Salah satu pengajaran penting iman Kristen adalah konsep dibenarkan oleh iman. Ini membuat Kristen unik di antara agama-agama. Semua agama menegaskan pentingnya berbuat baik, melakukan amal, dan mematuhi hukum untuk mendapatkan keselamatan karena konsep "dibenarkan oleh perbuatan". Alkitab saja yang mengajarkan "dibenarkan karena iman". Konsep dibenarkan oleh iman sudah muncul di PL dan mendasari kehidupan umat dalam beriman. Abraham adalah orang yang dibenarkan karena iman. Ia percaya kepada janji Allah tentang memiliki keturunan yang akan menjadi bangsa yang besar. Abraham percaya dan Tuhan menyatakan dia sebagai orang yang benar (Kej. 15:6).
Taurat juga mengajarkan konsep ini. Umat Israel diminta untuk melakukan ritual persembahan kurban untuk pengampunan dosa mereka. Inti ritual itu bukan pada ketaatan tetapi kepada kepercayaan bahwa inilah cara Tuhan untuk mengampuni umat-Nya. Inilah iman/percaya yang membenarkan.
Saat Habakuk bergumul dengan Allah mengenai bangsa jahat, yaitu Kasdim, yang Tuhan pakai untuk menghakimi umat Tuhan, Tuhan menjanjikan keadilan-Nya akan dinyatakan, musuh yang jahat pasti dihukum. Umat Tuhan harus tetap percaya karena melalui percaya itu mereka
diselamatkan (Hab. 2:4).
Konsep dibenarkan oleh iman mencapai puncaknya di PB. Tidak seorang pun yang mampu hidup benar di hadapan Tuhan (Rm. 3:10) karena semua manusia sudah berbuat dosa (Rm. 3:23). Status mereka adalah orang berdosa atau terhukum. Namun Kristus sudah mati bagi orang
berdosa. Maka orang yang percaya pada karya Kristus itu sudah diampuni dosanya. Ia menjadi orang yang dibenarkan. Secara legal, kebenaran Kristus sudah diberlakukan kepada orang yang percaya. Dia bukan lagi orang berdosa, tetapi orang benar.
Status baru ini memberi kepastian bagi orang percaya bahwa ia sudah diselamatkan dan Tuhan menjamin keselamatannya. Saat ia gagal atau jatuh, ia berani mengakuinya dan meminta pengampunan-Nya lagi. Dengan berani, ia menjalani hidupnya di dalam ketaatan akan firman-Nya.
108 Minggu, 5 April 2009 Bacaan : Markus 14:53-65
(5-4-2009)
Markus 14:53-65
Pengadilan palsu
Judul: Pengadilan palsuDi mana seharusnya orang beroleh keadilan? Tentu di pengadilan, tempat perkara diperiksa dengan saksama, fakta dan bukti dipertimbangkan dengan hati nurani yang bersih, dan panduan hukum yang sah menjadi alat untuk menyatakan benar atau salah. Faktanya, banyak kasus menunjukkan pengadilan yang kotor: hukum diputarbalikkan. Yang benar menjadi salah, yang salah dibenarkan.
Apa yang Yesus alami di Mahkamah Agama Yahudi adalah pengadilan palsu. Para pemimpin agama ini memang sudah sejak awal memiliki motivasi mempersalahkan Yesus. Maka upaya mereka bukan mencari kebenaran, tetapi mencari-cari kesalahan. Cara demi cara dipakai: mendatangkan saksi-saksi palsu untuk menjerat Yesus dalam kesalahan yang tidak pernah Ia lakukan. Mereka mencoba menjerat Yesus dengan perkataan-Nya mengenai bait Suci (ayat 58). Namun cukup dengan membungkam, Yesus melunturkan kesaksian palsu mereka. Akhirnya mereka menjerat Yesus dengan pertanyaan mengenai kemesiasan Yesus. Bagi pemimpin agama, pengakuan Yesus bahwa Dialah Mesias adalah bukti bahwa Yesus bersalah karena itu berarti menghujat Allah. Maka sepatutnya Ia dihukum mati (ayat 63-64). Bagi Yesus sendiri, itu justru merupakan kesempatan untuk menyatakan diri-Nya yang sebenarnya. Bahkan dalam pernyataan-Nya itu, Dia menghubungkan kemesiasan-pernyataan-Nya dengan kemuliaan yang akan Ia peroleh kelak dalam Kerajaan Allah (ayat 62).
Syukur kepada Tuhan, walau Ia menghadapi pengadilan yang culas dan divonis secara tidak adil, Ia bukan terpidana sesungguhnya. Justru dengan vonis kematian yang akan Ia jalani,
kemenangan terhadap kuasa dosa dan maut yang membelenggu manusia termasuk para
pemimpin agama waktu itu, dinyatakan. Jangan gentar ketika kita harus menghadapi pembenci kekristenan yang dengan berbagai cara curang mau menghancurkan kita. Kebenaran akan nyata karena Tuhan kita sudah dan terus akan membongkar pengadilan palsu dunia ini.
109 Senin, 6 April 2009 Bacaan : Markus 14:66-72
(6-4-2009)
Markus 14:66-72
Ketika gagal
Judul: Ketika gagalMengapa banyak orang Kristen mengabaikan iman mereka tatkala diperhadapkan pada kesulitan, masalah, penderitaan, dan penganiayaan? Bukankah hal itu berarti bahwa mereka telah
menyangkal Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat mereka?
Petrus pun menyangkal Yesus tiga kali. Padahal sebelumnya ia sesumbar tidak akan goyang iman walaupun murid-murid lain goncang (ayat 27-31). Bahkan terhadap peringatan Yesus pun ia bergeming. Mengapa hal itu bisa terjadi? Keberadaannya di halaman Mahkamah Agama dan dekat dengan musuh-musuh Yesus membuat ia rentan terhadap pencobaan. Sungguh kontras dengan Yesus saat itu. Yesus diinterogasi dengan intimidasi dan siksaan, tetapi dengan penuh wibawa Ia menjawab semua tuduhan palsu para imam. Petrus hanya ditanya oleh orang-orang di sekeliling dia di halaman rumah imam besar mengenai hubungannya dengan Yesus. Karena logatnya membuat orang mengira bahwa ia berasal dari Galilea, sama dengan Yesus. Petrus bukan hanya menyangkal, tetapi bahkan mengutuk dan bersumpah (ayat 68, 70, 71).
Berkokoknya ayam (ayat 72) menjadi peringatan bagi Petrus yang menggenapi perkataan Gurunya. Penyangkalan terjadi karena Petrus terlalu yakin akan dirinya sendiri sehingga kehilangan kewaspadaan untuk berdoa (ayat 38). Syukur kepada Tuhan, Petrus tidak seperti Yudas Iskariot yang bunuh diri (Mat. 27:5). Ia menyesali kegagalannya (ayat 72) dan bertobat sehingga Yesus memulihkan dia (Yoh. 21:15-19).
Gereja atau anak-anak Tuhan yang terlalu percaya diri dan kurang waspada dapat terjebak seperti Petrus. Situasi kita tidak berbeda dengan apa yang Petrus alami. Di sekeliling kita banyak orang yang mempertanyakan iman kita. Oleh karena itu, berjaga-jagalah dan berdoalah agar Tuhan memberikan kekuatan kepada kita untuk menghadapi segala tantangan yang menghadang di hari-hari yang jahat ini. Namun kalau kita sudah gagal, segeralah datang kepada Tuhan karena pintu pengampunan dan pemulihan-Nya selalu terbuka.
Selasa , 7 April 2009
110
(7-4-2009)
Markus 15:1-15
Diam, bukan kalah!
Judul: Diam, bukan kalah!Mengapa Yesus memilih berdiam diri di hadapan Pilatus, padahal Ia memiliki kuasa dan otoritas untuk menjawab pertanyaan Pilatus? Hanya satu kali Yesus menjawab pertanyaan Pilatus
mengenai apakah Ia raja orang Yahudi. Selebihnya Ia bungkam.
Pertanyaan Pilatus didasarkan atas keingintahuannya akan Yesus karena orang-orang Yahudi menuduh Yesus telah mengklaim diri sebagai raja dalam artian politik. Yesus menjawab ya atas pertanyaan Pilatus, tetapi dalam artian rohani. Namun Pilatus tidak memahaminya. Maka kemudian Yesus membungkam dan membuat Pilatus heran (ayat 5). Kata heran ini adalah kata yang sama yang digunakan pada orang banyak yang menyaksikan Yesus saat membuat tanda-tanda (ayat 5:20, 6:6; lih. juga Mrk. 15:44). Kata heran ini secara teknis menunjuk pada kekaguman dan pengakuan akan keilahian dan kemesiasan Yesus.
Sikap Yesus yang diam menyingkapkan tiga hal. Pertama, menyatakan kemesiasan-Nya yang sebenarnya, sesuai nubuat kitab suci (band. Yes. 53:7) dan bukan dalam artian politik. Maka Ia menolak menggunakan kuasa-Nya itu untuk menghadapi lawan-lawan-Nya. Kedua, Yesus menerima keputusan untuk tetap dihukum. Tindakan ini menggantikan Barabas yang bersalah, sekaligus sebagai simbol kemesiasan-Nya yang akan mati menggantikan orang berdosa. Ketiga, Yesus tetap membiarkan diri-Nya disesah dan diserahkan untuk disalibkan sebagai bagian dari kemesiasan-Nya yang harus menjalani penderitaan dan hukuman mati.
Sebagai pengikut Yesus, bagaimana sikap kita dalam mempertahankan kebenaran itu, walaupun harus menemui berbagai tantangan bahkan menjalani penderitaan? Tetap setiakah menjalankan tugas yang Allah percayakan? Ataukah malah berkompromi dengan dunia sehingga tidak setia lagi pada kebenaran Allah? Belajarlah dari Yesus yang dalam kesetiaan menjalankan tugas-Nya tanpa kompromi sedikit pun dengan tawaran dunia.
111 Rabu, 8 April 2009
Bacaan : Markus 15:16-20b
(8-4-2009)
Markus 15:16-20b
Raja yang dipukul
Judul: Raja yang dipukulJudul di atas ironis bukan? Seorang raja seharusnya dihormati, disembah, dan ditaati perintahnya. Bukankah ia memiliki kedaulatan mutlak? Namun bacaan hari ini justru
memperlihatkan bahwa Raja di atas segala raja mendapatkan perlakuan yang tidak semestinya. Dia dipukul, dihina, bahkan kemudian dibunuh.
Mengapa Sang Raja tidak melawan? Dia telah menetap-kan diri untuk tunduk kepada Bapa-Nya serta menerima segala derita bahkan kematian sebagai cara untuk menyelamatkan umat-Nya. Penolakan orang Yahudi, pemuka agama, termasuk para prajurit yang menista, tidak membuat Yesus hilang kendali diri. Kalau Yesus mau, Dia bisa menyatakan kuasa-Nya dengan mengirim pasukan surgawi untuk membinasakan musuh-musuh-Nya. Tidak adanya perlawanan dari Yesus membuktikan bahwa Dia tidak berada dalam kuasa mereka yang menganiaya bahkan akan membunuh Dia. Dengan memberi diri diolok-olok bahkan dibunuh, Dia menggenapi rencana Allah yang sudah dinubuatkan (Yes. 53:3, 7, 10), yakni untuk menggantikan hukuman yang seharusnya ditanggung manusia berdosa. Dia adalah Raja sesuai konsep Israel, yaitu sebagai gembala yang menjaga dan memelihara domba gembalaannya, yaitu rakyatnya (ayat 2Sam. 7:8). Bahkan kalau perlu berkelahi melawan binatang buas yang mau memangsa domba tersebut. Yesus, Gembala yang agung, menyerahkan nyawa-Nya bagi domba-domba-Nya (Yoh. 10:11). Dia Raja, yang demi keselamatan umat-Nya, rela menanggung kejahatan yang dilakukan musuh-musuh-Nya.
Yesus sudah membuktikan diri sebagai Raja sejati. Ia bergeming atas perlakuan hina dan sadis para musuh-Nya. Bahkan melalui semua itu, Yesus dapat melindungi semua orang yang percaya kepada-Nya dari cengkeraman musuh Tuhan yang mau membinasakan jiwa-jiwa milik Tuhan. Seharusnya sekarang kita menyembah dan menghormati Raja di atas segala raja itu. Tunduk dan taat kepada pemerintahan-Nya yang kekal adalah sikap yang tepat juga.
112 Kamis, 9 April 2009
Bacaan : Markus 15:21-32