• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

Analisis isu-isu strategis merupakan pemahaman permasalahan pembangunan dan isu-isu yang relevan sebagai pijakan penting dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Permasalahan pembangunan daerah menggambarkan kinerja daerah atau kondisi masyarakat yang belum sesuai harapan. Sedangkan, isu strategis merupakan tantangan atau peluang yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaanpembangunan karena dampaknya yang signifikan bagi masyarakat di masa mendatang. Suatu analisis isu-isu strategis menghasilkan rumusan kebijakan yang bersifat antisipatif dan solutif atas berbagai kondisi yang tidak ideal di masa depan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam jangka menengah dan panjang. Dengan demikian, rumusan tentang permasalahan pembangunan dan isu strategis merupakan bagian penting dalam penentuan kebijakan pembangunan jangka menengah Provinsi Kalimantan Utara 5 (lima)tahunmendatang.

4.1. PERMASALAHAN PEMBANGUNAN DAERAH 4.1.1. Bidang Sosial

A. Kependudukan dan Catatan Sipil

1. Persebaran Penduduk yang Tidak Merata

Permasalahan di sektor kependudukan dan catatan sipil pertama yang diidentifikasi adalah terkait persebaran penduduk yang tidak merata. Penduduk Kalimantan Utara dari tahun ke tahun mengalami kenaikan yang cukup berarti. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun 2009-2014 yang selalu mengalami peningkatan sekitar 3,09% hingga 4,43%. Jumlah penduduk pada tahun 2013 diketahui adalah sebesar 594.982 jiwa, dan pada tahun 2014 menjadi 618.207, sehingga dapat dikatakan dalam periode tersebut penduduk di Provinsi Kalimantan Utara telah bertambah sekitar 23.225 jiwa dalam setahunnya.

Pertumbuhan penduduk Provinsi Kalimantan Utara selama tahun 2007-2014 adalah sebesar 3,9%, dengan pertumbuhan penduduk kabupaten/kota tertinggi adalah Kabupaten Tana Tidung yaitu sebesar 6,8% selama 7 (tujuh) tahun tersebut. Pertumbuhan penduduk Kabupaten Tana Tidung tersebut diatas pertumbuhan

(2)

penduduk Provinsi Kalimantan Utara, sedangkan kabupaten/kota lainnya hanya mengalami pertumbuhan penduduk yang berkisar antara 2,7%-5,5%.

Sebagaimana dengan pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk di Provinsi Kalimantan Utara juga tidak merata. Pada tahun 2014, porsi terbesar penduduk di Provinsi Kalimantan Utara berada di Kota Tarakan (36,75%) dan merupakan satu-satunya kota di provinsi ini. Selebihnya berada di Kabupaten Nunukan (27,51%), Kabupaten Bulungan (20,40%), Kabupaten Malinau (12,05%), dan terakhir tersebar di Kabupaten Tana Tidung (3,30%). Pola persebaran penduduk seperti ini tidak pernah berubah selama 7 (tujuh) tahun terakhir ini. Hal ini dapat dikaitkan dengan keinginan dan pemikiran masyarakat yang cenderung akan memilih daerah atau lokasi dengan ketersediaan sarana prasarana dan fasilitas yang lebih lengkap, serta kegiatan ekonomi yang tinggi. Kecenderungan inilah yang secara garis besar melatarbelakangi fenomena ketidakmerataan penduduk di provinsi ini. Secara lebih jelas, pola persebaran penduduk tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 4.1.1.A.1

Pola Persebaran Penduduk Tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara Sumber: Hasil Olahan, 2016

Pola persebaran penduduk Provinsi Kalimantan Utara menurut luas wilayahnya dapat dikatakan sangat timpang, sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan tingkat kepadatan penduduk yang mencolok antar daerah, terutama antar kabupaten dengan kota. Wilayah kabupaten dengan luas total sebesar 99,65% dari wilayah Provinsi Kalimantan Utara dihuni oleh sekitar 63,25% dari total jumlah penduduk provinsi ini. Sedangkan selebihnya, yaitu 36,75% penduduk menetap di kota yang luasannya hanya sebesar 0,35% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Akibatnya, kepadatan penduduk di kota jauh berbeda dan sangat tinggi dibandingkan

(3)

2-12 jiwa/km2. Kepadatan penduduk di Kota Tarakan bahkan lebih besar

dibandingkan dengan kepadatan penduduk provinsi yang jika dihitung hanya mencapai 9 jiwa/km2pada tahun 2014 ini.

Dalam hal ini, juga perlu dilakukan upaya pengendalian penduduk untuk cakupan daerah maupun provinsi dengan menghitung perkiraan dan pemetaan penduduk masa akan datang di masing-masing kabupaten/kota agar tidak terjadi ketimpangan penduduk maupun wilayah, serta mengendalikan ancaman perpindahan penduduk ke luar provinsi, bahkan negara.

Gambar 4.1.1.A.2

Perbandingan Jumlah Penduduk, Luas Wilayah, dan Kepadatan Penduduk Tahun 2014 di Provinsi Kalimantan Utara

Sumber: Hasil Olahan, 2016

Faktor geografis yang berpengaruh dalam fenomena atau salah satu permasalahan dalam bidang kependudukan ini dapat dilihat karena sebagian besar wilayah provinsi ini didominasi kawasan lindung, yang ditandai dengan kemiringan lereng yang cukup tinggi/terjal (76,27% berada di kemiringan lereng >40%) dan berada di ketinggian 500-1000m di atas permukaan laut(38,77%) menjadikan Provinsi Kalimantan Utara memiliki keterbatasan dalam pengembangan wilayah. Dalam mengembangkan wilayah harus dipilih kawasan non lindung sehingga peluang kejadian kebencanaan dapat diminimalisasi. Kondisi geografis inilah yang mengakibatkan mahalnya penyediaan infrastruktur fisik berupa jaringan jalan ataupun infrastruktur lainnya.

Terkait kependudukan, akibatnya permasalahan yang muncul adalah persebaran penduduk, konsentrasi pendudukmasih terpusat atau dipusatkan di pusat kota yaitu di Kota Tarakan dan Kabupaten Bulungan. Kondisi ini berimplikasi pada

(4)

sosial ekonomi. Ketidakmerataan persebaran penduduk yang juga akan berimplikasi kepada penyediaan infrastruktur dasar seperti jaringan jalan, listrik, dan penyediaan fasilitas sosial ekonomi. Diharapkan dengan meratanya persebaran penduduk, dapat mengurangi peluang ketimpangan wilayah dikarenakan perbedaan jumlah penduduk yang dilayani dalam rangka penyediaan fasilitas-fasilitas pendukung bagi penduduk untuk melakukan aktivitas. Keseimbangan antara daya dukung dan daya tampung wilayah haruslah diperhatikan agar tidak menimbulkan kesenjangan atau ketimpangan antar wilayah.

2. Tidak/Belum Adanya 1 (Satu) Database “Kependudukan” yang Dapat Dijadikan Acuan

Permasalahan di sektor kependudukan dan catatan sipil yang teridentifikasi adalah tidak adanya 1 (satu) database “kependudukan” yang dapat dijadikan acuan untuk seluruh keperluan atau per bidang urusan. Aspek kependudukan merupakan salah satu aspek yang penting atau “vital” dalam suatu wilayah. Aspek ini sering menjadi input dari pembangunan yang digunakan dalam perencanaan pembangunan lainnya. Kondisinya, walaupun aspek ini sangat utama, namun di Provinsi Kalimantan Utara ini masih belum ditemukan basisdata (database) kependudukan yang sama yang dijadikan acuan untuk setiapkebutuhan.

Hal sederhana yang ditemui adalah untuk satu data yang memiliki perbedaan jumlah/angka di masing-masing badan/instansi/lembaga yang menggunakan data kependudukan yang sama, bahkan ditemukan pula kondisi yang sama untuk data yang sudah dipublikasikan, seperti data jumlah penduduk yang berbeda-beda dari beberapa sumber. Salah satu faktor penyebabnya mungkin adalah karena lemahnya koordinasi antar badan/instansi/lembaga terkait dalam penggunaan satu database kependudukan yang dijadikan acuan. Hal ini tentunya sangat menganggu karena data jumlah penduduk merupakan salah satu data dasar yang seringkali dijadikan sebagai salah satu indikator untuk melakukan suatu perencanaan pembangunan. Perbedaan data tersebut akan berdampak pada salah atau tidak tepatnya sasaran output dari pembangunan yang direncanakan tersebut.

Berdasarkan hasil suvei lapangan (2016), didapatkan jumlah/angka yang berbeda untuk beberapa data. Dalam hal ini, tidakdapatdipilih data terbaik yangdijadikan acuan karena mungkin cara pendataan dan pengolahan data tersebut berbeda-beda masing-masingnya. Faktor kurangnya sumber daya manusia yang melakukan pengumpulan, pengolahan, dan publikasi data kependudukan ini mungkin

(5)

yang tersedia saat ini. Begitupun dengan kualitas sumber daya manusia yang melakukan pendataan ini sehingga keadaan ini harus diperhatikan dan dilakukan perbaikan agar kualitasnya semakin baik kedepannya.

Selain itu, rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam hal ini juga menjadi kendala sendiri. Keterbatasan kemampuan dan keterampilan beberapa sumber daya manusia untuk menyerap ilmu pengetahuan, mengadopsi teknologi dan informasi baru masih sangat kurang sehingga dapat dikatakan masih kurang dapat menumbuhkan inovasi untuk menggerakkan pembangunan dengan memanfaatkan peluang dan potensi yang tersedia. Rendahnya kualitas sumber daya manusia salah satunya dapat dilihat dari jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Secara umum, dapat diketahui bahwa jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan sebagian besar penduduk di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2012 adalah SD, yaitu sekitar 29% dan penduduk yang tidak tamat SD (32%). Masih rendahnya pendidikan tinggi yang ditamatkan tersebut dapat mencerminkan dari bagaimana kualitas tenaga kerja yang tersedia.

Hasil wawancara lapangan pun didapatkan informasi bahwa beberapa sumber daya manusia yang melakukan proses pendataan dan pengolahan data kependudukan ini masih memiliki kendala dalam melakukan pengolahan data hingga selesai dan kurangnya pemahaman dalam penggunaan software yang tersedia. Dalam hal ini dapat ditarik kesimpulan yaitu semakin tinggi jenjang pendidikan, akan berimplikasi pada semakin luasnya cakrawala pengetahuan yang didapat, semakin mudahnya mengadopsi teknologi baru yang dapat dimanfaatkan untuk pembangunan daerah, dan keterampilan yang dimiliki pun juga cenderung akan meningkat. Penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi tentunya akan memiliki keunggulan kompetitif dan akan lebih siap dalam menghadapi persaingan global. Tingkat pendidikan tinggi yang dimiliki penduduk akan menciptakan tenaga kerja yang juga berkualitas.

Akar masalah lainnya yang diidentifikasi adalah karena faktor fisik/geografis wilayah. Faktor ini memang tidak dapat menjadi penyebab utama karena memang provinsi ini memiliki penduduk yang tersebar secara tidak merata dan wilayahnya yang sangat luas sehingga proses pendataan administrasi kependudukan dan catatan sipil sampai ke seluruh daerah belum sepenuhnya maksimal mencakup hingga ke pelosok-pelosok daerah. Khusus untuk daerah perbatasan, kegiatan pendataan sejauh ini sudah berjalanwalaupun belum sepenuhnya maksimal. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa petugas dari dinas terkait (pegawai catatan sipil kabupaten) dan pegawai kecamatan, serta didampingi oleh masing-masing kepaladesa yang

(6)

penduduk di tingkat RT/RW, prosedur pembuatan akta kelahiran dan pencatatan sipil untuk bayi yang baru lahir, pembuatan paspor, kartu tanda penduduk, dan dokumen administrasi lainnya. Aksesibilitas menuju ke seluruh lokasi, khususnya ke daerah yang letaknya sangat jauh menjadi kendala tersendiri karena akomodasi yang masih sangat sulit dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk sampai ke lokasi yang dituju menjadikan proses pendataan penduduk ini semakin tidak maksimal.

Tabel 4.1.1.A

Permasalahan Kependudukan

Masalah Akar Masalah

1. Persebaran penduduk yang tidak merata

1. Pola persebaran penduduk yang tidak berubah sejak 7 (tujuh) tahun terakhir

2. Perbedaan tingkat kepadatan penduduk yang mencolok antar daerah, terutama antar kabupaten dan kota

3. Faktor geografis yang ekstrim (kemiringan lereng didominasi >40% dan ketinggian antara 500-1000m dpal) sehingga pengembangan wilayahnya terbatas dan hanya terkonsentrasi di pusat kota

2. Tidak adanya satu

database

“kependudukan” yang dapat dijadikan acuan

1. Perbedaan jumlah/angka yang didapat dari badan/lembaga atau berdasarkan publikasi data kependudukan

2. Lemahnya koordinasi antar sektor/badan/lembaga yang terkait 3. Kurangnya dan rendahnya kualitas SDM

4. Kondisi geografis wilayah yang tersebar sehingga proses pendataan administrasi kependudukan dan catatan sipil sulit dilakukan Sumber: Hasil Analisis, 2016

B. Kesehatan

Derajat kesehatan masyarakat adalah suatu kondisi yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas kesehatan di suatu daerah. Banyak indikator yang dapat digunakan untuk menilainya seperti angka kematian, kesakitan, dan status gizi. Angka Kematian Ibu (AKI) pada tahun 2014 yang masih cukup tinggi (127 per 100.000 kelahiran hidup), melebihi batas target MDG’s 2015 sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Gizi buruk pada balita juga terlihat meningkat dari 190 kasus di tahun 2014 mejadi 250 kasus di tahun 2015. Banyak faktor yang menyebabkan masih rendahnya derajat kesehatan masyarakat di suatu wilayah. Di Provinsi Kalimantan Utara permasalahan kesehatan yang terjadi yang saling berkaitan, sehingga derajat kesehatan belum optimal. Beberapa permasalahan kesehatan yatu:

1. Masih Rendahnya Kualitas Pelayanan Kesehatan untuk Masyarakat

Rendahnya pelayanan di Provinsi Kalimantan Utara dapat dilihat dari berbagai indikator pelayanan umum kesehatan. Berdasarkan data, cakupan komplikasi kebidanan masih sebesar 60%, masih jauh dari target SPM, hal ini menunjukkan bahwa masih banyak ibu hamil yang mengalami komplikasi kebidanan tidak tertangani. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sudah tinggi

(7)

dan bayi. Cakupan Desa UCI di tahun 2014 masih di bawah 60% menunjukkan masih banyak desa (terutama di Kabupaten Nunukan dan Malinau) yang masyarakatnya belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit infeksi. Rendahnya cakupan ini bisa berdampak pada meningkatnya kejadian penyakit infeksi. Kemudian, penanganan cakupan balita gizi buruk telah mencapai 100% namun peningkatan kasus balita gizi buruk yang cukup tinggi tidak dapat dibiarkan. Indikator cakupan penemuan dan penanganan TBC BTA (+) juga masih sangat rendah, dari perkiraan penderita TBC sebanyak 3063 orang, dan penemuannya baru 15%. Selain pelayanan kesehatan secara umum, pelayanan kesehatan pada masyarakat miskin juga masih rendah dibandingkan target SPM (64% di tahun 2012 dari target 100%). Masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan di Kalimantan Utara erat kaitannya dengan sarana prasaana, SDM, dan aksesibilitas.

a. Kuantitas dan Kualitas Sarana Prasarana Kesehatan

Jumlah fasilitas kesehatan di Provinsi Kalimantan Utara di beberapa wilayah masih kurang terutama di daerah perbatasan. Jumlah rumah sakit di kabupaten masih terbatas dan masih bertipe C, sehingga pelayanan dokter spesialis sangat terbatas. Di Kabupaten Nunukan hanya ada 1 RSUD padahal jangkauan wilayahnya sangat luas. Di Kabupaten Malinau dengan wilayah yang sangat luas sekali, baru terdapat 2 rumah sakit bertipe C, sedangkan di Kabupaten Bulungan yang merupakan ibu kota provinsi juga baru terdapat 1 rumah sakit bertipe C, dan saat ini sedang proses pembangunan rumah sakit pemerintah di sana.

Kabupaten Malinau dan Nunukan adalah kabupaten perbatasan yang seharusnya memiliki fasilitas kesehatan yang berkualitas. Namun kenyataannya fasilitas kesehatan masih sangat minim, sehingga keberadaan puskesmas dan jaringannya yang berkualitas sangat membantu pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Perlu pengembangan puskesmas rawat inap yang tersedia 24 jam dan menyediakan unit gawat darurat, sehingga bagi masyarakat yang jauh dari rumah sakit, pertologan kegawat daruratan dapat diatasi di rumah sakit terdekat. Begitu juga dengan adanya fasilitas PONED (Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergency Dasar) di puskesmas yang sangat membantu penanganan pada kasus kebidanan. Untuk mencakup wilayah tersebut, puskesmas pembantu dan poskesdes sangat membantu cakupan pelayanan kesehatan di daerah tersebut. Di Kabupaten Malinau masih ada 15 desa yang sama sekali belum memiliki sarana kesehatan puskesmas pembantu.

(8)

b. Kuantitas dan Kualitas SDM Khususnya SDM Kesehatan

Jumlah tenaga kesehatan di wilayah Povinsi Kalimantan Utara masih sangat minim dan jauh dari ideal. Dari rasio dokter dan rasio tenaga kesehatan lainnya masih menunjukkan belum sesuai standar, terlebih di kabupaten perbatasan yang masih memprihatinkan. Di Kabupaten Malinau, lebih dari 30 desa belum memiliki tenaga dokter menetap dan 12 desa belum memiliki tenaga bidan dan tenaga kesehatan lainnya yang menetap. Di Kabupaten Nunukan, yaitu di Kecamatan Lumbis Ogong, Sebatik Barat, dan Sebatik Utara tidak memiliki tenaga dokter. Di kabupaten ini pula, sejumlah 127 desa tidak memiliki bidan desa. Pemerataan tenaga kesehatan perlu ditingkatkan agar pelayanan juga merata. Program dokter terbang adalah cerminan dari tidak adanya dokter spesialis di daerah tertentu di Provinsi Kalimantan Utara.

Selain tenaga medis dan paramedis, tenaga kesehatan seperti sanitarian dan kesehatan masyarakat juga masih rendah. Kondisi lingkungan yang kumuh dan jauh dari standar sehat harus menjadi perhatian. Perlu dukungan dari pemerintah yaitu berupa tenaga ahli di bidang kesehatan lingkungan dan kesehatan masyarakat yang mampu membina masyarakat di Provinsi Kalimantan Utara. Peningkatan tenaga kesehatan di masa depan dapat dipenuhi dengan investasi SDM Kesehatan yaitu dengan pemberian bantuan biaya pendidikan kepada putra daerah untuk sekolah di bidang kedokteran dan kesehatan dengan persyaratan dan perjanjian seperti kewajiban kembali untuk mengabdi dan membangun daerah.

Selain jumlah, kualitas SDM juga harus ditingkatkan untuk mewujudkan Provinsi Kalimantan Utara yang mandiri, bersih, dan berwibawa. Dengan meningkatnya kualitas tenaga kesehatan diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kesehatan dan mampu meningkatkan pemberdayaan kepada masyarakat setempat, sehingga pendidikan dan pelatihan pun perlu diadakan untuk meningkatkan kualitas SDM baik SDM kesehatan mauaun SDM non kesehatan. Selain itu juga perlu ada kebijakan untuk menyekolahkan anak daerah agar menghasilkan tenaga kesehatan yang akan mengabdi untuk daerahnya.

c. Aksesibilitas terhadap Layanan Kesehatan

Salah satu sebab masih rendahnya pelayanan kesehatan di Provinsi Kalimantan Utara adalah di beberapa daerah masih terbatasnya akses untuk mencapai pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur yang belum memadahi, sehingga daerah yang terpencil, pedalaman, dan perbatasan kesulitan untuk berobat di negeri

(9)

berobat ke Malaysia karena jarak yang ditempuh untuk ke sana jauh lebih mudah dan dekat, serta kualitas yang lebih baik sehingga lebih efektif dan efisien daripada berobat di negeri sendiri. Sulitnya akses dapat meningkatkan risiko kematian, karena keterlambatan mencapai sarana kesehatan saat terjadi kondisi gawat darurat.

2. Masih Banyaknya Kasus-kasus Penyakit Infeksi dan Non Infeksi

Masih banyak terdapat kasus penyakit infeksi dan menular di Provinsi Kalimantan Utara. Berdasarkan data PODES tahun 2011, wabah penyakit selama setahun terakhir berdasarkan Podes tahun 2011 didominasi karena infeksi, berturut-turut yaitu ISPA (1.972 penderita), muntaber/diare (954 penderita), malaria (412 penderita), TB (246 penderita), campak (241 penderita), dan demam berdarah (128 penderita). Sedangkan kematian tertinggi disebabkan karena malaria (17 penderita). Berdasarkan RSUD Tarakan, kasus kematian tertinggi rawat inap adalah penyakit gastroenteritis atau infeksi pada lambung, serta penyakit diare yang juga masih tinggi.

Selain itu kasus global seperti HIV dan AIDS juga perlu menjadi perhatian. Permasalahan HIV AIDS merupakan salah satu tujuan MDG’s 2015. Namun, hingga sekarang, target penurunan belum terpenuhi, HIV AIDS kembali menjadi target permasalahan pada tujuan SDG’s yang ketiga bersama dengan TB dan malaria. Di Kalimantan Utara sendiri ada peningkatan kasus HIV AIDS dari 2013 ke 2014 yaitu dari 120 kasus menjadi 129 kasus di mana kasus HIV didominasi oleh kelompok Produktif (30-38 tahun). Berdasarkan data, ada 28 kematian akibat AIDS di Kalimantan Utara. Meskipun bila dipresentasekan jumlah kasus dan kematian tersebut tidak terlalu besar, wilayah Kalimantan Utara merupakan daerah perbatasan negara sehingga rawan terhadap penyebaran HIV AIDS, sehingga perlu upaya untuk mencegah penyebaran antar negara. Selain itu juga perlu upaya untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat khususnya yang berada di pedalaman, terpencil, dan perbatasan terkait HIV AIDS untuk mencegah penularan pada kelompok rentan salah satunya anak.

Prevalensi penyakit tidak menular secara nasional semakin tinggi dari tahun ke tahun. Di Provinsi Kalimantan Utara sendiri, perhatian terhadap penyakit tidak menular (PTM) belum begitu besar karena selama ini terfokus pada permasalahan penyakit menular. Padahal permasalahan PTM seperti fenomena gunung es, hanya sebagian kecil yang terlihat namun permasalahan yang tidak terdeteksi sangat banyak karena ketidaktahuan masyarakat akan tanda dan gejala munculnya penyakit ini,

(10)

menjadi kronis atau pada stase akhir yang sudah parah. Penyakit tidak menular erat kaitannya dengan gaya hidup tidak sehat seperti pola makan dan aktivitas fisik. Kebiasaan makan masyarakat di Provinsi Kalimantan Utara adalah porsi besar dalam sekali makan, serta seringnya konsumsi gorengan dan kurangnya sayur.

3. Masih Rendahnya Kualitas Lingkungan dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat Masyarakat

Kondisi lingkungan masyarakat merupakan salah satu faktor yang menyumbang tingkat kesehatan masyarakat. Kualitas air di sebagian Provinsi Kalimantan Utara kurang baik. Kondisi ini dapat dilihat dari keruhnya air yang digunakan oleh masyarakat sehari-hari. Selain keruh, air tersebut juga berbau dan sedikit berasa. Menurut standar syarat air bersih adalah adalah yang tidak berwarna, berbau, dan berasa. Bagi sebagian masyarakat, air tersebut digunakan untuk kebutuhan sehari-hari termasuk untuk dikonsumsi.

Selain kualitas air, kualitas lingkungan dan pemukiman juga menjadi salah satu permasalahan kesehatan. Di beberapa pemukiman yang ada kondisinya kumuh. Pada rumah jenis rumah panggung sederhana seringkali terlihat sangat kumuh baik bagian dalam maupun bagian luar rumah. Di bawah rumah panggung ini juga seringkali tergenang air dan berserakan barang-barang bekas, tidak jauh berbeda dengan kondisi fisik rumah. Berdasarkan data dari Profil Kesehatan Kalimantan Utara 2014, banyak rumah yang tidak memenuhi standar kesehatan.

Gambar 4.1.1.B.1

Jumlah dan Persentase Rumah Sehat Tahun 2014 Provinsi Kalimantan Utara

(11)

Jumlah tersebut menandakan masih rendahnya kebiasaan hidup bersih dan sehat di sebagian masyarakat Provinsi Kalimantan Utara. Hal tersebut juga ditunjukkan dengan kebiasaan buang air kecil atau besar masyarakat. Masih banyak masyarakat yang tidak menggunakan jamban. Kondisi ini banyak ditemukan di daerah sekitar pesisir. Dari penduduk di Provinsi Kalimantan Utara tersebut, sebesar kurang dari 30% masyarakat menggunakan jamban sehat (Profil Kesehatan 2014). Lingkungan yang kotor merupakan sumber banyak penyakit infeksi, mulai dari diare dan gangguan pencernaan lainnya, infeksi saluran pernapasan, malaria, demam berdarah, pes, kolera dan penyakit lainnya. Data dari RSUD Tarakan menunjukan bahwa kasus rawat inap tertinggi adalah Gastroenteritis, dan data PODES 2011 juga menunjukkan kasus diare tinggi di semua kabupaten dan kota, sehingga salah satu cara untuk pencegahan penyakit infeksi/menular juga melalui kebersihan lingkungan dan kebiasaan sehat.

Tabel 4.1.1.B Permasalahan Kesehatan

No Permasalahan Akar Masalah

1 Rendahnya kualitas pelayanan kesehatan khususnya di daerah perbatasan

(Ditandai dengan masih rendahnya cakupan pelayanan kesehatan belum memenuhi target: cakupan komplikasi kebidanan, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan, Desa UCI, penemuan dan

penanganan penderita penyakit TBC BTA, pelayanan kesehatan dasar pasien masyarakat miskin, kunjungan bayi)

1. Rendahnya kualitas sarana prasarana kesehatan.

- Rumah Sakit masih terbatas khususnya di daerah perbatasan, dengan kualitas masih berstatus C.

- Belum adanya rumah sakit pemerintah.

- Pukesmas yang perlu ditingkatkan seperti layanan rawat inap yang siap 24 jam, memiliki fasilitas PONED dan Unit gawat darurat.

- Jaringan puskesmas yang perlu ditingkatkan untuk memfasilitasi masyarakat di daerah perbatasan dan terpencil.

- Belum semua desa memiliki puskesmas pembantu. Masih rendahnya persentase posyandu aktif.

- Masih belum terpenuhinya fasilitas dasar Dinas Kesehatan Provinsi seperti UPT, Instalasi Farmasi Kesehatan, Balai Pelatihan Kesehatan, Laboratorium Kesehatan Daerah, dll. 2. Rendahnya Kuantitas dan kualitas SDM.

- Rasio dokter dan tenaga kesehatan lainnya masih di bawah standar. Masih rendahnya jumlah tenaga kesehatan yang menetap terutama di daerah perbatasan.

- Belum meratanya persebaran tenaga kesehatan di seluruh wilayah Kalimantan Utara, terutama di daerah perbatasan dan terpencil.

- Tenaga kesehatan yang ada belum sepenuhnya memiliki kualifikasi yang baik.

3. Aksesibilitas terhadap layanan kesehatan yang masih terbtas - Beberapa wilayah masih sulit untuk menjangkau fasilitas

kesehatan yang terdekat dan berkualitas. Sebagai contoh di Kecamatan Krayan, satu-satunya akses jalan adalah pesawat (Hasil wawancara Badan Pengawas Perbatasan).

2 Masih tingginya kasus-kasus penyakit

1. Kasus Nasofaringitis akut menjadi penyakit terbesar di puskesmas. 2. Kasus Diare dan Gastro enteritis masih menjadi kasus rawat inap

yang tinggi di hampir semua kabupaten dan kota. 3. Kasus DBD masih tinggi

4. Kasus TBC masih tinggi

5. Meningkatnya jumlah penderita HIV AIDS.

6. Di beberapa wilayah, pola makan tinggi karbohidrat dan lemak (konsumsi nasi dalam porsi besar, gorengan, dan rendah sayur)

(12)

No Permasalahan Akar Masalah bersih dan sehat kebutuhan sehari-hari.

2. Kebiasaan BAB dan BAK di sungai dan ladang 3. Jumlah rumah tangga bersanitasi masih 50%.

4. Persentase rumah sehat masih 44% . dan 56% tidak memenuhi syarat kesehatan.

5. Masih banyak rumah tangga yang tidak memiliki MCK sendiri. 6. Keluarga yang menggunakan jamban memenuhi syarat kesehatan

baru 32,6%. Dan 67,4% keluarga belum menggunakan jamban keluarga.

Sumber: Hasil Analisis, 2016

C. Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera

Laju pertumbuhan penduduk di Provinsi Kalimantan Utara cukup tinggi. Selain angka kelahiran, tingginya angka migrasi yang masuk ke wilayah Provinsi Kalimantan Utara juga menyebabkan tingginya pertumbuhan penduduk. Permasalahan lain yang berhubungan dengan ini adalah belum optimalnya pendewasaan usia perkawinan. Jumlah penduduk yang ber-KB juga menentukan laju pertumbuhan penduduk. Di Provinsi Kalimantan Utara cakupan peserta KB aktif sebesar 59,7% dari target SPM sebesar 70%.

Selain pertumbuhan penduduk, persentase keluarga prasejahtera dan sejahtera 1 masih cukup tinggi yaitu 46% pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan masih banyak masyarakat Provinsi Kalimantan Utara yang belum sejahtera, sehingga perlu adanya pembinaan dan usaha peningkatan pendapatan keluarga agar sejahtera.

D. Pendidikan

1. Rendahnya Kualitas Pendidikan Penduduk dan Terbatasnya Pelayanan Pendidikan

Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2016) merupakanproses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1 Undang-undang

Dasar 1945 Pasal 31 ayat 1 dan 2 menegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya. Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015-2019, pembangunan pendidikan di daerah diarahkan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan pendidikan dasar bagi seluruh masyarakat dan mempercepat pembangunan pendidikan dan kebudayaan di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan. Hal ini menyebabkan posisi kualitas pendidikan beserta sarana dan prasarana pendukungnya dinilai sangat penting bagi pembangunan wilayah di Provinsi Kalimantan Utara, yang merupakan salah satu wilayah perbatasan di Indonesia. Isu strategis berupa

(13)

rendahnya kualitas pendidikan penduduk dan terbatasnya pelayanan pendidikan di Provinsi Kalimantan Utara diketahui dari berbagai kondisi indikator pendidikan yang ada, diantaranya adalah angka melek aksara, angka rata-rata lama sekolah, angka pendidikan yang ditamatkan, angka partisipasi sekolah, rasio ketersediaan sekolah, rasio guru-murid, proporsi guru yang memenuhi kualifikasi SI/DIV, distribusi guru, dan jarak antar sekolah.

Angka melek aksara di Provinsi Kalimantan Utara telah mencapai 97,66% pada tahun 2014. Angka tahun 2014 ini dinilai sudah melebihi sasaran rata-rata nasional angka melek aksara penduduk usia di atas 15 tahun Tahun 2019 yaitu sebesar 96,1%. Berikut ini adalah grafik angka melek aksara di Provinsi Kalimantan Utara tahun 2008 sampai dengan 2015.

Gambar 4.1.1.D.1

Grafik Angka Melek aksara Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2008-2015 Sumber: Hasil Analisis, 2016

Angka melek aksara yang sudah cukup tinggi tersebut dinilai akan lebih baik jika diikuti oleh kemampuan dan keterampilan lain yang berkaitan dengan kecakapan hidup. Keterampilan masyarakat ini dapat dipupuk melalui berbagai kegiatan pendidikan non-formal dan informal. Pendidikan non-formal menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan, yang memiliki tujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.17 Tahun 2010, satuan pendidikan nonformal dapat berupa pendidikan melalui lembaga kursus, lembaga pelatihan,

(14)

pendidikan nonformal dapat berupa pendidikan keagamaan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, serta pendidikan kesetaraan. Sedangkan, program pendidikan informal dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Pendidikan informal bagi warga masyarakat dapat dilakukan salah satunya dalam bentuk pendidikan jarak jauh, melalui penyiaran televisi dan radio, penayangan film dan video, pemasangan situs internet (pendidikan online), dan lain-lain.

Pengembangan sistem pendidikan nonformal dan informal diharapkan dapat membentuk masyarakat yang memiliki kecakapan hidup dan keterampilan fungsional. Berdasarkan kondisi geografis dan posisi politisnya sebagai wilayah perbatasan, khusus untuk Provinsi Kalimantan Utara, diharapkan dapat dikembangkan kurikulum pendidikan nonformal dan informal yang sarat dengan muatan wawasan kebangsaan, kecintaan terhadap tanah air dan keutuhan NKRI, namun juga diarahkan pada praktek dan usaha di bidang pertanian, perkebunan, dan perikanan.2Kemampuan ini pada

akhirnya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan jiwa wirausaha masyarakat, kompetensi pada bidang spesifik tertentu, atau bahkan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Untuk mencapai manfaat tersebut, diharapkan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara dapat memfasilitasi integrasi program pendidikan nonformal maupun informal dengan program ujian kesetaraan maupun program jaminan penempatan lulusan ke dalam dunia kerja, baik di dalam maupun luar negeri.

Gambar 4.1.1.D.2

Grafik Rata-rata LamaSekolah Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2008-2015 Sumber: Hasil Analisis, 2016

(15)

Angka rata-rata lama sekolah (ARLS) di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2014 hanya sebesar 8.35 tahun. Hal ini menjelaskan bahwa rata-rata penduduk di Kalimantan Utara masih banyak yang tidak dapat menamatkan bangku SMP, dengan rata-rata lama sekolah hanya mencapai antara kelas 2 dan 3 jenjang SMP/MTs. Ketidakmerataan angka rata-rata lama sekolah juga terlihat pada tahun tersebut. Kota Tarakan memiliki ARLS sebesar 9.44 tahun, yang berarti di kota tersebut dinilai telah memenuhi program wajib belajar 9 tahun dengan rata-rata lama sekolah mencapai antara kelas 3 SMP/MTs dan kelas 1 SMA/SMK/MA. Sedangkan kabupaten lain, seperti Kabupaten Nunukan dan Tana Tidung masih memiliki ARLS sebesar 7.21 tahun dan 7.84 tahun, atau dengan rata-rata lama sekolah hanya mencapai antara kelas 1 dan 2 jenjang SMP/MTs.

Serupa dengan angka rata-rata lama sekolah, angka pendidikan yang ditamatkan (APT) Tahun 2012 menunjukan bahwa lulusan SD sederajat merupakan yang terbanyak di Kalimantan Utara, berkisar antara 22.15% sampai dengan 29.2% untuk tiap kabupaten atau kota. Berikut ini ditampilkan grafik angka pendidikan yang ditamatkan di Provinsi Kalimantan Utara.

(16)

Gambar 4.1.1.D.3

Grafik Angka Pendidikan yang Ditamatkan Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2008-2015

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Angka partisipasi sekolah tingkat SMA/SMK/MA di Provinsi Kalimantan Utara pada tahun 2014 baru mencapai 73.4%. Rendahnya angka partisipasi sekolah mengisyaratkan rendahnya daya serap penduduk usia sekolah jenjang jenjang SMA/MA/SMK. Rendahnya angka partisipasi sekolah ini merupakan cerminan dari relatif rendahnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya pendidikan formal tingkat menengah maupun rendahnya pendapatan atau kesadaran masyarakat untuk membiayai pendidikan tingkat lanjut tersebut. Bagi sebagian masyarakat Provinsi Kalimantan Utara, pendidikan belum menjadi prioritas investasi yang menjanjikan di masa depan.

Terbatasnya pelayanan pendidikan ditunjukkan dengan rendahnya rasio ketersediaan sekolah/penduduk usia sekolah SMA/MA/SMK, rendahnya rasio guru-murid pada jenjang pendidikan menengah atas, rendahnya proporsi guru sekolah menengah atas yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV,distribusi guru yang belum merata, dan aksesbilitas menuju sekolah yang masih rendah. Rendahnya rasio ketersediaan sekolah disebabkan oleh masih sedikitnya jumlah sekolah yang ada dibandingkan dengan jumlah penduduk usia sekolah yang membutuhkan. Aksesibilitas menuju sekolah yang masih rendah dapat disebabkan oleh moda transportasi menuju sekolah yang belum memenuhi kebutuhan wilayah, jauhnya jarak antar sekolah, jarak permukiman penduduk ke sekolah yang dituju, maupun buruknya kondisi sarana prasarana menuju sekolah tersebut. Idealnya, dengan sebaran fasilitas pendidikan sekolah yang belum merata dan lokasi tempat tinggal yang tersebar di kawasan yang luas, maka pola pendidikan yang dikembangkan adalah pendidikan sekolah dengan fasilitas asrama. Berdasarkan kondisi yang ada saat ini, sekolah di pedalaman/perbatasan belum dikembangkan sebagai sekolah berasrama untuk mengantisipasi rendahnya aksesbilitas menuju sekolah. Berikut merupakan data jarak

(17)

Tabel 4.1.1.D.1

Jarak Rata-Rata Desa ke SMA Terdekat di Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2011

No Kabupaten/Kota Kecamatan Jarak Rata-Rata (Km)

Kemudahan Mencapai SMA Terdekat dari Desa Sangat

Mudah Mudah Sedang Sulit Sangat Sulit

1 Bulungan Peso 62,8 3 1 5 Peso Hilir 47,5 2 1 2 1 Tanjung Palas 3,9 8 Tg. Palas Barat 18,6 2 2 Tg. Palas Utara 6,4 5 Tg. Palas Timur 39,7 1 2 1 3 Tanjung Selor 9,4 7 1 Tg. Palas Tengah 19,8 1 1 Sekatak 7,8 18 2 1 Bunyu 2 1 21,79 48 9 3 5 6 67,61% 12,68% 4,23% 7,04% 8,45%

2 Malinau Kayan Hulu 19,1 3 1

Sungai Boh 14,6 3 2 Kayan Selatan 25,6 1 3 Kayan Hilir 99,8 5 Pujungan 99,8 8 Bahau Hulu 81,5 1 4 Malinau Kota 7 3 Malinau Selatan 28,5 7 10 6 1 Malinau Barat 9,8 8 1 Malinau Utara 6,7 11 Mentarang 43,1 6 2 5 Mentarang Hulu 99,8 7 44,61 42 18 8 1 29 42,86% 18,37% 8,16% 1,02% 29,59% 3 Nunukan Krayan 10,2 57 7 Krayan Selatan 23,3 15 6 2 Lumbis 61,4 23 6 3 5 39 Lumbis Ogong Sembakung 52,7 4 5 3 7 Nunukan 56,4 2 2 2 Sei Menggaris Nunukan Selatan 11,3 2 1 Sebuku 27,7 16 11 1 1 Tulin Onsoi Sebatik 4,3 8 Sebatik Timur Sebatik Tengah Sebatik Utara Sebatik Barat 24,2 2 3 1 30,17 129 33 14 7 51 55,13% 14,10% 5,98% 2,99% 21,79%

4 Tana Tidung Sesayap 20 6 3 2

Sesayap Ilir 13,2 4 3

Tana Lia 23,6 1 1

18,93 55% 11 30% 6 15% 3

5 Tarakan Tarakan Timur 2,8 5

Tarakan Tengah 2 3 Tarakan Barat 3,7 3 Tarakan Utara 15 1 1 5,88 12 1 92,31% 7,69% KALIMANTAN UTARA 242 67 28 13 86

(18)

Catatan: Data sebelum pemekaran di Kabupaten Malinau

Jarak rata-rata desa ke Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK) terdekat di Provinsi Kalimantan Utara tahun 2011 yaitu 2 km berada di Kecamatan Bunyu Kabupaten Bulungan dan yang terjauh mencapai 99,8 km di tiga kecamatan di Kabupaten Malinau, yaitu Kecamatan Kayan Hilir, Pujungan dan Mentarang Hulu. Jarak tempuh ke SMA berdasarkan data Potensi Desa 2011 tersebut rata-rata masih masuk kategori sangat mudah (0-19,9 km) namun tidak sebanyak jarak tempuh ke SD maupun ke SMP. Persentase untuk kategori sangat mudah hanya mencapai kisaran 55-68% untuk seluruh kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara, sedangkan untuk Kota Tarakan mencapai 92,31% dikarenakan luas wilayahnya jauh lebih kecil dibandingkan kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara. Persentase kategori sangat sulit (80-9,9km) untuk jarak ke SMA terhitung cukup tinggi dibandingkan jarak ke SD maupun SMP yaitu mencapai kisaran 8-30% untuk kabupaten di Kalimantan Utara3.

(19)

Gambar 4.1.1.D.4

Peta Sebaran Sekolah Provinsi Kalimantan Utara

(20)

Kualitas dan kuantitas sekolah sebagai sarana pendidikan dalam bentuk fisik perlu dilengkapi dengan sumber daya manusia pendukung demi berjalannya proses belajar yang efektif. Tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualitas juga dibutuhkan sebagai pilar peningkatan pembangunan di bidang pendidikan. Kondisi Provinsi Kalimantan Utara menunjukan nilai capaian rasio guru dan murid tingkat SMA/SMK/MA tahun 2013 adalah sebesar 10.24 siswa per guru. Dalam Standar Pelayanan Minimal disebutkan bahwa rasio guru dan murid untuk jenjang SMA sederajat adalah sebesar 1:15, angka tersebut berarti satu guru mengajar 15 siswa SMA sederajat. Nilai capaian tersebut dinilai masih belum menggambarkan permasalahan yang sebenarnya, terutama buila dikaitkan dengan angka rata-rata lama sekolah, yang hanya sampai jenjang SMP/MTs. Ini berarti banyak penduduk usia sekolah tingkat SMA sederajat yang tidak melanjutkan sekolah, sehingga hanya sebagian penduduk usia sekolah tingkat SMA sederajat yang melanjutkan sekolah, sementara ketersediaan guru cukup besar apabila dibandingkan dengan jumlah siswa SMA sederajat yang ada saat ini. Proporsi guru Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SMA/SMK/MA) yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV juga dinilai masih rendah, meskipun data yang ada belum lengkap untuk tiap kabupaten/kota. Distribusi guru untuk semua wilayah di Provinsi Kalimantan Utara juga dinilai masih belum merata, sekolah di pedalaman/perbatasan masih merasakan kekurangan guru dari segi jumlah maupun kualifikasi.

Tabel 4.1.1.D.2

Rendahnya Kualitas Pendidikan Penduduk dan Terbatasnya Pelayanan Pendidikan

Masalah Akar Masalah

Rendahnya kualitas pendidikan penduduk dan terbatasnya pelayanan pendidikan

1. Meskipun angka melek aksara (AMH) sudah cukup tinggi (di atas 95%) namun secara umum belum diikuti oleh kemampuan dan ketrampilan lain. 2. Angka rata-rata lama sekolah masih dibawah 10 tahun atau hanya setingkat

SLTA tidak tamat ke bawah.

3. Berdasarkan data yang tersedia menunjukkan Angka Pendidikan yang Ditamatkan (APT) masih rendah (SD kurang dari 30%, SMP = 20%, sementara yang PT kurang dari 10%) sehingga APT masih setingkat SD. 4. Angka Partisipasi Sekolah (APS) baru mencapai sekitar 70%

5. Rasio ketersediaan sekolah jenjang SLTA masih rendah.

6. Rasio guru-murid pada jenjang pendidikan menengah atas lebih baik dari SPM, namun karena banyak penduduk usia sekolah yang tidak lagi sekolah pada jenjang SLTA sederajat, maka rasio guru nurid ini belum

menggambarkan permasalahan yang sebenarnya.

7. Proporsi guru Sekolah Lanjutan Tingkat Atas yang memenuhi kualifikasi S1/D-IV masih rendah.

8. Distribusi guru untuk semua wilayah masih belum merata, sekolah di pedalaman/perbatasan masih kekurangan guru dari segi jumlah maupun kualifikasi.

9. Aksesibilitas menuju sekolah masih rendah, sekolah di

pedalaman/perbatasan belum dikembangkan sebagai sekolah berasrama, siswa banyak mengalami kendala transportasi dan jarak yang jauh. Sumber: Hasil Analisis, 2016

(21)

E. Sosial

1. Rendahnya Penanganan dan Pelayanan Sosial

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) adalah seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan, atau gangguan tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya sehingga tidak terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun sosial secara memadai dan wajar.Hambatan, kesulitan, atau gangguan tersebut dapat berupa kemiskinan, ketelantaran, kecacatan, ketunaan sosial, keterbelakangan, keterasingan/ketertinggalan, dan bencana alam maupun bencana sosial. Kementrian Sosial (Departemen Sosial) saat ini menangani 22 jenis PMKS yang terdiri dari anak balita terlantar, anak terlantar, anak nakal, anak jalanan, wanita rawan sosial ekonomi, korban tindak kekerasan, lanjut usia terlantar, penyandang cacat, tuna susila, pengemis, gelandangan, bekas warga binaan lembaga kemasyarakatan (BWBLK), korban penyalahgunaan NAPZA, keluarga fakir miskin, keluarga berrumah tidak layak huni, keluarga bermasalah sosial psikologis, komunitas adat terpencil (KAT), korban bencana alam, korban bencana sosial atau pengungsi, pekerja migran terlantar, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), dan keluarga rentan4.

Provinsi Kalimantan Utara masih memiliki Komunitas Adat Terpencil (KAT) di wilayahnya yakni KAT Dayak Punan dan Dayak Berusu yang tinggal di Kecamatan Sekatak (Kabupaten Bulungan); KAT Lundayeh yang tinggal di Kecamatan Krayan (Kabupaten Nunukan), serta Komunitas Adat Terpencil lainnya yang diperkirakan masih banyak yang mendiami wilayah Provinsi Kalimantan Utara khususnya di Kabupaten Bulungan, Malinau, dan Nunukan yang belum terdata. KAT yang belum terdata tersebut dimungkinkan belum mendapatkan penanganan dan pelayanan kesejahteraan sosial, oleh karena KAT tersebut tinggal berpindah-pindah. Pada tahun 2013, Kementerian Sosial memberikan bantuan kepada Komunitas Adat Terpencil di Provinsi Kalimantan Utara, khususnya KAT di Desa Ketaban, Kecamatan Sebuku (Kabupaten Nunukan) dengan bantuan sebanyak 137 unit rumah; proyek permukiman di Pulau Keras, Kecamatan Sebakung (Kabupaten Nunukan) untuk 77 KK; serta bantuan 100 unit rumah di Kabupaten Bulungan. Hingga saat ini penanganan dan pelayanan terhadap Komunitas Adat Terpencil tersebut masih kurang.5

4https://www.kemsos.go.id/modules.php?name=Database&opsi=pmks2008-1 diakses pada tanggal 20

April 2016

5Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi

(22)

Kondisi pelayanan sosial di Provinsi Kalimantan Utara dalam penyediaan sarana sosial antar kabupaten/kota dinilai masih kurang dan belum terdata dengan baik. Kondisi ini terlihat dari data perkembangan jumlah sarana sosial yang sekilas terlihat mengalami fluktuasi selama 8 (delapan) tahun terakhir. Setiap daerah memiliki permasalahan sosial yang berbeda dan belum memiliki sarana sosial yang memadai dan merata. Berikut adalah grafik jumlah sarana sosial menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara.

Gambar 4.1.1.E.1

Grafik Jumlah Sarana Sosial Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2008-2015

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Kondisi tersebut ditambah dengan fakta dilapangan yang menunjukkan bahwa proporsi penerima bantuan bagi PMKS dan penyandang masalah kesejahteraan sosial yang belum terdata dengan baik.Selain itu, pemberian bantuan dinilai belum mengarah pada upaya mewujudkan pemberdayaan dan kemandirian agar terbebas dari masalah kesejahteraan sosial.Masyarakat masih memiliki kesadaran dan motivasi yang rendah untuk bersama pemerintah memecahkan masalah sosial yang ada di dalam masyarakat.Kondisi ini secara umum mengindikasikan bahwa perhatian dalam pengelolaan bidang sosial masih belum optimal.

(23)

Sebagai daerah otonomi baru, tantangan di masa depan yang harus dihadapi Provinsi Kalimantan Utara yakni harus mampu membangun dan mengembangkan kebijakan sosial sebagai langkah strategis penanganan masalah kesejahteraan sosial. Keterjangkauan akses untuk mengurangi persoalan kesenjangan sosial masyarakat harus dapat dilaksanakan di seluruh dan melalui kerjasama antara kabupaten/kota. Provinsi Kalimantan Utara 5 (lima) tahun mendatang diharapkan mampu menjamin terlaksananya sistem kelola pelayanan dan jaminan sosial masyarakat lintas daerah, terutama di wilayah perbatasan. Hal ini sangat penting dilakukan untuk menjaga sistem ketahanan sosial masyarakat dan mendekatkan peran negara dalam usaha menjamin kesejahteraan masyarakat sesuai amanat Undang-Undang.6

Tabel 4.1.1.E.1

Permasalahan Kesejahteraan Sosial

Masalah Akar Masalah

Rendahnya penanganan dan pelayanan sosial

1. Setiap daerah memiliki permasalahan sosial yang berbeda dan belum memiliki kerjasama dan sarana sosial yang memadai dan merata.

2. Masyarakat masih memiliki kasadaran dan motivasi yang rendah untuk bersama pemerintah memecahkan masalah sosial yang ada di dalam masyarakat.

3. Proporsi penerima bantuan bagi PMKS dan penyandang masalah kesejahteraan sosial belum terdata dengan baik dan pemberian bantuan belum mengarah pada upaya pemberdayaan dan kemandirian agar terbebas dari masalah kesejahteraan sosial. Sumber: Hasil Analisis, 2016

F. Kebudayaan

Seni budaya merupakan salah satu identitas daerah yang memiliki potensi sebagai daya tarik wisatawan, sedangkan adat istiadat yang khas merupakan modal sosial yang menjadi perekat antar warga di wilayah provinsi Kalimantan Utara ini.Kegiatan seperti pameran, lomba, festival seni dan budaya merupakan sarana untuk menanamkan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang dapat memberikan kontribusi positif bagi pembangunan karakter masyarakat, khususnya generasi muda sekaligus sebagai wujud upaya melestarikan kebudayaan7. Provinsi Kalimantan Utara memiliki

keragaman budaya dan adat istiadat yang khas dari etnis asli Suku Dayak maupun akulturasi budaya dari suku-suku pendatang.Akulturasi budaya ini dapat dipandang dari sudut pandang positif maupun negatif.Seni dan budaya daerah menghadapi tantangan dan gempuran budaya dari luar yang tidak selalu selaras dengan nilai dan

6Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi

Kalimantan Utara Tahun 2005-2025

7Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi

(24)

budaya daerah, seni dan budaya daerah cenderung terpinggirkan dalam proses akulturasi kebudayaan.

Pelestarian seni dan budaya selama ini belum didukung oleh masih belum tersebar meratanya kelompok pelestari seni dan budaya daerah maupun belum tersedianya gedung untuk kegiatan pelestarian seni dan budaya daerah.Pembinaan seni dan budaya daerah sebagai bagian dari seni dan budaya nasional juga dinilai masih mengalami kendala kurangnya perhatian dan dukungan berbagai pihak, baik sarana, pendanaan maupun kebijakan.Berikut ditampilkan grafik jumlah grup kesenian menurut kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara.

Gambar 4.1.1.F.1

Grafik Jumlah Grup Kesenian Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2008-2015

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Keberadaan situs dan benda cagar budaya masih belum terdata dengan baik dan belum dikembangkan sebagai potensi yang dapat menjadi daya tarik wisata serta pengembangan pendidikan sejarah, seni dan budaya.Berdasarkan data yang ada baru terlihat Kota Tarakan sebagai daerah yang sudah berupaya melakukan pengelolaan aset kebudayaan, sementara empatkabupaten lainnya masih sangat kurang. Provinsi Kalimantan Utara sendiri belum memiliki tim ahli (arkeolog, sejarawan, dan budayawan) untuk pendataan resmi situs/cagar budaya yang dilestarikan.

Kebudayaan merupakan aset strategis yang dapat dikembangkan menjadi potensi wisata jika dapat dikelola dengan baik dan dijaga kelestariannya. Provinsi

(25)

Kalimantan Utara sudah memiliki modal dasar yakni sudah ada upaya pelestarian aset fisik, upaya tersebut pada masa mendatang akan berfungsi sebagai pengamanan cagar budaya dan menjadi potensi wisata minat khusus sejarah. Perkembangan pengelolaan sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Utara diharapkan akan mampu menjadi sumber penerimaan daerah. Adat istiadat yang masih kuat di provinsi ini serta sejarah masa lalu sebagai peninggalan Kerajaan Bulungan menjadi salah satu potensi untuk perkembangan wisata seni sejarah dan budaya.Dinas Pendidikan Kebudayaan Pemuda dan Olahraga saat ini sedang dalam proses penyusunan Masterplan Keraton Bulungan yang diharapkan dapat terlaksana dalam kurun waktu perencanaan rencana pembangunan jangka menengah periode III ini. Aset peninggalan fisik juga dapat memperkuat atraksi wisata yang dapat dijadikan simbol rekam jejak perkembangan sejarah. Pengelolaan festival budaya yang diharapkan dapat dikelola secara lebih baik akan menjadi potensi sebagai penambah daya tarik perkembangan kemajuan sektor pariwisata khususnya dalam rangka kegiatan promosi wisata. Maka aspek pengelolaan festival budaya ini akan menjadi sangat penting dalam mendukung promosi wisata di Provinsi Kalimantan Utara. Selain sebagai kegiatan promosi, festival ini juga dapat dijadikan atraksi wisata minat khusus terutama wisata pengembangan adat dan budaya, seperti festival Erau.8

Tabel 4.1.1.F.1

Permasalahan Seni Budaya dan Olah Raga

Masalah Akar Masalah

Belum terkelolanya seni budaya dan olah raga

1. Belum semua daerah memiliki kelompok pelestari seni dan budaya daerah maupun gedung untuk kegiatan pelestarian seni dan budaya daerah.

2. Pembinaan seni dan budaya daerah sebagai bagian dari seni dan budaya nasional masih mengalami kendala kurangnya perhatian dan dukungan berbagai pihak, baik sarana, pendanaan maupun kebijakan.

3. Keberadaan situ dan benda cagar budaya masih belum terdata dengan baik dan belum dikembangkan sebagai potyensi yang dapat menjadi daya tarik wisata serta pengembangan pendidikan sejarah, seni dan budaya.

4. Seni dan budaya daerah menghadapi tantangan dan gempuran budaya dari luar yang tidak selalu selaras dengan nilai dan budaya daerah, seni dan budaya daerah cenderung terpinggirkan dalam proses akulturasi kebudayaan.

Sumber: Hasil Analisis, 2016

8Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah Provinsi

(26)

G. Pemberdayaan Perempuan dan Anak

1. Rendahnya Partisipasidan Pemberdayaan Perempuan

Partisipasi perempuan sangat dibutuhkan dalam lembaga pemerintahan, karena sebagai wujud keterlibatan perempuan dalam pembangunan dan pengambilan keputusan serta sebagai sarana untuk memperjuangkan hak-hak perempuan. Rendahnya partisipasi perempuan di sebagian besar kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Utara disebabkan masih banyaknya pekerja perempuan yang lebih memilih bekerja di sektor swasta khususnya sektor informal. Selain itu juga masih lebih kecilnya peluang dan kesempatan bagi perempuan untuk bekerja di lembaga pemerintah jika dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut harus menjadi perhatian bagi pemerintah untuk memberikan peluang dan kesempatan yang sama bagi perempuan agar dapat berpartisipasi layaknya laki-laki karena perempuan juga mempunyai hak yang sama dalam pengambilan keputusan dan pembangunan Kalimantan Utara.

Rendahnya partisipasi angkatan kerja perempuan merupakan cerminan dari rendahnya Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). IDG suatu daerah dipengaruhi oleh 3 komponen yakni keterlibatan perempuan dalam pengmabilan keputusan di parlemen, perempuan sebagai tenaga profesional, dan sumbangan pendapatan perempuan. Rendahnya nilai IDG Provinsi Kalimantan Utara banyak dipengaruhi oleh komponen pertama dan ketiga. Pengaruh dari komponen pertama yakni masih rendahnya peran serta perempuan di parlemen (DPRD). Dapat terlihat juga dari masih rendahnya partisipasi perempuan di lembaga pemerintah. Peran serta perempuan di parlemen sangat dibutuhkan sebagai pengambil keputusan dan keterlibatannya dalam pembangunan. Sedangkan pengaruh komponen ketiga yaitu rendahnya sumbangan pendapatan dari perempuan. IDG Provinsi Kalimantan Utara yang masih rendah menunjukkan kesenjangan gender yang terjadi masih sangat tinggi.

2. Belum Optimalnya Penanganan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan

Penanganan penyelesaian pengaduan kasus perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan berfluktuasi dan cenderung menurun. Hal ini mengisyaratkan bahwa penanganan terhadap korban kekerasan yang menimpa perempuan dan anak sudah baik, oleh karena SPM mensyaratkan penanganan terpadu untuk penanganan perempuan dan anak korban kekerasan. Sementara penanganan secara terpadu untuk perempuan dan anak korban kekerasan tersebut belum dapat terpenuhi.

(27)

Tabel 4.1.1.G.1

Permasalahan Pemberdayaan Perempuan

Masalah Akar Masalah

1. Rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan

1. Masih rendahnya daya saing perempuan untuk bekerja di lembaga pemerintah dibandingkan dengan laki-laki.

2. Peran serta perempuan di parlemen masih rendah.

3. Pelaksanaan pengarusutamaan gender yang belum optimal.

2. Belum optimalnya penanganan perempuan dan anak korban kekerasan

Belum optimalnya kinerja pelayanan terpadu untuk perempuan dan anak korban kekerasan terkait pelaksanaan SPM

3. Minimnya informasi mengenai tenaga kerja dibawah umur

Belum terekamnya jumlah tenaga kerja usia 5-14 tahun dengan lengkap

Sumber: Hasil Analisis, 2016

H. Kepemudaan dan Olah Raga

1. Belum Terkelolanya Kepemudaan dan Olah Raga

Pembangunan di bidang kepemudaan diharapkan dapat memacu pemuda Provinsi Kalimantan Utara dalam merespon permasalahan bangsa secara spesifik terkait dengan kepemudaan dan kemasyarakatan, sekaligus secara proaktif mencari dan menemukan solusi dari permasalahan yang dihadapi. Pemuda diharapkan memiliki semangat kepeloporan, kreativitas, kepeduliaan, kesukarelaan, dan pengabdian di tengah masyarakat.9Provinsi ini memiliki potensi yang cukup besar

apabila dilihat dari jumlah sumber daya kepemudaan.Ini merupakan aset yang cukup besar bagi Provinsi Kalimantan Utara untuk mengelola aktivitas kepemudaan dengan lebih baik sehingga pemuda menjadi sumber daya yang bermanfaat bagi pembangunan daerah.Namun jumlah dan ragam kegiatan kepemudaan belum terdata dengan baik sehingga pembinaan kegiatan kepemudaan belum dapat dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan kontinyu.10

Pembangunan di bidang keolahragaan diharapkan dapat memfasilitasi dan memotivasi masyarakat dari berbagai lapisan usia agar gemar berolahraga dan menjadikan olahraga sebagai gaya hidup. Pengembangan bidang keolahragaan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, sportivitas, kebugaran, pergaulan sosial, kesejahteraan individu/kelompok/masyarakat pada umumnya secara sistemik.11Indikator pembangunan di bidang keolahragaan yang ditandai dengan

jumlah gelanggang/balai remaja (selain milik swasta) dinilai masih belum dapat

9 Rencana Strategis Kementerian Pemuda dan Olahraga 2010-2014

10Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah

Provinsi Kalimantan Utara Tahun 2005-2025

(28)

mencapai standar pelayanan minimum yang ditetapkan.12 Hal ini menyebabkan upaya

untuk melakukan pembinaan kegiatan olahraga masih terkendala oleh keterbatasan sarana dan prasarana penunjang. Selain itu, pembinaan egiatan olah raga dinilai masih belum merata di semua wilayah, terutama di wilayah pedalaman/perbatasan.

Tabel 4.1.1.H.1

Permasalahan Kepemudaan dan Olah Raga

Masalah Akar Masalah

Belum terkelolanya kepemudaan dan olah raga

1. Upaya untuk melakukan pembinaan kegiatan olahraga masih terkendalam oleh keterbatasan sarana dan prasarana penunjang. 2. Upaya pembinaan kegiatan olah raga masih belum merata di semua

wilayah, terutama di wilayah pedalaman/perbatasan.

3. Jumlah dan ragam kegiatan kepemudaan belum terdata dengan baik sehingga pembinaan kegiatan kepemudaan belum dapat dilakukan secara menyeluruh, terpadu dan kontinyu.

Sumber: Hasil Analisis, 2016

4.1.2. Bidang Ekonomi A. Perekonomian Daerah

1. Masih Relatif Tingginya Tingkat Kemiskinan

Masalah kemiskinan merupakan salah satu masalah kompleks yang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor multidimensi dan mengakibatkan timbulnya permasalahan pembangunan lanjutan. Begitu pula yang terjadi di Provinsi Kalimantan Utara, terkait kemiskinan penduduk. Kemiskinan masih menjadi masalah prioritas untuk diselesaikan karena erat kaitannya dengan kesejahteraan hidup. Kemiskinan dapat disebabkan dan menyebabkan penurunan kualitas hidup dan berdampak pada tingkat perekonomian wilayah.

Dilihat dengan pendekatan makro, kemiskinan di Provinsi Kalimantan Utara menunjukkan angka yang cenderung menurun dan lebih rendah dibandingkan dengan tingkat kemiskinan nasional. Namun tingkat kemiskinan di beberapa Kabupaten masih tinggi dan jauh di atas tingkat kemiskinan nasional. Kabupaten Bulungan menyumbang penduduk miskin terbanyak untuk angka Provinsi Kalimantan Utara. Pada tahun 2014 persentase kemiskinan di Kabupaten Bulungan mencapai 12,03% dan merupakan yang tertinggi diantara kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kalimantan Utara. Sedangkan Kabupaten Nunukan dan kota Tarakan menjadi daerah dengan tingkat kemiskinan terendah sejak tahun 2010 sampai dengan 2014.

Masih rendahnya pemerataan kesejahteraan akibat kemiskinan di Provinsi Kalimantan Utara dapat disebabkan oleh banyak faktor baik faktor dari dalam

12Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Rencana Jangka Panjang Pembangunan Daerah

(29)

maupun luar. Salah satu akar permasalahan kemiskinan adalah tidak meratanya distribusi kegiatan ekonomi. Dengan kata lain pusat pertumbuhan ekonomi masih terpusat pada Kabupaten/Kota tertentu. Kegiatan ekonomi cenderung terkonsentrasi di daerah yang memiliki keunggulan sumberdaya alam dan infrastruktur dasar yang relatif sudah baik.

Gambar 4.1.2.A.1

Distribusi PDRB Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2010-2014 Provinsi kalimantan Utara

Sumber: Hasil Olahan, 2016

Grafik di atas menunjukkan bahwa Kabupaten Nunukan dan Kota Tarakan menjadi penyumbang PDRB terbesar terhadap Provinsi Kalimantan Utara. Pada tahun 2014 Kota Tarakan menyumbang sebesar 31,51% dan disusul oleh Kabupaten Nunukan 30,73%. Hal ini disebabkan telah tersedianya infrastruktur yang memadai terutama di Kota Tarakan seperti pelabuhan laut dan bandara internasional yang mampu mendukung berkembangnya kegiatan perekonomian di sektor primer maupun sekunder. Konsentrasi kegiatan ekonomi di Kota Tarakan juga dipengaruhi oleh posisi geografisnya yang sebagai pintu gerbang menuju wilayah Provinsi Kalimantan Utara. Oleh karena itu Kota Tarakan memiliki daya tarik yang lebih besar dibanding kabupaten lainnya untuk mengembangkan kegiatan perekonomian.

Sedangkan tingginya kontribusi dari Kabupaten Nunukan berasal dari kegiatan di sektor primer khususnya perkebunan kelapa sawit dan pertambangan batubara. Bonus kekayaan sumberdaya alam yang ada di Kabupaten Nunukan menyebabkan besarnya kontribusi Kabupaten terhadap perekonomian provinsi. Di samping itu,

(30)

kabupaten lainnya masih belum memiliki kegiatan perekonomian unggulan yang mampu membantu mewujudkan pemerataan distribusi PDRB terhadap Provinsi Kalimantan Utara.

Selain ketidakmerataan distribusi PDRB akibat pusat pertumbuhan ekonomi yang terpusat, penyebab kemiskinan lainnya adalah belum optimalnya pengendalian harga barang kebutuhan pokok masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari tingginya inflasi di Provinsi Kalimantan Utara, yakni 11,91% pada tahun 2014. Angka ini jauh melebihi tingkat inflasi nasional yang hanya 8,36% pada tahun yang sama. Tingginya inflasi dapat mengindikasikan tingginya harga barang dan jasa di masyarakat, besarnya jumlah uang yang beredar dan tingginya tingkat daya beli yang harus dimiliki masyarakat. Hal ini menyebabkan standar hidup yang semakin tinggi sehingga sebagian masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal. Belum optimalnya pengembangan usaha di sektor produktif bagi masyarakat juga menjadi alasan tidak terjangkaunya kebutuhan minimal atau dengan kata lain rendahnya pendapatan masyarakat dan menjadikan sebagian penduduk tergolong penduduk miskin.

2. Masih Relatif Tingginya Tingkat Pengangguran

Tingkat pengangguran di Provinsi Kalimantan Utara hingga tahun 2014 masih tergolong tinggi. Berdasarkan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) rata-rata selama, Provinsi Kalimantan Utara berada di posisi angka 5,79% pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterbatasan kesempatan kerja atau belum optimalnya perluasan kesempatan kerja. Rendahnya kesempatan kerja dapat dilihat dari masih rendahnya rasio penyerapan tenaga kerja oleh PMDN/PMA yaitu hanya 17,40. Rendahnya daya serap tenaga kerja dapat disebabkan oleh kondisi kualitas tenaga kerja yang tidak sesuai dengan permintaan serta terbatasnya lapangan kerja yang tersedia.

(31)

Gambar 4.1.2.A.2

Persentase Penduduk 15 Tahun ke atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Tingkat Pendidikan Tahun 2014

Provinsi Kalimantan Utara

Sumber: Kalimantan Utara Utara dalam Angka 2015 dengan hasil olahan 2016

Penyebab lain tingginya jumlah pengangguran adalah belum memenuhinya kualitas tenaga kerja tersedia dengan permintaan tenaga kerja sehingga menyulitkan penyalurannya kepada penyedia lapangan pekerjaan. Tingkat pendidikan terakhir tenaga kerja di Provinsi Kalimantan Utara paling besar adalah tamat Sekolah Dasar, yaitu 27,92%. Tingkat pendidikan yang relatif rendah ini tentu mempengaruhi kualitas tenaga kerja dan keterbatasan kemampuan dalam bekerja di sektor-sektor tertentu.

3. Pertumbuhan Ekonomi Bersumber pada Kegiatan Ekonomi dan Rentan terhadap Keberlanjutan Ekonomi serta Lingkungan

Pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi Kalimantan Utara apabila dilihat melalui pertumbuhan PDRB, masih cenderung bersumber dari kegiatan perekonomian di sektor primer. Sektor primer yang sangat mempengaruhi perekonomian Provinsi Kalimantan Utara adalah sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian. Meski kontribusinya terhadap provinsi menurun setiap tahunnya, namun sektor-sektor ini masih menduduki sektor yang berkontribusi paling besar, yaitu mencapai 49% terhadap PDRB Provinsi Kalimantan Utara. Sektor pertanian menyumbang sebesar 17,01% di tahun 2014, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 31,99% pada tahun yang sama.

(32)

Gambar4.1.2.A.3

Kontribusi PDRB ADHK Sektor Primer Tahun 2010-2014 Provinsi Kalimantan Utara

Sumber: Hasil Olahan, 2016

Kedua sektor tersebut merupakan sektor yang berbasis pada sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Perluasan dan pengembangannya juga rentan merusak lingkungan dan mengakibatkan bencana. Selain itu, kegiatan pengolahan yang dapat memberikan nilai tambah kepada hasil sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian masih sangat terbatas. Saat ini kegiatan perekonomian di sektor pertanian dan pertambangan dan penggalian belum memiliki forward linkage ke sektor industri. Artinya, produk kedua sektor tersebut sebagian besar masih dijual sebagai bahan mentah atau tidak terolah.

Seperti produk sektor pertanian, termasuk produk sektor pertanian pangan, peternakan, dan perikanan, masih diserap dalam bentuk konsumsi langsung oleh masyarakat lokal. Sebagian lain dari produk tersebut sudah terolah namun masih secara tradisional dan sederhana (semi olah), sehingga masih tergolong tidak sustainable. Sama halnya dengan produk sektor pertambangan dan penggalian yang belum terolah oleh sumberdaya manusia di Provinsi Kalimantan Utara. Akibatnya, nilai tambah yang seharusnya dapat didapatkan Provinsi Kalimantan Utara sebagai daerah penghasil, justru diperoleh oleh daerah pengolah.

Keterbatasan kegiatan pengolahan disebabkan masih kurangnya kemampuan di bidang teknologi untuk mengolah, sumberdaya manusia yang memiliki kemampuan mengolah bahan mentah masih relatif sedikit, dan kurangnya investasi di bidang pengolahan sektor tersebut. Kurangnya daya tarik disebabkan infrastruktur dan

(33)

fasilitas fisik maupun ekonomi pendukung investasi industri pengolahan yang belum mampu disediakan Provinsi Kalimantan Utara.

4. Terdapatnya Kegiatan Perdagangan Ilegal Lintas Batas yang Berpotensi Mengakibatkan Kebocoran Ekonomi

Provinsi Kalimantan Utara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, tepatnya di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau. Namun kondisi pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum di wilayah perbatasan di Provinsi Kalimantan Timur masih sangat lemah. Oleh sebab itu masih sering dan banyak terjadi kegiatan ilegal seperti perdagangan ilegal, human traffikcing, TKI ilegal hingga penyelundupan narkoba dan obat-obatan terlarang. Kegiatan ilegal khususnya perdagangan barang lintas batas disebabkan antara lain oleh faktor harga dan tingkat aksesibilitas.

Harga barang terutama barang produk dalam negeri di wilayah perbatasan tergolong sangat mahal apabila dibandingkan dengan harga di wilayah lainnya. Tingginya harga barang disebabkan oleh kurangnya ketersediaan sarana ekonomi berupa pasar dan mahalnya biaya transportasi barang dari tempat produksi menuju ke wilayah perbatasan. Saat ini kondisi sarana ekonomi di wilayah perbatasan tidak hanya jumlahnya saja yang sedikit tetapi juga konstruksi bangunannya yang tidak permanen (tidak memiliki atap, lantai, dan dinding). Hal tersebut di atas menyebabkan kurangnya jumlah pasokan barang kebutuhan pokok sehingga sulit didapat dan harganya yang kemudian menjadi tinggi. Berikut adalah data jumlah sarana ekonomi di kawasan perbatasan. Namun karena ketidaktersediaan data, jumlah sarana ekonomi yang dapat ditampilkan hanya jumlah sarana ekonomi di Kabupaten Nunukan.

Faktor lainnya adalah masih buruk dan kurangnya aksesibilitas masyarakat perbatasan terhadap pusat kegiatan ekonomi dalam negeri yang terdekat. Tingkat aksesbilitas yang dimaksud erat kaitannya dengan ketersediaan sarana transportasi. Akses menuju dan/atau dari kawasan perbatasan secara umum menggunakan transportasi udara, laut, dan darat. Namun pelayanannya hingga saat ini masih sangat terbatas, baik dari segi kapasitas moda transportasi, ongkos atau biaya, maupun kualitas infrastruktur pendukung layanan transportasi.

Gambar

Tabel 4.1.1.B  Permasalahan Kesehatan
Tabel 4.1.2.A  Permasalahan Ekonomi
Tabel 4.1.2.C  Permasalahan Kehutanan
Tabel 4.1.2.D.1  Permasalahan Perikanan
+3

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa ciri strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah, pertama, siswa bekerja secara individual atau bekerja dalam kelompok kecil; kedua, pembelajaran ditekankan

1) Bagi masyarakat yang akan menyewa dan mendirikan bangunan diatas tanah Kas Desa harus mendapat izin dari pemerintahan Desa.. 2) Bangunan Rumah yang berada diatas

Menyadari pentingnya training GMP dalam industri makanan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Perceived Trainer Performance,

Hasil koefisien determinasi ( adjusted R 2 ) yang diperoleh dari tabel 18 sebesar 0,650 yang berarti faktor imbalan, faktor peluang, efikasi diri dan pengetahuan

sejak SMP, terimakasih atas perhatian, dukungan dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.. Zahra Febriana Tanoedji sebagai

Upaya Dinas Kesehatan (Farmakmin) dalam memberantas kosmetik berbahaya teregister BPOM khususnya krim wajah telah dilakukan dengan cara mengundang para masyarakat

Secara umum proses pembuatan kitin-kitosan meliputi empat tahap; yaitu demineralisasi bertujuan untuk mengurangi kadar mineral dengan mengunakan asam konsentrasi