• Tidak ada hasil yang ditemukan

Belum terpenuhinya pengelolaan sistem kelembagaan dan manajemen pemerintah dalam mendukung pencapaian good governance dan clean

Dalam dokumen ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS (Halaman 158-164)

(MP3EI) KORIDOR KALIMANTAN

D. KLHS Provinsi Kalimantan Utara

8. Belum terpenuhinya pengelolaan sistem kelembagaan dan manajemen pemerintah dalam mendukung pencapaian good governance dan clean

governance

Provinsi Kalimantan Utara merupakan daerah otonomi baru (DOB) yang telah dijelaskan pada BAB II, di rapat paripurna DPR pada tanggal 25 Oktober 2012, bahwa wilayah Provinsi Kalimantan Timur mengalami pemekaran menjadi 2 provinsi dimana 5 kabupaten di wilayah utara menjadi Provinsi Kalimantan Utara dan bagian selatan tetap menjadi wilayah Provinsi Kalimantan Timur sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2012 tentang Pembentukan Provinsi Kalimantan Utara. Tujuan utama pemekaran Provinsi Kalimantan Utara. Sebagai daerah otonomi baru Provinsi Kalimantan Utara memiliki tanggungjawab yang besar dalam menjamin

kewenangannya. Optimalisasi pelayanan publik dalam rangka memperpendek rentang kendali (span of control) pemerintahan menjadi peran yang sesungguhnya yang harus menjadi pedoman utama, agar tujuan efisien dan efektif sejalan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yang pada akhirnya diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, memperkuat daya saing daerah, dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesai (NKRI) di wilayah perbatasan dengan negara lain/tetangga.

Terdapat beberapa tahapan penting yang perlu diperhatikan Provinsi Kalimantan Utara dalam melakukan percepatan yaitu dilakukan melalui peningkatan dukungan segi politik, teknokratik, dan pendanaan yang dapat mempercepat peningkatan pelayanan di bidang pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan, serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk menyelenggarakan otonomi di Provinsi Kalimantan Utara. Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara tetap berkoordinasi dengan baik agar selama fase persiapan pembentukan pemerintahan yang baru beserta perangkat daerah dan sarana prasarana yang dibutuhkan dapat terkondisi dengan baik. Terdapat beberapa kondisi yang tidak dapat terlupakan yaitu aspek pengelolaan sumber daya aparatur, pengelolaan aset, pengarsipan data dan dokumen, pengelolaan potensi wilayah, pengelolaan keamanan dan ketertiban, serta stabilitas lingkungan Provinsi Kalimantan Utara agar mampu mendorong daya saing wilayah di masa yang akan datang.

Sebagai daerah otonomi baru Provinsi Kalimantan Utara memiliki tantangan yang sama dalam membangun Good Governance dan Clean Governance. Good Governance yang dimaksud seperti yang telah tertuang dalam dokumen RPJPD yang telah diperdakan melalui:

a. Meningkatkan sistem dan standar pelayanan publik berikut implementasinya. b. Meningkatkan kinerja sistem tata kelola pemerintahan yang partisipatif. c. Meningkatkan pembangunan sistem informasi manajemen pemerintahan

daerah yang terintegrasi dan berorientasi kepuasan masyarakat.

d. Meningkatkan pengelolaan unit pelayanan daerah dan kemudahan akses hingga tingkat Pemerintahan Desa.

e. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman para pihak terkait (masyarakat dan swasta tentang kebijakan pemanfaatan dan tata kelola sumber daya hutan dan good forest governance.

f. Membangun penataan kelembagaan daerah di tingkat pemerintahan desa di seluruh wilayah.

g. Meningkatkan keterpaduan antar instansi terkait.

h. Meningkatkan kemampuan penerapan penegakan hukum dan kedaulatan wilayah pada semua jenjang pemerintahan.

i. Membuka ruang konsolidasi antar stakeholder dan memperjelas kewenangan Kalimantan Utara sebagai daerah otonom.

j. Membangun kelembagaan pranata adat di bidang kebudayaan daerah.

k. Meningkatkan peran lembaga adat dalam penyelesaian dan pembinaan pemberian ijin pemanfaatan lahan pada lokasi-lokasi yang berpotensi konflik. l. Meningkatkan peran dan kegiatan lembaga adat bersama pemerintah dalam

menjaga kearifan dan kelestarian budaya.

Birokrasi secara umum berhadapan dengan tantangan internasonal terkait dengan Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) dan Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) dan batas-batas antar negara yang semakin longgar juga harus diperhitungkan dalam urusan tata pemerintahan ini, di satu sisi sebagai tantangan namun di sisi lain merupakan peluang. Sebagai upaya dalam menjamin dan menjaga stabilitas tata kelola pemerintahan yang baik kondisi birokrasi di Provinsi Kalimantan Utara harus senantiasa dinamis dan memiliki kualitas yang baik baik berupa sumber daya manusia, kemudahan akses dalam pelayanan publik, kepastian hukum, dan aspek pengawasan internal maupun eksternal mendukung pemerintahan yang bersih serta profesional.

Hubungan vertikal antara ketentuan hukum di pusat, provinsi dan kabupaten/kota sangat diperlukan, dengan demikian tidak terjadi saling bertentangan satu sama lain. Oleh karena itu koherensi hukum di tingkat pusat dengan provinsi dan kabupaten/kota hendaknya dilakukan secara optimal. Untuk mendapatkan tanggapan yang enthusiasm maka diperlukan penyesuaian antara hukum di pusat, provinsi dan daerah. Permasalahan di produk hukum, dan sosialisasinya akan dapat mengiringi, jika produk hukum memiliki koherensi yang kuat.

Adanya ancaman dari aspek kependudukan yakni heterogenitas masyarakat yang kompleks memerlukan perhatian yang lebih. Permasalahan SARA perlu diperhatikan secara serius. Masalah keamanan dan ketertiban merupakan kerjasama terpadu antar pihak, khususnya pemerintah dan masyarakat. Secara umum pemerintah telah memiliki program dari tahun ke tahun, sedangkan masyarakat memiliki aktivitas rutin dalam mengendalikan keamanan dan ketertiban. Namun hal

ini belum terintegrasi secara optimal, sehingga hasil yang diperoleh juga belum dapat sepenuhnya untuk menurunkan K3 bahkan mencegahnya.

Penanganan kebencanaan yang komprehensif dan multidimensi diperlukan peran banyak aktor maupun kelembagaan, baik pemerintah, swata maupun masyarakat. Pencapaian untuk kepentingan lebih luas dalam penanganan kebencanaan secara umum belum tersedia sebuah sistem yang terintegrasi dan terpadu antara pemerintah, masyarakat dan swasta, baik dalam penyediaan sarana dan prasarana, manajemen, maupun kegiatan operasional. Perancangan sistem terpadu antara pemerintah, swasta dan masyarakat sangat diperlukan.

Korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang dapat merugikan keuangan daerah serta merupakan pelanggaran ekonomi, sosialdan budaya, harus dihadapi dengan cara yang luar biasa. Tingginya komitmen dari stakeholder sangat diperlukan dalam pemberantasan korupsi demi pembangunan di Provinsi Kalimantan Utara yang lebih baik. Di Indonesia, kejahatan korupsi sepanjang sejarah telah dijadikan musuh bersama dan bahkan perang terhadap praktik korupsi semakin intens dikalangan politisi, pejabat publik, LSM, dan juga partai politik. Bila dicermati, hampir tidak ada pemimpin yang tidak secara terbuka menyatakan unitnya untuk memberantas korupsi dan tidak ada parpol satupun pro terhadap korupsi. Komitmen seluruh stakeholder terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi oleh penegak hukum menjadi mutlak diperlukan dalam kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sebagai provinsi yang dikenal memiliki kekayaan alam melimpah, penyelenggaraan pemerintahan banyak disorot karena memiliki peluang untuk melakukan penyimpangan pengelolaan keuangan daerah. Pemerintahan daerah harus mengantisipasinya adanya penyimpangan dengan memperkuat sikap politik dalam penegakan hukum yang baik.

Menuju pembangunan pemerintah “Good Governance dan Clean Governance” pemberantasan korupsi dapat ditekan dengan melibatkan peran serta masyarakat Provinsi Kalimantan Utara dengan ikut aktif mengawasi dan tidak bersikap permisif terhadap korupsi dan menunjukkan perilaku yang tidak koruptif. Pencegahan korupsi dapat dilakukan dengan perbaikan sistem (reformasi birokrasi yang mendorong good governance), pelaporan LHKPN, menjalankan kode etik profesi yang diawasi dengan baik, pendidikan dan kampanye anti korupsi, hingga melakukan penertiban aset negara. Dengan reformasi birokrasi harus terus dijalankan, kemudianperlu dilakukan pengawasan aktif dalam penganggaran terutama pada proses pengelolaan keuangan yang di setiap tahapannya ada peluang korupsi, mempertahankan temuan-temuan kegiatan positif dari tim khusus tindak pencegahan yang telah dibentuk dan

melakukan tindak lanjut yang tegas dengan rencana aksi jika ada temuan negatif. Dalam rangka memberantas dan melakukan segala upaya dalam pencegahan korupsi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara hendaknya meningkatkan integritas diri dan integritaslembaga yang menuju pada wilayah (zona) bebas korupsi yang dilakukan seluruh pejabat Provinsi Kalimantan Utara. Hal ini bertujuan sebagai pengingat akan kesadaran anti-korupsi sehingga akan menuju Provinsi Kalimantan Utara yang berkeadilan dan sejahtera.

Provinsi Kalimantan Utara dalam menuju Good Governace dan Good Clean Governance terdapat beragam kontradiksi dan kesulitan dalam sinkronisasi antar peraturan perundangan khususnya di level implementasi menjadikan Provinsi Kalimantan Utara menghadapi ancaman dalam menghasilkan rencana, implementasi, pengawasan dan evaluasi. Namun demikian di sisi lain beberapa pencapaian target di dalam urusan tata pemerintahan telah mencapai hasil yang baik. Pencapaian indikator kinerja sebagaimana telah disajikan pada bagian sebelumnya secara umum telah mencapai hasil dalam koridor batasan yang relatif baik. Hal ini mengingat Kalimantan Utara merupakan Daerah Otonomi Baru. Lebih dari itu beberapa prestasi dan penghargaan telah diraih oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Utara terkait dengan dokumen perencanaan, pencapaian hasil penilaian Lakip, pelaksanaan pengawasan internal bahkan eksternal, bahkan capaian hasil pemeriksanaan keuangan dapat mencapai WTP. Banyak penghargaan yang diterima di dalam urusan tata pemerintahan ini merupakan kekuatan yang dimiliki oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Utara, yang secara strategis membantu dalam pencapaian tujuan pembangunan. Di dalam hubungannya dengan sistem perencanaan pada tingkat provinsi dan nasional diperlukan sinkronisasi antara RPJMD Provinsi Kalimantan Utara dengan RPJMN. Secara integral diperlukan penyesuaian dengan beberapa dokumen perencanaan sehingga tingkat capaian yang diperoleh di Provinsi Kalimantan Utara secara akumulatif merupakan sumbangan yang berarti kepada level nasional.

Di sisi lain UU ASN memberikan keuntungan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara yang masih dibatasi oleh kebijakan moratorium pegawai, yaitu tidak diperkenankan melakukan pengangkatan pegawai hingga penyerapan anggaran rutin dapat proporsional dibandingkan dengan anggaran pembangunan. Namun demikian keterbatasan jumlah pegawai masih dirasakan sebagai masalah yang sangat penting untuk dipecahkan. Kondisi ini yang perlu ditinjau ulang dalam kebijakan khususnya moratorium di Provinsi Kalimantan Utara. Hal lain dalam UU ASN telah banyak menuntut peningkatan kualitas manajemen SDM pegawai, baik penyusunan sasaran kinerja pegawai (SKP), pemenuhan kompetensi, profesionalitas, sistem

seleksi terbuka, pemenuhan standar kinerja, manajemen karir. Semua ini dapat dilakukan jika telah terkondisi sistem manajemen kepegawaian yang berorientasi pada sistem merit secara penuh. Untuk kebutuhan merit sistem diperlukan analisis jabatan, analisis beban kerja, analisis kompetensi, evaluasi kompetensi pegawai, pendidikan dan pengembangan secara berkelanjutan. Dengan demikian kebutuhan pegawai, kebutuhan jabatan dan kompetensi semua dapat dipersiapkan.

Di sisi lain keterbatasan jumlah pegawai tersebut dihadapkan pada permasalahan masih banyaknya jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal yakni 92% dari seluruh desa yang ada. Kondisi tersebut menjadi perhatian penting bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara mengingat tujuan pemekaran Provinsi Kalimantan Utara adalah optimalisasi pelayanan publik dalam rangka memperpendek rentang kendali pemerintahan agar tercipta efisien dan efektif sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yang pada akhirnya diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, memperkuat daya saing daerah, dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah perbatasan dengan negara lain/tetangga.

Terdapat beberapa permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik apabila kondisi wilayah administratif yang terlalu luas, topografis yang sulit dijangkau, dan jauhnya jarak dengan pusat pemerintahan. Permasalahan jarak dan topografi dapat menjadi hambatan manajemen pemerintahan. Pemekaran wilayah diperlukan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik.

Letak geografis yang berada di perbatasan antar negara menjadi permasalahan dalam manajemen pemerintahan, khususnya dalam menghadapi kerawanan disintegrasi. Khususnya Kawasan Sebatik, Kawasan Lumbis Ogong dan Kawasan Kayan Hulu yang berada di wilayah perbatasan dengan Malaysia perlu mendapatkan porsi dalam politik pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Keberadaan pos lintas batas di Kayan Hulu yaitu Long Nawang hendaknya diikuti dengan kebijakan pembangunan yang proporsional, untuk mengatasi ketimpangan. Secara fisik tampak nyata ketimpangan fasilitas kota antara ketiga kawasan ini dengan kota terdekat di Malaysia. Kota terdekat di Malaysia memiliki fasilitas yang sangat baik dengan kondisi pembangunan yang jauh lebih maju. Sedangkan kondisi di tiga kawasan ini memiliki fasilitas sangat terbatas, bahkan di Long Nawang sebagai pos lintas batas merupakan wilayah terisolir. Disparitas sosial ekonomi dan minimalnya fasilitas kawasan dapat mendorong terjadinya semangat disintegrasi,

sehingga kawasan ini dapat memisahkan diri dari Indonesia dan sebaliknya bergabung dengan Malaysia, sehingga membahayakan bagi keutuhan NKRI dan kedaulatan Negara.

Pelayanan dasar sangat penting dipenuhi oleh pemerintah untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kawasan yang terisolasi karena terbatasnya akses ke pusat pelayanan lokal mengakibatkan kebutuhan dasar sangat mahal dan tidak terpenuhi secara proporsional. oleh karena itu banyak masyarakat mengakses pelayanan dasar di Malaysia. Fenomena ini dapat menimbulkan masyarakat perbatasan memiliki ikatan emosional dengan Malaysia, selain karena masyarakat perbatasan memiliki ikatan kekeluargaan dan kekerabatan yang cukup erat sejak jaman dulu. Daya simpati dan empati akan tumbuh dan memungkinkan masyarakat perbatasan memungkinkan mengubah kewarganegaraan. Kondisi ini perlu menjadi pertimbangan politik pemerintahan, untuk memberikan kewenangan kepada tiga kawasan ini untuk mengelola wilayah administratif sebagai daerah otonom baru. Jika dipertahankan dengan status kecamatan dan desa maka kewenangan menjadi sangat terbatas, dan tidak memiliki anggaran yang memadai untuk melakukan pembangunan.

9. Degradasi dan risiko lingkungan akibat perubahan tata guna lahan untuk

Dalam dokumen ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS (Halaman 158-164)