• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Informasi karakterisasi mutan gandum diperlukan untuk mengetahui sifat unggul mutan dalam program pemuliaan untuk peningkatan produksi di dataran rendah tropis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kriteria seleksi untuk mendapatkan mutan unggul berasal dari tanaman gandum varietas Dewata, Selayar dan Alibey adaptif di dataran rendah. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan SEAMEO-BIOTROP Bogor (± 250 m.dpl) dari bulan April 2013 sampai Juli 2014. Materi yang digunakan terdiri atas 144 genotipe mutan turunan M3 hasil perlakuan EMS. Percobaan menggunakan Augmented Design, menggunakan 6 petak. Luas per petak 7 x 1.8 m dengan jarak tanam 20 x 25 cm, setiap malai per genotipe ditanam 1 baris. Analisis augmented design karakter agronomi pertumbuhan menunjukkan berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh awal (15 mutan), persentase tumbuh panen (13 mutan), panjang tangkai malai (17 mutan), panjang malai (14 mutan), dan tinggi tanaman (16 mutan). Pengaruh tidak nyata terdapat pada karakter waktu berbunga, waktu masak dan panen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotipe mutan yang adaptif mempunyai kerapatan stomata rendah, kecuali pada genotipe 2Dw-2-17-3 mempunyai kerapatan sama dengan tanaman kontrol. Karakter fisiologi berbeda nyata pada jumlah prolin antara tanaman kontrol Dewata, Selayar, Alibey yaitu 79.29μg/gBB, 201.53 μg/gBB, 4.15 μg/gBB dengan genotipe mutan teringgi Dewata 511.10 μg/gBB. Hal yang sama diperoleh pada hasil analisis gula total/glukosa antara tanaman kontrol Dewata, Selayar, Alibey yaitu 14.32 mg/gBB, 5.87 mg/gBB, 13.32 mg/gBB dibandingkan mutan tertinggi yaitu:Alibey 29.97 dan Dewata 29.06 mg/gBB. Mutan Dewata, Selayar dan Alibey dapat diseleksi berdasarkan karakter jumlah biji per malai dan bobot biji per pengamatan karena karakter tersebut menghasilkan lebih banyak mutan dibandingkan karakter lainnya. Analisis korelasi antar karakter pertumbuhan dan komponen hasil gandum mutan menunjukkan bobot biji per genotipe berkorelasi positif terhadap persentase tumbuh panen, waktu masak, waktu panen, panjang malai, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah malai, jumlah biji per malai, bobot biji 100 bulir, bobot biji pengamatan, tetapi tidak berkorelasi positif terhadap waktu berbunga dan panjang tangkai malai. Diharapkan beberapa mutan yang dihasilkan dapat beradaptasi pada dataran rendah tropis, sehingga menambah keragaman plasma nutfah gandum di Indonesia terutama di dataran rendah.

Abstract

Information of the characterisation of wheat mutan is requisite for determining superior the breeding programmes to that plays a role in high yield in tropical lowland. The objective of this research was to obtain data variability (morphology, anatomy and physiology) that could be used as selection criteria and obtain an adaptive mutant wheat Dewata, Selayar and Alibey in area of tropical lowland. This research was conducted in the field trial of SEAMEO-BIOTROP in Bogor with approximately 250 m above sea level, in the period of April 2013 – Juli 2014. The material consists of 144 genotypes studied mutant derivative M3 results from EMS treatment. Data were analyzed using a variety of methods of Augmented Design. Total plot there are 6 pieces. Area per plot 7 m x 1.8 m with a spacing of 20 cm x 25 cm, each panicle per genotype planted one row. Analysis of agronomic characters showed significant effect on the percentage of early growth (15 mutant), a growing percentage of the harvest (13 mutant), stem length panicle (17 mutant), panicle length (14 mutant), and plant height (16 mutant). There is no significant effect on the character flowering time, day to mature and harvest. These results indicate that the adaptive mutant usually have a low density of stomata, except in genotype 2Dw-2-17-3 have the same density with control plants. Character physiology showed significant differences in the amount of proline which controls varieties of the Dewata, Selayar, Alibey namely 79.29 μg /g BW, 201.53 µg /g BW, 4.15 µg/g BW with the highest Dewata mutant genotype 511.10 µg /g BW. So also with the results of the analysis of total sugar / glucose is no difference between the control varieties Dewata, Selayar, Alibey was 14.32 mg /g BW, 5.87 mg / gBW, 13.32 mg /g BW compared to the highest mutant: Alibey 29.97 and 29.06 Dewata mg /g BW. Mutants of the Dewata, Selayar and Alibey can be selected based on the character of the number of seeds per panicle and grain weight per observation because both characters are producing more mutants than the other characters. Correlation analysis between the character growth and grain yield components, seed weight per mutant genotype showed a positive correlation with the percentage growing harvest, day to mature, time of harvest, panicle length, plant height, number of tillers, number of panicles, number of grains per panicle, seed weight of 100 grains, grain weight of observation, but not positively correlated to the time of flowering and stem length panicle. It is expected that some of the mutants generated are adaptable to tropical lowlands, so that the diversity of wheat germplasm in Indonesia, especially in the lowlands is increased.

Keywords: Characterisation, mutant wheat , tropical lowland.

PENDAHULUAN

Gandum merupakan tanaman subtropik, akan tetapi dapat diupayakan untuk dibudidaya di daerah tropik di Indonesia. Tanaman gandum diintroduksikan ke Indonesia sekitar tahun 1784, ditanam pada areal terbatas di pegunungan di Jawa dan Timor. Namun karena iklim di Indonesia tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman gandum dan upaya untuk mengembangkan budidaya

gandum tidak menjadi prioritas, maka pertanaman gandum belum berkembang (Wiyono 1980; Sastrosumarjo 1987). Varietas gandum yang telah dilepas di Indonesia berasal dari introduksi dan belum ada genotipe yang diseleksi secara khusus untuk kesesuaian agroklimat di Indonesia. Hasil uji coba adaptasi multilokasi di berbagai daerah, menunjukkan bahwa tanaman gandum dapat tumbuh dan berproduksi tinggi tetapi hanya terbatas pada dataran tinggi di atas 1000 m. dpl di Indonesia (Farid 2006; Dahlan et al. 2003).

Konsusmsi gandum di Indonesia akhir-akhir ini meningkat pesat sehingga impor gandum pada tahun 2012 mencapai 7.4 juta ton (Aptindo 2012). Perkembangan industri mie instan, roti dan kue kaleng serta tingginya konsumsi tepung terigu di Indonesia terutama untuk daerah perkotaan mendorong impor gandum semakin tinggi. Oleh karena itu perlu diidentifikasi genotipe yang beradaptasi baik di daerah tropik dataran rendah yang berasal dari berbagai sumber genetik gandum di dunia.

Salah satu cara untuk memproleh genetipe gandum yang adaptif terhadap wilayah tropik adalah dengan teknik mutasi menggunakan mutagen baik fisik maupun kimia. Mutagen fisik yang sering digunakan adalah ionisasi sinar alpha, beta, dan gamma, sedangkan mutagen kimia yang biasa digunakan adalah kolkisin, dan EMS (Van Harten 1988). Penggunaan EMS untuk meningkatkan terjadinya mutasi telah dilakukan, diantaranya untuk menghasilkan genotipe gandum yang cepat berbunga dan cepat masak bijinya, serta memperoleh tanaman gandum M3 yang memiliki produktivitas tinggi (Sakin et al. 2002; Vismanathan dan Reddy 1996).

Teknik induksi mutasi dinilai sesuai untuk mendapatkan keragaman genetik tanaman yang ketersedian sumber daya genetiknya miskin. Di Indonesia, gandum termasuk tanaman yang memiliki sumber keragaman genetik sangat rendah, sehingga untuk mendapatkan karakter baru unggul dengan teknik hibridisasi menjadi sulit dilakukan (Micke dan Donini 1993). Tidak tersedianya varietas unggul mengakibatkan gandum kalah bersaing dengan komoditas yang sering ditanam di dataran tinggi seperti sayuran dan tanaman hortikultura lainnya yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi.

Teknik mutasi yang dilanjutkan dengan seleksi ketahanan terhadap suhu tinggi secara in vitro telah dilakukan pada tanaman kentang dan bawang putih dan telah berhasil diperoleh mutan toleran suhu tinggi (Das et al. 2000). Tanaman hasil regenerasi dari induksi mutasi dan seleksi in vitro diharapkan bersifat toleran terhadap suhu tinggi dan dapat beradaptasi pada dataran rendah. Mutasi gen yang terjadi ke arah sifat positif dan terwariskan ke generasi berikutnya merupakan mutasi yang dikehendaki oleh pemulia tanaman pada umumnya (Soeranto 2003).

Dari hasil penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa tanaman gandum varietas Nias dan Timor dapat menghasilkan 2 ton/ha sedangkan varietas Dewata dan Selayar dapat menghasilkan lebih dari 2 ton/ha di dataran tinggi (1000 m dpl) di Indonesia (Balitsereal 2009; Dahlan et al. 2003). Varietas yang telah dilepas di Indonesia hanya sesuai untuk ditanam di dataran tinggi, belum dikembangkan varietas yang cocok untuk dataran rendah. Lahan yang tersedia di dataran tinggi luasannya sangat terbatas dan telah digunakan untuk budidaya tanaman sayuran yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi. Apabila tersedia varietas gandum yang adaptif di dataran rendah, ada peluang untuk menanam gandum dalam rotasi padi- padi-gandum di lahan sawah dataran rendah. Masih tersedia lahan sawah yang

diberakan selama 4 bulan dari Juli sampai Oktober yang kemungkinan dapat digunakan untuk tanaman gandum.

Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa hasil gandum di Lembang (1100 m dpl) mencapai 3.34 ton/ha, varietas Nias di Malino dapat menghasilkan 5.37 ton/ha pada 2001, tetapi pada 2002 produksi tertinggi hanya 2.05 ton/ha karena perbedaan kesuburan tanah (Dahlan et al. 2003).

Penanaman gandum di lingkungan tropis pada ketinggian > 1000 m dpl berhasil dengan baik seperti di daerah Tosari, Banjarnegara, Salatiga, Malino, Sinjai dan Padang. Namun areal pengembangan gandum di daerah tersebut sangat sempit, karena tanaman gandum hanya digunakan sebagai tanaman sela dari tanaman hortikultura yang lebih ekonomis. Untuk itu diperlukan program penelitian jangka panjang untuk pengembangan gandum di Indonesia. Program ini merupakan riset bersama untuk mendapatkan varietas unggul gandum di dataran rendah. Fokus penelitian ini adalah pada pemuliaan untuk menghasilkan varietas gandum tropis yang beradaptasi pada dataran rendah.

Pemuliaan tanaman pada lingkungan yang bercekam sangat memerlukan tanaman unggul yang dapat beradaptasi pada kondisi cekaman tersebut. Pengembangan gandum pada lingkungan dataran rendah dapat dicapai melalui tingkat adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik, dan perbaikan potensi hasil. Faktor ini saling berkaitan untuk mendapatkan tanaman unggul yang dapat menghasilkan produksi tinggi. Menurut Soepandi (2006) perbaikan tanaman dapat dicapai bila sudah diketahui morfologi dan fisiologi tanaman dari karakter yang mendukungnya seperti fotosintesis, pertumbuhan dan produksi tanaman. Siagian (2008) mengatakan bahwa saat ini pemerintah sedang menjalankan pengujian untuk varietas gandum adaptif di daerah tropis dataran rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter morfologi, anatomi, fisiologi dan mengidentifikasi kriteria seleksi untuk mendapatkan mutan unggul berasal dari tanaman gandum generasi M3 yang adaptif di dataran rendah.