• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDSCAPE

2.2.5 Dimensi Spasial dalam Lansekap Ekologi

Keterkaitan, baik antar komponen ekosistem maupun antar unit spasial, merupakan aspek yang penting dalam pandangan lansekap sebagai sistem lingkungan. Keterkaitan inilah yang memfasilitasi siklus energi, material dan informasi. Keterkaitan lansekap dapat dikategorikan menjadi 3 skala, yaitu skala geosphere, skala khorologi, dan skala topologi.

Skala geosphere adalah keterkaitan sistem lingkungan secara global. Aspek ini melihat gejala-gejala dunia seperti pemanasan global, fenomena el nino dan la nina, atau fenomena hujan asam (acid rain). Aspek ini tidak menjadi fokus dalam perencanaan tapak. Skala khorologi adalah keterkaitan sistem lingkungan antar unit spasial lansekap pada skala regional. Aspek khorologi melihat siklus yang lebih kecil, seperti siklus hidrologi secara regional, pola migrasi binatang, serta pola pergerakan barang dan orang. Sedangkan skala topologi adalah keterkaitan antar komponen dalam satu petak lahan. Aspek topologi melihat keterkaitan antar komponen secara lebih detail baik dalam layer-layer vertikal mulai dari lapisan geologi tanah, organisme dalam dan diatas tanah, hingga lapisan atmosfer, maupun secara horisontal.

Berdasar pembagian skala dengan keterkaitan dalam lansekap ekologi, pada umumnya tapak terkategorikan sebagai skala topologi. Terkait dengan skala tersebut, yang penting untuk membaca proses lingkungan dalam skala ini adalah mengidentifikasi komponen-komponen yang ada di dalamnya dan berusaha menginterpretasi keterkaitannya secara mikro. Namun demikian, untuk melakukan perencanaan yang holistik dan berorientasi pada tercapainya keseimbangan sistem lingkungan yang berkelanjutan, kita perlu memperhatikan keterkaitannya dalam skala khorologi.

Pada skala khorologi, keterkaitan yang perlu diperhatikan misalnya berkaitan dengan siklus/sirkulasi hidrologi, tata jaringan hijau kawasan/regional, pola pergerakan udara, pola pergerakan binatang, dan pola pergerakan manusia (system transportasi).

2.3 PENUTUP

Untuk mengukur keberhasilan penguasaan materi pengertian tapak, Anda dapat melakukan tes terhadap diri sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan berikut :

1. Uraikan posisi tapak dalam system lingkungan

10

2. Sebutkan komponen yang ada dalam tapak: apa saja yang termasuk komponen alami dan apa saja yang dimaksud sebagai komponen budaya dari tapak, serta apa perbedaan pokok dari kedua komponen tersebut

3. Berikan argumentasi bahwa antarkomponen yang ada dalam tapak terjadi saling keterkaitan

4. Uraikan bagaimana cara kita membaca tapak dalam konteks sistem lingkungan dengan bahasa spasial. Dan teori apa yang dapat kita pakai sebagai jembatan untuk itu.

11

BAB III

PEMAHAMAN DAN ANALISIS LAHAN (LANDFORM)

3.1 PENDAHULUAN 3.1.1 Deskripsi Singkat

Salah satu tugas penting perencanaan tapak adalah mengalokasikan bagian-bagian lahan untuk berbagai kegiatan. Kegiatan yang berbeda memerlukan petak lahan yang memiliki kualitas berbeda dalam hal stabilitas, daya dukung struktural, dan peluang pengembangan konfigurasi ruang. Pengetahuan dalam menggali masalah dan potensi lahan terkait dengan topografi, karakter batuan geologi, serta sifat-sifat fisik tanah dalam kaitannya dengan tujuan pembangunan merupakan dasar bagi ketajaman pengambilan keputusan rancangan tapak.

Bagian ini berisi pengetahuan dasar mengenai sifat fisik lahan untuk keperluan pembangunan. Hal penting yang dipelajari adalah topografi, sifat geologi (teknik) dan karakter tanah (soil). Topografi berkait dengan rupa permukaan bumi, geologi (teknik) berkait dengan perilaku dan sifat-sifat batuan, sedangkan karakter tanah menyangkut pengelolaan air dan vegetasi.

3.1.2 Manfaat

Setelah mempelajari bagian ini pembaca diharapkan mampu melakukan klasifikasi lahan dalam tapak atas dasar potensi serta permasalahannya terkait dengan kondisi dan karakter topografi, geologi dan tanah. Hasil dari klasifikasi akan menjadi masukan bagi analisis komponen-komponen lain serta menjadi inspirasi bagi pengembangan rancangan bangunan dan tata ruang luar dalam tapak yang memenuhi kaidah-kaidah fungsional dan estetis.

3.1.3 Learning Outcomes

Mampu melakukan klasifikasi lahan dalam tapak berdasarkan potensi serta permasalahannya terkait topografi, geologi dan tanah

12

3.2 URAIAN

3.2.1 Topografi (Pengertian, Skala dan Komponen)

Topografi berarti gambaran tiga dimensi dari permukaan bumi. Topografi menggambarkan variasi kemiringan dan ketinggian lahan. Pada skala regional kondisi topografi disebut “macrolandform” dan karakternya dapat terbentuk oleh lembah, gunung, perbukitan, padang rumput, dan dataran. Topografi pada skala tapak (site) disebut

“microlandform” dan karakternya terbentuk oleh gundukan tanah, slope, dan perubahan ketinggian. Sedangkan topografi secara detil disebut dengan “minilandform” dapat tercipta oleh gelombang tanah, pasir atau bebatuan.

3.2.2 Penggambaran dan Interpretasi Topografi

Informasi topografi dapat didapatkan dalam berbagai derajat detil dan akurasi. Pada awal proyek, informasi topografi secara kasar dengan sketsa tangan masih berguna untuk memberikan inspirasi awal rancangan. Namun untuk keperluan perencanan kontruksi atau pembagian ruang yang tepat di perlukan informasi topografi dengan standar akurasi yang tinggi, yang dihasilkan oleh ahli geodesi melalui pengukuran langsung atau interprestasi foto udara.

Data topografi dapat digambarkan dengan peta kontur, peta ketinggian , peta kemiringan (slope), potongan, dan gambar tiga dimensi.

3.2.3 Ragam Topografi Lahan

Berdasar penampakan bentuknya, bagian lahan dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Lahan datar

2. Lahan cembung (convex landform) 3. Punggung bukit (ridge)

4. Lahan cekung (concave landform)

Lahan datar adalah bagian lahan yang dalam peta tergambarkan oleh garis-garis kontur yang jarang. Skala lahan datar bervariasi dari sebagian petak tapak (site), sebuah site, hingga suatu padang luas. Pada umumnya lahan datar memiliki sifat paling stabil di bandingkan dengan jenis lahan yang lain, sebab tanah di lahan datar relatif lebih statis, dan paling seimbang terhadap gaya grafitasi bumi. Secara arsitektural, dominasi horisontal, menciptakan rasa visual yang tenang dan statis. Namun begitu lahan datar miskin rasa 3 dimensi, terasa sangat terbuka dan tidak memberikan definisi suatu ruang luar.

13

Lahan cembung (bukit), merupakan massa solid positif dan ruang negatif (ruang yang terisi) yang tergambarkan oleh garis-garis kontur konsentrik dengan titik tertinggi di tengah.

Berbeda dengan lahan datar, lahan cembung mengekspresikan rasa dinamis, aggresif dan kemegahan. Sebagai massa solid positif, lahan cembung dapat menjadi focal point dalam hamparan lansekap. Sedangkan sisi-sisinya dapat berfungsi sebagai dinding untuk mendefinisikan suatu ruang luar.

Bagian lahan yang hampir sama dengan lahan cembung adalah punggung bukit (ridge).

Perbedaannya adalah: punggung bukit (ridge) merupakan titik-titik puncak dari lahan yang membentuk garis linear, sedangkan lahan cembung cenderung kompak dan terpusat. Pada peta kontur, ridge di tampilkan oleh suatu kurva tertutup yang memanjang dan kadang bercabang-cabang secara organik.

Bagian lahan cekung atau lembah, merupakan solid negatif yang membentuk ruang positif berbentuk seperti mangkok. Lahan cekung/lembah menciptakan suatu ruang luar dengan tingkat keterlingkupan (enclosure) yang relatif kuat. Lembah dapat diidentifikasi pada peta kontur berupa area garis-garis konsentrik yang semakin ke tengah semakin rendah elevasinya.

Dari sisi hidrologi, lembah dan lahan datar merupakan area yang relatif kaya kandungan air dibandingkan area lahan cembung dan ridge.

Gambar 3.1 Ragam Topografi 3.2.4 Pengaruh Topografi dan Pemanfaatannya

Topografi dapat dikatakan sebagai sifat dasar dari lahan karena menentukan sistem alam yang lain: misalnya pola aliran air, yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap erosi dan sedimentasi. Bersamaan dengan kondisi air yang dibentuknya, topografi juga menentukan susunan tanah yang akhirnya menetukan pola tumbuh dan sebaran vegetasi.

14

Karena sifatnya, topografi menjadi faktor alam yang sangat menentukan pola pengembangan kawasan, posisi dan orientasi bangunan, tata jaringan utilitas, dan tata lansekap.

3.3 PENUTUP

Pertanyaan: Untuk mengukur keberhasilan menguasai materi, anda dapat melakukan tes terhadap diri sendiri melalui pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

1. Jelaskan mengapa kita perlu mempelajari topografi dan sifat fisik tanah untuk keperluan praktek arsitektur?

15

BAB IV

PEMAHAMAN DAN ANALISIS LAHAN (Pengertian dan Analisis Contur)

4.1 PENDAHULUAN 4.1.1 Deskripsi Singkat

Bagian ini berisi strategi pengolahan lahan untuk keperluan pembangunan. Terkait dengan topografi, prinsip-prinsip yang di sampaikan adalah teknik penggambaran dan interprestasi kontur menjadi informasi tapak yang lain (kemiringan, ketinggian), serta gagasan-gagasan pemanfaatan topografi dalam perencanaan tapak. Perihal geologi dan tanah, aspek pentingnya adalah pemahaman akan sifat dan perilaku batuan yang berkait dengan daya dukung dan kestabilan, potensi permasalahan, deliniasinya dalam peta, kondisi air tanah berkait dengan jenis dan permeabilitas, serta strategi penanganannya.

4.1.2 Manfaat (Relevansi)

Manfaat yang dapat diperoleh pada pembelajaran bab ini yaitu Dengan materi di bab ini mahasiswa dapat mengolah lahan dari bentuk lahan bagaimanapun jenisnya menjadi lahan yang dapat memiliki nilai jual lebih.

1.1.3 Learning Outcomes

Mampu menganalisis kontur dan melakukan pengolahan pemanfaatan lahan

4.2 URAIAN 4.2.1 Peta Kontur

Peta kontur adalah ekspresi topografi paling umum. Peta kontur berisi garis-garis yang menghubungkan semua titik berketingggian sama diukur dari suatu patokan bidang horisontal. Garis-garis tersebut membentuk suatu kurva tertutup. Harus di ingat bahwa garis kontur hanyalah garis artifisial yang tidak pernah tampak pada lahan nyata kecuali kebetulan terposisikan tepat pada batas sisi bidang datar, badan air tenang, garis pantai dan sejenisnya.

Dalam teori, kurva yang terbentuk oleh garis kontur akan tercipta bila suatu kaca datar memotong gundukan tanah.

4.2.2 Peta Ketinggian (Elevation)

16

Dari peta kontur dapat dihasilkan peta baru yang mengindikasikan klasifikasi bagian lahan berdasar ketinggian. Klasifikasi ketinggian pada umumnya di tetapkan berdasar standar atau kepentingan tertentu, misalnya batas area tergenang, potensial genangan, atau bahkan perbedaan karakter tanaman yang dapat hidup. Beda dengan peta kontur yang informasinya di ungkapkan dalam bentuk vektor, peta ketinggian memberikan informasi dengan poligon/area. Setiap area mengindikasikan bagian lahan dengan angka ketinggian tertentu. Untuk mempermudah pembacaan, peta ketinggian dapat dilengkapi dengan arsiran atau warna.

Gambar 4.1 Peta Ketinggian (elevasi)

Gambar 4.2 Interpretasi Arsiran pada Peta Ketinggian (Elevasi)

17

4.2.3 Peta Kemiringan (Slope)

Peta kontur juga dapat di interprestasi menjadi peta kemiringan, yang di ungkapkan dalam satuan derajat atau: persentase. Kemiringan diperhitungkan dari dua garis kontur dengan menggunakan rumus phytagoras, yaitu dengan menarik garis antara dua garis kontur, mengukur jarak horisontal dan menjumlahkan intervalnya. Dari perhitungan berbagai titik sampel, kita dapat menghasilkan peta baru. Sama dengan peta ketinggian, peta kemiringan berupa peta data poligon. Setiap area dalam poligon mengindikasikan bagian lahan dengan klasifikasi kemiringan tertentu dan dapat dilengkapi dengan arsir dan warna. Klasifikasi kemiringan pada umumnya ditetapkan berdasar pertimbagan pembangunan. Berikut ini adalah contoh klasifikasi lahan berdasar kemiringannya (tanpa pertimbangan komponen lain, misalnya jenis tanah):

1. kemiringan < 1 %: aliran drainase jelek, mudah terjadi genangan kemiringan 1 – 3 %:

paling sedikit masalah karena aliran air bagus,

2. kemiringan 1 – 3 %: paling sedikit masalah karena aliran air bagus, karenanya paling optimal bagi pembangunan. Tetapi di lain sisi, lahan seperti juga paling bagus untuk pertanian.

3. kemiringan 3 – 5 %: relatif baik untuk pembangunan dengan konstruksi sederhana dan penutupan tanah sedikit.

4. kemiringan > 8 %: menyulitkan perancangan struktur, terutama dengan pondasi besar. Di lain pihak, kemiringan seperti ini memberikan kemewahan area pandang.

Gambar 4.3 Interpretasi Arsiran Pada Peta Kelerengan (elevasi)

18

Gambar 4.4 Perhitungan Penilaian Kelerengah Lahan

Prinsip penggambaran kontur:

1. garis kontur menghubungkan titik-titik selevel

2. Kontur membentuk kurva tertutup (walau tidak terlihat pada satu lembar peta)

3. satu garis kontur tidak dapat di pecah 4. antara garis kontur tidak dapat saling

memotong

5. Kerapatan antar garis kontur menggambarkan tingkat kemiringan lahan. Semakin rapat, kemiringan lahan semakin terjal.

19

4.3 PENUTUP

Tugas: Buatlah perencanaan cotages dengan metode cut and fill pada peta contur yang telah disediakan

20

BAB V

PEMAHAMAN DAN ANALISIS HIDROLOGY

(Sistem Hidrologi dan Pemanfaatan Air Dalam Tapak)

5.1 PENDAHULUAN 5.1.1 Deskripsi Singkat

Air dalam tapak merupakan elemen desain yang penting. Air dapat dimanfatkan secara fungsional, misalnya untuk air minum dan pendingin udara, untuk keperluan estetika seperti kolam dan air terjun. Air juga berfungsi untuk kehidupan tanaman dan binatang. Tetapi dalam kondisi tertentu, bila salah mengelolanya, keberadaan air dapat menimbulkan bencana dalam tapak, misalnya munculnya banjir, genangan dan erosi. Untuk dapat mengolah air dalam tapak secara optimal, perencana harus memahami sifat/karakter dan perilaku air dalam tapak dan kaitannya dengan sistem air secara lebih luas.

5.1.2 Manfaat

Manfaat yang dapat diperoleh dari pembelajaran pada bab ini adalah mahasiswa dapat mengelola pemanfaatan air dalam proses pembangunan wilayah.

5.1.3 Learning Outcomes

Mahasiswa Mampu memahami strategi dan teknik pengelolaan dan pemanfaatan air dalam tapak.

5.2 URAIAN

5.2.1 Sifat Fisik Air

Air adalah komponen lingkungan yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

 Plastis: cair, tidak memilki bentuk tetap, bentuknya tergantung wadahnya.

 Sensitif terhadap gravitasi: selalu bergerak mencari lokasi terendah.

 Memiliki daya pantul (cermin) yang tinggi.

 Daya serap dan daya simpan terhadap suhu dan gelombang energi yang tinggi.

 Mampu meresap dalam tanah.

 Dapat berubah bentuk dan berat jenis: air, uap, embun dan es.

21

5.2.2 Siklus air

Pada dasarnya air di alam ini selalu tetap jumlahnya. Yang terjadi hanyalah perubahan bentuk dan tempatnya saja. Dalam berbagai bentuk, air mengalami sirkulasi dalam suatu sistem siklus yang tertutup. Proses perubahan bentuk dan pergerakan air (sirkulasi) yang menentukan proporsi dan keseimbangan air di alam disebut siklus hidrologi. Dalam siklus hidrologi air dapat muncul dalam bentuk air, uap, embun, atau salju. Sedangkan proses yang terjadi adalah hujan, aliran, infiltrasi, penguapan, evapotranspirasi (penguapan dari tanaman), pengembunan, pembekuan, dan penyublinan.

Pada fase-fase tertentu dalam siklus, air dapat tersimpan atau melewati berbagai wadah (container). Air dapat tersimpan/melewati atmosfer, ruang di permukaan tanah, ruang di dalam tanah, serta dalam tubuh manusia, binatang dan tanaman. Masing-masing wadah tersebut dapat disebut sebagai sub sistem hidrologi.

Berdasarkan Ensiklopedia, Macam-Macam dan Tahapan Proses Siklus Hidrologi adalah:

A. Siklus Pendek / Siklus Kecil

1. Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari

Gambar 5.1 Skema Siklus Air

22

2. Terjadi kondensasi dan pembentukan awan

3. Turun hujan di permukaan laut B. Siklus Sedang

1.

Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari

2.

Terjadi kondensasi

3.

Uap bergerak oleh tiupan angin ke darat

4.

Pembentukan awan

5.

Turun hujan di permukaan daratan

6.

Air mengalir di sungai menuju laut kembali C. Siklus Panjang / Siklus Besar

1. Air laut menguap menjadi uap gas karena panas matahari 2. Uap air mengalami sublimasi

3. Pembentukan awan yang mengandung kristal es 4. Awan bergerak oleh tiupan angin ke darat 5. Pembentukan awan

6. Turun salju

7. Pembentukan gletser

8. Gletser mencair membentuk aliran sungai

9. Air mengalir di sungai menuju darat dan kemudian ke laut

Sedangkan menurut peneliti air, William Waterway Marks, mengemukakan teori terbaru mengenai "Definisi terbaru siklus air di bumi". Menurutnya definisi lama itu hanya mencakup sepertiga dari siklus air bumi, dan tidak menggambarkan penelitian ilmiah terbaru. Definisi terbaru untuk siklus air sekarang dinamakan dengan "Waterway Cycle" atau

"Siklus Waterway".

Definisi ini menggambarkan penelitian ilmiah, dan yang paling utama memasukkan tiga siklus yang saling berkaitan yang diketahui sebagai "Cosmic Water Cycle (siklus air di kosmik)", "the Atmospheric Water Cycle (siklus air di atmosfer)" dan "the Oceanic Water Cycle (siklus air di lautan)". Tiga siklus air di bumi itu saling berkaitan dalam hal proses pergantian air di bumi.

Siklus air di lautan (oceanic water cycle) merupakan siklus yang terjadi di lautan dimana air laut di daur ulang secara terus menerus dengan cara diserap ke dalam bumi lalu dikeluarkan kembali. Untuk Siklus air di atmosfer (the Atmospheric water cycle) merupakan

23

siklus yang terjadi akibat adanya pemanasan oleh matahari terhadap bumi. Sedangkan Siklus air di kosmik adalah siklus yang terjadi antara bumi dengan ruang angkasa.

5.2.3 Curah Hujan

Curah hujan merupakan unsur iklim dalam skala regional (dalam sistem lansekap adalah skala khorologi), misalnya skala kota atau bagian kota. Curah hujan merupakan sumber utama dari sistem air pada suatu daerah aliran sungai. Dalam suatu wilayah ekosistem regional, pada umumnya terdapat variasi curah hujan yang dipengarui oleh topografi, dan pada perkembangannya juga oleh aktifitas guna lahan. Deliniasi daerah curah hujan dari DAS dalam peta disebut dengan peta Isohyet.

5.2.4 Sirkulasi Air dalam Lansekap Regional

Dalam lansekap regional yang merupakan satu kesatuan wilayah sistem aliran air (daerah aliran sungai/watershed), air mengalami sirkulasi melalui atmosfer, permukan tanah dan di bawah tanah. Baik melalui permukaan ataupun dalam tanah, air mengalir dari area yang lebih tinggi menuju area yang lebih rendah. Area yang lebih tinggi di sebut area tangkapan (recharge area) dan mendapatkan air dari hujan. Sedangkan area yang lebih rendah disebut area buangan (dischrage area). Biasanya di area tangkapan, muka air tanah terletak relatif dalam, sedangkan pada area buangan air tanah relatif dangkal (mendekati muka tanah). Pola sirkulasi air dalam watershed tergantung pada:

a. Daerah iklim (posisinya terhadap matahari yang menetukan karakter curah hujan Topografi yang menetukan pola aliran;

b. Geologi serta sifat dan derajat ketertutupan tanah (termasuk adanya vegetasi) yang menetukan kemampuan infiltasi dan penyimpanan.

24

5.2.5 Sirkulasi Air Regional

Pada dasarnya sumber air permukan adalah air hujan yang terjadi pada saat curah hujan melampui kecepatan infiltrasi, evaporasi, dan evapotransporasi. Jika air yang turun sebagai hujan (atau salju) tidak dapat diresapkan ke dalam tanah dan tidak habis pula diuapkan, air akan mengalir dipermukaan lahan sebagai limpasan permukaan. Limpasan permukaan terjadi di seluruh bagian lahan tempat air hujan jatuh, sebelum berkumpul ke dalam parit-parit kecil dan mengalir bersama-sama menuju sungai. Sungai mengangkut air menuju laut.

Pola limpasan alami suatu wilayah watershed yang muncul sebagai pola aliran sungai pada dasarnya sangat tergantung pada kondiri topografi dan geologi wilayah tersebut.

Berikut ini adalah ragam pola aliran sungai yang umum yang dipengaruhi dan mengindikasikan kondisi fisik lahan wilayah.

1. Denritik (seperti cabang pohon): daerah mempunyai struktur batuan yang homogen;

2. Rectangular (cabang-cabang aliran saling tegak lurus):

daerahnya mempunyai kekar-kekar atau sesar-sesar yang memiliki arah-arah tertentu;

3. Trellis (seperti sirip ikan): daerahnya merupakan daerah lipatan yang kuat atau lapisannya miring dengan macam-macam batuan (heterogen)

4. Radial menyebar: daerah gunung api (dome muda)

25

5. Annular (aliran melingkar dan menyebar ke segalka arah:

dome dewasa yang telah banyak mengalami erosi;

6. Multi basinal (aliran terputus-putus): daerah karst dengan aliran hanya pada waktu hujan.

Pola limpasan permukaan akan termodifikasi dengan adanya penutupan lahan seperti vegetasi, bangunan, jalan, dan perkerasan.

5.2.6 Aliran Air Tanah dalam Struktur Lansekap

Jaring-jaring dan siklus hidrologi mencerminkan keterkaitan antar bagian dari sistem lansekap. Jaring-jaring ini muncul di permukaan, di atmosfer maupun di dalam tanah. Jejaring hidrologi pada permukaan lahan telah kita bahas secara singkat pada bagian limpasan permukaan regional. Sedangkan untuk memahami jejaring hidrologi dalam tanah, kita dapat mengadopsi konsep dari Toth (1963).

Berdasar konsep ini, aliran air dibawah tanah terdiri dari sistem jaringan yang bertingkat dan superimpose antara sub sistem hidrologi lokal dan regional. Pada prinsipnya, pada bagian-bagian lahan senantiasa ada bagian asupan (recharge area) dan bagian buangan (discharge area). Air selalu datang dari area asupan menuju area buangan. Sistem hidrologi lokal terjadi sebagai akibat dari kondisi topografi mikro (microlandform) dan kondisi tanahnya, sedangkan sistem hidrologi regional ditentukan oleh kondisi geologi dan topografi regional (macrolandform).

5.2.7 Lapisan Hidrogeologi

Bagian tanah yang dapat di masuki/dilalui air disebut sebagai lapisan tanah yang permeable, yaitu yang disebut sebagai lapisan aquifer. Di tempat inilah air tanah disimpan.

Tidak semua lapisan geologi memberi peluang terdapatnya air tanah. Berdasar pada sifat ini, pelapisan geologi dapat di bedakan menjadi:

1. Aquifer (lapisan pembawa air): lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang memiliki permeabilitas tinggi sehingga dpat menyimpan dan mengalirkan air tanah dalam jumlah besar;

26

2. Aquitard (lapisan kedap air): lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang memiliki permeable rendah yang hanya dapat menyimpan air tanah tetapi tidak dapat mengalirkannya;

3. Aquiclude (lapisan kebal air) : lapisan, formasi,atau kelompok formasi satuan geologi yang impermeable, sama sekali tidak mengandung air.

Kondisi alami dan distribusi aquifer, aquitard dan aquiclude dalam sistem geologi ditentukan oleh lithologi, stratigrafi, dan struktur dari material simpanan geologi dan formasinya.

Tanah yang memiliki cukup rongga dapat untuk dimasuki air. Namun demikian, posisi bagian tanah ini juga mempengaruhi kapasitas kondisi air tanah pada suatu lahan. Secara geologi, bagian tanah yang menyimpan air dapat terletak di atas, di bawah, atau di antara suatu jenis tanah/batuan yang lain. Unconfined dan semiunconfined aquifer memiliki peluang untuk mendapatkan asupan air secara langsung mendapat dari permukaan tanah karena tidak adanya lapisan kedap air di atas lapisan ini. Lapisan-lapisan diatas dapat berulang secara vertikal. Berdasarkan posisinya, lapisan pembawa air (aquifer) dapat dibedakan menjadi:

1. Confined aquifer (lapisan pembawa air tertekan): Aquifer jenuh air yang terletak diantara aquiclude dan memiliki tekanan lebih besar dari tekanan atmosfer.

2. Unconfined aquifer (lapisan pembawa air bebas): Aquifer jenuh air yang dibatasi aquitard di bawahnya dan tidak memilki pembatas di atasnya.

3. Aquifer ini adalah aquifer yang memiliki muka air tanah (water table).

Terdapat 3 ragam unconfined aquifer adalah: akuifer lembah (danau dan sungai); akuifer aluvial. Artesian aquifer: merupakan confined aquifer, dimana konduktifitas hidroliknya lebih tinggi dari permukaan tanah, sehingga bila di lakukan pengeboran akan timbul pancaran ke atas (melawan gravitasi), hingga mencapai ketinggian hidroliknya.

Daerah-daerah yang banyak terdapat lapisan pembawa air

Daerah-daerah yang banyak terdapat lapisan pembawa air