B. Pertanian dan Ketahanan Pangan
1. Belum Dimanfaatkannya Sumberdaya Kelautan dan Perikanan SecaraOptimal
Sementara ini sub-sektor Kelautan dan perikanan belum menjadi andalan yang dapat untuk memacu perkembangan sektor-sektor lain di Provinsi Kalimantan Utara
ini. Dalam lima tahun terakhir, kontribusi sub-sektor kelautan dan perikanan di Provinsi Kalimantan Utara masih jauh di bawah sektor mineral dan pertambangan. Namun demikian, jika dibandingkan dengan sub-sektor lain dalam sektor pertanian, sub-sektor kelautan dan perikanan ternyata merupakan salah satu sub-sektor yang kontribusinya terhadap PDRB provinsi Kalimantan Utara terus meningkat sejak tahun 2008 bersama-sama dengan sub-sektor tanaman perkebunan. Sedang sub-sektor yang lain dalam kelompok sektor pertanian kontribusi terhadap PDRB semuanya mengalami penurunan. Dengan demikian, sub-sektor kelautan dan perikanan dimasa yang akan datang diharapkan akan dapat menjadi salah satu sub-sektor sebagai prime mover pembangunan di Provinsi Kalimantan Utara, mengingat potensi sumber daya ikan yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal. Disamping itu, potensi perairan baik laut maupun perairan umum (sungai, rawa dan danau) yang besar dan sementara ini belum dimanfaatkan.
Provinsi Kalimantan Utara bersama-sama dengan Provinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, berhadapan langsung dengan Laut Sulawesi yang merupakan WPP-716 (Wilayah Pengelolaan Perikanan). Sumberdaya ikan di WPP-716 diperkirakan mempunyai potensi lestari sebanyak 333,60 ribu ton/tahun dan sampai sekarang belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan sumberdaya ikan yang melimpah di WPP-716 diperlukan adanya sarana dan prasarana yang memadai, seperti adanya kapal penangkap ikan (>30 GT), dan pelabuhan perikanan yang memadai serta sumberdaya manusia/nelayan yang mencukupi/memadai baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Menurut data, kapal motor yang berukuran 20-30 GT di Provinsi Kalimantan Utara hanya sekitar 0,12%, sedang sebagian besar adalah yang berukuran 0-5GT (80,07%). Dengan demikian, dengan adanya armada penangkapan ikan yang yang kecil tersebut maka ikan-ikan yang dapat tertangkap adalahnya yang ada di perairan pantai (<4 mil).
Kurangnya kapal motor penangkap ikan yang berukuran besar (>30GT) di Provinsi Kalimantan Utara, kemungkinan disebabkan adanya prasarana pelabuhan perikanan yang belum memadai (belum ada pelabuhan perikanan kelas Nusantara atau Samudera, sehingga kapal ikan yang ukuran besar tidak dapat mendarat). Disamping itu, jumlah RTP (Rumah Tangga Perikanan) tangkap laut yang jumlahnya hanya 4.215 RTP dengan hasil tangkapan sebanyak 14.412 ton/tahun atau rata-rata RTP menghasilkan ikan tangkapan 3,4 ton/tahun. Hasil tangkapan ikan yang rendah ini disebabkan karena adanya sarana dan prasarana penangkapan ikan yang kurang memadai. Dengan demikian perikanan tangkap Provinsi Kalimantan Utara hanya
dapat memanfaatkan potensi lestari sumberdaya ikan di WPP-716 hanya sebanyak 4,3% saja. Rendahnya pemanfaatan sumberdaya ikan di laut juga disebabkan oleh tidak adanya rasa aman bagi para nelayan yang melakukan penangkapan di lautan Provinsi Kalimantan Utara.
Provinsi Kalimantan Utara dengan panjang pantai 3.995 km atau 0,5% dari total panjang pantai di Indonesia, ternyata belum dapat memanfaatkan potensi tersebut untuk kegiatan budidaya perikanan baik perikanan darat, payau maupun laut secara optimal. Di Provinsi Kalimantan Utara secara umum produktivitas budidaya masih belum optimal. Sebagai contoh produktivitas tambak udang di provinsi Kalimantan Utara masih sangat rendah, yaitu hanya 0,13 ton/ha/tahun. Padahal di Pulau Jawa, sekarang ini produktivitas tambak udang yang digunakan untuk budidaya udang vaname dapat mencapai 20-30 ton/ha/tahun atau bahkan lebih tinggi lagi khususnya yang menggunakan system budidaya secara intensif. Rendahnya budidaya perikanan di Provinsi Kalimantan Utara disebabkan oleh adanya konflik penggunaan lahan untuk budidaya/tambah, karena masih tumpah tindih dengan kawasan hutan, kurang terjaminnya keamanan bagi para petambak/pembudidadya udang, terbatasnya SDM yang memadai dan terbatasnya aksesibiltas sarana produksi (pakan, benur, obat-obatan), mengingat semua sarana produksi didatangkan baik dari Sulawesi Selatan maupun dari Pulau Jawa. Dengan adanya permasalahan-permasalahan tesebut, menyebabkan pengembangan budidaya perikanan menjadi tidak optimal baik secara kuantitas maupun kualitasnya.
Kota Tarakan sejak masih menjadi bagian dari Provinsi Kalimantan Timur telah menjadi pintu keluar bagi produk perikanan di provinsi tersebut. Pada tahun 2012 misalnya, jumlah ikan yang keluar (ekspor dan antar pulau) mencapai 75,79% dari total ikan yang keluar dari Provinsi Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur yang berupa udang beku (82,05%). Pada tahun 2015, jumlah produk perikanan (selain rumput laut) yang diekspor atau keluar provinsi melalui Tarakan adalah sebanyak 9.133 ton atau sebanyak 36,97% dari total produksi. Kegiatan pasca panen produk perikanan sampai sekarang baru dilakukan oleh 19 perusahaan yang semuanya berlokasi di Kota Tarakan. Meskipun tidak tersedia data, diyakini produksi rumput laut yang mencapai 327.473 ton juga dijual keluar daerah sebab sampai sekarang belum tersedia industri pengolahan rumput laut di Provinsi Kalimantan Utara. Dengan demikian, dengan adanya potensi yang besar dengan tingkat pemanfaatan yang masih rendah tersebut, dimasa depan akan dibutuhkan unit pengolahan hasil perikanan yang lebih banyak dan tersebar di kabupaten-kabupaten yang ada.
Potensi budidaya yang ada baik untuk perairan umum (sungai, rawa dan danau) maupun laut cukup luas dan tersebar di semua kabupaten/kota. Namun demikian kegiatan budidaya perikanan yang berkembang (>90%) hanya ada di Kabupaten Nunukan, sedang di kabupaten lain belum berkembang. Namun demikian, pemanfaatan perairan umum menurut hasil survey menghadapi kendala akibat adanya penurunan mutu lingkunan air akibat adanya pembukaan lahan baru baik untuk perkebunan maupun untuk pertambangan. Hal ini ditandai dengan tingginya tingkat erosi yang menyebabkan pendangkalan sungai-sungai yang ada di Provinsi Kalimantan Utara. Produksi perikanan di provinsi inilebih banyak untuk pemenuhan kebutuhan dalam provinsi (sekitar 64%), kecuali untuk produk udang dan rumput laut. Konsumsi ikan di Provinsi Kalimantan Utara mencapai 42,74 kg/kap/tahun dan lebih tinggi dari rata-rata nasional. Dengan demikian prospek pengembangan sub-sektor kelautan dan perikanan ke depan cukup baik, mengingat tingkat konsumsi penduduk akan ikan yang tinggi, pemasaran keluar daerah maupun ekspor terbuka lebar melalui pintu gerbang utama Kota Tarakan dan Pulau Nunukan serta potensi yang sangat besar. Sehingga sub-sektor kelautan dan perikanan diperkirakan akan dapat menjadi sub-sektor unggulan dimasa yang akan dapat sepanjang sarana dan prasarana serta SDM tersedia baik kuantitas maupun kualitasnya.
Tabel 4.1.2.D.1 Permasalahan Perikanan
Masalah Akar Masalah
1. Penangkapan ikan yang belum
optimal 1. Fasilitas pelabuhan perikanan belum memadai 2. Kapal ikan mayoritas ukuran kecil (<30 GT) 3. SDM nelayan kurang kompetitif untuk bersaing dengan
nelayan lain (luar daerah atau luar negeri) 4. Keamanan masih rendah
2. Budidaya ikan/udang belum optimal 1. Lahan utk pengembangan budidaya udang/tambak belum ada kepastian hukum (lahan hutan) 2. Keterbatasan sarana produksi (pakan, benih dsb) 3. SDM budidaya masih kekurangan baik kualitas maupun
kuantitas
4. Keamanan masih rendah 3. Industri pengolahan produk
perikanan belum berkembang 1. Belum terjaminnya kuantitas, kualitas dan kontinyuitas produk perikanan di Kaltara 2. Infrastruktur pendukung industry belum tersedia
dengan baik (sarana transportasi, listrik)
3. Belum adanya insentif bagi industry pengolahan produk perikanan
4. Fasilitas ekspor masih belum memadai
4. Degradasi ekosistem perairan Adanya ekploitasi lahan untuk perkebunan dab tambang yang tidak terkendali, sehingga terjadi sedimentasi di sungai dan pantai
E. Energi dan Sumber Daya Mineral