• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI

8.1. Analisis Efisiensi Teknis Usaha Garam Rakyat

8.1.2. Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petambak responden menggunakan model efek inefisiensi dari fungsi produksi stochastic frontier. Terjadinya efek in-efisiensi teknis dapat dilihat dari nilai gamma dimana nilai gamma petambak sewa yaitu 0.801, petambak bagi-hasil 0.990 dan petambak pemilik-garap 0.990. Nilai gamma yang mendekati 1 diinterpretasikan bahwa seluruh error term adalah sebagai akibat dari efeke in-efisiensi ( dan sebaliknya jika gamma mendekati nol diinterpretasikan bahwa error term berasal dari noise (Kusnadi, et al., 2011), seperti cuaca, tingkat keceptan angin, kualitas terik matahari. Bahkan hasil penelitian Boshrabadi, et al., (2006) menunjukkan bahwa nilai gamma adalah satu. Hal ini tidak menjadi persoalan di dalam studi efisiensi teknis produksi suatu komoditas pertanian. Menurut Trewin, et al., (1995); Masdjidin dan Sumaryanto (2003); Saptana, et al., (2010); Guesmi, et al., (2012) nilai gamma yang mendekati 1 ditegaskan interpretasinya sangat baik karena error term hanya berasal dari inefisiensi yang berhubungan dengan manajerial usaha serta faktor lain menyangkut karakteristik sosial dan ekonomi. Sebaran efek in-efisiensi pada masing-masing petambak akan dipaparkan di bawah ini.

1. Petambak Sewa

Nilai log likelihood dengan metode MLE masing-masing kelompok petambak adalah lebih besar dari nilai likelihood dengan metode OLS yang berarti fungsi produksi dengan metode MLE ini adalah baik dan sesuai dengan kondisi dilapangan dimana nilai log likelihood MLE petambak sewa (48.650) sedangkan OLS (39.862). Interpretasi dengan diagnostic statistic ini adalah menunjukan bahwa model MLE yang dibangun menunjukan best fit keragaan yang baik dan sesuai menurut kondisi dilapangan dengan memasukan efek in- efisiensi sebagai gangguan internal dalam produksi.

Uji hipotesi lain untuk menguji signifkansi dari efek in-efisiensi yaitu uji likelihood ratio yang dibandingkan dengan indeks kodde-Palm, dimana hipotesa nol akan ditolak jika likelihood ratio lebih besar dari pada chi-square. Berdasarkan Tabel 22 di bawah dihasilkan nilai LR Ratio untuk petambak sewa 17.577. sehingga hasilnya menolak hipotesa nol yang artinya fungsi cobb- douglas yang dibentuk dapat menangkap kinerja dan perilaku sebagai efek in- efisiensi dari usaha garam untuk petambak sewa yang ada di Kabupaten

Indramayu. Sama halnya dari hasil penelitian Saptana, et al., (2010) pada komoditas cabai dimana nilai LR-ratio lebih besar dari Chi-suare dengan memasukan faktor risiko sebagai sumber in-efisiensi mempengaruhi terhadap efisiensi petambak.

Fungsi inefisiensi dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai rata-rata efieinsi (mean technical efficiency) yang dicapai pada petambak sewa mencapai 0.911 atau 91.1 persen sehingga masih terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama sebesar 8.9 persen untuk petambak sewa, melalui pembenahan faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi efisiensi. Dari 10 variabel sumber efek in-efisiensi petambak sewa ada yang signifikan dan ada yang tidak signifikan terhadap efisiensi produksi. Hal ini karena setiap sumber in- efisiensi berbeda-beda pengaruhnya.

Sumber dari efek in-efisiensi terdiri dari sebagai berikut : Umur (Z

1). Faktor

umur dimasukkan ke dalam efek inefisiensi dengan dugaan bertanda positif (+) terhadap efisiensi teknis. Pada kelompok petambak sewa efek umur bertanda positif (+), tetapi hasil uji statistik ternyata faktor tersebut tidak berpengaruh pada taraf nyata α 0.01 bahkan α 0.05. Tanda positif untuk faktor umur ini diinterpretasikan bahwa semakin bertambah umur maka semakin bertambah tingkat in-efisiensi teknisnya sehingga semakin bertambah umur semakin tidak menguntungkan terhadap efisiensi produksi garam. Walaupun secara statistik tidak signifikan, umur merupakan faktor utama dalam karakteristik petambak. Semakin bertambah umur seharusnya lebih bisa meningkatkan efisiensi produksi tetapi kondisinya kebalikannya. Untuk petambak yang berstatus sewa, umur yang masih rata-rata sekitar 40 an banyak ditemukan masih semangat dalam proses usaha garam. Semakin meningkatkan umurnya logikanya semakin meningkat pengalamannya tetapi petambak sewa biasanya mereka enggan untuk melakukan usaha garam secara sewa. Hal ini berhubungan dengan risiko yang ditanggung, semakin meningkat umur petambak sewa, tingkat risiko yang ditanggung semakin menurun. Dampak umur juga dalam rumah tangga berhubungan terhadap manajerial dan pengambilan keputusan dalam usaha. Rumah tangga muda dan rumah tangga berusia lebih efisien daripada tengah umur bertentangan dengan apa yang diharapkan rumah tangga. Alasan yang mungkin untuk perilaku ini bisa menjadi terkait dengan proses reproduksi dan komposisi keluarga rumah tangga di mana rumah tangga paruh baya memiliki tanggungan lebih dari pekerja dan karena itu cenderung menerapkan keputusan

manajemen tepat waktu. Petambak dengan status sewa perlu banyak kerja (multi tasking), sehingga umur yang masih muda masih cocok untuk melakukan usaha garam dengan status sewa.

Pendidikan (Z

2). Faktor pendidikan adalah jumlah waktu (tahun) yang

dihabiskan petambak untuk menjalani masa pendidikan formalnya. Variabel ini dianggap sebagai pendekatan dari kemampuan manajerial petambak. Semakin lama pendidikan petambak diduga semakin mendorong petambak untuk efisien dalam proses produksi dan penggunaan input-input produksi. Tabel di bawah menunjukkan bahwa lama pendidikan berpengaruh tidak nyata terhadap tingkat inefisiensi masing-masing kelompok petambak pada taraf nyata α 0.05. sedangkan pendidikan ini bertanda negatif pada kelompok petambak sewa. Tanda tersebut sesuai dengan yang diharapkan walaupun nilainya mendekat nol dalam arti tidak terlalu berkorelasi terhadap efek efisiensi. Fenomena ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditempuh petambak maka semakin tinggi kemampuan petambak untuk mengadopsi teknologi dan dapat menggunakan input secara proporsional sehingga akan meningkatkan kinerja dalam berusahatani garam.

Kondisi yang ada pada petambak sewa, rata-rata pendidikan hanya sekolah dasar. Sehingga nilai efek efisiensi wajar tidak terlalu berkorelasi terhadap efek in-efisiensi dengan nilai yang mendekati nol. Hanya kemampuan menulis, membaca dan menghitung yang bisa mereka lakukan. Walaupun ada seorang yang berpendidikan tinggi hal ini hanya pencilan saja. Berbeda ketika ditemukan petambak sewa yang pernah mengenyam pendidikan sarjana seperti Kepala Desa Santing yang sekaligus menjadi petambak garam sewa, mereka bisa mengupayakan lahan sewaanya dengan baik.

Hal ini sama dengan penelitian Mynt dan Kyi (2005), dan Kebede (2001). Menurut Kebede (2001), pendidikan meningkatkan kemampuan petambak untuk mencari, memperoleh dan menginterpretasikan informasi yang berguna tentang input-input produksi. Hal ini sejalan dengan Johansson (2007) dan Latruffe, et al., (2009) yang berpendapat bahwa efisiensi manajerial meningkat dengan tingkat pendidikan, dan pengalaman sehingga menghasilkan tingkat yang lebih tinggi level produksinya. Sedangakn pada petambak pemilik-garap hubungan pendidikan meningkatkan efek in-efisiensi, tetapi tidak signifikan pada taraf

nyata α 0.01 dan α 0.05. Hal ini sama dengan yang ditemui Sukiyono (2005);

produksi pada petambak cabai merah di Kabupaten Rejang Lebong dan petambak padi di Kabupaten Bariot Kuala. Petambak muda memiliki pendidikan tinggi, lebih mampu mengumpulkan dan menginterpretasikan informasi tentang praktek-praktek pertanian baru. Di sisi lain, rumah tangga tua memiliki akses ke lebih banyak sumber daya (lahan dan tenaga kerja) dapat menerapkan usaha tambak yang direkomendasikan dipraktekkan dengan waktu yang tersedia. Variabel pendidikan memberikan hasil yang beragam seperti yang diharapkan. Dampak pendidikan pada TE adalah negatif, yang konsisten dengan hipotesis bahwa pemdidikan rumah tangga kurang efisien jika pendidikan meningkat kembali petambak dari kegiatan non-pertanian, sehingga realokasi perhatian atau manajemen usaha garam ke aktivitas non-pertanian. Dampak pendidikan terhadap efek efisiensi teknis adalah positif pada kelompok petambak pemilik- garap, menyiratkan bahwa pendidikan meningkatkan petambak kemampuan manajemen dan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi yang sudah ada secara turun termurun.

Pengalaman (Z

3). Pada beberapa penelitian sebelumnya yang

menggunakan faktor pengalaman sebagai sumber efek in-efisiensi di berbagai komoditas pertanian (Alam, et al., 2012); (Shanta, et al., 2012); (Barkhsh dan Hasan, 2012) bahwa pengalaman dianggap sebagai pendekatan dari umur dimana semakin bertambah umur maka pengalaman dalam usaha tersebut meningkat dan hal ini mempengaruhi terhadap kinerja dan manajemen usaha. Begitu pun pada petambak ditemukan bahwa petambak yang berumur relatif tua tidak selalu memiliki pengalaman yang lebih banyak dari petambak yang lebih muda. Tabel 22 di bawah terlihat bahwa pengalaman petambak sewa bertanda bertanda negatif. Hal ini menunjukkan pada petambak sewa bahwa semakin lama berpengalaman semakin meningkat tingkat efisiensinya. Hasil uji statistik menyatakan faktor ini tidak signifikan pada taraf nyata α 0.05, dengan nilainya mendekati nol dengan interpretasi bahwa peningkatannya tidak terlalu cepat mengalami perubahan terhadap kualitas pengalaman dan begitupun terhadap efek in-efisiensi. Perlu proses dan waktu untuk meningkatkan kualitas pengalaman. Pengalaman dihasilkan dari proses berulang-ulang kali dalam kegiatan produksi garam dengan berbagai terapan tambahan dan perbaik- perbaikan. Banyak petambak sewa mereka melakukan perbaikan produksi dari tahun ke tahun seperti perbaikan dalam proses persiapan lahan, pembenahan tanggul dan pengerasa meja garam. Ada juga petambak sewa yang mencoba

melakukan tambahan dengan memberikan lapisan plastik terpal untuk mempercepat proses evaporasi dan supaya garam berwarna lebih putih. Rata- rata pengalaman usaha petambak sewa sekitar 5 tahun. Dengan dihubungkan dengan faktor umur juga dimana petambak sewa masih dalam usia muda rata- rata 45 tahunan, maka hubungan antara umur, pengalaman dan pendidikan dapat mendongkrak efisiensi teknis garam. Salah satu petambak sewa yang juga berprofesi sebagai pengurus koperasi dan sebagai kepala desa bisa melakukan produksi garam dengan luasan 10 hektar. petambak sewa umumnya memiliki status sosial yang lebih tinggi dibandingkan dengan petambak bagi-hasil dan pemilik-garap lahan kecil.

Jumlah anggota keluarga (Z

4). Jumlah anggota keluarga menyangkut

kepada ukuran keluarga (Household size) yang berhubungan dengan keterlibatan anggota keluarga dalam usaha garam. Hal ini akan berpengaruh karena dilihat dari fungsi produksinya hubungan tenaga kerja dengan produksi pada OLS dan MLE berhubungan positif. Tambahan tenaga kerja baik dari dalam anggota keluarga dan luar keluarga berpengaruh positif. Sedangkan jika dihubungkan dengan efek in-efisiensi, faktor ini berpengaruh menurunkan in- efisiensi pada petambak sewa. Dengan nilai parameter mendekati nol dan uji

statistik tidak signifikan baik pada taraf nyata α 0.01 atau α 0.05. Anggota keluarga yang dilibatkan dalam usaha umumnya masih berusia remaja dan masih usia sekolah, sedangkan jika yang terlibat adalah anak yang sudah dewasa, mereka tidak terlalu termotivasi dalam keikutsertaan usaha garam, dengan anggapan pekerjaan ini hanya sebatas membantu kepala keluarga untuk memanfaatkan waktu. Rumah tangga dengan keluarga besar lebih efisien, kemungkinan besar karena mereka berusaha untuk mencapai output yang lebih tinggi untuk memenuhi persyaratan usaha garam. Rasio tanggungan dalam keluarga menyiratkan bahwa ada sedikit tenaga kerja tersedia untuk pekerjaan anggota keluarga dalam kegiatan pertanian. Anak-anak di rumah tangga berusia cukup tua untuk kontribusi yang signifikan terhadap kegiatan pertanian rumah tangga (Bagamba, 2007).

Petambak sewa tidak terlalu intensif dalam penggunaan anggota keluarga mereka. Contohnya dalam penarikan air laut, pengerukan garam dan perbaikan tanggul air irigasi mereka menggunakan anggota keluarga. Jika tidak ada anggota keluarga yang bisa terlibat, petambak bisa memerintahkan kepada pekerja yang siap bantu dalam proses produksi garam.

3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 1.00 0.95 0.90 0.85 0.80 0.75 0.70

Luas lahan (ha)

Ef is ie ns i T ek ni s

Ukuran lahan (farm size) (Z

5). Ukuran lahan adalah salah satu yang

harus dimasukan pada efek in-efisiensi dengan alasan ukuran sebagai satuan untuk mengukur produktifitas dari curahan waktu pemakaian input dan menajemen pengelolaan usaha (Umoh, 2006); (Obwona, 2006); (Shehu, et al., 2010); (Zulkuwi, 2010). Pada kelompok petambak sewa pun demikian, faktor peningkatan ukuran lahan meningkatkan efisiensi, tetapi tidak signifikan. Hal ini karena luasan pengolahan lahan sudah optimal dimana seluruh sampel petambak tingkat efisiensi teknisnya sudah di atas 0.7 persen atau 70 persen. Dengan luasan 3 hektar tingkat efisiensi teknis sudah mencapai hampir 100 persen. Hal ini dapat digambarkan pada Gambar 23. Walaupun penyebarannya tidak normal tetapi hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat ukuran lahannya dengan maksimal lahan sampai 5 hektar maka efisiensi teknisnya semakin mendekati satu.

Gambar 23. Hubungan antara Luas lahan dengan Efisiensi Teknis Petambak Sewa

Karakteristik dari lahan sewa yang umumnya dalam satu hamparan seperti yang ada di Kecamatan Losarang dan Kandang Haur menjadi faktor penentu keberhasilan peningkatan produksi garam. Dalam 1 hamparan (kavling) bisa mencapai 5 hektar lahan sewa. Hal ini memudahkan petambak dalam mengatur sistem irigasi pengaliran air laut ke blok-blok peminihan dalam satu kawasan. Jika dalam 3 hektar petambak memiliki 6 set proses pembuatan garam, mereka bisa melakukan proses pemanena dalam 1 hari 3 set meja garam. Dengan

bantuan tenaga kerja tambahan di luar anggota keluarga mereka bisa optimal pengerukan garam. Bisa mengukur tingkat kecepatan proses pengerukan menjadi keberhasilan dalam peningkatan produksi. Biasanya petambak sewa mencari tenaga kerja yang sudah terbiasa dengan spesialisasi pengerukan atau sudah lama menjadi anak buahnya dalam satu grup kawasan tambak garam.

Lama keanggotaan dalam Kelompok (Z

6). Faktor keanggotaan dalam

kelompok petambak garam baik dibawah koperasi dan kegiatan program pemerintah diharapkan bertanda negatif terhadap inefisiensi. Dari hasil analisis efek efisiensi sebaliknya bertanda positif artinya bahwa akitiftas tersebut malah berdampak meningkatkan in-efisiensi. Petambak merasakan belum adanya manfaat dari keanggotaan petambak tersebut menyebabkan petambak garam di daerah penelitian yang menjadi anggota kelompok petambak cenderung belum bisa menilai eksistensi kelompok itu seperti apa kemanfaatanya. Petambak sebetulnya banyak berharap dengan adanya kelompok yaitu adanya kemudahan akses kredit pembiayaan (modal) dalam usaha garam. Beberapa tahun kebelakang digulirkan seperti PUGAR yang memberlakukan pembentukan kelompok, tetapi hal ini belum berpengaruh terhadap efisiensi teknis petambak. Pada saat ini kelompok hanya sebagai wadah untuk penerima bantuan saja dan rawan terhadap kepentingan elit tokoh lokal termasuk elit kepemimpinan koperasi. Sama halnya yang temuan hasil penelitian Kurniawan, et al., (2008) bahwa kanggotaan dalam kelompok tani tidak dirasakan bermanfaat bagi kelompok karena cenderung adanya konflik antara pengurus dalam koperasi dan internal kelompok sendiri, begitu pun dengan temuan Kurniawan, et al., (2010). Sedangkan temuan Fauziyah (2010b) keanggotan dalam kelompok petambak dan koperasi mempengaruhi terhadap peningkatan efisiensi tetapi tidak signifikan. Dengan masuknya sebagai kelompok mereka merasa membuang- buang waktu dan lebih baik menghemat waktu untuk dapat lebih fokus pada produksi garam dan usaha lainnya. Kehadiran petambak dalam acara kelompok terkadang dengan terpaksa atau segan terhadap penyuluh dan aparat pemerintah, terlebih kalau sudah terjadi konflik sebelumnya antara kelompok dengan penyuluh atau dengan pendamping PUGAR. Seperti terjadi di Kecamatan Kandang Haur pernah terjadi konflik antara kelompok petambak dengan pendamping sehingga hal ini menjadi catatan buruk bagi petambak lainnya dengan menambah ketidakmauannya untuk aktif dalam kegiatan keiompok.

Pendapatan (income) usaha garam (Z

7). Pendapatan usaha dimasukan

dalam efek in-efisiensi karena faktor tersebut berhubungan dengan manajemen pengelolaan keuangan termasuk pengelolaan input produksi. Pendapatan dalam usaha garam ini berhubungan dengan faktor harga yang berfluktuasi, sehingga berdampak pada pendapatan yang berbeda-beda dalam tiap bulan atau bahkan tiap kali penjualan. Faktor pendapatan yang bertanda negatif dan signifikan taraf

nyata α 0.05, mengartikan bahwa semakin meningkat pendapatan maka meningkat pula efisiensinya. Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa semakin meningkat pendapatannya maka semakin meningkat pula tingkat efisiensi teknisnya. Pada petambak sewa pendapatan usaha garam ini mereka sekitar Rp 39 juta dengan terendah Rp 12 juta dan tertinggi Rp 61 juta. Perbedaan pendapatan ini karena perbedaan ukuran pengolahan lahan dan harga jual yang diterima oleh masing-masing petambak (data pendapatan dihasilkan dari pencatatan petambak selama musim Tahun 2011 dengan berbagai tingkat harga jual). Walaupun informasi harga yang diterima oleh petambak tidak bisa didapatkan informasinya tetapi beberapa petambak mencatat pendapatan penjualan garam.

Gambar 24. Hubungan antara Pendapatan dengan Efisiensi Teknis Petambak Sewa

Akses Kredit (Z

8). Faktor akses kredit sebagai faktor yang dimasukan

pada model efek in-efisiensi hal ini karena diduga dengan adanya akses pinjaman modal akan meningkatkan efisiensi karena peluang untuk mengolah inputan sesuai yang dibutuhkan tercapai. Fakta ini tidak signifikan pada petambak sewa, sedangkan hubungannya antara peningkatan ketersediaan

70 60 50 40 30 20 10 1.0 0.9 0.8 0.7 0.6

Pendapatan (dalam juta)

Ef is ie ns i T ek ni s

modal atau bisa akses terhadap pembiayaan bisa meningkatkan terhadap efisiensi produksi. Petambak sewa rata-rata yang ditemukan banyak yang tidak melakukan akses pembiayaan kepada kelembagaan keuangan atau perbankkan. Mereka hanya mengandalkan modal pribadi saja.

Secara karakteristik sosial, petambak sewa unumnya termasuk petambak yang memiliki kekayaan yang besar. Banyak petambak sewa yang hanya memegang satu orang untuk mengatur mengelola garapan lahan garam sedangkan dirinya sendiri hanya mengontrol kondisi produksi. Seperti yang dilakukan oleh pengurus-pengurus Koperasi Soromadu Desa Santing Kecamatan Losarang, rata-rata mereka mengelola lahan sawa 5 hektar dan bahkan ada yang mencapai 10 hektar dengan menunjuk 2 orang pengolah lahan dengan tetap yang mengelola keuangan dirinya sendiri.

Pemakaian zat Aditif (Z

9). Faktor penggunaan zat aditif yang digunakan

untuk usaha garam, disertakan ke dalam model efek inefisiensi teknis dengan dugaan mengurangi inefisiensi teknis. Pendugaan tersebut tidak sesuai dengan harapan yang terjadi pada seluruh kelompok petambak dimana penggunaan zat aditif berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis dan dengan nilai parameter mendekati nol.

Petambak sewa sebetulnya adaptif terhadap tambahan-tambahan teknologi dalam produksi. Tetapi karena zat aditif yang selama ini baru saja diperkenalkan dan rata-rata petambak lain mendapatkannya secara gratis karena pemberian program PUGAR, maka pada petambak sewa masih jarang menggunakan zat aditif secara besar-besaran. Uji coba yang sudah mereka lakukan pada tahun 2010 tidak terlalu signifikan mereka rasakan terhadap produksi dan keuntungan, sehingga pada tahun 2011 mereka tidak menggunakan kembali zat aditif ramsol. Alasannya akan menambah lagi biaya produksi dimana setiap hari mereka harus mengeluarkan 1 bungkus ramsol yang rata-rata mencapai Rp. 1500 per bungkus. Secara politis mereka berpikir juga dengan menggunakan ramsol yang awalnya diperkenalkan oleh pemerintah dan oleh satu orang yang ditunjuk langsung oleh dinas untuk mempromosikan ramsol dirasa akan menjadi ketergantungan bagi petambak. Program pengadaan ramsol hanya menjadi sumber keuntungan bagi segelintir pihak dinas terkait dari hasil mempromosikan ramsol.

Tabel 23. Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Petambak Sewa (Cash rent)

Efek In-efisiensi Parameter Koefisien St-error t-ratio

Intersep 0 0.194 0.203 0.957 Umur 1 0.003 0.003 0.975 Pendidikan 2 -0.011 0.016 -0.687 Pengalaman 3 -0.003 0.006 -0.446

Jumlah anggota keluarga

4 -0.022 0.025 -0.863

Ukuran lahan

5 0.254 0.127 2.008 **

Lama keanggotaan kelompok

6 0.011 0.025 0.448

Pendapatan

7 -0.006 0.003 -2.032 **

Akses kredit

8 -0.012 0.001 -1.324

Pemakaian aditif (dummy)

9 0.000 1.000 0.000

Penggunaan mesin pompa air

(dummy) 10

-0.069 0.060 -1.159 Sigma squared  0.005 0.003 1.699 **

Gamma  0.801 0.144 5.570 ***

Log Likelihood  17.577 ***

LR Test one sided error  48.650

Rata-rata efisiensi  0.911

*) Nyata taraf α 10%, **) Nyata taraf α 5% dan ***) Nyata taraf α 1% Penggunaan mesin pompa air (Z

8). Faktor penggunaan mesin yang

digunakan untuk mengalirkan air laut untuk mengisi saluran irigasi petakan di area pinggiran peminihan usaha garam disertakan ke dalam model efek inefisiensi teknis dengan dugaan mengurangi inefisiensi teknis. Seluruh tanda untuk faktor penggunaan pompa dalam efek in-efisiensi ini bertanda negarif artinya dengan menggunakan pompa bisa meningkat tingkat efisiensinya karena hal mereka tidak perlu mengeluarkan waktu untuk kontrol terhadap saluran irigasi dan mengalih-alihkan kincir angina, dan tidak perlu menambah tenaga kerja baik dari keluarga atau dari luar untuk melakukan ngobyok. Ngobyok artinya mengambil air secara manual. Uji signfikansi dari faktor ini semuanya tidak

berpengaruh nyata pada α 0.01 dan α 0.05. Petambak yang memiliki pompa

mesin sendiri untuk mengalirkan air lebih efisien karena tingkat aliran air laut bisa diukur dengan kondisi lahan peminihan. Penggunaan pompa ini sama halnya dengan ketersediaan irigasi jauh dekatnya irigasi yang sering digunakan oleh petambak padi. Banyak pompa digunakan oleh petambak yang cukup jauh kawasan lahannya dari irigasi skunder atau jauh dari penampungan air yang disediakan oleh juragan. Pada penelitian usaha pertanian, faktor irigasi sangat penting dalam penyediaan air. Terlebih dalam usaha garam. Dengan adanya infrastruktur irigasi petambak dapat tercukupi kebutuhan air untuk kualitas produksi pertanian (Narala dan Zala, 2010); (Khai dan Yabe, 2011).

2. Petambak Bagi-hasil

Nilai untuk petambak bagi-hasil MLE (45.801) sedangkan OLS (26.440). Interpretasi dengan diagnostic statistic ini adalah menunjukan bahwa model MLE yang dibangun menunjukan best fit keragaan yang baik dan sesuai menurut kondisi dilapangan dengan memasukan efek in-efisiensi sebagai gangguan internal dalam produksi. Dengan nilai gamma 0.999 dipastikan 99 persen error term dalam fungsi produksi berasal dari efek in-efisiensi.

Fungsi inefisiensi petambak bagi-hasil dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah. Nilai rata-rata efieinsi (mean technical efficiency) yang dicapai pada petambak bagi-hasil 0.697 atau 69.7 persen sehingga masih terdapat ruang untuk meningkatkan efisiensi bagi petambak ini dari strategi meningkatkan efisiensi pada teknologi yang sama. Dari 10 variabel sumber efek in-efisiensi tingkat hubungan terhadap efek in-efisiensi berbeda-beda. Hal ini dipaparkan berikut ini.

Sumber dari efek in-efisiensi terdiri dari sebagai berikut : Umur (Z

1). Faktor

umur dimasukkan ke dalam efek inefisiensi dengan dugaan bertanda positif (+) terhadap efisiensi teknis. Pada kelompok petambak bagi-hasil bertanda negative (-). Hasil uji statistik ternyata faktor tersebut tidak berpengaruh pada taraf nyata α