• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB XIV TATA LETAK BANGUNAN DAN PERANCANGAN RUANG TERBUKA

14.2.1 Tata Letak Bangunan Pada Tapak

Terdapat 3 situasi berkaitan dengan tata letak bangunan pada tapak untuk menciptakan ruang luar yang berkualitas, yaitu:

1) Meletakkan dan mengkonfigurasikan beberapa (banyak) massa bangunan pada tapak (proyek perumahan, kampus, kompleks perdagangan, cottage, kompleks kantor).

2) Meletakkan bangunan massa tunggal sebagai komponen struktural utama pada tapak (rumah, masjid, gereja, bank, kantor satu bangunan)

100 3) Menambahkan/mengembangkan/merenovasi bangunan dan tapak eksisting

Pada situasi pertama perhatian utama diarahkan pada kondisi alami tapak (kontur, air, vegetasi), ruang luar yang akan tercipta diantara bangunan, dan hubungan fungsional antar bangunan. Ketika kelompok profesi (arsitek, lansekap arsitek, ahli lingkungan) merancang kelompok bangunan, penekanan mereka pada upaya integrasi massa-massa bangunan dan ruang-ruang luar melalui suatu skema yang terpadu. Rancangan dari bangunan dan ruang luar secara individu di anggap kurang prioritas.

Pada situasi kedua, perhatian utama tertumpu pada massa bangunan itu sendiri yang sering muncul sebagai objek dalam ruang tapak, yaitu sosok/figure untuk di lihat dari berbagai sisi tapak. Elemen tapak yang lain menjadi latar dan pelingkup. Pada situasi ini bangunan dapat muncul baik sebagai focal point yang tampak

kontras maupun sebagai elemen yang tersatukan selaras dengan kondisi elemen-elemen lain pada tapak.

Pada situasi ke tiga, tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan kualitas tapak yang lebih fungsional dan estetitis. Perhatian utama di tujukan pada ruang-ruang yang masih tersisa dan belum terdefinisikan dengan baik, yang teridentifikasi dari:

 Adanya ruang negatif ( tidak jelas fungsi dan batasnya) yang perlu di olah menjadi ruang positif yang berkualitas (jelas batas pelingkup dan fungsinya)

 Adanya ruang mati (ruang sisa yang tidak nyaman untuk digunakan, misalnya terlalu kecil atau memiliki sudut yang kurang enak) yang perlu di olah menjadi ruang hidup (ruang yang nyaman di pakai untuk suatu kegiatan).

Satu bangunan tidak menciptakan suatu ruang terbuka positif kecuali tertata bersama-sama dengan bangunan lain, atau dengan komponen lain seperti bentukan tanah dan tanaman.

Konsep penting dalam menciptakan ruang terbuka adalah:

1. closure (derajat ketertutupan)

2. karakter bidang pelingkup yang meliputi pola, warna, tekstur dan ornamen

3. vitalitas ruang yang dapat tercipta oleh perubahan cahaya, perilaku tanaman berdasar musim dan aktivitas manusia yang menempatinya.

Beberapa prinsip penting dalam tata bangunan pada tapak adalah:

1. Rasio lebar dan tinggi (d/h) yang akan menentukan persepsi keterlingkupan (closure) secara vertikal. Menurut Gary Robinette ketertutupan penuh terasakan oleh rasio d/h

= 1/1, rasio batas optimal saat d/h = 2/1, dan enclosure minimal saat d/h = 3:1, dan

101 akan hilang bila d/h = 4:1. Meski dalam penciptaan ruang luar di perlukan rasa keterlingkupan vertikal, namun terlalu tertutup akan bersifat kontraproduktif. Bila tinggi bangunan terlalu besar dibandingkan dengan jarak/lebar ruang, orang akan merasa tertekan, dan akan mempengaruhi vitalitas ruang berkait dengan cahaya yang didapatkannya. Beberapa teori arsitektur menyatakan bahwa sudut pandang vertikal optimal terhadap tinggi bangunan adalah sekitar 27 derajat, saat d/h = 2:1.

2. Selain perbandingan antara lebar dan tinggi, lebar ruang itu sendiri mempengaruhi rasa ruang. Manusia memiliki persepsi mengenai skala ruang yang nyaman baginya agar tidak terlalu sempit dan tidak terlalu lebar, serta memberi citra suasana tertentu.

Rasa intim (skala manusia) tercipta oleh lebar ruang hingga 24 m; grand urban space (ruang skala kota) tercipta pada lebar ruang antara 24 m – 137 meter; jarak maksimum dalam yang rasa ruang (akhir kemampuan melihat gerakan tubuh) adalah 137 m tersebut.

3. Konfigurasi massa yang akan menentukan rasa keterlingkupan secara horisontal.

Tingkat keterlingkupan horisontal (enclosure) ditentukan oleh kerapatan elemen-elemen yang membentuk dinding ruang yang dapat berupa fasade bangunan, deretan pepohonan atau tebing tanah. Enclosure terasa kuat apabila dinding selalu bersambung, dan lemah bila bukaan-bukan antara elemen yang membatasi ruang semakin lebar. Pada kondisi rancangan bangunan-bangunan tidak terangkai, dimanfaatkanlah fungsi tanaman sebagai batas atau pengubung (lihat bagian tanaman di bab sebelumnya) untuk memperkuat derajat keterlingkupan.

4. Karakter bangunan berpengaruh terhadap kualitas bangunan yang akan menentukan karakter detil batas pelingkup ruang luar. Aspek yang perlu diperhatikan adalah pola bidang, proporsi, warna, tekstur dan detil ornamen. Aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh dalam mennciptakan citra dan suasana tempat tersebut, apakah modern, klasik, hangat, ceria dan sebagainya.

5. Isi ruang seperti tanaman, patung kolam dan elemen-elemen lainnya dapat menjadi elemen yang mendefinisikan ruang dengan lebih baik (misalnya membagi ruang mayor menjadi ruang minor yang memiliki derajat kerlingkupan dan intimasi tertentu), memodifikasi bidang-bidang pembatas, dan menciptakan vitalitas dalam ruang ruang yang tercipta.

102 Contoh :

Dalam menciptakan suasana ruang yang nyaman secara baik secara visual dan penghawaan patut diperhatikan beberapa setting bangunan seperti KDB, KLB, KDH dan sebaran vegetasinya. Hubungan antar satu bangunan dengan bangunan lainnya patut diperhatikan jarak dan sifat ketertutupan (enclosure) pada ruang kawasan. Pada Kawasan Kluster MIPA UGM, sesuai dengan arahan RIPK UGM komposisi bangunan diatur dengan konfigurasi KDB sebesar 31.88% dan KLB sebesar 1.29 dengan ketinggian rata-rata bangunan berkisar antara 2 dan 4 lantai. SIteplan bangunan pada kluster MIPA direncanakan dengan konsep ruang dalam dimana ruang terbuka sebagai wadah aktifitas mahasiswa terlatak di tengah dan dilingkupi oleh ruang bangunan. Arus sirkulasi yang tercipta berupa sirkulasi dalam dengan fasilitas di tepi (Pherifery). Sistem sirkulasi seperti ini menciptakanan ketertiban arus sirkulasi kendaraan (dengan diberlakukan sistem arus keluar masuk satu

Konfigurasi Blok Kawasan Fakultas MIPA UGM Sumber: RIPK UGM

103 arah) dan memungkinkan untuk penggunaan fasilitas secara optimal pada tiap-tiap bangunan gedung.

Rencana pembangunan gedung baru di Kluster MIPA bagian selatan juga menuntut penyamaan konsep ruang yang telah ditetapkan dalam RIPK. Konsep ruang dalam mengharuskan bangunan memiliki ruang terbuka di bagian dalam kluster. Ruang terbuka dan sebaran vegetasi diatasnya harus disesuikan dengan tapak bangunan di dalam kluster sehingga tercapai keterpaduan tapak yang baik.