• Tidak ada hasil yang ditemukan

DISKURSUS PRIVATISASI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA Analisis diskursus tata kelola SDA dengan metode DHA Wodak (2001)

7 DISKURSUS PRIVATISASI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA

DISKURSUS PRIVATISASI SUMBER DAYA AIR DI INDONESIA Analisis diskursus tata kelola SDA dengan metode DHA Wodak (2001)

Wodak dan Meyer (2009) dilakukan dengan melihat pada berbagai arena tindakan politik, genre dan beragam topik diskursus, strategi diskursif, makna bahasa dan kontek penggunaan bahasa (context-dependent realization).

Arena Tindakan

Field of action menurut Girnth dalam Wodak (2001) mengindikasikan suatu segmen kenyataan sosial yang berhubungan dengan kerangka diskursif. Perbedaan fields of action didefinisikan oleh fungsi yang berbeda dari praktik diskursif. Fields of action di diskursus UU SDA daat dianalisa dari arena tindakan politik. Tindakan politik dimulai ketika pembahasan RUU SDA antara Presiden dan DPR di gedung DPR. UU SDA disahan dalam sidang paripurna DPR. Sedangkan tindakan politik warga sipil menolak UU SDA melalui demonstrasi, opini publik, aktivitas akademik, dan pembentukan kehendak.

Genre

Megikuti Norman Fairclough sebuah genre adalah karakteristik dari penggunaan bahasa yang sudah diratifikasi secara sosial dalam penggunaannya pada tipe aktivitas sosial partikular. Arena tindakan legislasi memiliki genre: pidato anggota parlemen, rekomendasi fraksi, pendapat umum fraksi, dan tanggapan dan pertanyaan anggota dewan. Arena tindakan pembentukan kehendak memiliki genre protes, demonstrasi, opini media massa, artikel ilmiah, penelitian, konferensi pers, press release, dan interview media. Arena tindakan pada pengadilan memiliki genre kesaksian, bukti, pembelaan.

Topik Diskursus

Topik diskursus dari diskursus UU SDA di Indonesia dari tiga field of action dan beberapa genre adalah topik Nilai Air dan Hak Menguasai Negara. Sub topik dapat dilihat pada Tabel 7.1.

Tabel 7.1. Topik diskursus terpilih dari diskursus UU SDA di Indonesia

Topik Makro Nilai Air Hak Menguasai Negara

Sub Topik

- Nilai sosial - Nilai ekonomi - Fungsi lingkungan

- Hak atas air - Hak air

- Hak Menguasai Negara - Neo-liberal

- Negara sebagai penyedia - perijinan

Strategi Diskursus

Strategi diskursif berlokasi pada level berbeda daari organisasi linguistik dan komplek. Strategi diskursif pendukung dan penolak UU SDA digambarkan pada Tabel 7.2.

Tabel 7.2 Strategi Diskursif dalam Diskursus Tata kelola SDA

Strategi Diskursif Deskripsi

Strategi Nomination

-Professional antrhroponyms:

Anggota DPR, Menteri, aktivist organisasi masyarakat sipil, pemohon judicial review

- ideological antrhroponyms:

nationalis, socialis, neo-liberalis, environmentalis -ideological antrhroponyms:

kolektivisme, kapitalisme baru

Strategi Predikasi

 -pemerintah membuka pintu bagi komersialisasi air dan privatisasi, neo-liberalisme, kapitalisme baru

 -DPR tidak independen dan terlalu tergesa-gesa mengesahkan UU SDA

 -Nasionalis memaksa keluar swasta dan asing, penjaga hak asasi manusia

 -Farmers wastefull

 -Pelanggan PDAM boros

 -PDAM tidak efisien, tidak transparan, tidak terbuka, tidak profesional

Strategi Argumentasi topoi : air sebegai milik bersama (res communes) Strategi Perspektifasi

Perspektif kekuasaan: membuang hambatan dan mengurangi kekuasaan negara (liberalisme) versus peningkatan peran negara (sosialism)e

Strategi Mitigasi dan intensifikasi

Mitigasi:

Pemerintah dan DPR mempertahankan bahwa UU SDA bukan pesanan atau kepentingan asing. Intensifikasi:

Pemohon judicial review secara intensif mengatakan Pemenuhan hak asasi manusia tas air, adalah tanggung jawab negara, sumber daya air wajib digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

Tabel 7.3 Argumentasi diskursus privatisasi SDA di Indonesia

No Topik Pemerintah/DPR Warga

Klaim Kesahihan/

Validitas 1 Terma

Privatisasi

Tidak ada terma privatisasi

ada kesempatan swasta untuk terlibat dalam penyediaan air mium. Privatisasi bisa dalam bentuk kontrak pelayanan, kontrak manajemen, kontrak sewa, konsesi, dan pengalihan keseluruhan kepemilikan Klaim Kejujuran 2 Proses privatisasi Diatur dengan PP (Peraturan Pemerintah) atau Keppres (Keputusan Presiden) PP No 16 tahun 2005 tentang SPAM Perlu membentuk struktur sosial ekonomi penyediaan air

Telah terjadi privatisasi dengan lahirnya PP No 16/2005

Klaim Kebenaran

3 Komersialisasi UU SDA tidak mengenal birokratisasi atau swastanisasi, komersialisasi, atau monopoli dalam pengelolaan SDA Membuka kesempatan kepada swasta menyelenggarakan SPAM tanpa pembatasan

Otorita Jatiluhur Jasa Tirta II menguasai sungai dengan cara komersial

Klaim Ketepatan

4 Kemitraan mengatasi kekurngan

dana untuk penyediaan air minum Dilakukan dengan skema BOT Mengatasi potensi kebocoran distribusi air minum PermenPU No 12/2012 Permendagri No 23/2006 Tarif diatur pemerintah Kepemilikan aset milik pemerintah Pemerintah melepaskan diri dari tanggung jawab secara mutlak terhadap penyediaan air minum untuk rakyat dengan mmeerikan ruang luas kepada swasta Harus melibatkan komunitas dan stakeholder lokal Klaim Ketepatan Klaim Kebenaran 5 Dampak privatisasi Harga wajar Masyarakat mendapat pasokan air yang cukup

Mengendalikan lingkungan

kenaikan tarif

Pelayanan tidak bagus

Hak atas air rakyat terancam

Perang air (water war)

Klaim Ketepatan

Analisis Argumen

Argumen rasional sebagai inti dari diskursus. Bentuk teori kritis mengikuti mazhab Frankfrut kedua Karl-Otto Apel dan Jurgen Habermas menjalankan konsepsi tentang alasan diskursif, dimana (1) partisipan dalam argumentasi dapat merespon kekuatan alasan, (2) konsensus yag dihasilkan dari diskursus memiliki keterkaitan dengan konteks (Regh 2003).

Habermas (1987) menulis, dari perspektif logis, argumentasi memiliki kemampuan untuk membuat argumen yang kuat yang dapat mempertahankan miliknya. Stephen Toulmin (2003) mencatat bahwa argumen yang baik adalah argumen yang realistik yang memiliki 6 (enam) elemen. Keenam elemen tersebut adalah, Klaim (claim) suatu pernyataan yang diargumenkan (tesis). Data adalah fakta atau buktiyang digunakan untuk meyakinkan argumen. Warrant umumnya adalah hipotesa (seringkali implisit) pernyataan logis yang berguna sebagai jembatan antara klaim dan data. Model Toumin (2003) dapat dilihat pada Gambar 7.1.

Gambar 7.1. Model Argumen Toulmin

Analisis menggunakan analisis argumen Toulmin untuk mengevaluasi pemohon judicial review. Meskipun model ini tidak digunakan Wodak tetapi analisis Toulmin cocok untuk penelitian ini. Hasil dari analisis bisa dilihat pada Tabel 7.3.

Kritik Atas Privatisasi SDA di Indonesia

Terma privatisasi tidak digunakan secara eksplisit di dalam UU SDA. DPR dan pemerintah menolak jika UU SDA mengandung pasal-pasl privatisasi karena memang tidak ada satu kata pun yang dicantumkan. Jawaban formal tersebut sepertinya benar tetapi bila melihat pasal-pasal UU SDA dan peratura pemerintah dengan seksama maka terlihat bahwa kerjasama pemerintah dengan swasta (KPS) mengandung privatisasi.

Ada dua kemungkinan atas fenomena di atas, pertama, pemahaman terhadap privatisasi hanya dimaknai sebagai pengambilalihan aset secara keseluruhan. Kedua, adanya kesengajaan untuk menutupi makna yang sesungguhnya agar tidak terjadi penentangan. Penggunaan terma partisipasi masyarakat di dalamnya termasuk partisipasi privat (perusahaan swasta) yang digunakan oleh lembaga internasional seringkali menjadi pintu masuk bagi penerimaan masyarakat karena memberikan kesempatan yang sama pada semua pihak. So Since On account of Unless Qualifier Rebuttal Claim Datum/Ground Warrant Backing

Tabel 7.4 Elemen Argumen dalam Argumentasi Menolak Privatisasi Air Elemen

Argumen Teks

Claim Air yang dikuasai oleh swasta membuat waarga tidak terjamin dalam memperoleh hak atas air

Qualifier Warga tidak mendapatkan air secara mencukupi

Data

 Aliran air PAM Jaya/Palija yang sudah diprivatisasi sering tidak lancar, air kuning, bau. harus bayar tapi air tidak mengalir, jika yidak bayar didenda (kesaksian Sumiati di sidang MK 2005).

 Di Kabupaten Klaten, banyak sekali sumber mata air dan sumur bornya PT. Tirta Investama itu dibuat persis di tengah-tengahnya beberapa sumber mata air itu, sehingga beberapa mata air yang ada di wilayah kami debit airnya menurun sangat drastis, padahal kehidupan kami untuk mencukupi sarana irigasi hanya mengandalkan dari mata air tersebut (kesaksisan Sumartono di sidang MK 2005).

 Di Cidahu dan Cicurug, Sukabumi Jawa Barat, debit air menyusut, sehingga sawah dan sumur warga kering lantaran eksploitasi sumber air yang berlebihan oleh sejumlah perusahaan air minum dalam kemasan (berita di KBR68H.com 2009).

 Banyak warga yang tidak mendapat pasokan air minum di perkotaan

 Banyak air pertanian yang berkurang akibat eksploitasi oleh swasta

Warrant Air seharusnya dikuasai oleh negara

Air adalah milik bersama (common property)

Backing

 Pasal 33 (3) UUD 1945: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat

 Pasal 28C (1) UUD 1945: Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

 Pendapat Umum PBB No. 15, CESCR, 2002: ―bahwa air harus diperlakukan sebagai suatu barang sosial dan budaya, tidak hanya sebagai barang ekonomis. Pemenuhan hak atas air (right to water) juga harus bersifat berkelanjutan, menjamin bahwa hak tersebut dapat terus dipenuhi untuk generasi sekarang dan yang akan datang.‖.

Rebuttal

Jika negara (pemerintah atau badan usaha milik negara/daerah) mampu menjalankan tata kelola SDA secara efisien jika tidak maka akan sama saja negara tidak mampu memenuhi hak atas air bagi rakyat

Melihat bahwa pasar air dibutuhkan untuk memuluskan komodifikasi air maka upaya menjadikan air sebagai barang ekonomi terus disuarakan oleh jaringan organisasi internasional dan jaringan lembaga keuangan internasional. GATS telah mengatur jasa tentang air, Global Water Partnership (GWP) mendorong pengelolaan sumber daya air secara terpadu, WWC mengampanyekan penggunaan air secara efisien. Semua itu merupakan bagian dari upaya menjadikan air sebagai komoditas ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahan multinasional.

Penelitian ini berupaya mendapatkan pemahaman atas privatisasi di Indonesia dengan pendekatan teori kritis dan melihat bahwa privatisasi sangat terkait dengan kepentingan global yang berideologi liberal-kapitalis. Dengan menjadikan air sebagai barang ekonomi tentu akan membuat masyarakat akan kesulitan memperoleh hak atas air yang dijamin oleh konstitusi.

Pemahaman atas konteks makro diperlukan untuk memahami konteks meso dan mikro. Perhatian secara komprehensif ini dapat menyingkap kepentingan kelompok liberalis-kapitalistik dalam pengaturan privatisasi air di Indonesia.

SIMPULAN

1. Identitas para pendukung UU SDA adalah liberalis sedangkan penolak UU SDA adalah nasionalis-pembela hak asasi manusia. Identitas environmentalis menjadi milik keduanya dengan penggunaan terma konservasi yang saling berbagi.

2. Privatisasi SDA di Indonesia tidak terlepas dari agenda privatisasi global untuk membuat pasar air dunia yang dilakukan melalui kampanye organisasi internasional dan bantuan asing yang memiliki syarat perubahan struktural. 3. Pengaturan sumber daya air harus menghormati, melindungi, dan memenuhi

(respect, protect, and fulfill) hak asasi manusia atas air (the right to water) bagi warga negaranya sebagai jaminan atas hak hidup manusia

4. Penguasaan sumber daya air oleh negara menjamin terpenuhinya hak atas air bagi kepentingan kehidupan warga negara yang sehat dan sejahtera.

5. Pemerintah selaku wali amanat negara terhadap penguasaan air dapat melibatkan swasta atau perorangan hanya untuk usaha memenuhi kebutuhan air bagi pihak lain dan tidak untuk penguasaan sumber air atau sumber daya air. Fungsi pengurusan (bestuursdaad) oleh negara dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya untuk mengeluarkan dan mencabut fasilitas perizinan (vergunning), lisensi (licentie) dan konsesi (concessie) atas pemanfaatan air pada sumber air atau aliran air.