KEPALA DINAS
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
C. Disposisi Implementor/ Kecenderungan Pelaksana
Disposisi adalah berkaitan dengan bagaimana sikap implementor dalam mendukung suatu implementasi kebijakan. Seringkali para implementor bersedia untuk mengambil insiatif dalam rangka mencapai kebijakan, tergantung dengan sejauh mana wewenang yang dimilikinya. Disposisi merupakan watak dan karakter para implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila disposisi para agen pelaksana baik maka kebijakan pun akan dilaksanakan dengan baik.
Pemahaman pelaksana tentang tujuan umum maupun ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan kebijakan merupakan satu hal yang penting. Implemenasi kebijakan yang berhasil harus diikuti oleh kesadaran terhadap kebijakan tersebut secara menyeluruh. Hal ini berarti bahwa kegagalan suatu implementasi kebijakan sering diakibatkan oleh ketidaktaatan para pelaksana terhadap kebijakan. Dalam kondisi seperti inilah individu memegang peranan. Dalam keadaan ketidaksesuaian kognitif ,individu mungkin akan berusaha menyeimbangkan pesan yang tidak menyenangkan dengan persepsinya tentang apa yang merupakan keputusan kebijakan.
177
Arah kecenderungan-kecenderungan pelaksana terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan-tujuan juga merupakan suatu hal yang sangat penting. Para pelaksana mungkin gagal melaksanakan kebijakan dengan tapat karena menolak tujuan- tujuan yang terkandung dalam kebijakan-kebijakan tersebut. Dan begitu sebaliknya penerimaan terhadap ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan yang diterima secara luas oleh para pelaksana kebijakan akan menjadi pendorong bagi implementasi kebijakan yang berhasil. Menurut van meter horn35
Disposisi implementor ini juga berkenaan dengan kesediaan dari implementor untuk melaksanakan manajemen dan rekayasa, analisis dampak, serta manajemen kebutuhan lalu lintas sesuai yang diatur pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas. Mebelum kita melihat bagaimana disposisis implementor dalam kebijakan ini ada baiknya kita lihat gamabaran dari implementor itu sendiri. Jika kita kembali pada penjelasan awal mengingat bahwa penelitian ini dilakukan di Kota Meda maka implementor dalam hal ini adalah pemerintah Kota Medan. Pemerintah Kota medan dalam hal ini tentunya tidak semua satuan Kerja Perangkat daerah SKPD menjadi objek dari penelitian ini. Adapaun yang menjadi objek penelitian seperti yang dijelaskan dalam metode penelitian adalah satuan kerja perangkat daerah yang memiliki adapun alasan implementor menolak tujuan kebijakan karena tujuan-tujuan kebijakan yang sebelumnya mungkin bertentangan dengan system nilai pribadi-pribadi pelaksana. Kesetian-kesetian ekstra organisasi, perasaan akan kepentingan diri sendiri atau karena hubungan yang ada dan yang lebih disenangi.
35
Budi winarno. 2004. Teori dan Proses Kebijakan public.Media Presindo: Yogjakarta Hal 118s
178
tugas pokok dan fungsi yang berhubungan dalam hal angkutan jalan dan lalu lintas. adapun SKPD yang tersebut diketahui penulis berdasarkan penjelasan Rencana Pembangunan jangka Menengah Kota Medan 2011-2015 terkhusus pada Bab 8 yaitu indikasi program dan kebutuhan Pendanaan pada penjelasan misi kedua pemerintah kota medan. Adapun SKPD tersebut seperti yang dijelasakan pada pada gambaran lokasi penelitian adalah Dinas Perhubungan, Dinas Bina Marga, dan dinas tata ruang dan Tata Bangunan Kota Medan. Oleh karenanya gambaran disposisi yang akan dijelaskan pada tulisan ini didasarkan pada tanggapan dari pihak dinas yang telah dipilih oleh penulis sendiri berdasarkan pertimbangan diatas. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Dinas Perhubungan dikatakan bahwa pada dasarnya kebijakan ini adalah turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dang angkutan jalan ini adalah sesuatu yang sangat baik dan sesuai dengan prosedur. Alasan baik adalah karena dengan adanya peraturan ini semakin mempermudah Dinas Perhubungan kota Medan dalam hal memahami kebijakan mengenai lalu lintas dan angkutan jalan.
Namun disisi lain Pemerintah kota Medan dalam hal ini Dinas Perhubungan Kota Medan dalam hal pelaksanaan kebijakan ini merasa bahwa kebijakan ini hanya menjadikan setiap daerah sebagai lembaga yang pasif saja dalam mencapai tujuan yang ditetapkan dalam peraturan. Karena dengan system perencanaan pembangunan nasional yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 25 tahun 2004 peran yang dimiliki oleh Dinas Perhubungan sebatas mengikuti apa yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui kebijakan kementrian yang bersangkutan. Tanpa ada inisiatif yang lebih dari pihak
179
pemerintah kota Medan melalui Dinas Perhubungan. pandangan ini bisa kita kaji berdasarkan isi kebijakan pada pasal 1 tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas. Dengan adanya pembagian wewenang dalam hal manajemen dan rekayasa lalu lintas sesuai status jalan itu artinya pemerintah kota Medan melalui Dinas Perhubungan kota Medan harus menunggu kebijakan yang dikeluarkan oleh pusat dan pemerintah provinsi (Provinsi Sumatera Utara) dulu baru pemerintah kota melengkapi apa yang dirasa perlu dilengkapi dalam rangka mewujudkan tujuan dari manajemen dan rekayasa lalu lintas. Misalnya saja dalam hal pengadaan perlengkapan petunjuk lalu lintas seperti yang dijelaskan oleh salah satu pegawai Dinas Perhubungan.
“Ketika Dinas Perhubungan merencanakan pengadaan perlengkapan jalan maka dinas kami selaku pelaksana kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas pada jajaran pemerintahan kota Medan bekerja hanya menyesuaiakan dengan apa yang dikerjakan oleh Dinas Perhubungan Provinsi sumatera utara dan kementrian perhubungan di jalan sesuai dengan kewenangan yang ditetapkan. Ini artinya inisiatif Dinas Perhubungan sangat minim, sementara kami dituntut untuk menangani permasalahan perhubungan yang dirumit di kota Medan, kalaupun pihak Dinas Perhubungan mengadakan perlengakapan jalan di jalan yang berstatus di luar jalan kota itu hanya tugas perbantuan lapangan.” (Sumber: Wawancara dengan salah satu pegawai Dinas Perhubungan, Herpin napitupulu, kamis18 Juli 2013)
Begitu juga yang terjadi dalam hal jalan yang dikerjakan oleh dinas marga dalam hal pengembangan jalan. Namun seperti yang dijelaskan oleh RPJMD Kota Medan 2011-2015 dikatakan bahwa salah satu permasalahan yang di hadapi Pemerintah Kota Medan dalam mengerjakan agenda prioritas pembangunan adalah Masih relatif rendahnya koordinasi, keterpaduan, singkronisasi dan sinergitas rencana pembangunan kota antara APBD Kota dan APBD Propinsi, antara APBD Kota dengan APBN, antara Kota dengan Kota/Kabupaten lain dan antar SKPD.
180
Dengan pandangan tersebut narasumber memberi gambaran bahwa dengan tugas dan pokok Dinas Perhubungan kota Medan yang ditetapkan itu artinya permasalah lalu lintas yang ada di kota Medan adalah tanggung jawab dari Pemko Medan karena sesuai dengan prinsip yang di tanamkan dalam otonomi daerah yaitu kewenangan daerah dalam mengelola pemerintahannya sendiri. Namun fakta yang terjadi kewenangan untuk menangani lalu lintas di dalam suatu deaerah secara bulat telah dibatasi dengan adanya pembagian status jalan yaitu jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten. Berdasarkan pandangan narasumber mengatakan bahwa
“apa yang dikerjakan oleh kementrian sifatnya adalah kebutuhan nasional, sedangkan adapa yang dikerjakan oleh gubernur didasarkan kebutuhan pada tingkat provinsi dangan ranah analisisnya adalah sesuai dengan wilayah kewenangan masing-masing. Namun jika kita melihat kota Medan dengan kebutuhan khusus artinya butuh analisis yang bersifat khusus sehingga dalam penentuan kebijakan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang khusus tersebut. Jadi seharusnya berikan kewenangan secara utuh bagi pemerintah kota Medan dalam menangani permasalahan lalu lintas di kota Medan” (Sumber: Wawancara dengan salah satu pegawai Dinas Perhubungan, Herpin napitupulu, kamis18 Juli 2013)
Tetapi dengan system ini bisa kita lihat bahwa implementasi kebijakan ini oleh dinas seolah-olah perhubungan mengerjakannnya hanya sebatas menyelesaikan apa yang tidak bisa diselesaikan oleh pemerintah pusat dan provinsi. Bisa dikatakan bahwa Dinas Perhubungan tidak bisa berbuat secara maksimal. Pandangan ini juga sesuai dengan pendapat ahli yang mengatakan bahwa ketika sesuatu itu lahir dari inisiatif organisasi makan organisasi tersebut akan semangat dalam melaksanakan kebijakan tersebu dan akan maksimal dalam mencapai tujuan da taget yang telah ditetapkan.
Adapun Dinas Perhubungan dengan tugas pokok dan fungsi yang dimiliki terkadang untuk antar bidang saling berbenturan dalam hal fungsi. Untuk wilayah
181
Dinas Perhubungan sendiri bidang yang yang mengerjakan kebijakan ini adalah bidang lalu lintas dan angkutan darat. Jika kita mengacu pada BAB IV tentang manajemen kebutuhan lalu lintas dari peraturan pemerintah dikatakan bahwa manajemen kebutuhan lalu lintas dilaksanakan dengan cara berikut.
1. Pembatasan kendaraan perseorangan pada koridor tertentu pada waktu dan
jalan tertentu
2. Pembatasan lintas kendaraan barang pada kawasan waktu dan jalan tertentu 3. Pembatasan waktu dan ruang parker pada kawasan tertentu
Dengan berbagai ketetapan tersebut akan terjadi dilema bagi Dinas Perhubungan kota Medan. Hal ini dikarenakan mengingat salah satu fungsi dari Dinas Perhubungan adalah sebagai salah satu lembaga Di Pemerintahan Kota Medan yang berperan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah dalam bidang perhubungan. Hal ini diperjelas lewat salah satu Misi Dinas Perhubungan Kota Medan yang dijelaskan dalam Rencana Strategis Dinas Perhubungan Kota MedanPeriode 2011-2015 antara lain sebagai berikut
1. Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, baik aparatur maupun
masyarakat
2. Meningkatkan sarana prasarana penunjang ketertiban, kelancaran keamanan dan kenyamanan lalu lintas
3. Meningkatkan peran bidang perhubungan dalam mendukung pembangunan/
pengembangan wilayah, pertumbuhan ekonomi, sosial dan budaya
4. Meningkatan peran dalam penggalian sumber pendapatan asli daerah dan
sektor perhubunga
182
Dengan adanya penjelasan misi tersebut terkadang membuat dilema dari pihak pelaksana, karena bagaimanapun piha pemerintah kota Medan memiliki target yang harus dipenuhi untuk Pendapatan asli daerah (PAD) pada tahun tertentu. Itu artinya dengan adanya beberapa pembatasan dari peraturan pemerintah ini menandakan adanya pembatasan terhadap pemasukan pendapatan asli daerah. Sebut saja contohnya pada bidang parkir target yang akan dicapai pada dasarnya tidak pernah tercapai bisa kita lihat berdasarkan table berikut
Tabel 25: Data Realisasi dan Target Retribusi Parkir 2005-2011
No. Tahun Anggaran Target
(Rp) Realisasi (Rp) % 1. 2005 16.902.787.000 15.721.654.200 93,01 2. 2006 16.902.787.000 15.440.964.300 91,35 3. 2007 13.034.500.000 13.275.831.950 101,17 4. 2008 14.433.886.900 14.053.081.685 97,37 5. 2009 13.885.623.900 12.827.949.500 91,67 6. 2010 16.853.306.000 13.891.477.400 80,65 7. 2011 34.094.921.300 12.372.619.800 36,29
Sumber Data : Dinas Perhubungan Kota Medan
Berdasarakan penyajian tabel diatas bisa kita simpulkan bahwa pembatasan parkir sesuatu yang sulit untuk diputuskan jika target selalu tidak bisa tercapai melalui relaisasi. Jika kita lihat lagi pada bidang lain untuk retribusi kendaraan
Hal ini semakin di perparah oleh isi kebijakan itu sendiri yang mengatakan bahwa salah satu cara dalam melakukan pembatasan tersebut adalah dengan cara dikenai retribusi bagi kendaraan yang melewati koridor tertentu. Semakin menimbulkan dilema bagi pihak Dinas Perhubungan yaitu antara mempertahankan kenyamanan dalam berlalu lintas atau memperjuangkan target pencapain pendapatan asli daerah pada tahun tertentu.
Menyangkut tugas pokok dan fungsi didalam struktur organisasi pelaksasan kebijakan ini pada dinas pehubungan bidang yang mengerjakan lalu
183
lintas dibagi kedalam 3 yaitu manajemen rekayasa lalu lintas, analisis dampak lalu lintas, manajemen kebutuhan lalu lintas. Mengingat bahwa kebijakan ini adalah baru pihak Dinas Perhubungan merasa tidak perlu untuk mengetahui kebijakan ini. Seperti wawancara dengan Nikmal F Lubis mengatakan
“sampai sekarang saya belum pernah membaca kebijakan ini.saya hanya tahu kalau ada peraturan pemerintah tentang kebijakan ini. Menurut saya tidak perlu untuk mebaca kebijakn ini karena sebelumpun kebijakan ini keluar struktur dari bidang lalu lintas sudah ada sama dengan apa yang termuat dalam kebijakan. Tugas pokok dan fungsi setiap bagian itu sama dari dulu sampai sekarang walaupun berganti undang-undang dan peraturan. saya merasa peraturan ini tidak mempengaruhi kinerja kami dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi kami.” (Sumber: Wawancara dengan salah satu pegawai DISHUB Medan bidang lalu lintas, Nikmal F. lubis , Senin 22 Juli 2013)
Berdasarkan penjelasan narasumber diatas penulis memandang bahwa kebijakan ini ada sebagai pendukung tugas pokok dan fungsi dari Dinas Perhubungan sendiri. Sementara pada dasarnya lahir kebijakan sebagai usaha untuk menjawap permasalahan yang ada di dalam masyarakat itu sendiri.
Jika kita mengacu pada isi kebijakan ini pada dasarnya cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan di dalamnya adalah bersifat taktis. Bersifat taktis artinya cara yang ditempuh dalam mengerjakan didasarkan pada analisis pelaksana di lapangan kemudian dicari solusi yang dianggap tepat. Tentunya dalam hal ini Dinas Perhubungan kota Medan sebagai lembaga yang bertangggung jawap dalam mengatur lalu lintas di kota Medan sesuai dengan wewenang yang tertuang adalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian wewenang pusat,dan daerah provinsi, kabupaten/kota mengerjakan kebijakan ini didasarkan pada pencapain yang tertuang dalam tugas pokok dan fungsi lembaga tersebut. Jika kita coba kembali kepenjelasaan sebelumnya seperti yang dijelaskan oleh kepala perencaan Dinas
184
Perhubungan dikatakan bahwa sejak keluarnya kebijakan ini sampai sekarang tidak ada satupun kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah kota Medan yang berfungsi sebagai petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari kebijakan ini.
Menyangkut penjelasan diatas apa yang dikerjakan dinas perhubungan Kota medan sehubungan dengan kebijakan ini didasarkan pada interpretasi yang dihubungkan pada tugas pokok dan fungsi saja begitu juga dengan dinas lain yang menjadi yang terlibat dalam pengerjaan kebijakan ini. hal ini dapat kita lihat melalui keterangan hasil wawancara peneliti dengan pegawai dinas Tata ruang kota dan Tata bangunan Kota Medan
“berbicara tentang lalu lintas yang terjadi di Kota besar seperti kota Medan memang manyangkut banyak hal termasuk didalamnya apa yang dikerjakan oleh Dinas Tata ruang dan Tata Bangunan. Dengan fakta ini tanggung jawab mengenai lalu lintas tidak bisa diserahkan kepada satu dinas saja. Oleh karenanya pengerjaann mengenai lalu lintas membutuhkan kordinasi dengan banyak dinas. Kordinasi yang terjadi bisa dengan lembaga vertical ataupun lembaga horizontal. Baik di internal pemerintah daerah maupun ke luar dari lingkup pmerintah daerah itu sendiri. Di lingkungan internal pemerintah kota medan sendiri kordinasi yang terjadi dengan pembagian tugas pokok dan fungsi antar SKPD dimana tugas pokok dan fungsi tersebut saling berhubungan satu dengan yang lain. Dalam hal pengerjaan kebijakan ini sendiri hal yang kami kerjakan sebatas tugas hal-hal yang berhubungan dengan pokok dan fungsi yang dipercayakan kepada dinas kami seperti ijin mendapatkan IMB, rekomendasi tata letak bangunan dan lain-lain.” (wawancara dengan Pegawai Bagian Umum Dinas Tat ruang Kota Medan Bapak Massa Simatupang)
Dengan penjelasan diatas penulis memandang adanya kemungkinan pengabaian pada bidang lain yang tidak menjadi tugas pokok dan fungsi di instansi yang bersangkutan. Terkadang dalam mengerjakan peraturan ini Dinas Perhubungan melupakan kebutuhan masyarakat di luar kebutuhan akan lalu lintas. Sering sekali terjadi benturan kepentingan di dalam rangka implementasi kebijakan ini. Dinas yang terlibat yang mempunyai tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam lalu lintas sering kali harus
185
dilema dalam hal menghadapi kepentingan yang berbeda dalam hal pengaturan lalu lintas. Adapun keadaan tersebut semakin diperparah oleh fakta permasalahan yang dihadapai pemerintah kota medan antara lain berupa36
Ketiga Terbatasnya dukungan kerangka studi, instrumen analisis dan studi lapangan yang dilakukan sebelum menyusun rencana pembangunan kota. Mengingat bahwa Peraturan ini bersifat taktis dengan adanya keterbatasan tersebut menurut penulis akan sangat mengganggu pencapaian tujuan dari kebijakan ini. Apa yang dikerjakan oleh pemerintah kota medan hanya bersifat
Pertama Relatif masih terbatasnya penyelenggaraan fungsi-fungsi pembinaan, fasilitasi penyusunan rencana pembangunan kota, khususnya di tingkat SKPD. Dengan adanya fakta ini penulis menyimpulkan bahwa apa yang kerjakan oleh SKPD sebatas interpretasi dari SKPD yang bersangkutan terhadap apa yang telah di tetapkan di dalam Rencana Pembangunan Kota Medan. Dengan seperti ini ada kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dan perbedaan interpretasi diantara SKPD. Mengingat bahwa SKPD telah dilengkapai tugas pokok dan fungsi masing-masing yang telah ditetapkan oleh Peraturan daerah Kota Medan ada kemungkinan terjadinya benturan kepentingan dalam pengerjaan pembangunan akibat perbedaan nilai diantara SKPD itu sendiri.
Kedua Terbatasnya sumber daya pembangunan yang dapat dikelola dalam pembangunan kota. Kebijakan bisa saja sudah baik, Rencana implementasi sudah baik tapi tanpa dukungan sumber daya memadai dampak yang dihasilkan oleh kebijakan tentu akan sulit tercapai dengan maksimal atau sesuai standar yang elah ditetapkan.
36
Berdasarkan penjelasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Medan 2011-2015 Bab 8 Indikasi Program dan kebutuhan Pendanaan misi Ke dua
186
perkiraan saja tanpa ada analisis terhadap kondisi dilapangan dan memang hal ini tidak lain inti permsalahannya pada penjelasan kedua yaitu keterbatasan sumber daya.
Keempat Masih terbatasnya wadah dan sarana partisipasi publik dalam proses perencanaan pembangunan kota.
Untuk lebih jelasnya penjelasan diatas bisa di lihat pada kasus-kasus pelarangan berjualan dijalanan, seperti kita daerah yang sering kita sebut sebagai daerah pasar tumpah menjadi lokasi bagi para pedagang dalam menopang perekonomian mereka. Namun mengingat bahwa Dinas Perhubungan dengan tugas pokok dan fungsi yang telah ditentukan didalam Peraturan Walikota Medan Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan Kota Medan sebagai dinas yang berfungsi dalam mengatur lalu lintas terkadang tidak bisa maksimal dalam melaksanakan peraturan pemerintah ini. Seringkali menempatkan tanda atau peraturan jalan tanpa ada himbauan secara formal kepada masyarakat. Dari hal ini bisa kita lihat bahwa Dinas Perhubungan menjadi terbatas dalam bertindak akibat tidak adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang menjadi acuan dalam hal implementasi kebijakan ini.
Dari penjelasan diatas penulis mendapati dalam pelaksanaan kebijakan ini terdapat pro kontra di masyarakata itu sendiri. Karena terdapat dampak yang berbeda-beda sehingga ada yang di untungkan dan ada yang dirugikan. Pro kontra yang muncul tersebut akan lebih terasa lagi ketika kebijakan tersebut mengubah nilai-nilai yang ada di tengah-tengah masyarakat dan lebih potensial menimbulkan konflik yang bersifat fisik.
187
Dinas Perhubungan sebagai lembaga yang di serahi tanggung jawap dalam melaksanakan kebijakan ini berdasarkan ketetapan yang termuat dalam Peraturan Walikota Medan Nomor 2 Tahun 2010 tentang Rincian Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Perhubungan Kota Medan tentunya diharapkan untuk tetap komitmen dalam mengerjakan apa yang menjadi tanggung jawab dan wewenangnnya. Komitmen yang diharapkan dalam hal ini bagaimana kesungguhan dari dalam dirinya untuk menjalankan tugas tersebut dan menggunakan potensi yang dimilikinya untuk mencapai hasil sebagaimana di bebankan terhadap organisasi tersebut dalam Dinas Perhubungan. poetensi dalam hal ini menyangkut gambaran apa yang dimiliki oleh Dinas Perhubungan untuk lebih jelasnya potensi ini bisa kita lihat pada penjelasan selanjutnya pada bagian sumber daya. Disisi lain melihat gambaran pelaksanaan kebijakan ini terdapat pro dan kontra untuk meminimalisir terjadinya konflik yang lebih besar komitmen tersebut harus di imbangi oleh kompetisi dari Dinas Perhubungan. Suatu komitmen akan menghasilkan output kerja yang maksimal ketika para personel tersebut memiliki kompetensi atau keahlian untuk menjalankan tugas yang didelegasikan tesebut. Kompetensi dalam hal ini adalah kemampuan dari Dinas Perhubungan untuk mengerjakan dan menjelasakan tujuan dari kebijakan kepada public yang bisa kita melalui gambaran komunikasi dan kordinasi yang terjadi.