• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isu-isu yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu mencakup banyak hal, seperti sistem pemilihan umum, proses penyelenggaraan Pemilu, mekanisme penyelesaian berbagai bentuk sengketa Pemilu dan proses penegakan hukum Pemilu, partisipasi berbagai unsur masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemilu, dan peran berbagai instansi pemerintah dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Sistem pemilihan umum anggota DPR yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 ditandai oleh lima unsur berikut:

Besaran Daerah Pemilihan: provinsi atau bagian-bagian a.

provinsi berdasarkan jumlah penduduk sebagai lingkup daerah pemilihan, dan 3 sampai dengan 10 kursi sebagai jumlah kursi setiap Dapil (multi-member constituency).6

Partai Politik sebagai Peserta Pemilu, pengajuan daftar b.

calon oleh partai politik berdasarkan nomor urut (Pola Pencalonan berdasarkan party-list), sekurang-kurangnya 30% perempuan dalam daftar nama calon untuk setiap

6 Alokasi kursi DPR kepada setiap provinsi yang termuat dalam Lampiran UU Nomor 8 Tahun 2012 belum mencerminkan prinsip equal representation yang dijamin oleh Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 karena provinsi yang mengalami

over representation (seperti Sulawesi Selatan, Aceh dan Sumatera Barat) dan

provinsi yang mengalami under representation (seperti Riau, Sumut, dan NTB) terletak di luar Pulau Jawa.

46

Sistem Politik dan Kekuasaan Kehakiman

Dapil, dan sekurang-kurangnya seorang perempuan dalam setiap tiga calon.

Pemilih memberikan suara kepada satu nama calon, c.

atau, kepada satu partai politik, atau, memberikan suara kepada satu partai dan satu nama calon yang diajukan partai tersebut. Suara yang diberikan pemilih kepada satu nama calon akan dengan sendirinya memberikan suara kepada partai yang mengajukan calon tersebut sehingga tidak saja mempengaruhi perolehan kursi partai tetapi juga ikut menentukan calon terpilih. Sebaliknya, suara yang diberikan pemilih kepada partai hanya akan mempengaruhi perolehan kursi partai tetapi tidak ikut menentukan calon terpilih.7

Formula Pemilihan yang digunakan adalah

d. proporsional representation, sisa kursi dibagikan kepada partai politik

berdasarkan urutan sisa suara terbanyak (the largest

reminding), dan penetapan calon terpilih dilakukan

berdasarkan urutan suara terbanyak.8

Ambang-Batas untuk dapat memiliki kursi di DPR e.

ditetapkan sebesar 3%.

Selain mengatur seluruh unsur sistem pemilihan umum, Undang-Undang Pemilu juga mengatur tentang tiga pilar

7 Ketentuan seperti ini sesungguhnya dapat dikategorikan sebagai melanggar konstitusi karena suara yang diberikan kepada Partai Politik sebagai Peserta Pemilu dinilai lebih rendah daripada suara yang diberikan kepada nama calon. Digolongkan sebagai melanggar UUD karena Pasal 22E ayat (3) UUD 1945lah yang menetapkan peran partai politik sebagai Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD.

8 Sistem pemilihan umum anggota DPR dan DPRD yang diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 2012 terdapat kontradiksi atau ketidak-konsistenan antara pola pencalonan yang berdasarkan daftar partai (party-list atau closed-list) dengan penetapan calon terpilih yang dlakukan berdasarkan urutan suara terbanyak (open-list). Karena penetapan calon terpilih dilakukan berdasarkan urutan suara terbanyak, maka tujuan Pasal 56 (sekurang-kurangnya satu perempuan dalam setiap tiga calon) tidak akan tercapai.

Sistem Politik dan Kekuasaan Kehakiman

Pemilu, yaitu Pemilih, Peserta dan Calon, dan Penyelenggara Pemilu. Tidak ada Pemilu kalau ketiga pilar ini tidak ada. Siapa saja yang berhak memilih, prosedur yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan hak pilih, model pendaftaran dan/atau pemutakhiran daftar pemilih yang digunakan, dan prosedur penyusunan daftar pemilih, merupakan sejumlah isu yang diatur mengenai Pemilih. Persyaratan yang harus dipenuhi, dan proses verifikasi pemenuhan persyaratan untuk penetapan Peserta Pemilu baik Partai Politik untuk Pemilu Anggota DPR dan DPRD maupun Perseorangan untuk Pemilu Anggota DPD, merupakan sejumlah isu yang diatur mengenai Peserta Pemilu. Persyaratan yang harus dipenuhi Partai Politik untuk dapat mengajukan daftar calon, prosedur yang harus dilakukan untuk memilih calon, tata cara penyusunan dan pengajuan daftar calon, persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon untuk pendaftaran, verifikasi dan penetapan sebagai Calon, merupakan sejumlah isu yang diatur mengenai Calon anggota DPR dan DPRD.

Segala hal ihwal Penyelenggara Pemilu mulai dari tugas dan kewenangan, struktur organisasi KPU, persyaratan menjadi anggota KPU/KPU Provinsi/KPU Kabupaten-Kota, dan mekanisme seleksi dan pemilihan calon sampai pada pengangkatan dan pemberhentian diatur dalam UU tentang Penyelenggara Pemilu. UU Pemilu juga mengatur berbagai peran yang harus atau dapat dilakukan oleh instansi pemerintah untuk memfasilitasi data penduduk dan pemilih, memfasilitasi data partai politik yang telah memiliki status badan hukum, dan memfasilitasi proses seleksi keanggotaan badan penyelenggara Pemilu.

UU Pemilu juga mengatur Proses Penyelenggaraan Pemilu yang pada dasarnya menyangkut pengaturan seluruh tahapan penyelenggaraan Pemilu. Yang perlu diatur untuk setiap tahapan berikut mencakup, antara lain persyaratan yang harus dipenuhi, tata cara dan prosedur pelaksanaan yang harus diikuti, dan jangka waktu yang harus ditepati. Tahapan penyelenggaraan Pemilu yang

48

Sistem Politik dan Kekuasaan Kehakiman

perlu diatur lengkap, jelas dan konsisten adalah (1) pendaftaran dan/atau pemutakhiran daftar pemilih; (2) pendaftaran, penelitian dan penetapan Peserta Pemilu; (3) alokasi kursi dan penetapan daerah pemilihan; (4) pendaftaran, penelitian dan penetapan daftar calon; (5) pelaksanaan kampanye pemilihan umum dan pelaporan dana kampanye Pemilu; (6) pemungutan dan penghitungan suara di TPS; (7) rekapitulasi hasil perhitungan suara dari PPS sampai pada KPU; (8) penetapan dan pengumuman hasil Pemilu; (9) penetapan calon terpilih; dan (10) peresmian keanggotaan calon terpilih anggota DPR dan DPRD.

Untuk menjamin rasa adil dan tepat waktu dalam proses penyelenggaraan Pemilu, UU Pemilu juga mengatur proses penyelesaian sengketa Pemilu, proses penegakan ketentuan Pidana, proses penegakan ketentuan Administrasi Pemilu, dan proses penyelesaian perselisihan hasil Pemilu beserta instansi yang bertugas menyelesaikan masing-masing proses penegakan hukum tersebut. Hal lain yang juga diatur dalam UU Pemilu adalah berbagai bentuk partisipasi dari berbagai kalangan masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Pengaturan tentang partisipasi masyarakat tidak hanya berisi persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat berpartisipasi tetapi juga berbagai bentuk partisipasi yang dapat dilakukan. Selain menggunakan hak pilih, pemilih juga dapat melakukan pengawasan dengan melaporkan dugaan pelanggaran ketentuan Pidana ataupun pelanggaran ketentuan Administrasi Pemilu kepada institusi yang berwenang. Kelompok masyarakat yang bergerak dalam ranah pengawasan dapat pula melakukan pemantauan Pemilu dan melaporkan dugaan pelanggaran ketentuan Pidana atau pelanggaran ketentuan Administrasi Pemilu kepada instansi yang berwenang. Berbagai organisasi masyarakat sipil, seperti LSM dan Ormas dapat pula melaksanakan sosialisasi Pemilu ataupun pendidikan pemilih (Voters Education) bekerjasama dengan KPU. Lembaga Survey dapat melaporkan hasil jajak pendapat mengenai kecenderungan perilaku memilih, ataupun, melaporkan hasil Hitung Cepat (Quick

Sistem Politik dan Kekuasaan Kehakiman

Count) terhadap hasil perhitungan suara sejumlah TPS sampel.

Setiap tahapan Pemilu kemudian diatur lebih rinci secara teknis oleh KPU. Pengaturan setiap tahapan secara teknis dan rinci oleh KPU inilah yang disebut electoral regulation. Setiap Partai Politik Peserta Pemilu diwajibkan menyusun Visi, Misi dan Program Partai untuk disampaikan kepada pemilih pada masa kampanye; apa saja bentuk dan media yang dapat digunakan Partai untuk menyampaikan Visi, Misi dan Program Partai tersebut; siapa saja yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan kampanye; dan siapa saja yang dapat dan tidak dapat mengikuti kampanye Pemilu, merupakan sejumlah isu yang diatur secara teknis oleh KPU.

Tata cara pemberian suara secara sah (apakah pemberian suara dilakukan secara manual dengan menggunakan surat suara ataukah menggunakan perangkat teknologi informasi (E-Voting), pemberian suara yang dikategorikan tidak sah, bagaimana suara dihitung di TPS, bagaimana wakil partai politik peserta Pemilu menyampaikan keberatan terhadap proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS, dan bagaimana seluruh asas Pemilu Demokratik dilaksanakan dalam proses pemungutan dan penghitungan suara di TPS, merupakan serangkaian isu yang diatur dalam Peraturan KPU tentang Tata Cara Pemungutan dan Penghitungan Suara di TPS.

Siapa yang berhak mengajukan keberatan terhadap hasil Pemilu yang ditetapkan KPU (electoral contest), persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat mengajukan keberatan, bukti-bukti yang dapat diajukan untuk mendukung pengajuan keberatan, kepada institusi apa keberatan itu diajukan, dan jangka waktu pengajuan keberatan, merupakan sejumlah isu yang diatur dalam proses penyelesaian perselisihan hasil Pemilu.

Singkat kata, dalam UU Pemilu tergambar secara jelas tidak saja demokrasi electoral macam apakah yang hendak dilaksanakan oleh suatu negara tetapi juga sistem politik demokrasi macam apakah yang hendak diwujudkan.

50

Sistem Politik dan Kekuasaan Kehakiman