011 (Sumber: http://www.metrotvnews.com

(20)

Data yang di himpun oleh Yayasan Pusaka Indonesia dari 5 (Lima) media

cetak lokal terlihat bahwa sepanjang tahun 2006 hingga 2008 tercatat 283 kasus

perdagangan orang, dimana korban eksploitasi seksual tercatat sebanyak 128 orang.

Bila dilihat dari asal korban dari ekspolitasi seksual terhadap anak, Medan adalah

salah satu kota yang paling banyak memasok korban. Data tersebut juga tidak jauh

berbeda dengan data yang dikeluarkan oleh International Organization Of Migration

(IOM) bahwa terdapat 3.339 kasus trafikking di Indonesia, sedangkan untuk kasus

eksploitasi seksual terdapat 512 kasus (atau sekitar 15,53%) (Ikhsan, Elisabeth,

Susanti, Marjoko, Khairul, Syahputra: 2010)

Data yang dilansir pada tahun 2011 yang berhasil dimonitoring oleh Yayasan

Pusaka Indonesia, Usia anak Ekspoitasi seksual kategori antara 2-18 tahun. Dalam

data Yayasan Pusaka Indonesia juga dapat dilihat bahwa ekspoitasi seksual dalam

kasus pelacuran anak paling banyak pada kategori 15-18 tahun dan disusul dengan

kategori usia 6-8 tahun. Sedangkan pada kasus pornografi terjadi pada usia 8-15

tahun. Sedangkan pada kasus KDRT, Pernikahan dini, pedofilia dan trafficking

dalam kata lain lebih erat pada setiap usia (Sumber:http://journal.unair.ac.id

/filterPDF/ganguan%20Sters%20pasca%20Trauma%20pada%20Korban.pdf. diakses

pada tanggal 3 Oktober 2013, Pukul 12.30 WIB).

Masalah perlindungan terhadap anak muncul, ketika masalah anak masih ada

dan terus di perbincangkan oleh publik. Dalam pendidikan, pelecehan seksual dan

eksploitasi seksual dan kekerasan dapat menjadi faktor tersembunyi pada tingkat

retensi di kelas yang rendah. Dalam kesehatan, kekerasan dapat terjadi pada

cedera-cedera yang tidak dijelaskan oleh pelayanan kesehatan, atau bahkan penyebab dari

kecacatan pada waktu jangka panjang. Keterkaitan ini, telah banyak diakui oleh

(21)

Perawatan dan perlindungan yang memadai bagi anak korban ekspolitasi

seksual dapat diberikan dalam suatu lingkungan yang mengedepankan dan

melindungi hak semua anak korban eksploitasi seksual. Khususnya hak untuk tidak

dipisahkan dari orang tua, dan dilindungi dari segala bentuk kekerasan dan hak atas

jaminan sosial, hak atas pendidikan dan bersenang-senang dan hak atas perlindungan

dari segala bentuk eksploitasi baik secara ekonomi maupun seksual. Adanya hak-hak

anak atas perlindungan dari kekerasan, abuse dan eksploitasi secara jelas digariskan

dalam hukum internasional, standar hukum badan-badan regional dan hukum

domestik dari sebagian besar negara, hal ini mencerminkan suatu konsensus dasar

kemanusiaan bahwa sebuah dunia yang sesuai bagi anak adanya perlindungan

untuknya (Riyanto, 2006 : 8).

Keluarga menjadi faktor tunggal dan terpenting dalam menentukan apakah

seorang anak dilindungi atau tidak. Meskipun demikian, karena begitu sentralnya

keluarga dalam kehidupan anak, keluarga sering kali juga menjadi sumber kekerasan,

perlakuan yang tidak patut, diskriminasi dan eksploitasi. Orang tua mempunyai

Tanggung jawab untuk membesarkan anak. Ketika orang tua tidak mampu memikul

tanggung jawab, Negara memiliki tanggung jawab untuk membantu mereka.

Adanya pasal 19 merujuk pada tanggung jawab Negara untuk melindungi anak dari

segala bentuk kekerasaan fisik dan mental, cedera atau perlakuan salah, pengabaian

atau perlakuan menelantarkan, perlakuan yang tidak sepatutnya atau eksploitasi,

termasuk peyalahgunaan seksual, ketika dalam perawatan orang tua, wali yang sah,

atau orang lain yang merawat anak tersebut ( Riyanto, 2006 : 9).

Beberapa Negara, dimana pemerintah mempunyai tugas untuk membantu

masyarakat madani, komunitas dan anak-anak sendiri dalam hal pencegahan dan

(22)

Sangat jelas bahwa respon terhadap perlindungan anak haruslah bersifat holistik,

diketahui oleh semua pihak di semua tataran agar menghormati hak-hak

perlindungan anak dan menerapkannya ke semua anak di segala keadaan tanpa

adanya diskriminasi. Meraih suatu dunia dimana perlindungan hak-hak anak secara

rutin dihormati membutuhkan suatu jaminan bahwa anak tumbuh disuatu lingkungan

yang protektif, dimana setiap elemen lingkungan memberikan andil dalam

perlindungan mereka dimana semua pelaku memainkan peranannya masing-masing

(Riyanto, 2006 : 11).

Elemen lingkungan yang protektif dan akan saling tumpang tindih dalam hal

perlindungan terhadap anak. Misalnya komitmen pemerintah mungkin mengatur

apakah pelayanan bagi korban tindakan penyalahgunaan disediakan, atau apakah

investasi dibuat dalam mekanisme pemantau. Media juga mempunyai peran yang

sangat penting. Ada sejumlah cara untuk membangun atau mengembangkan suatu

lingkungan yang protektif bagi anak-anak. Hal ini mencakup:

a. Berbagai upaya untuk menjawab secara cermat dan mengikis dampak

kemiskinan ekonomi dan kemiskinan sosial.

b. Adanya prakarsa dialog dimana di semua tingkatan dari pemerintah ke

bawah, komunitas, keluarga dan anak-anak itu sendiri.

c. Penggunaan mekanisme hak-hak azasi manusia internasional. Hal ini juga

bias mencakup upaya mendorong agenda mengenai perlindungan di tingkahat

pertemuan regional.

d. Mencari perubahan perilaku masyarakat, menetang sikap dan tradisi yang

dapat memperparah abuse terhadap perlindungan anak, memberikan

(23)

e. Memperkuat kapasitas untuk mengukur dan menganalisa masalah-masalah

perlindungan tanpa mengetahui apa yang terjadi, pemerintah dan pihak lain

yang terlibat akan terugikan ketika merespon masalah-masalah perlindungan.

f. Menjamin akses terhadap pelayanan bagi pemulihan dan reintegrasi bagi

anak-anak yang telah mengalami abuse.

g. Mendorong partisipasi dan memperkuat ketahanan anak-anak itu sendiri

(Riyanto, 2006 :13).

Kompleksnya persoalan eksploitasi terhadap anak ini juga telah menimbulkan

perhatian untuk segera mengakhirinya. Berbagai lembaga mulai terbentuk untuk

mencoba mencari penyelesaian yang konkrit terhadap persoalan eksploitasi anak ini.

Lembaga yang terbentuk memiliki pendekatan dan strategi yang berbeda dalam

menangani masalah anak di Indonesia khusunya di Sumatera Utara (Ikhsan, Zuuska,

Fikarwin, Maya, Timo, 2001: 19).

Penolakan terhadap paradigma feodalistik (pola majikan buruh) yang hendak

dilanggengkan terus dalam pengorganisasian sebuah NGO advokasi tersebut menjadi

dasar pertama munculnya bagi Yayasan Pusaka Indonesia. Nama tersebut dipilih

secara demokratis dan dibungkus dengan sebuah makna bahwa aktivis-aktivis yang

membentuknya memiliki sebuah pusaka atau warisan semangat luhur untuk

membesarkan diri dari semua bentuk penindasan yang ada. Bahwa aktivis-aktivis

sosial tersebut ingin terus memilihara komitmenya unruk secara bersama-sama

berjuang bahu membahu mengurai beban penderitaan dan sekaligus meningkatkan

kepercayaan masyakat dalam isu strategis dalam hal perlindungan terhadap anak dan

masyarakat pencari keadilan (Laporan Tahunan Yayasan Pusaka Indonesia Periode

(24)

Analisis eksternal menghasilkan beberapa masalah penting anak untuk ditangani

Pusaka Indonesia yaitu:

a. Peradilan yang belum ramah anak.

b. Ketidaksiapsiagaan (masyarakat, pemerintah) dalam menghadapi bencana.

c. Tidak memadainya fasilitas “Rumah Aman” untuk anak korban bencana.

d. Masih lemahnya pemahaman aparat hukum dan masyarakat tentang

penanganan anak korban kekerasan.

e. Hak anak atas lilngkungan yang sehat. Fokus tersebut terkaitt kampaye

pelarangan iklan rokok komunitas anak muda ( SKEPO : 2008).

Lembaga Swadaya Mayarakat merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang

memberikan kepedulian terhadap pembangunan baik di tingkat nasional, kawasan

internasional maupun pada tingkat lokal. LSM merupakan mitra pemerintah yang

kegiatannya dapat bergerak dalam bidang keagamaan, politik, ekonomi, sosial

budaya dan yang lain. LSM dan kelompok masyarakat yang peduli secara individu

memang memberikan kontribusi yang tidak sedikit dalam penangan masalah pada

anak. Harus kita akui bahwa LSM memang sudah senantiasa berjuang mulai dari

sejak dahulu dan senantiasa terus berjuang dalam penegakan HAM, fenomena LSM

memang pada awalnya dipandang negatif olehh pemerintah yang dianggap

mencampuri secara usil kebijakan-kebijakan pemerintah serta senantiasa nelakukan

kritik tanpa solusi (Sumber:

17.43 WIB).

Di Sumatera Utara, Organisasi Non Pemerintah (NGO) yang menangani isu

(25)

seksual terhadap anak yang disebut KAESKA. Kemudian di tahun 2001 akibat

dilanda konflik internal maka sebagian besar “awak kapal” lembaga tersebut keluar

dan mendirikan Pusaka Indonesia. NGO-NGO ini menerapkan strategi pendekatan

yang berbeda, sangat tergantung dari gaya dan karakteristik pemimpinya. Dan dapat

dikatakan tidak ada koordinasi antara satu NGO dengan NGO lain, kesanya mereka

bergerak sendiri-sendiri sesuai dengan irama musik yang dilantunkan ( Ikhsan,

Ikhsan, Zuuska, Fikarwin, Maya, Timo, 2001: 21).

Misi yang diemban Yayasan Pusaka Indonesia, memberikan bantuan hukum (di

dalam dan di luar pengadilan) terhadap anak-anak., khususnya nank-anak yang

membutuhkan perlindungan khusus(children in need special protection) dan

masyarakat pencari keadilan (justiabelen), merancang konsep tanding (legal drafting

counter draf dan judicial revieuw) dalam mempengaruhi perubahan kebijakan di

bidang anak dan peradilan yang independen (independent judicial), melakukan upaya

mempengaruhi pembuatan dan pelaksanaan kebijakan (lobi, negoisasi, kolaborasi

dan lainnya) dalam perlindungan anak dan justiabelen, mempengaruhi pendapatan

umum (kampaye, siaran pers, jajak pendapat, riset dan lainnya) untuk mempengaruhi

perubahan kebijakan perlindungan perlindungan anak dan justiabelen. Selain itu,

Pusaka Indonesia juga melancarkan tekanan dengan proses pengorganisasian

masyarakat (pendidikan politik) dalam mempercepat perubahan kebijakan di bidang

anak dan justiabelen ( Sabah, 2008: 28).

Selama delapan tahun Yayasan Pusaka Indonesia bekerja untuk mendorong

terciptanya kondisi yang lebih nyaman buat anak dan perempuan, Pusaka Indonesia

telah mencapai tahap perkembangan organisasi yang mungkin sebelumnya tak

terbayangkan oleh para mandiri. Dalam masa empat tahun pertama, Pusaka

(26)

untuk anak dan perempuan. Ini tak lepas dari peran Pusaka Indonesia yang banyak

membantu dan menyediakan diri untuk isu bantuan hukum anak jalanan, anak yang

berkonflik dengan hukum, dan anak korban kekerasan sexual. Pusaka Indonesia juga

aktif mendorong kelahiran regulasi di tingkat lokal maupun isu pekerja anak dan

perdagangan manusia ( SKEPO, 2008: 1).

Berangkat dari isu-isu anak, khususnya pada isu eksploitasi seksual pada anak

dan bersamaaan dengan misi yang telah diemban oleh Yayasan Pusaka Indonesia,

dengan ini peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Bagaimana

Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam proses Pendampingan Korban Eksploitasi

Seksual pada Anak yang didampingi oleh Yayasan Pusaka Indonesia Provinsi

Sumatera Utara.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang dapat

dirumuskan oleh penulis dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Peranan Yayasan

Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada

Anak?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui

Bagaimana Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban

(27)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Bagi penulis, dapat mempertajam kemampuan menulis dalam penulisan karya

ilmiah, menambah pengetahuan dan pengetahuan dan mengasa kemampuan

berpikir penulis dalam menyikapi dan menganalisis permasalahan sosial yang

terjadi dalam masyarakat, khususnya permasalahan sosial anak.

b. Bagi fakultas, dapat memberikan sumbangan yang positif dalam rangka

pengembangan konsep-konsep dan teori-teori keilmuan mengenai

Permasalahan Sosial Anak yang dikembangkan oleh Departemen Ilmu

Kesejahteraan Sosial khusunya, serta dapat bermanfaat.

c. Bagi praktisi, dapat menambah wawasan mengenai permasalahan Korban

Eksploitasi Seksual pada anak dan mampu memberikan masukan terhadap

upaya penanganan sehingga anak tidak kehilangan haknya dan mampu

menjalani kembali keberfungsian sosialnya dengan baik serta anak mampu

(28)

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika

penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian,

kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian metodologi penelitian yang terdiri

dari tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel,

teknik pengumpulan data dan teknik analisa data .

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan uraian sejarah geographis dan gambaran

umum tentang lokasi dimana penelitian melakukan penelitian .

BAB V : ANALISA DATA

Bab ini berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil

penelitian beserta analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran atas penelitian yang

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak

2.1.1 Definisi Anak

Anak dalam visi Konvensi Hak Anak PBB merupakan sebagai suatu subjek,

anak yang diposisikan sebagai manusia dan anak diakui sebagai mahluk otonom dan

merdeka. Terdapat berbagai definisi mengenai anak. Bagaimanapun juga, anak-anak

adalah sesosok mahluk yang harus tetap dihormati, dilindungi dan dapat ditumbuh

kembangkan karena mereka merupakan amanat Tuhan yang Maha Esa. Sedangkan

menurut UU Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih

dalam kandungan. Kemudian dalam Konvensi Hak Anak Pasal 1 menyatakan bahwa

setiap orang yang berusia dibawah umur 18 tahun, kecuali berdasarkan ketentuan

yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal. (Save The

Childern, 2010: 19).

Konvensi Hak-Hak Anak menyatakan bahwa ”seorang anak adalah setiap anak

yang berusia di bawah 18 tahun kecuali di bawah undang-undang yang berlaku bagi

anak, usia dewasa dicapai lebih awal. Lepas dari pasal 1 tersebut, memperbolehkan

usia dewasa yang lebih rendah, ada beberapa hal dalam Konvensi yang terus berlaku

bagi anak 18 tahun, tanpa memandang usia dewasa (Save The Children, 2010: 18).

2.1.2 Hak-Hak Anak Sebagai Korban

Hak Anak pada dasarnya adalah hak azasi manusia. Dalam Konvensi Hak Anak

(30)

hak-hak anak korban, khususnya korban pelanggaran serius. Pasal ini menetapkan:

Negara-negara anggota harus mengambil langkah-langkah yang dipandang perlu

untuk mendorong pemulihan fisik dan psikologi dan integrasi sosial anak korban

dari: segala bentuk pengabaian, eksploitasi atau abuse, penyiksaan atau

bentuk-bentuk lain kekejaman, perlakuan yang tidak berprikemanusiaan dan menistakan atau

konflik bersenjata. Pemulihan dan reintegrasi hendaknya terjadi di lingkungan yang

menunjang kesehatan, harga diri dan martabat anak. Ada beberapa instrumen hukum

lainnya yang mengandung hak-hak anak sebagai korban disampaikan lebih rinci

sebagai berikut, yaitu:

a. Hak Atas Kerahasiaan

Hak korban atas kerahasian untuk melindungi privasi, kehormatan dan

reputasi mereka, mungkin terpengaruh dengan dua cara berikut, yang

pertama, media mungkin menerbitkan atau menyiarkan gambar, nama atau

informasi mengenai korban yang memungkinkan masyarakat dapat

mengidentifikasi korban. Kedua, korban dapat diberi stigma oleh masyarakat,

lepas dari apakah insiden atau kejadian itu telah diinput media atau tidak. Ini

umum terjadi, khususnya pada anak yang menjadi korban eksploitasi dan

kekerasan seksual dalam masyarakat dimana norma-norma sosialnya kuat

menentang hubungan di luar pernikahan.

b. Hak Atas Perlakuan Yang Berprikemanusiaan Selama Proses Persidangan

Hanya sebagian kecil dari korban kekerasan dan abuse yang mencari bantuan.

Salah satu alasan yang utama mereka tidak datang melapor adalah adanya

rasa takut atau rasa ketakutan yang mendalam akan perlakuan yang “tidak

peka” dari instansi penegak hukum, penyelidikan medis dan sosial begitu

(31)

c. Hak Atas Repatriasi Dan Reintegrasi Sosial

Kebutuhan rehabilitasi dari anak-anak yang diperdagangkan sering rumit dan

berjangka panjang. Anak yang dikembalikan itu mungkin memerlukan

dukungan medis dan psikososial jangka panjang dan untuk diintegrasikan ke

dalam sekolah atau kehiduan kerja serta ke keluarga dan komunitasnya.

Mereka mungkin memerlukan dukungan material dan finansial, setidaknya

untuk menghindari agar tidak diperdagangkan lagi. Bila keluarga anak

tersebut merupakan bagian dari masalah, ia mungkin memerlukan perawatan

alternative. Anak itu perlu dibuat aman dan mampu bertahan hidup.

d. Hak Untuk Mengajukan Ganti Rugi (Santunan)

Hak dari korban anak untuk mengajukan ganti rugi karena cedera yang

dideritanya adalah penting karena beberapa alasan. Pertama, sebagaimana

korban lainnya, anak memiliki hak untuk mendapatkan konpensasi atas

cedera psikologis, fisik dan moral yang diakibatkan oleh pelanggaran

terhadap hak-hak mereka. Kedua, menuntut pelaku bertanggungjawab secara

ekonomi dapat menjadi faktor penjerat yang efektif, khusunya dimana istitusi

public, swasta atau perusahaan terlibat dalam pelanggaran tersebut. Ketiga,

konpensasi bagi korban dapat membantu untuk memfasilitasi reintegrasi

sosial (Riyanto, 2006 :135).

2.1.3 Ekspolitasi Seksual pada Anak

2.1.3.1 Definisi Eksploitasi Seksual

Eksploitasi menurut bahasa adalah pemanfaatan untuk keuntungan sendiri,

pengisapan, pemerasan tenaga orang lain (Idris, 1988:30) sedangkan makna

(32)

untuk menggunakan pribadi lain demi pemuasan kebutuhan orang pertama tanpa

memperhatikan kebutuhan pribadi pihak kedua (Kartono, 2001:180). Sedangkan

menurut UU perlindungan anak bahwa eksploitasi adalah tindakan atau perbuatan

memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh kepentingan

pribadi, keluarga atau golongan (Umbara, 2003: 50).

Seksual secara bahasa adalah proses penggabungan dua sel gamet yang

dihasilkan induk jantan dan betina, sehingga menghasilkan zigot yang akan tumbuh

dan berdiferensi menjadi individu baru. Seksual menurut terminologi adalah

menyinggung hal reproduksi atau perkembangbiakan lewat penyatuan dua individu

yang berbeda yang masing-masing menghasilkan sebutir telur dan sperma atau

secara umum,menyinggung tingkah laku, perasaan, atau emosi ynag berasosiasi

dengan perangsangan alat-alat kelamin, daerah-daerah erogenus atau proses

perkembangbiakan (Kartono, 2001: 459).

Jadi, Eksploitasi seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual

atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan dan bentuk

penghisapan atau penggunaan serta pemanfaatan anak semaksimal mungkin oleh

orang lain dalam bentuk kenikmatan seksual yang dapat ditukarkan dengan

benda-benda, materi dan uang atau sejenisnya yang mempunyai nilai jual. Dengan demikian

eksploitasi seksual merupakan suatu perbuatan kejahatan. Selain itu, Ekspoitasi

seksual adalah setiap penyalahgunaan posisi rentan, kekuasaan yang berbeda, atau

kepercayaan untuk tujuan-tujuan seksual, ini termasuk mengambil keuntungan secara

finansial, sosial atau politis dari eksploitasi seksual terhadap oarang lain (Kebijakan

(33)

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya eksploitasi seksual terhadap anak

adalah:

a. Ketidaksetaraan Genjer dan Diskriminasi Jender

Adanya ketidaksetaraan ekonomi, sosial dan hukum mendarah daging yang

dihadapi oleh perempuan dewasa dan anak-anak perempuan meningkatkan

kerentanan mereka terhadap eksploitasi seks komersial. Interseksi antara

diskriminasi gender dan ras dengan diskriminasi etnis memperparah

kerentanan ini, sebagai mana tampak jelas dalam representasi yang tidak

seimbnag dari minoritas etnis dan ras dalam perdagangan seks komersial.

Stigma yang dicapkan kepada korban eksploitasi dan kekerasan seksual dapat

menyebabkan sang korban menjadi termarginalisasi dan viktimisasi lebih

lanjut.

b. Kemiskinan

Kemiskinan bukanla satu-satunya alasan eksploitasi seks komersial

anak-anak, namun hal itu merupakan katalitas utama. Misalnya, agen

penyalur/pengadaan tumbuh subur didaerah-daerah kumuh perkotaan dan

pedesaan miskin, dimana hanya ada sedikit kesempatan kerja atau

pendidikan. Kemiskinan bisa mendorong keluarga untuk melakukan tindakan

nekat untuk bertahan hidu.

c. Permintaan Terhadap Pelayanan Seks

Pelaku pelanggaran seks dengan anak dapat ditemukan di profesi apapun, di

bangsa yang kaya maupun miskin, mungkin sudah menikah atau masih

lajang, orang asing ataupun penduduk setempat, heterokseksual maupun

homoseksual. Mereka sering memberikan pembenaran terhadap prilaku yang

(34)

perdagangan seks komersial atau datang dari budaya di mana anak-anak lebih

terbuka dan berpengalaman seksual pada usia yang lebih dini, dan bahwa

mereka membantu anak-anak tersebut dengan memberi uang.

d. Penyalahgunaan Internet

Pornografi anak, informasi mengenai wisata seks dan mempelai yang dapat

dipesan melalui surat secara terbuka tersedia di internet. Forum-forum seperti

chat rooms memfasilitasi geng dan jaringan perdagangan dan telah mejadi

ajang pertemuan bagi para mucikari dan para pemangsa (predator) yang

membuntuti anak-anak.

e. Pecahnya atau Tidak Berfungsinya Keluarga

Banyak keluarga berada dalam keadaan yang sangat sulit. Orang tua yang

mungkin menderita penyakit mental atau fisik, ketagihan obat-obatan

terlarang, atau alkohol, menyebabkan anak-anak meninggalkan rumah pada

usia yang sangat bersinggungan dengan resiko eksploitasi seksual. Juga, bagi

banyak anak, kekerasan seksual terjadi di rumah dan diberlakukan oleh

saudara atau teman (Riyanto, 2006: 61).

2.1.3.2 Bentuk-Bentuk Eksploitasi Seksual pada Anak

5 bentuk Eksploitasi seksual yang dapat di uraikan yaitu:

1. Prostitusi Anak

Merupakan tindakan menawarkan pelayanan atau pelayanan langsung

seorang anak untu melakukan tindakan seksual demi mendapatkan uang atau

imbalan lain. Bukan anak-anak yang memilih untuk terlibat dalam pelacuran

agar dapat bertahan hidup atau untuk membeli barang-barang konsumtif,

tetapi mereka didorong oleh keadaan, struktur sosial dan pelaku-pelaku

(35)

kerentanan mereka serta mengeksploitasi dan melakukan kekerasan seksual

kepada mereka.

2. Pornografi Anak

Merupakan pertunjukan apapun atau dengan cara apa saja yang

melibatkan anak di dalam aktivitas seksual yang nyata atau yang

menampilkan bagian tubuh anak demi tujuan-tujuan seksual. Pornografi anak

termasuk foto-foto, pertunjukan visual dan audio, tulisan yang dapat

disebarkan melalui majalah, buku, gambar, film, dan lain sebagainya.

Pornografi anak mengeksploitasi anak dalam berbagai cara. Anak-anak

dapat ditipu atau dipaksa untuk melakukan tindakan seksual untuk pembuatan

bahan-bahan pornografi atau mungkin gambar-gambar tersebut dibuat dalam

proses pengeksploitasian seseorang anak secara seksual tanpa sepengetahuan

anak tersebut.

Penyebaran global pornografi anak melalui internet tanpa adanya payung

hukum untuk melindungi anak-anak membuat para penegak hukum nasional

kesulitan untuk menghukum para pelaku lokal. Internet juga dibatasi oleh

batas-batas negara maka harmonisasi perundang-undangan, kerjasama polisi

internasional dan tanggung jawab industri IT (Teknologi Informasi)

diutuhkan untuk menangani masalah tersebut.

3. Perdagangan Anak Untuk Tujuan Seksual

Merupakan proses perekrutan, pemindah-tanganan atau penampungan dan

penerimaan anak untuk tujuan eksploitasi seksual. Perdagangan anak bisa

terjadi tanpa atau dengan menggunakan paksaan, kekerasan atau pemalsuan

(36)

mereka. Anak-anak diperdagangkan untuk tujuan eksploitasi seksual atau

perburuhan, tetapi tidak semua anak korban trafficking telah dibuat sangat

rentan terhadap kekerasan dan eksploitasi seksual karena mereka dipindahkan

dari struktur-struktur pendukung yang sudah dikenal seperti keluarga dan

masyarakat mereka. Aksi untuk memerangi perdagangan anak harus

menangani kondisi-kondisi yang membuat anak-anak rentan dan menghukum

para pelaku bukan korban.

4. Wisata Seks Anak

Merupakan eksploitasi seksual yang dilakukan oleh orang-orang yang

melakukan perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, dan di tempat tersebut

mereka berhubungan seks dengan anak-anak. Mereka seringkali melakukan

perjalanan dari sebuah negara kaya ke negara yang berkembang. Para

wisatawan seks anak berasal dari semua alur kehidupan. Mereka bisa saja

orang yang telah menikah atau bujangan, laki-laki atau perempuan, para

wisatawan kaya atau pelancong yang psa-pasan.

5. Perkawinan Anak atau Pernikahan Dini

Merupakan pernikahan degan anak, yakni dibawah umur 18 tahun yang

memungkinkan anak menjadi korban eksploitasi sebab tujuan menikahi anak

tersebut untuk menjadikan anak sebagai objek seks untuk menghasilkan uang

atau imbalan lainnya.

Sebagian anak dipaksa untuk menikah oleh orang tua atau keluarga

mereka, sedangkan anak-anak masih terlalu muda untuk membuat keputusan

yang benar dan izin diberikan oleh orang lain atas nama anak tersebut tidak

(37)

anak perempuan yang dipaksa menilah mengalami kekerasan dalam rumah

tangga mereka. Pernikahan dini juga sering terkait dengan penelantaran istri

dan menjerumuskan anak perempuan muda kedalam kemiskinan yang luar

biasa dan meningkatkan resiko untuk memasuki industri perdagangan seks

untuk dapat bertahan hidup (PKPA Medan, Yayasan Setara, Kakak, YKAI,

LA , Badan Pemberdayaan Masyarakat Manado, 2008: 6).

2.1.4 Definisi Proses Pendampingan Korban

Proses adalah urutan pelaksanaan atau kejadian yang terjadi secara alami atau

didesain, dapat menggunakan waktu, ruang, keahlian atau sumber daya lainnya, yang

menghasilkan suatu hasil. Suatu proses mungkin dikenali oleh perubahan yang

diciptakan terhadap sifat-sifat dari satu atau lebih objek yang di bawah pengaruhnya,

serta adanya perubahan berdasarkan mengalirnya waktu dan kegiatan yang saling

berkaitan (Sumber: http://id.wikipedia. org/wiki/Proses. Diakses pada tanggal 16

November 2013, Pukul 11.07 WIB).

Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas) yang

diberikan pendamping kepada klien dalam mengidentifikasi kebutuhan dan

memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses

pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat

diwujudkan (Sumber:

Pukul 13.30 WIB).

Korban adalah mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai akibat

tindakan orang lain yang mencuri pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain

(38)

kejahatan tidaklah selalu harus berupa individu atau orang perorangan, tetapi bisa

juga berupa kelompok orang, masyarakat atau juga badan hukum (Sumber:

WIB).

Jadi, proses pendampingan korban adalah urutan pelaksanaan atau kejadian

yang terjadi secara alami atau didesain, dapat menggunakan waktu, ruang, keahlian

atau sumber daya lainnya, yang menghasilkan suatu hasil utuk memberikan

kemudahan (fasilitas) agar korban dapat memecahkan masalahnya dan kemandirian

korba atau klien secara berkelanjutan dapat terwujud.

Menurut

adalah seseorang yang

mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan

oleh suatu tindak pidana. Sedangkan pada pasal (4) menyatakan, korban adalah

seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan

atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang (Sumber:

2013, Pukul 01.12 WIB).

Pendampingan atau penanganan korban eksploitasi seksual pada anak perlu

dilandasi prinsip-prinsip yang mengedepankan atas kemanusian, keadilan dan

kepentingan terbaik pada korban dan Masyarakat. Prinsip-prinsip tersebut merupakan

pengakuan, anak adalah manusia dengan hak-haknya merupakan kodrat hidup dan

(39)

memperoleh hak-haknya sebagai korban (Manik, Tariga, Murniaty, Rosmalinda,

2002 : 13).

Prinsip-prinsip pendampingan secara umum meliputi:

1. Prinsip Manusiawi

Anak adalah manusia yang memilki hak azasi dan secara fisik dan mental

belum matang, maka perlu perindungan dan pengamanan khusus. Mereka

harus diperlakukan sebagai manusia dengan hak-haknya, bukan dari sudut

pandang apa yang telah terjadi kepadanya. Walaupun anak tersebut sebagai

korban Eksploitasi seksual tidak berarti dia kehilangan status kemanusiaan

dan hak-haknya sebagai anak. Dia adalah korban secara etika, moral dan nilai

sosial yang wajib dilindungi, dihargai dan memperoleh perlakuan yang baik

dan benar.

2. Mengutamakan Kepentingan Terbaik Korban

Konvensi Hak Anak pasal 3 menyatakan bahwa, “ dalam semua tindakan

menyagkut anak yag dilakukan oleh lembaga kesejahteraan sosial pemerintah

atau swasta, lembaga pengadilan, lembaga pemerintah atau badan legislatif,

kepentingan terbaik anak merupakan pertimbangan utama. Dengan kata lain,

lembaga-lembaga tersebut harus memberikan pelayanan yang terbaik agar

anak memperoleh perlakuan dan pelayanan khusus demi kepentingan

terbaiknya.

3. Prinsip Non-Diskriminasi

Setiap anak yang menjadi korban eksploitasi seksual wajib memperoleh

pelayanan, perlindungan dan bantuan yang layak dan semestinya tanpa

memandang ras, bahasa, agama, pandangan politikm keturunan social, harta,

(40)

diharuskan tidak berlaku diskriminatif baik atas kemauannya sendiri atau

karena ada faktor dari luar.

4. Prisip Efektifitas dan Efisiensi

Keprofesionalismean yaitu efektifitas dan efisiensi disetiap proses

penanganan yang dilakukan bertujuan untuk:

a. Rasa percaya diri anak tumbuh dengan kepastian penanganan

masalahnya.

b. Anak tidak jenuh atau bosan, yang dapat berakibat anak menolak

untuk melanjutkan proses yang sedang berlangsung.

c. Anak segera dapat direhabilitasi fisik, mental dan sosialnya untuk

kelangsungan jidup dan masa depan terbaiknya.

5. Prinsip Menghargai Pendapat dan Pandangan Korban atau Keluarga.

Walaupun status mereka anak-anak dan korban yang secara psikologis

mengalami masalah, tetapi tetap dianjurkan meminta dan mempertimbangkan

pendapat anak sesuai usinya. Hal yang terpenting, bahwa kita harus tetap

wajib menawarkan pilihan kepada korban ataupun keluarganya sendiri

(Manik, Tariga, Murniaty, Rosmalinda, 2002 : 13).

Selain itu, adanya prinsip dasar yang harus dimiliki oleh seorang pendamping

yang dibagi dalam 5 bagian yaitu:

1. Bersikap Empati

Empati berarti berusaha memahami perasaan orang lain dengan cara melihat

situasi dari sudut pandang orang tersebut. Empati berbeda dengan simpati,

jika simpati berarti memberikan tanggapan tentang perasan, dan biasanya

ungkapan perasaan kasihan dan simpati tidak terlalu membantu perasaan

(41)

rasa empati tetapi penting untuk memperlihatkan rasa empati tersebut kepada

korban. Untuk membangun sikap empati, maka ada beberapa hal yang perlu

diperhatikan, yaitu:

a. Menghargai klien atau korban tanpa membedakan suku, keyakinan dan

nilai-nilai serta tingkatan sosial yang berbeda.

b. Berpenampilan sederhana.

c. Meminta izin kepada korban untuk mewawancarainya, mengambil

gambar, ataupun merekam pembicaraannya.

d. Apabila klien atau korban berbeda jenis kelamin dengan pendamping,

maka pendamping tidak boleh melakukan sentuhan fisik.

e. tidak boleh meminta uang kepada korban.

2. Mampu Menjadi Pendengar Aktif

Mendengar adalah proses fisiologis dimana sensor menerima rangsangan

yang berkaitab dengan pendengaran, sedangkan mendengarkan adalah proses

psikologis dimana terdapat proses menginterprestasikan dan memahami apa

yang sedang di dengar seseorang. Proses ini membutuhkan perhatian penuh

dari pendengar sehinga dapat memahami orang yang di dengar tersebut.

Dalam hal ini, pendamping harus mampu menyakinkan korban agar ia mau

untuk bercerita. Ketika klien atau korban sudah mulai bercerita, maka

pendamping harus mampu menjadi pendengar yang aktif. Seorang

pendamping harus mampu memberikan saran atau solusi atas masalah yang

di hadapi oleh klien atau korban.

3. Terampil Menghadapi

Seorang pendamping tidak hanya di tuntut bisa menjadi pendengar yang aktif,

(42)

baik secara respon verbal maupun nonverbal. Menanggapi klien atau korban

bisa dilakukan dengan cara merefleksikan apa yang mereka rasakan,

merefleksikan apa yang mereka katakana, merefleksikan apa yang mereka

makasudkan dan merangkum apa yang mereka rasakan dan katakan.

4. Menjaga Kerahasian

Keharasian adalah prinsip yang penting dalam proses berkomunikasi dan

menolong korban. Merusak kerahasian dan kepercayaan bisa menyakiti hati

korban. Kerahasian adalah prinsip yang ditujukan untuk melindungi

keleluasaan pribadi korban. Tidak membahayakan keamanan korban dan

membantu pengungkapan pengalaman yang sulit. Hal yang perlu dilakukan

dalam menjaga kerahasian informasi klien atau korban adalah dalam

melakukan wawancara, ajukan pertanyaan yang relevan saja, data-data

korban hanya bisa diakses oleh orang-orang yang berkepentingan saja,

mewawancarainya diruangana yang tertutup dan jangan membiarkan

wartawan untuk mewawancarai korban tanpa seizinnya.

5. Mendokumentasikan Kasus

Mendokumentasikan berarti menyimpan data kasus klien atau korban yang

dilayani. Pendokumentasian kasus sama pentingnya dengan menjaga

kerahasian dari data-data yang diberikan klien. Sebagai seorang pendamping,

maka harus memperhatikan etika saat mencari informasi kasus dengan

cara-cara tidak mengintrogasi serta harus lebih mengutamakan pendampingan dari

pada pendataan (Juniarti, Marjoko, Amri, 2010: 1-4).

Proses pendampingan pada korban Eksploitasi Seksual pada anak

penanganannya selalu saling berkaitan dan mempengaruhi dalam mencapai

(43)

dimaksudkan agar anak tidak tertekan, anak dapat jujur, tidak terjadi pengulangan

pertanyaan sama yang membuat korban jenuh, ataupun bosan, proses pendampingan

dan penanganan berlangsung secara efektif dan efisien agar tidak memberatkan

korban atau keluarga baik secara psikologis, ekonomi, dan sosial serta korban dapat

segera memperoleh kepastian hukum dan masa depannya (Manik, et.al, 2002 : 17).

2.2 Peranan Yayasan Pusaka Indonesia

2.2.1 Pengertian Peranan

Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu seperangkat

tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di masyarakat. Usman

mengemukakan “peranan adalah terciptanya serangkaian tingkah laku yang saling

berkaitan yang dilakukan dalam suatu situasi tertentu serta berhubungan dengan

kemajuan perubahan tingkah laku (Sumber:

Pukul 12.22 WIB).

Horton dan Hunt mengemukakan bahwa peran adalah perilaku yang di

harapkan dari seseorang yang mempunyai status. Bahkan dalam suatu status tunggal

pun orang dihadapkan dengan sekelompok peran yang disebut sebagai perangkat

peran. Istilah seperangkat peran (role set) digunakan untuk menunjukkan bahwa satu

status tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang

saling berhubungan dan cocok (Sumber:, Di Akses pada Tanggal 28 Oktober 2013,

Pukul 12.22 WIB).

Terwujudnya kebijakan (isi, struktur dan kultur) publik yang berpihak pada

anak dan perempuan di Indonesia adalah jalan panjang yang membutuhkan beberapa

(44)

struktural yang belum terpecahkan oleh negara. Satu dari beberapa aspek struktural

tersebut adalah mis management penyelengaraan negara yang ujung-ujungnya

menimbulkan, korupsi, pembusukan hukum, pemiskinan dan pengabaian terhadap

hak-hak dasar dari warga negara, termasuk anak dan perempuan.

Sisi lain secara gradual adanya sejumlah progres dalam upaya penghormatan

terhadap hak-hak anak. Hal Ini terlihat dari lahir dan dibentuknya sejumlah

perangkat hukum bagi perlindungan anak di tingkat nasional dan lokal. Lahirnya

sejumlah UU (UU perlindungan Anak, UU penghapusan perdagangan orang, dll) dan

Gugus tugas Nasional dan Daerah bagi traffiking anak dan perempuan, Komisi

Perlindungan Anak Indonesia dan Daerah dan berbagai program penguatan kapasitas

Pemerintah Daerah dan masyarakat untuk perlindungan anak merupakan beberapa

contoh untuk menunjukkan adanya keperdulian negara dalam perlindungan anak di

Indonesia.

Berbagai peluang atau faktor pendukung dalam upaya perlindungan anak, selalu

kalah cepat dalam berbagai praktek mismanagement negara melalui korupsi dan

pemiskinan rakyat. Strategi yang mungkin lebih baik kedepan adalah melakukan

berbagai prevensi terhadap kemungkinan jatuhnya korban anak di tengah masyarakat

melalui berbagai pendidikan, pelatihan dan kampanye media perlindungan anak di

kalangan komunitas, masih di perlukannya penguatan di sektor ekonomi keluarga,

sehingga muncul pertahanan yang kuat dalam keluarga untuk menghadapi berbagai

tantangan dari luar terhadap komunitas.

Pengalaman Yayasan Pusaka Indonesia dalam hal berkoalisi dan berjejaring

untuk melakukan gerakan advokasi dalam perlindungan anak selalu melakukan

(45)

untuk tetap dijaga kualitasnya pada suatu lembaga. Namun, cara yang selalu

ditempuh oleh Yayasan Pusaka Indonesia untuk tetap menjaga momentum dalam

koordinasi adalah dengan tidak memusatkan perwakilan pusaka dalam jaringan atau

koalisi itu pada satu orang saja. Biasanya ada pelapis atau kerjasama dengan

beberapa pihak pemerintah maupun swasta agar tanggungjawab berjaringan ini bisa

lebih ringan dan tidak menimbulkan rasa bosan. Selain itu, Pusaka Indonesia

menerapkan prinsip keterbukaan dan kesadaran akan keterbatasan yang dimiliki.

Penanganan kasus oleh Yayasan Pusaka Indonesia selalu berkerjasama dan

merujuk lembaga lain untuk melakukan penanganan apabila Pusaka tidak

mempunyai kapasitas terhadap kasus yang di tangani. Hal tersebut bertujuan untuk

mempertahankan kordinasi dengan lembaga lain sehingga Pusaka Indonesia tetap

mendapatkan data dan informasi mengenai isu anak. Selain itu, Pusaka Indonesia

tetap menjalin hubungan dengan pihak swasta dalam hal advokasi. Misalnya dalam

melakukan advokasi pekerja anak dan kasus-kasus trafficking yang melibatkan

Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia. Untuk mengnetralisirkan jatuhnya korban

dalam kasus pekerja anak dan trafficking, Pusaka Indonesia melakukan

pelatihan-pelatihan dan melakukan tekanan kepada sektor swasta tersebut agar lebih

memperhatikan aspek-aspek perlindungan hak azasi manusia (anak dan perempuan)

dalam bekerja.

Yayasan Pusaka Indonesia merasa telah memberikan dampak positif bagi

peningkatan kapasitas sumber daya manusia di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Ke depannya, Pusaka Indonesia berharap ada peningkatan kapasitas dalam

perencanaan program, pengorganisasian masyarakat (community organizing) dan

community development dari para staf-stafnya. Ketiga aspek yang telah di uraikan

(46)

ditengah-tengah komunitas dan memastikan pengaruhnya bagi upaya terwujudnya pemahaman

yang lebih utuh dari masyarakat tentang pentingya perlindungan terhadap hak-hak

anak (Ikhsan, 2009 : 10).

2.2.2 Upaya Litigasi

Upaya litigasi dalam bantuan hukum yang diberikan oleh setiap lembaga

kepada seseorang adalah berdasarkan surat kuasa dengan pemberian kuasa kepada

seorang advokat. Dalam pasal 1792 kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemberian kuasa adalah suatu

persetujuan dengan mana seseorang memberikan kuasanya (wewenang) kepada

orang lain, yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.

Dalam praktiknya, untuk mewakili atau mendampingi kepentingan para pihak

(penggugat, tergugat, tersangka atau korban) dalam proses pengadilan haruslah

dibuat dengan surat kuasa khusus. Dalam pratik pengadilan, terdapat suatu upaya

Litigasi. Upaya litigasi adalah cara penyelesaian sengketa atau konflik yang

diselesaikan melalui pengadilan (Imran, Prasetyo, Nasir, Muyassarotussolichah,

2000: 39-40).

Peranan Yayasan Pusaka Indonesia dalam menangani kasus-kasusnya yaitu

melakukan upaya Litigasi yang meliputi:

1. Pendampingan Korban di Kepolisian

Seorang pendamping dalam menjalankan tugasnya biasanya, melakukan tugas

penyusunan kronologis peristiwa yang akan dijadikan acuan dalam melaporkan kasus

yang tengah dihadapi oleh korban. Mendampingi korban saat melapor ke pihak yang

berwenang. Meghadirkan saksi-saksi dan alat bukti lainnya juga di perlukan karena

(47)

melakukan penyelidikan. Sebagai seorang pendamping, melakukan pendampingan di

kepolisian merupakan suatu keharusan karena hal itu untuk menjaga keamanan

korban. Pada proses awal penyidikan, maka anak korban harus menjalani

pemeriksaan di rumah sakit untuk memperoleh Visum et Repertum (VER) yang akan

menjadi bukti laporan korban di kepolisian. Oleh karena VER biasanya di buat di

Rumah Sakit Umum dan harus melewati administrasi rumah sakit maka pendamping

sangat berperan untuk menjadi pendamping anak di rumah sakit. Selama proses

pembuatan surat BAP, anak korban harus tetap dijaga keamanannya agar ia mau

untuk melanjutkan pelaporan yang telah dibuatnya. Selanjutnya, pendamping

melakukan monitoring terhadap proses penanganan perkara korban di kepolisian

untuk dilimpahkan ke proses penuntutan di kejaksaan.

2. Pendampingan Korban di Pengadilan

Mendampingi korban saat di pengadilan merupakan kewajiban dari pendamping.

Di pengadilan, pendamping biasanya mempertemukan korban dengan saksi.

Pendamping memberikan penjelasan secara ringkas tentang prosesi persidangan yang

akan di hadapi oleh anak korban. Di sini, peran pendamping sangat dibutuhkan.

Pendamping harus mampu meyakinkan korban untuk berani memberikan kesaksian

di depan persidangan. Hal yang juga harus diperhatikan pendamping adalah untuk

menjauhkan korban dan saksi dari incaran pers atau media massa yang biasanya ada

di pengadilan. Apabila korban telah selesai menjalani persidangan, pendamping

berhak memberitajukan beberapa prosedur hukum yang akan dijalani oleh korban

hingga putusan pengadilan. Apabila korban berhalangan untuk menghadiri sidang

selanjutnya, pendamping dari pihak Yayasan Pusaka Indonesia dapat melakukan

monitoring terhadap persidangan selanjutnya hingga jatuhnya putusan hakim

Gambar

Tabel 1 Bagan Alur Pikir

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Ž. There was no significant difference between the performance of silver perch fed the two test diets. The diet ingredient cost to produce 1 kg fish was significantly lower for

[r]

Menurut Peneliti Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh diperngaruhi oleh gejala penurunan nafsu makan pada klien karena nutrisi merupakan kesehatan

Tangga luar bangunan dapat berfungsi sebagai pintu keluar yang disyaratkan menggantikan pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran, pada bangunan dengan ketinggian efektif

Adapun ketentuan dalam UU Penanaman Modal yang berkaitan dengan hukum perdata internasional, adalah Bab IV tentang Bentuk Badan Usaha dan Kedudukan Pasal 5 ayat (2)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap analisis mutu minyak kelapa murni buatan industri rumah tangga secara menyeluruh bahwa ketiga sampel tersebut

Demikian pengumuman ini kami sampaikan dan bagi peserta pengadaan yang keberatan atas penetapan hasil kualifikasi dapat mengajukan sanggahan secara tertulis kepada