• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPALA DINAS

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Komunikasi dan kordinas

Komunikasi merupakan sarana untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi dirtorsi implementasi. komunikasi merupakan sarana

188

untuk menyebarluaskan informasi, baik dari atas ke bawah maupun dari bawah ke atas. Untuk menghindari terjadinya distorsi informasi yang disampaikan atasan ke bawahan, perlu adanya ketetapan waktu dalam penyampaian informasi, harus jelas informasi yang disampaikan, serta memerlukan ketelitian dan konsistensi dalam menyampaikan informasi.

Sementara itu Koordinasi bukanlah sekedar menyangkut persoalan mengkomunikasikan informasi maupun membentuk struktur-struktur administrasi yang cocok, melainkan menyangkut persoalan yang lebih mendasar, yakni praktik pelaksanaan kekuasaan. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Pernyataan yang terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi ketundukan penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah/komando dari siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan terhadap perintah itu maka ia harus dapat didefinisikan oleh kecanggihan sistem informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem pengendalian yang handal. Dengan kata lain, persyaratan ini menandaskan bahwa mereka yang memiliki wewenang seharusnya juga mereka yang memiliki kekuasaan dan mampu menjamin tumbuh kembangnya sikap patuh yang menyeluruh dan serentak dari pihak-pihak lain (baik yang berasal dari kalangan dalam badan atau organisasi sendiri maupun yang berasal dari luar yang kesepakatan dan kerjasamanya amat diperlukan demi berhasilnya misi program.

Dari penjelasan diatas bisa kita lihat bahwa tanpa adanya kordinasi yang baik maka besar kemngkinan akan terjadi kegagalan dalam pencapain kebijakan. Hal ini juga berlaku dalam hal implentasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32

189

Tahun 2011 Tentang Manajemen Dan Rekayasa, Analisis Dampak, Serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.

Berdasarkan penjelasan rencana strategi Dinas Perhubungan kota Medan tahun 2011-2015 di katakana bahwa pada dasarnya dalam rangka manajemen dan rekayasa lalu lintas ada tiga stakeholder (kelompok kepentingan) yang terlibat yaitu pemerintah, masyarakat dan pengusaha. Bagaiman keterlibatan mereka dapat kita lihat berdasarkan penjelasan berikut. Pertama Masyarakat adalah sebagai subyek dan obyek dalam penggunaan sarana dan prasarana transportasi. Selain menurut haknya atas kebutuhan pelayanan. masyarakat harus mengetahui kewajibannya untuk mematuhi tata tertib peratura. Kedua Demikian juga kalangan pengusaha yang kegiatannya dan menimbulkan dan atau berkaitan dengan penciptaan bangkitan dan tarikan transportasi. produksi dan atau aksesibilitas terhadap sarana dan prasarana transportasi harus dapat menyediakan prasarana transportasi untuk dapat mengantisipasi dan mengatasi permasalahan sebagai akibat dari bangkitan dan tarikan yang diakibatkan oleh aktifitas tata guna lahan dimaksud. Operator angkutan umum harus menyediakan sarana yang nyaman, murah dan efisien mendahulukan kepentingan masyarakat. Ketiga Pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan berkewajiban untuk mengelola dan atau menciptakan sistem transportasi yang terpadu, tertib, lancar, nyaman, murah dan efisien. Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki pemerintah harus mengawasi setiap tata guna lahan sesuai dengan kebijakan tata ruang yang ada serta menyediakan dan atau mengembangkan kegiatan dan sistem jaringan menyelesaikan masalah serta menegakkan hukum dalam penggunaan sarana dan

190

prasarana transportasi. Pemerintah harus mempertimbangkan kepentingan pengusaha namun mendahulukan kepentingan masyarakat.

Melihat keberadaan stakeholder tersebut berdasarkan fungsi dan peran masing-masing tentunya tidak bekerja secara sendiri-sendirinya. Keberadaaan antar stakeholder tersebut akan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Bagaimana hubungan yang terjadi antar satgeholder akan mempengaruhi keberhasilan kebijakan tersebut. Interaksi antar stakeholder yang terjadi dalam pelaksanaan tersebut sering disebut dengan komunikasi. Komunikasi dalam hal ini berarti bagaimana antar kelompok tersebut membagikan setiap informasi yang dibutuhkan sehingga tercipta hubungan yang mendukung pencapain tujuan kebijakan.

Mengingat bahwa kebijakan ini adalah yang dibuat oleh pemerintah maka inisiatif untuk menciptakan komunikasi lahir dari pemerintah itu sendiri. Hal ini didasarkapan pada pandangan para penganut kebijakan yang bersifat top down yang mengatakan bahwa segala sesuatu jika dikembalikan kepada penciptanya akan lebih baik. Oleh karenanya pemerintah dalam hal pihak Dinas Rerhubungan Kota Medan harus mengkomunikasikan kebijakan tersebut kepada stakeholder yang lainnya.

Berdasarkan wawancara dengan narasumber peneliti yaitu kepala bidang lalu lintas yang diwakilkan oleh Nikmal F. lubis beliau mengatakan bahwa salah satu usaha dari Dinas Perhubungan dalam menyampaikan informasi sehubungan dengan pelaksanaan kebijakan ini adalah lewat sosialisasi dan pelatihan kepada supir angkot lewat lembaga organisasi angkutan umum yang bernama (AKUT) dan kepada masyarakat umum lewat lembaga pendidikan sekolah.

191

“adapun Dinas Perhubungan kota Medan selaku pihak pemerintah dalam rangka memsosialisasikan kebijakan ini lewat melalui pelatihan kepada kepada supir angkut yang daiadakan melalui organisasi AKUT, dimana lewat paltihan ini akan dipilih salah satu supir yang dianggap sebagai teladan untuk diberikan apresiasi sebagai motivasi bagi supir angkot lainnya. Sedangkan cara lain adalah melalui lembaga pendidikan melakukan sosialisasi terhadap anak sekolahan.” (Sumber: Wawancara dengan salah satu pegawai DISHUB Medan bidang lalu lintas, Nikmal F. lubis , Senin 22 Juli 2013)

Mengingat bahwa kebijakan ini adalah kebijakan yang dibuat oleh pusat seharusnya pemerintah pusat selaku pencipta kebijakan ini harus mengkomunikasikan apa yang menjadi penjelasan dari kebijakan ini. Komunikasi tersebut bisa berupa pemberian arahan, bimbingan kepada lembaga-lembaga yang di bawahnya. Namun sampai saat ini tidak ada satupun arahan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat kepada daerah dalam hal pelaksanaan peraturan ini. Adapun alasannya berdasarkan wawancara dengan narasumber dapat kita lihat melalui penjelasan berikut

“sebenarnya setiap kebijakan itu tanpa terkecuali bagaimana sifatnya sebelum dilaksanakan harus ada komunikasi dari pembuat kebijakan itu dengan pihak pelaksana. Namun seperti kita ketahui kebijakan ini bersifat taktis di lapangan. Oleh karenanya kami memaklumi tidak adanya arahan secar nasional maupun provinsi” (Sumber: Wawancara dengan salah satu pegawai DISHUB Medan bidang lalu lintas, Nikmal F. lubis , Senin 22 Juli 2013)

Dari penjelasan narasumber tersebut penulis menilai bahwa pada dasarnya dinas pehubungan dalam rangka implementasi kebijakan ini pasrah tanpa adanya informasi yang dibutuhkan dalam kebijakan ini. Hal ini senada dengan wawancara dengan Kepala bidang Perencanan Dinas Perhubungan, beliau mengatakan bahwa “Dalam rangka implementasi kebijakan ini pihak Dinas Perhubungan langsung melihat apa yang tertuang dalam peraturan ini. Karena sampai saat ini tidak ada dokumen baik berupa peraturan daerah, arahan, petunjuk. Semua hal yang berhubungan petunjuk dalam kebijakan ini masih di agendakan di DPRD Kota Medan. Kami melakukan sesuai dengan apa yang tertuang dalam peraturan ini.” (Sumber: Wawancara dengan Kabid perencanaa Dinas Perhubungan, A Hasibuan, jumat 12 Juli 2013)

192

Dari penjelasan kedua narasumber tersebut menurut peneliti sendiri Dinas Perhubungan dalam setiap pengerjaan kebijakan ini kemungkinan tergantung bagaimana persepsi mereka dalam menterjemahkan kebijakan ini dilapangan. Proses pengerjaan yang tanpa standar yang jelas tentunya kurang maksimal, dan pada akhirnya proses evaluasi dalam kebijakan ini akan berakhir pada sebatas di kerjakan atau tidak dikerjakan saja tanpa ada gambaran yang jelas bagaimana keberhasilan dari kebijakan yang bersangkutan.

Sementara dalam hal koordinasi didalam kebijakan ini jelas kita lihat adanya pembagian wewenang. Bisa kita lihat bahwa dalam rangka pelaksanaan kebijakan ini melibatkan beberapa organisasi pemerintahan. Secara tertulis kita melihat pada BAB II pada pasal 1 di jelasakan bahwa kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas dibagi dalam beberpa tanggung jawab yaitu

a. Menteri bertanggung jawab di bidang jalan nasional

b. Kepala kepolisian bertanggung jawab di jalan nasional,provinsi,

kabupaten/kota dan desa c. Gubernur untuk jalan provinsi

d. Bupati untuk jalan kabupaten dan jalan desa e. Walikota untuk jalan kota

Bentuk kordinasi yang diharap dalam pasal ini lebih kepada bagaimana penyesuaian program-program yang dikerjakan seusuai dan terintegrasi. Seperti yang di jelasakan pada bagian kejelasan dan isi kebijakan. Pemerintah Kota Medan dalam rangka pelaksanaan kebijakan terkhusus pada kegiatan manajemen dan rekayasa lalu lintas lebih dulu melihat apa yang dikerjakan di Kementrian yang bersangkutans untuk jalan nasional yang ada di kota Medan dan melihat apa

193

yang dikerjakan oleh Dinas Perhubungan provinsi sumatera utara untuk jalan provinsi yang ada di kota Medan, kemudian Pemerintah kota Medan mengerjakan manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan kota dengan menyesuaiakan apa yang telah dikerjakan di jalan nasional dan jalan provinsi.

Kordinasi dalam tataran internal pemerintah kota medan sendiri dalam rangka implementasi peraturan berdasarkan hasil yang ditemukan oleh penliti melibatkan beberapa dinas yaitu Dinas Perhubungan, dinas Bina Marga, dinas Tata Ruang dan Tata Bangunan. Adapun bentuk kordinasi yang terjadi yaitu dimulai dari perencanaan pemerintah kota Medan dalam periode yang bersangkutan pada saat ini periode 2011-2015 sesuai dengan visi dan misi walikota terpilih. Visi misi tersebut akan dijabarkan melalui rencana pembangunan perode kepala daerah yang terpilih. Adapun perencanaan ini akan dikerjakan dikerjakan oleh pemerintah kota medan melalu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang ada melalui rencana strategis SKPD yang bersangkutan. dengan melihat prosedur yang diatas dipastikan bahwa pada dasarnya apa yag dikerjakan oleh setiap dinas adalah satu kesatuan yang utuh untuk mencapai visi misi Kota Medan pada periode yang bersangkutan termasuk dalam hal mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 2011 Tentang Manajeman dan rekayasa lalu lintas, Analisis Dampak, dan Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas.

Adapun dasar dari kordinasi antar SKPD dalam pengerjaan setiap program pembangunan berbagai sector termasuk dalam bidang lalu lintas dan angkutan jalan didasarkan pada Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031. Hal

194

didasarkan pada penjelasan pertimbangan peraturan daerah kota medan sebagai pada bagian C dan D yaitu

“bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Medan dengan memanfaatkan ruang wilayah secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan dan memelihara ketahanan nasional, perlu disusun RTRW Kota;

bahwa dalam rangka mewujudkan visi dan misi pemerintahan Kota Medan dan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat, maka RTRW Kota merupakan arahan dalam pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu yang dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha; dan “ (dikutip berdasarkan penjelasan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031)

Adapun dasar pertimbangan dari Peraturan daerah ini didasarkan pada fungsi dari kota medan saat dan proyeksi posisis kota medan beberapa tahun kedepannya seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan kota Medan baik jangka Panjang maupun jangka menengah. Bagaimana pengaturan lalu lintas lewat implementasi ini didasarkan pada gamabaran Tata Ruang kota itu sendiri. Seperti yang di jelaskan kepala sub Bagian dinas Tata Ruang Pemerintah Kota Medan dikatakan bahwa

“Pada dasarnya usaha dalam rangka manajemen rekayasa dan analisis dampak dan manajemen kebutuhan lalu lintas iu didasarkan pada pola dari tata ruang suatu daerah. Apa yang terjadi dengan permasalahan lalu lintas didasarkan pada bagaiaman pemerintah daerah memperlakukan tata ruang suatu kota. Prediksi arah gerakan kendaraan itu bisa dilihat berdasarkan gmabaran tata ruang suatu daerah itu sendiri lewat ketentuan fungsi suatu daerah atau lokasi.” (wawancara dengan Kasubbag Dinas Tata Ruang kota Medan)

Seperti yang dijelasakan pada bagian penutup peraturan pemerintah ini dikatakan bahwa dalam rangka mendukung pelaksanaan pearturan ini akan dikeluarkan Petunjuk Teknis dan petunjuk pelaksanaan berupa peraturan walikota berupa ijin mendirikan dimana salah satu syarat dalam mendirikan bangunan ini adalah dengan pertimbangan rekomendasi analisis dampak lalu lintas seperti yang

195

tertuang dalam peraturan pemerintah pada judul tulisan ini oleh pihak yang berwewenang yaitu dinas perhubungan. Adapun penjelasan diatas sesuai dengan apa yang di utarakan oleh nara sumber dalam penelitian itu dikatakan bahwa.

“rekomendasi analisis dampak lalu lintas merupakan bagian dari tugas pokok dan fungsi kami sebagai salah satu dinas di kota medan. Dengan rekomendasi ini menjadi salah satu factor para pengembang untuk mendapat ijin melakukan pengembangan yang akan di dapat dari Dinas Tata Ruang dan Tata bangunan. Dengan adanya ketetapan ini secara tidak langsung Kami selaku salah satu dinas sedang bekerja sama dengan dinas lain seperti Dinas Tata Ruang dan Tata banguna.” (Sumber: Wawancara dengan salah satu pegawai DISHUB Medan bidang lalu lintas, Nikmal F. lubis , Senin 22 Juli 2013)

Dari keterangan diatas jelas kita lihat bahwa kordinasi yang terjadi di dalam internal pemerintah kota medan dalam rangka implementasi pearturan pemerintah Nomor 32 tahun 2011 tentang manajemen dan rekayasa lalu lintas, analisis dampak dan manajemen kebutuhan lalu lintas antar SKPD didasarkan pada keterkaitan antar tugas pokok dan fungsi dari SKPD yang bersangkutan. Adapun kordinasi antar SKPD tersebut di wadahi oleh ketetapan, standard dan nilai yang tertuang dalam kebijakan pemerintah kota medan yang berfungsi sebagai pentunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dari peraturan daerah yang dijelaskan diatas yaitu ijin mendirikan bangunan.

Jika kita melihat penjelasan diatas ahal tersebut tidak hanya terjadi antara pihak dinas perhubungan dengan Dinas Tata ruang dan Tata Bangunan kota Medan saja melainkan juga terjadi dengan pada dinas Lain yang bersangkutan dalam melaksanakan peraturan pemerintah ini yaitu dinas Marga. Dinas Bina Marga dalam hal pengembangan jalan didasarkan pada analisis untuk mewujudkan kenyamanan dalam berlalu lintas. hal ini bisa kita lihat pada salah satu penjelasan visi dinas Bina Marga Kota yaitu “Meningkatnya penataan sarana

196

dan prasarana perkotaan yang serasi dan seimbang untuk semua kawasan kota” dikatakan bahwa

“Rumusan visi ini dilahirkan dari hasil pemikiran strategis dari segenap komponen organisasi Dinas Bina Marga Kota Medan seiring dengan tuntutan dinamika perubahan aspirasi masyarakat yang berkembang dan tuntutan tugas dan fungsi organisasinya yang didasarkan atas aspek rasionalitas dan objektivitas berikut. Kota Medan Yang Bercirikan Kenyamanan Berlalu-lintas dan Bebas Baniir “

Melalui penjelasan ini penulis menarik kesimpulan bahwa apa yang dikerjakan oleh SKPD diatas melalui Visi yang telah mereka tetapkan pastinya dimulai dengan kesamaan pandangan antar SKPD yang berakaitan mengenai kenyamanan berlalu lintas. Mengingat bahwa SKPD yang secara Khusus menangani masalah lalu linta adalah dinas Perhubungan maka tentunya pandangan Kedua dinas ini harus sama. Dengan kesamaan pandangan ini bisa kita lihat bahwa kordinasi yang terjadi diwadahi tugas pokok dan fungsi lewat persamaan persepsi.

(dikutip dari Rencana strategis Dinas Bina Marga Kota Medan 2011-2015 pada penjelasan Visi Misi)

Namun disisi lain kordinasi yang terjadi antar dinas tidak bisa sebaik yang diharapkan pada penjelasan diatas. Hal disebabkan adanya dinas tertentu yang yang memiliki kementrian misalnya Dinas Perhubungan dengan Kementerian Perhubungan. Dimana pada dasarnya proses pengerjaan kebijakan ini tentunya setiap dinas juga harus menyesuaikan dengan apa yang dikerjakan oleh kementrian. Mengingat dinas adalah bagiaan dari pemerintah daerah namun karena adanya kementrian sering sekali terjadi benturan nilai didalam internal dinas tersebut dalam hal penentuan rencana Strategis yaitu antara memaksimalkan pencapaian visi misi pemerintah daerah kota medan atau mengerjakan apa yang telah di programkan Oleh kementrian. seperti yang dijelaskan pada wawancara berikut.

197

Dalam hal posisi Dinas Perhubungan Kota Medan adalah bagian dari SKPD pemerintah kota Medan. Karena Dinas Perhubungan dibentuk berdasarkan peraturan daerah kota medan. Sewajarnya Dinas Perhubungan kota medan ada untuk mengerjakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah kota medan melalui kepala daerah yang terpilih. Namun dalam kenyataannya sering sekali kami mengerjakan apa yang diprogramkan oleh kementrian dengan fungsi kami dalam program tersebut sebagai tugas perbantuan. oleh karenanya selaku SKPD Dinas Perhubungan tidak bisa berbuat secara maksimal dalam hal pencapaian visi dan misi pemerintah daerah kami digaji oleh angaran daerah tetapi kami mengerjakan program pemerintah pusat. (Sumber: Wawancara dengan salah satu pegawai DISHUB Medan bidang lalu lintas, Herpin Napitupulu , Senin 22 Juli 2013)

Berdasarkan wawancara tersebut bisa disimpulkan kordinasi yang terjadi dalam hal pengerjaan kebijakan ini tidak baik dan tidak maksimal karena dilema kedudukan dinas daerah yang memiliki kementrian. Benturan nilai antara mengerjakan program kementrian dan program pemrintah daerah menjadikan SKPD tidak bisa berbuat maksimal.