• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB X KONSEP KESESUAIAN DAN PRINSIP KLASIFIKASI LAHAN

10.2.2 Klasifikasi Lahan

Lahan terdiri atas Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Adapun kriteria dari kedua kawasan tersebut yaitu :

A. Kriteria Kawasan Lindung

Jenis kawasan Kriteria Kawasan

I. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya:

Kawasan hutan lindung

Harus memenuhi salah satu dan/atau lebih kriteria berikut:

o kemiringan rata-rata ≥ 40%

o ketinggian di atas 2.000 mdpl

o jenis tanah yang rentan terhadap erosi dengan nilai 5 (tanah regosol, litosol, organosol, dan renzina) dan kemiringan 15 %.

o kawasan memiliki skor > 175 menurut SK Mentan No. 837/Um/11/1980.

62 o guna keperluan khusus ditentukan oleh

menteri kehutanan

Kawasan bergambut o Kawasan bergambut ditetapkan dengan kriteria ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau rawa.

Kawasan resapan air o Curah hujan yang tinggi, struktur tanah yang mudah meresapkan air dan bentuk geomorfologi yang mampu meresapkan air ujan besar-besaran.

II. Kawasan perlindungan setempat

Sempadan pantai

o Daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

o Daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

Sempadan sungai o Daratan sepanjang tepian sungai

bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;

o Daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan

permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan o Daratan sepanjang tepian anak sungai

tidak bertanggul di luar kawasan

permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.

Kawasan sekitar danau atau waduk

o Daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau

o Daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk.

Kawasan sekitar mata air o Sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekeliling mata air, kecuali untuk kepentingan umum

III. Kawasan suaka alam,

pelestarian alam, dan cagar budaya Kawasan suaka alam

o kawasan yang memiliki keanekaragaman biota, ekosistem, serta gejala dan

keunikan alam yang khas baik di darat maupun di perairan; dan/atau

o mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman

63 jenis biota, ekosistem, serta gejala dan

keunikan alam yang terdapat di dalamnya Kawasan suaka alam laut dan

perairan lainnya

o memiliki ekosistem khas, baik di lautan maupun di perairan lainnya; dan o merupakan habitat alami yang

memberikan tempat atau perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa.

Suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut

o merupakan tempat hidup dan

perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya

konservasinya;

o memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi;

o merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; atau

o memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

Cagar alam dan cagar alam laut o memiliki keanekaragaman jenis

tumbuhan, satwa, dan tipe ekosistemnya;

o memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;

o memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli atau belum diganggu manusia;

o memiliki luas dan bentuk tertentu; atau o memiliki ciri khas yang merupakan

satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi.

Kawasan Pantai Berhutan Bakau o Kawasan minimal 130 kali rata-rata tunggang air pasang tertinggi tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat.

Taman nasional dan taman nasional laut

o berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam;

o memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami;

o memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh;

o memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di dalamnya yang secara materi atau fisik tidak boleh diubah baik oleh eksploitasi maupun pendudukan manusia; dan

o memiliki keadaan alam yang asli untuk

64 dikembangkan sebagai pariwisata alam.

Taman hutan raya o berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan/atau satwa yang beragam;

o memiliki arsitektur bentang alam yang baik;

o memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;

o merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh maupun kawasan yang sudah berubah;

o memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; dan

o memiliki luas yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan

dan/atau satwa jenis asli dan/atau bukan asli.

o Kawasan cagar budaya dan ilmu

pengetahuan

o ditetapkan dengan kriteria sebagai hasil budaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

IV. Kawasan Rawan Bencana Kawasan rawan tanah longsor

o kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan material

pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material

campuran.

Kawasan rawan gelombang pasang o kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari.

Kawasan rawan banjir o ditetapkan dengan kriteria kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau

berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir.

B. Kriteria Kawasan Lindung

Jenis kawasan Kriteria Kawasan

I. Kawasan Hutan Produksi

Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas

o memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor 125 (seratus dua puluh lima) sampai dengan 174 (seratus tujuh puluh empat).

Kawasan peruntukan hutan produksi o memiliki faktor kemiringan lereng, jenis

65

tetap tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah

skor paling besar 124 (seratus dua puluh empat).

Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi

o memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor paling besar 124 (seratus dua puluh empat); dan/atau

o merupakan kawasan yang apabila

dikonversi mampu mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

II. Kawasan Pertanian

Kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah

o Kawasan yang sesuai untuk pertanian tanaman pangan lahan basah dan

memiliki sistem dan atau pengembang-an perairan yang meliputi:

o ketinggian < 1000 m.

o kemiringan < 40%

o kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm o curah hujan 1.500-4.000 mm/tahun o

Kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering

o tidak mempunyai sistem dan/atau pengembangan perairan

o ketinggian < 1.000 m o kemiringan < 40%

o kedalaman efektif lapisan tanah > 30 cm o curah hujan 1.500-4.000 mm/tahun Kawasan perikanan o Secara fisik ditentukan oleh faktor utama:

o kemiringan < 8%

o persediaan air cukup

III. Kawasan Pertambangan o Kawasan pertambangan yang sesuai adalah

o tersedianya bahan baku yang cukup dan bernilai tinggi

o adanya sistem pembuangan limbah yang baik

o tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat

o tidak terletak di kawasan pertanian pangan lahan basah yang teririgasi dan yang berpotensi bagi pengembangan irigasi

IV. Kawasan industri o Tersedia sumber air baku cukup

o Adanya sistem pembuangan limbah yang baik

o Tidak menimbulkan dampak sosial negatif yang berat

o Tidak terletak di kawasan pertanian pangan lahan basah yang beririgasi dan yang berpotensi bagi pengembangan

66 irigasi

o Tidak terletak di kawasan berfungsi lindung dan kawasan hutan produksi V. Kawasan Pariwisata o Kawasan yang sesuai bagi kegiatan

pariwisata adalah

o keindahan alam dan panorama alam yang indah dan diminati wisatawan (wisata alam)

o masyarakat dengan kebudayaan yang bernilai tinggi

o bangunan peninggalan sejarah/budaya yang memiliki nilai sejarah/budaya tinggi VI. Kawasan permukiman o Kawasan yang sesuai untuk kawasan

permukiman

o Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada

o Ketersediaan air terjamin

o Lokasi terkait dengan kawasan hunian yang telah ada1

o Tidak terletak di kawasan lindung, kawasan pertanian lahan basah, kawasan hutan produksi

10.3. PENUTUP

Bagaimanakah prinsip klasifikasi dan kesesuaian lahan

67 BAB XI

TEKNIK ANALISIS KESESUAIAN LAHAN

11.1. PENDAHULUAN 11.1.1. Deskripsi Singkat

Analisis kondisi tapak ditujukan untuk mengenali masalah dan potensi tapak, serta memadukannya untuk mendapatkan klasifikasi terpadu. Perpaduan faktor dilakukan dengan menggunakan metode overlay. Dalam melakukan overlay, perlu dipilih faktor-faktor yang dapat menjadi kriteria yang membedakan persyaratan-persyaratan penempatan

ruang/kegiatan pada tapak.

11.1.2. Manfaat

Analisis kondisi tapak, interpretasi, dan teknik overlay sangat berguna bagi pengambilan keputusan perancangan yang komprehensif dan holistik dalam

mempertimbangkan berbagai aspek. Penempatan berbagai ruang/kegiatan dan elemen rancangan pada tapak sesuai klasifikasi terpadu yang telah di hasilkan.

11.1.4. Learning Outcomes

Mampu melakukan teknik analisis kesesuaian lahan dan overlay.

11.2. PENYAJIAN/URAIAN

11.2.1. Analisis Kondisi Tapak, Interpretasi, dan Simpulan Parsial

Analisis kondisi tapak dilakukan untuk menggambarkan potensi dan masalah yang ada padanya. Dari tahap ini perencana dapat mengenali pola dan esensi karakter tapak yang harus diperhitungkan dalam proses pengembangan gagasan rancangannya.

Dalam analisis kondisi tapak, seringkali perencana harus melalui tahapan:

3. Interpretasi dan penyimpulan parsial 4. Penyimpulan/klasifikasi terpadu

Interpretasi dilakukan terhadap suatu data tapak untuk mendapatkan jenis informasi yang lain, misalnya dari peta kontur menjadi peta ketinggian, kemiringan, atau peta aliran air.

Dari peta sebaran vegetasi, menjadi peta habitat binatang.

68 PETA

KEMIRINGAN PETA KETINGGIAN

POTONGAN LAHAN PETA KONTUR

POLA ALIRAN AIR

INTERPRESTASI & ANALISA DILAKUKAN JUGA TERHADAP ASPEK LAIN SEPERTI AKSESIBILITAS, VIEW, KEBISINGAN, VEGETASI DLL.

Hasil dari interpretasi berupa pemintakatan lahan yang dapat menggambarkan antara lain:

area yang stabil dan kurang stabil untuk konstruksi: hasil analisis geologi;

area bising dan tenang: dihasilkan dari analisis kegiatan/guna lahan sekitar;

area datar, landai, miring dan terjal: dihasilkan dari interpretasi kontur;

area rawan genangan: dihasilkan minimal dari interpretasi kontur, analisis permeabilitas tanah, dan kedalaman air tanah;

area mudah dan sulit dicapai (aksesibilitas): dihasilkan dari analisis jaringan

jalan, trasnportasi, dan guna lahan sekitar;

69

area yang memiliki atau tidak memiliki privasi: di hasilkan minimal dari analisis guna lahan sekitar;

area rawan erosi: dihasilkan minimal dari interpretasi peta kontur, analisis geologi;

area berpandangan bagus atau bagus sebagai obyek pandang; dihasilkan dari analisis guna lahan;

pola aliran air: dihasilkan minimal dari interpretasi peta kontur;

pola aliran angin: dihasilkan minimal dari analisis posisi geografis, interpretasi peta kontur, sebaran vegetasi, dan guna lahan sekitar.

area penyinaran matahari pagi, area silau, area kurang penyinaran:

dihasilkan minimal dari analsis posisi geografis, interpretasi peta kontur, sebaran vegetasi, dan guna lahan sekitar;

area bervegetasi bagus, area konservasi, area gersang: dihasilkan dari interprestasi peta sebaran vegetasi, kontur dan kondisi tanah.

Penyimpulan Klasifikasi Lahan Terpadu

Penyimpulan atau klasifikasi terpadu adalah upaya menghasilkan klasifikasi ruang-ruang dalam tapak atas dasar perpaduan dari berbagai aspek yang tergambarkan dari tahap interpretasi dan penyimpulan teknik overlay parsial tiap aspek tapak. Integrasi berbagai faktor dilakukan dengan menggunakan metode tumpang susun peta (overlay). Yaitu teknik menggabungkan berbagai peta untuk mendapatkan satu peta baru berisi klasifikasi bagian lahan berdasar pertimbangan berbagai aspek.

11.2.2. Metode Overlay

Teknik overlay sangat berguna bagi pengambilan keputusan perancangan yang komprehensif dan holistik. Dalam prakteknya, tidak harus semua faktor/komponen tapak di-overlay, tetapi perlu dipilih faktor-faktor yang dapat menjadi kriteria yang membedakan persyaratan-persyaratan penempatan ruang/kegiatan pada tapak. Bagian terpenting dan tersulit dalam teknik overlay adalah membuat deliniasi (penggambaran batas-batas area dalam peta) bagian-bagian lahan yang merupakan kombinasi dari berbagai peta. Peta yang akan diolah, yaitu peta dari komponen-komponen yang telah terpilih sebagai kriteria

70 penempatan ruang, harus dalam skala yang sama. Proses ini akan dapat dilakukan dengan mudah jika peta-peta digambar pada media transparan, serta akan sangat terbantu jika dilakukan di atas meja layout, yaitu meja kaca yang berlampu/bercahaya dari bawah.

Contoh proses analisa lahan dengan teknik overlay yang menghasilkan klasifikasi lahan untuk pembangunan dapat dipelajari sebagaimana skema berikut:

11.3. PENUTUP

Pertanyaan :

Bagaiman cara melakukan teknik analisis kesesuaian lahan dan overlay.

OVERLAY

OVERLAY

simpulan parsial

PETA DASAR

PETA DASAR

PETA DASAR

PETA TURUNA

N

PETA DASAR

Simpulan Parsial

simpulan parsial

PETA TERPADU INTERPRETAS

I

INTERPRETAS I

71 12. PROGRAM RUANG KAWASAN DAN ZONASI

12.1. PENDAHULUAN 12.1.1. Deskripsi Singkat

Program ruang kawasan dan zonasi merupakan kegiatan analisis yang digunakan untuk menentukan ruang yang dibutuhkan dan melihat kesesuaiannya dengan tapak. Selain itu juga dilakukan analisis kriteria penempatan ruang dan hubungan antarruang. Analisis dapat dilakukan dengan menggunakan matrik analisis.

Analisis kondisi tapak ditujukan untuk mengenali masalah dan potensi tapak, serta memadukannya untuk mendapatkan klasifikasi terpadu. Perpaduan faktor dilakukan dengan menggunakan metode overlay.Perpaduan hasil analisis tapak dengan hasil analisis kegiatan pada tahap penyusunan rancangan dilakukan dengan bubble diagram yang menghasilkan arahan penempatan ruang dan elemen rancangan.

Dalam kaitannya dengan perencanaan tapak juga mengacu pada peraturan zonasi kawasan lindung dan kawasan budidaya.

12.1.2. Manfaat

Melalui analisis program ruang kawasan dan zonasi dengan berbagai teknik, dalam kaitannya terhadap perencanaan tapak dapat memenuhi kebutuhan klien yang juga mampu sesuai dengan peraturan zonasi.

12.1.3. Learning Outcomes

Mampu memahami dan menggunakan teknik dan analisis program ruang kawasan dan zonasi.

72 12.2. PENYAJIAN/URAIAN

12.2.1.Analisis Kebutuhan Ruang

Analisis kebutuhan ruang ditujukan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan klien tetapi juga menyesuaikannya dengan kondisi dan kemampuan tapak. Analisis kebutuhan ruang dapat dibagi menjadi 3 tahapan:

a)Identifikasi Jenis Ruang

Analisis pertama dilakukan untuk menentukan, memilih, atau memberikan prioritas ruang/kegiatan yang layak (feasible) dikembangkan pada tapak. Proses analisis dimulai dengan diskusi/brainstorming antara perencana dengan klien untuk mendapatkan berbagai ragam kegiatan yang selaras dengan tujuan pembangunan. Langkah berikutnya adalah menciptakan kriteria untuk menilai kegiatan/ruang yang sangat perlu

dikembangkan/diadakan, layak dikembangkan, dapat dikembangkan dengan persyaratan khusus, dan tidak layak dikembangkan.

b) Persyaratan Penempatan Ruang/Kegiatan

Analisis kedua adalah penentuan persyaratan-persyaratan ruang/kegiatan yang terpilih: misalnya berkait dengan lokasi yang tepat, tingkat privasi, tingkat kemudahan pencapaian, kualitas pemandangan, keamanan dari kriminal atau bencana alam, kebutuhan ventilasi, sinar matahari dan berbagai persyaratan khusus lainnya.

c) Hubungan Antarruang

Jika analisis kedua diatas dilakukan secara individual terhadap ruang/kegiatan yang terpilih, analisis ketiga dilakukan untuk mendapatkan keterkaitan antara ruang/kegiatan satu dengan lainnya.

Untuk melakukan ketiga analisis diatas anda dapat menggunakan matrik sebagaimana tercontohkan pada halaman berikutnya.

Pada tahap penyusunan rancangan, ragam, organisasi, dan persyaratan ruang yang didapatkan pada analisis kegiatan disesuaikan dengan hasil-hasil analisis kondisi tapak dengan teknik overlay.

73 12.2.2. Teknik Penggambaran Bubble Diagram

Pada tahap perancangan di lakukan integrasi hasil analisa kondisi tapak dengan analisa persyarakatan dan hubungan antar ruang. Penggunaan metode bubblediagram dapat membantu. Teknik ini dilakukan untuk menempatkan ruang-ruang yang akan di ciptakan dengan mempertimbangkan posisi, hubungan dan perkirakan luasan pada bagian-bagian lahan yang sesuai dengan persyaratannya

a.

Area

untuk fungsi tertentu dapat digambarkan dengan suatu bentuk gelembung. Dimensinya harus mendekati skala dan proporsi sebenarnya. Karenanya sebelum dilakukan perlu di buat grid-grid pembantu.

b. Bentukan gelembung harus mudah ditangkap mata dan memberi peluang pengembangan berbagai bentuk.

c. Garis sederhana dapat menyimbulkan koridor/arah pergerakan. Garis dpt dibedakan skala atau bentuknya untuk membedakan alur utama (mayor) atau minor.

d. Bintang atau bentuk cross dapat mereprsentasikan focal point, simpulan aktivitas, lokasi potensial konflik/crowded, atau kasus lain yang memiliki signifikansi tinggi.

e. Garis-garis artikulatif dapat menggambarkan elemen vertikal linear seperti tembok, screen, barrier, atau tanggul.

Buble diagram yang telah dibuat pada tahap sebelumnya baru menunjukkan posisi dan skala besaran kasar, tetapi belum menunjukkan bentukan rancangan fisik. Namun demikian bila bubble diagram yang dibuat dengan baik (sesuai dengan kaidah-kaidah di atas) akan sangat membantu dalam penciptaan bentukan fisik tersebut.

Untuk mentransformasikan diagram ke dalam bentukan geometri, kita dapat menetapkan suatu tema struktural geometris yang akan menjadi tema bentuk rancangan.

12

6

74 Beberapa contoh transformasi bubblediagram menjadi bentuk geometris yang sederhana yaitu :

 Bujur sangkar dan persegi dengan sudut 90 derajat

 Tema angular 45/90 derajat

 Tema angular 30/60 derajat

 Tema sirkular

 Tema radial

75

12.2.3. Matrik Analisis

Untuk memilih jenis kegiatan yang cocok dikembangkan pada tapak digunakan matrik usulan kegiatan/fasilitas yang dapat dilhat di bawah ini :

KRITERIA EVALUASI KECOCOKAN DENGAN LAHAN RASIO PERSEDIAAN & PERMINTAAN TINGKAT KEINGINAN KOMUNITAS BIAYA RELATIF UNTUK IMPLEMENTASI BIAYA RELATIF UNTUK PERAWATAN POTENSI PENINGKATAN PEMASUKAN NILAI KESELURUHAN KEGUNAAN/FASILIT AS TERPILIH

KEGUNAAN/FASILITAS YANG DIUSULKAN

DIISI DENGAN ANGKA

PENILAIAN

DIISI DENGAN KEGIATAN/FASILITAS YANG DIUSULKAN

76

Penilaian dilakukan dengan teknik scoring, yaitu dengan memberikan nilai tinggi (positif) jika mengarah sesuai, dan rendah atau negatif jika mengarah tidak sesuai. Skoring dapat mengarah ke tingkat sangat dianjurkan, diperbolehkan, hingga disarankan untuk tidak.

Matrik Identifikasi Persyaratan Ruang/Kegiatan

JENIS

KEGIATAN/RUANG

Persyaratan

Pencapaian Privasi Keamanan Pemandangan Kebutuhan Sinar Ventilasi Lain-lain

DIISI DENGAN SKALA (misalnya 1 hingga 5)

77

Matrik Organisasi/Hubungan Antar Ruang/Fasilitas

Digunakan untuk menentukan pola hubungan antar ruang sehingga diperoleh organisasi/susunan ruang berdasarkan jenis dan karakternya

NO JENIS KEGIATAN/RUANG

Diisi dengan tanda untuk mengindikasikan tingkat hubungan: langsung, tidak langsung, atau harus dipisahkan

12.2.4. Peraturan Zonasi

Peraturan zonasi untuk kawasan lindung dan kawasan budi daya disusun dengan memperhatikan:

1. pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan dan penelitian tanpa mengubah bentang alam;

2. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang membahayakan keselamatan umum;

3. pembatasan pemanfaatan ruang di sekitar kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana alam; dan

4. pembatasan pemanfaatan ruang yang menurunkan kualitas fungsi lingkungan.

A. Peraturan Zonasi Kawasan Lindung

o Peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;

• ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi; dan

• pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi penduduk

78

asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat.

o Peraturan zonasi untuk kawasan bergambut disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;

• ketentuan pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi merubah tata air dan ekosistem unik; dan

• pengendalian material sedimen yang masuk ke kawasan bergambut melalui badan air.

o Peraturan zonasi untuk kawasan resapan air disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;

• penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada;

dan

• penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya.

o Peraturan zonasi untuk sempadan pantai disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

• pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi;

• pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai;

• ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud butir di atas; dan

• ketentuan pelarangan semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan.

o Peraturan zonasi untuk sempadan sungai dan kawasan sekitar danau/ waduk disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau;

• ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air;

• pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi; dan

• penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

o Peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;

• pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan

79

• ketentuan pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang dimaksud pada butir 2.

o Peraturan zonasi untuk kawasan suaka alam, suaka alam laut dan perairan lainnya disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang untuk kegiatan wisata alam;

• pembatasan kegiatan pemanfaatan sumber daya alam;

• ketentuan pelarangan pemanfaatan biota yang dilindungi peraturan perundang-undangan;

• ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengurangi daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan

• ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat merubah bentang alam dan ekosistem.

o Peraturan zonasi untuk suaka margasatwa, suaka margasatwa laut, cagar alam, dan cagar alam laut disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang untuk penelitian, pendidikan, dan wisata alam;

• ketentuan pelarangan kegiatan selain yang pada butir 1;

• pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan sebagaimana dimaksud pada butir 1;

• ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada butir 3; dan

• ketentuan pelarangan terhadap penanaman flora dan pelepasan satwa yang bukan merupakan flora dan satwa endemik kawasan.

o Peraturan zonasi untuk kawasan pantai berhutan bakau disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan wisata alam;

• ketentuan pelarangan pemanfaatan kayu bakau; dan

• ketentuan pelarangan kegiatan yang dapat mengubah mengurangi luas dan/atau mencemari ekosistem bakau.

o Peraturan zonasi untuk taman nasional dan taman nasional laut disusun dengan memperhatikan:

• pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;

• pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam;