• Tidak ada hasil yang ditemukan

VI. KERAGAAN USAHA GARAM RAKYAT DI DAERAH PENELITIAN

6.1. Deskripsi Petani Responden

Petani reponden hampir semuanya merupakan petambak ikan di musim hujan. Petambak ikan inilah yang mengembangkan usaha garam dalam skala luas kurang lebih1 (satu) hektar. Pada musim hujan, petambak melakukan budidaya 2 jenis ikan, yaitu udang dan bandeng. Musim hujan biasanya mulai berjalan pada bulan November dan berakhir bulan Mei, sedangkan musim kemarau mulai masuk pada bulan Mei-Juni, sampai dengan bulan Oktober.

6.1.1. Karekteristik Sosial-Ekonomi Petambak Garam

Jumlah petani responden dalam penelitian ini sejumlah 100 orang yang diambil secara random di tiga kecamatan. Hampir seluruh petani mengatakan bahwa bertambak garam merupakan usaha utama mereka ketika musim kemarau. Pada musim hujannya ditemukan juga petambak yang melakukan cocok tanam padi dan sayuran.

Usia. Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa sebagian besar petani responden (sekitar 90 persen) berada pada kisaran umur produktif yaitu pada antara 20 – 55 tahun. Umumnya, petani yang mengusahakan usahatani ini adalah petani yang masih termasuk dalam usia produktif. Hal ini disebabkan dalam usahatani ini diperlukan tenaga fisik yang kuat terutama untuk persiapan lahan dan pemeliharaan aliran air.

Pendidikan. Secara umum tingkat pendidikan petani masih tergolong rendah. Sebagian besar petani berpendidikan SD (1 – 6) tahun yaitu sekitar 45 persen, diikuti dengan SMP/sederajat (7 – 9 tahun) sekitar 39 persen dan SMU/sederajat (10 – 12 tahun) sekitar 14 persen, dan ada petani yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi, sekaligus sebagai kepala desa.

Pengalaman. Ditinjau dari pengalaman usaha garam, dapat dilihat bahwa umumnya responden telah berpengalaman usaha garam di atas 1-10 tahun (76 persen). Hal ini menunjukkan bahwa petani cukup terampil dalam usaha garam dengan metode yang turun temurun dengan pola madurase (penguapan air laut di atas tanah). Pengalam antara 10-20 tahun sejumlah 23 persen, dan 1 orang diatas 20 tahun. Petambak ini mulai mengembangkan usaha garam mulai tahun 1980 dengan melihat proses produksi garam di wilayah Kabupaten Rembang.

Tabel 10. Karakteristik Sosial Responden Petambak Garam

1. Usia petambak garam

Usia (tahun) Frekuensi

16-25 5 26-35 28 36-45 40 46-55 17 > 56 10 Total 100 Rata-rata 40.4

2. Tingkat Pendidikan Petambak Garam

Tingkat Pendidikan Frekuensi

Tidak Sekolah 1 SD 45 SMP 39 SMA 14 Diploma-S1 1 Jumlah 100 Rata-rata 8.06

3. Pengalaman Petambak Garam

Pengalaman Frekuensi 1-10 76 11-20 23 21-30 1 Jumlah 100 Rata-rata 8 4. Ukuran Keluarga

Jumlah Anggota (orang) Frekuensi

1-3 68 4-6 32 7-9 0 Jumlah 100 Rata-rata 2.96 5. Pengalaman berkelompok dalam kelembagaan usaha garam

Pengalaman Berkelompok Frekuensi

1-3 65

4-6 35

6-8 0

Jumlah 100

Rata-rata 3.05

Ukuran keluarga. Jumlah anggota keluarga pada petambak garam rata- rata keluarga inti, yaitu kepala keluarga, istri dan 2 atau 3 orang anak yang terlibat dalam proses produksi garam. Skala kluarga inti 1-3 orang sebanyak 68 persen dan sisanya lebih dari 3 orang 32 persen.

Keanggotaan dalam Kelompok Petambak. Jumlah responden semuanya tergabung dalam kelompok yang merupakan anggota kelompok petambak. Pengalaman berkelompok dalam usaha garam ada yang baru saja menjadi anggota kelompok sampai 1 dan 3 tahun sebanyak 65 persen, dan sudah lama menjadi anggota sekitar 35 persen. Petambak yang baru membentuk kelompok adalah mereka yang menjadi calon penerima manfaat program PUGAR yang diajukan oleh pendamping teknis dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu,

6.1.2. Ukuran Lahan Tambak

Petani di kabupaten indramayu dilihat dari akses pengelolaan lahan rata- rata mengelola rata-rata 0.8 hektar. Jumlah lahan tersebut petani mendapatkan dengan 3 pola akses terhadap lahan. Petambak di kecamatan Losarang banyak yang melakukan sewa untuk mendapatkan penggunaan lahan. Lahan sewa yang menjadi rebutan sekitar lahan yang dimiliki oleh desa dengan sistem lelang. Alasan mencari sewa lahan desa ini karena harga sewanya cukup murah antara Rp. 1.000.000-2.000.000 per musim. Sedangkan di Kecamatan Kandang Haur ditemukan petambak garam dengan cara bagi hasil dengan pemilik lahan yang umumnya pemiliknya sebagai juragan pemilik tanah di kavling wilayah tersebut. Juga ditemukan pemilik sekaligus memanfaatkan dan mengolah lahan sendiri.

Keputusan mengeluarkan sewa lahan dengan berbagai pertimbangan. Para petambak lebih menyukai lahan yang lebih dekat dengan irigasi pusat atau lahan milik desa atau lahan yang dekat dengan rumah tempat tinggal. Hal ini akan mempengaruhi terhadap biaya dan teknis yang akan dijalankan. Sistem lelang yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa menjadi daya tarik bagi petambak garam sendiri. Walaupun lahan tersebut jauh dari tempat tinggal, berbeda kampung hal ini menjadi prioritas kedua.

Tabel 11. Sebaran Luasan Lahan Usaha Garam

Luasan lahan (ha) Frekuensi

0.01-0.25 1 0.26-0.50 18 0.51-0.75 10 0.76-1.00 0 1.01-1.25 55 1.26-1.50 3 >1.50 13 Jumlah 100 Rata-rata 0.8125

Jumlah petambak yang menggarap lahan ukuran kurang dari 0.25 hektar 1 persen, antara 0.26-0.50 hektar sebanyak 18 persen, dan paling banyak petambak mengelola sekitar 1.00-1.25 hektar sejumlah 55 persen.

6.1.3. PenggunaanTenaga Kerja dalam Usaha Garam

Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam usaha garam dengan rataan 0.5- 1.5 hektar sebanyak 6 orang dengan spesialisasi pekerjaan tertentu. Pengalokasian tenaga kerja untuk persiapan lahan digunakan 2-4 orang. Fase ini merupakan fase yang intensif tenaga kerja. Biasanya petambak garam

menggunakan tenaga kerja dari luar jika mereka memiliki modal awal cukup untuk membayarnya. Upah tenaga kerja pada tahap ini per orang per hari bisa antara Rp. 50.000-60.000. Layanan terhadap tenaga kerja yang dipakai berbeda- beda tergantung dari aturan dan kebiasaan di setiap lokal seperti tenaga kerja diberikan layanan makan siang, dan minum lainnya sehingga harga upah lebih murah. Sedangkan tenaga kerja diberikan harga tinggi dengan tidak diberikan layanan makan dan minum pagi dan siang hari.

Keterlambatan pengolahan lahan pada fase awal ini ditemui di area penelitian. Terkadang petambak tidak bisa mengolah lebih awal karena tidak punya modal awal untuk mengolah lahan dan menggunakan tenaga kerja. Sehingga ini akan mempengaruhi terhadap teknis pelaksanaan produksi garam.

Tabel 12. PenggunaanTenaga Kerja dengan Ukuran Lahan 0.25-1.5 Hektar

Pemggunaan tenaga kerja Jumlah (orang) per pekerjaan

Persiapan lahan 4

Peminihan - pemanenan 2

Pencucian 1

Pada proses peminihan dan pemanen biasanya menggunakan tenaga kerja petambak sendiri dan anggota keluarga. Anggota keluarga yang dilibatkan mulai dari istri dan anak yang sudah bisa membantu kepala keluarga untuk terlibat di usaha garam. Pada proses peminihan pelaksanaan yang harus dipantai terus yaitu mengalirkan air ke area irigasi tersier dan memasukan air muda ke area peminihan. Perbaikan-perbaikan kincir angin dan pompa air. Serta jika diperlukan tambahan untuk memasukan air muda diperlukan ngagobak yang sering dilakukan oleh istri petambak garam. Penggunaan tenaga kerja terus menerus dilakukan setiap hari dalam proses ini. Untuk proses pencucian garam diperlukan hanya sekitar 1 orang saja dan ini sering dilakukan oleh anak dari petambak sendiri. Tetapi proses pencucian ini hanya terjadi di petambak- petambak tertentu yang menginginkan garamnya bersih. Jarangnya proses pencucian karena tidak ada intensive harga yang membedakan antara garam cuci dan garam tidak di cuci kepada petambak sehingga proses ini dirasakan sia- sia.