• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gandum merupakan tanaman serealia subtropis. Program pengembangan varietas unggul gandum di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1985, tetapi sangat terbatas pada wilayah dataran tinggi di atas 1000 m dpl dan mempunyai suhu optimum sekitar 15–25 o

C. Penanaman gandum di wilayah dataran tinggi mempunyai kendala yaitu persaingan dengan komoditas lain yang nilai ekonominya cukup tinggi seperti sayuran dan hortikultura lainnya. Laju peningkatan hasil gandum saat ini masih terlalu rendah untuk dapat memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri di masa depan. Kebutuhan yang sangat besar dan kemampuan impor yang semakin terbatas menuntut pengembangan gandum di dalam negeri. Usaha untuk memenuhi kebutuhan gandum dalam negeri dapat dilakukan dengan pengusahaan gandum di Indonesia. Upaya ini dapat mengurangi dan menekan ketergantungan impor gandum. Salah satu kendala yang dihadapi di Indonesia yaitu belum adanya varietas toleran suhu tinggi. Suhu berubah lebih cepat dibandingkan penyebab cekaman lainnya. Menurut Peet dan Willits (1998) cekaman suhu tinggi diartikan sebagai kenaikan suhu yang menyebabkan kerusakan irreversibel pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Batasan kerusakan suhu tinggi untuk tiap tanaman akan relatif tergantung wilayah atau habitat asal tanaman.

Perbaikan genetik gandum perlu dilakukan karena terbatasnya sumber daya genetik gandum asal daerah tropis. Teknik in vitro, seperti induksi mutasi dan seleksi in vitro merupakan solusi alternatif dalam memperluas variasi genetik. Kombinasi pemuliaan mutasi dan seleksi in vitro akan meningkatkan keragaman genetik secara lebih efektif dan efisien sehingga dihasilkan varietas unggul (Maluszynski et al. 1995; Jain 2010). Penggunaan eksplan yang tepat juga mempengaruhi regenerasi tanaman gandum secara in vitro. Perakitan tanaman gandum untuk perbaikan sifat genetik dan keragaman genetik pada dataran rendah belum menghasilkan genotipe-genotipe yang unggul. Peningkatan keragaman genetik hanya mengandalkan pada introduksi galur-galur gandum toleran suhu panas seperti Turki, India dan Meksiko.

Upaya untuk memperoleh mutan unggul dilakukan dengan induksi kalus menggunakan dua varietas (Dewata, Selayar) dan empat genotipe (Alibey, Oasis, Rabe, HP-1744). Di antara enam materi genetik yang diuji selanjutnya dipilih dua genotipe yang mempunyai nilai pertumbuhan kalus tertinggi. Penelitian dilakukan enam tahap yaitu 1) induksi pembentukan enam kalus genotipe menggunakan media MS + 3 mg/l 2.4-D; 2) memperoleh keragaman genetik gandum dengan induksi mutasi menggunakan EMS pada kisaran Lethal concentration 20 (LC20)

pada beberapa konsentrasi EMS dan waktu perendaman kalus; 3) memperoleh genotipe mutan putatif dengan seleksi in vitro pada suhu 27, 29, 31, 33 dan 35 °C; 4) memperoleh formulasi media yang tepat untuk meregenerasikan dua genotipe kalus hasil induksi mutasi dan seleksi in vitro; 5) memperoleh genotipe mutan gandum generasi M1 dan generasi M2 berdasarkan karakter agronomi sebagai kriteria seleksi.; 6) memperoleh genotipe mutan gandum generasi M3 yang toleran dataran rendah berdasarkan morfo-fisiologis sebagai kriteria seleksi.

Tahapan eksplan gandum yang ditanam dari induksi kalus sampai regenerasi dapat dilihat pada Tabel 17. Setiap genotipe mempunyai persentase tumbuh yang berbeda. Genotipe yang tahan dan dapat hidup sampai ke regenerasi

tanaman adalah genotipe mutan putatif unggul. Sedangkan yang tidak dapat bertahan hidup sampai regenerasi dikategorikan sebagai tanaman tidak unggul atau tanaman rentan. Hasil mutan putatif dari regenerasi ini diaklimatisasi dan ditanam sampai generasi M3 yang selanjutnya akan diuji morfologi, anatomi dan fisiologinya.

Tabel 17. Jumlah kalus dan tunas yang terbentuk dari induksi kalus sampai regenerasi.

Genotipe Jumlah eksplan yang ditanam Jumlah kalus yang terbentuk (%) Jumlah kalus yang hidup setelah perlakuan EMS (%) Jumlah kalus yang hidup setelah perlakuan suhu (%) Jumlah tunas yang hidup di media RG (%) Dewata 8624 6391 (74.1) 3368 (52.7) 1749 (51.9) 209 (11.9) Selayar 5260 3741 (71.1) 1951 (52.2) 821 (42.1) 72 (8.8) Alibay 3978 2072 (52.1) 811 (39.1) 186 (22.9) 15 (8.1) Oasis 3610 1766 (48.9) 0 (0) 0 (0) 0 (0) Rabe 3916 1859 (47.5) 0 (0) 0 (0) 0 (0) HP1744 2440 1040 (42.6) 0 (0) 0 (0) 0 (0)

Hasil induksi kalus yang mempunyai nilai tertinggi adalah varietas Dewata 76% dan Selayar 70%. Persentase pertumbuhan kalus akan menurun sejalan dengan peningkatan konsentrasi EMS dan waktu perendaman. LC20 varietas

Dewata adalah EMS 0.3% waktu perendaman 30 menit sedangkan LC20 varietas

Selayar adalah EMS 0.1% waktu perendaman 60 menit. Varietas Dewata dan Selayar mempunyai toleran pada suhu 27 °C dengan nilai 84 dan 72%. Semakin tinggi suhunya maka semakin berkurang toleransi tanaman tersebut. Suhu semakin tinggi pertumbuhan kalus semakin sedikit, sehingga pada suhu tertinggi 35 °C tidak ada pertumbuhan kalus. Regenerasi jumlah tunas varietas Selayar dan Dewata yang tertinggi dihasilkan pada media RG2 (MS + BA 0.1 ml/l + kinetin 2 mg/l + tyrosin 0.05 g/l + sorbitol 6% + sukrosa 3%) yaitu 36 dan 44%. Jumlah kalus dan tunas yang terbentuk semakin sedikit yang dapat bertahan hidup sejalan dengan peningkatan tahapan perlakuan dalam penelitian ini. Sehingga terdapat tiga genotipe kalus yang pada tahap perlakuan EMS tidak dapat tumbuh atau bertahan hidup dari reaksi kimia tersebut. Ketiga genotipe ini adalah Rabe, Oasis dan HP 1744 yang sangat sensitif dengan perlakuan EMS (Tabel 17).

Untuk generasi M1 (5 genotipe), masing-masing genotipe diamati karakter agronominya dan dihitung jumlah bijinya, kemudian semua biji yang diperoleh ditanam kembali untuk dilanjutkan sebagai generasi M2. Populasi M2 menghasilkan segregasi gen-gen dari tanaman M1 yang akan memberikan hasil yang berbeda pada keragaan karakter agronomi dari masing-masing tanaman hasil induksi mutasi dan seleksi in vitro. Keragaman karakter agronomi pada tanaman M2 disebabkan karena adanya segregasi dari gen-gen dalam lokus-lokus yang mengalami mutasi pada tanaman M1. Hasil menunjukkan bahwa perlakuan perendaman EMS mempengaruhi keragaan karakter agronomi pada tanaman gandum generasi M1 yaitu dapat meningkatkan nilai jumlah malai, kecuali pada Selayar mempunyai nilai sama dengan kontrol. Karakter yang mempunyai

korelasi nyata dan nilai heritabilitas tinggi berpotensi untuk digunakan sebagai karakter seleksi. Karakter-karakter seleksi yang diperoleh dari hasil analisiss korelasi M1 adalah jumlah total biji, jumlah malai dan panjang malai. Karakter- karakter tersebut digunakan sebagai karakter seleksi untuk tanaman gandum generasi M2. Hal yang sama dilakukan pada generasi M2 menggunakan analisis korelasi dan analisis heritabilitas untuk karakter seleksi yaitu pada panjang malai, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah biji per malai dan bobot biji.

Analisis ragam augmented untuk generasi M3 menunjukkan adanya pengaruh nyata terhadap persentase karakter tumbuh awal (15 mutan), tumbuh panen (13 mutan), panjang tangkai malai (17 mutan), panjang malai (14 mutan), dan tinggi tanaman (16 mutan). Pengaruh tidak nyata terdapat pada karakter waktu berbunga, waktu masak dan panen. Pendugaan nilai korelasi antara suatu karakter dengan karakter lainnya digunakan untuk mengungkapkan tingkat keeratan hubungan antara karakter yang diamati sesuai dengan yang diteliti oleh Sa’diyah et al. (2010) dan Rachmadi (2000), yang menyatakan bahwa adanya korelasi antar karakter menyebabkan seleksi yang diterapkan pada suatu karakter mengikutsertakan secara simultan karakter-karakter lain yang berkorelasi dengan karakter utama. Karakter utama yang dimaksud adalah bobot biji per genotipe, karena mempunyai keeratan hubungan antar semua karakter yang diuji seperti luas daun, kehijauan daun, bobot biji per malai, panjang malai dan jumlah biji per malai.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe mutan toleran mempunyai kerapatan stomata rendah dan mempunyai viabilitas polen tinggi (> 50%). Kerapatan stomata rendah menyebabkan proses transpirasi rendah. Sehingga tanaman dapat menjaga keseimbangan air di dalam daun. Semakin banyak stomata pada daun maka semakin tinggi transpirasi yang berlangsung pada daun tersebut. Viabilitas polen tinggi akan menghasilkan bobot biji optimal karena penyerbukan berlangsung secara sempurna. Terdapat tiga genotipe yang mempunyai viabilitas polen lebih tinggi dari 50% yaitu Dw-1-15-1, Sl-3-2-2, dan Ab-2-14-1. Faktor lingkungan yang dapat menginduksi pembungaan adalah intensitas cahaya. Organ daun yang dapat intensitas cahaya cukup dapat membentuk senyawa florigen. Senyawa ini membantu dalam pembentukan polen, bila florigen terganggu maka pembentukan polen tidak sempurna yang mengakibatkan gagal penyerbukan. Pada kondisi tidak menguntungkan tanaman gandum menyelesaikan siklus hidup lebih cepat (Mangoendidjojo 2003; Pringgohandoko dan Suryawati 2006).

Karakter fisiologi menunjukkan perbedaan nyata pada jumlah prolin yaitu varietas kontrol Dewata, Selayar, dan Alibey yaitu 79.29, 201.53 dan 4.15 μg/gBB dengan genotipe mutan teringgi Dewata 511.10, 335.79, dan 263.47 μg/gBB. Begitu juga dengan hasil analisis gula total/glukosa terdapat perbedaan antara varietas kontrol Dewata, Selayar, Alibey yaitu 14.32, 5.87, dan 13.32 mg/gBB dibanding mutan tertinggi yaitu: Alibey 29.97, Selayar 17.68, dan Dewata 29.06 mg/gBB. Hasil prolin tinggi karena terjadi akumulasi prolin dalam daun yang adanya kemampuan prolin bertindak sebagai agen pelindung (osmoregulator) bagi enzim-enzim sitoplasma dan membran serta sebagai bahan simpanan untuk pertumbuhan setelah tanaman mengalami cekaman suhu tinggi. Biasanya tanaman toleran dalam keadaan tercekam mengakumulasi senyawa organik yang bervariasi seperti prolin dan gula (Aspinal dan Paleg 1981; Sopandie 2013). Telah banyak

penelitian menyimpulkan bahwa akumulasi prolin lebih tinggi pada varietas toleran bila terjadi cekaman abiotik pada tanaman. Akan tetapi belum diketahui mekanisme yang pasti dari tiap genotipe tanaman, hanya saja bila akumulasi prolin tinggi maka terjadi cekaman pada tanaman tersebut (Venbrugen et al. 1996). Hal ini sesuai dengan penelitian Bandurska (2000) yang menyatakan bahwa prolin dapat meningkat sebanyak 10 kali lipat pada tanaman gandum yang mengalami kekeringan. Begitu juga dengan penelitian Kadir (2011) terjadi peningkatan prolin pada kelima klon harapan tanaman nilam yang diuji setelah perlakuan cekaman kekeringan. Artinya tanaman tersebut melakukan respons sebagai osmotik adjusment bila mengalami kekeringan.

Penurunan karakter jumlah biji per malai dan bobot biji per malai dikedua elevasi ditampilkan pada Tabel 18. Pada umumnya hasil yang diperoleh adalah terjadi penurunan pada karakter jumlah biji per malai dan bobot biji per malai di dataran rendah, tetapi ditemukan juga genotipe yang tidak mengalami penurunan. Tabel 18. Penurunan karakter jumlah biji per malai dan bobot biji per malai yang ditanam di dataran tinggi dan dataran rendah

Genotipe DR- JBM DT- JBM DR- BBP DT- BBP Penurunan JBM (%) Penurunan BBP (%) Proline (µg/gBB) Dewata (K) 30.41 35.55 0.68 0.98 14.46 30.61 79.00 Dw-1-13-2 12.47 37.28 0.41 1.24 66.55 66.94 511.10 Dw-1-15-1 18.80 44.31 0.52 1.42 57.57 63.38 347.72 Dw-1-22-3 15.13 33.67 0.66 1.27 55.06 48.03 288.34 Dw-2-13-2 16.80 40.29 0.69 1.35 58.30 48.89 332.37 2Dw-1-21-2 25.50 32.00 0.77 1.21 20.31 36.36 279.29 2Dw-1-27-2 23.83 35.90 0.61 1.25 33.62 51.20 216.10 2Dw-2-13-3 21.16 30.82 0.51 1.01 31.34 49.50 71.40 2Dw-2-17-3 28.83 33.00 0.72 1.07 12.64 32.71 293.96 2Dw-6-17-1 32.36 31.22 0.81 0.92 -3.65 11.96 298.73 2Dw-7-1-1 22.03 34.63 0.69 0.99 36.38 30.30 377.36 2Dw-7-10-1 19.72 35.25 0.71 1.13 44.06 37.17 390.67 3Dw-2-4-1 23.06 41.06 0.69 1.38 43.84 50.00 351.93 3Dw-4-8-1 32.06 29.00 1.09 1.03 -10.55 -5.83 468.40 3Dw-4-12-1 13.72 36.00 0.63 1.04 61.89 39.42 436.33 3Dw-6-18-1 21.38 34.31 0.64 1.00 37.69 36.00 351.93 3Dw-6-21-1 15.72 36.57 0.69 1.14 57.01 39.47 466.93 Selayar (K) 44.20 31.11 0.98 1.02 -42.08 3.92 201.00 Sl-2-14-2 10.91 27.75 0.54 0.99 60.68 45.45 241.98 Sl-3-2-2 23.25 31.00 0.69 1.09 25.00 36.70 335.79 Alibey (K) 44.31 39.44 0.93 1.19 -12.35 21.85 4.00 Ab-2-14-1 29.25 44.00 0.87 1.20 33.52 27.50 263.47 Ab-3-3-2 23.58 40.00 0.75 1.13 41.05 33.63 235.90 Ab-3-16-1 22.25 46.00 0.83 1.53 51.63 45.75 462.40 Keterangan: DR=dataran rendah, DT=dataran tinggi, JBM=jumlah biji per malai, BBP=bobot biji per malai.

Genotipe yang tidak mengalami penurunan pada dataran rendah tetapi mengalami kenaikan adalah 2Dw-6-17-1, dan 3Dw-4-8-1. Kedua genotipe tersebut juga memiliki nilai prolin tinggi yaitu 298.73 dan 468.40 µg/gBB. Kedua genotipe ini dapat dipilih untuk ditanam pada generasi M4 (Lampiran 5). Pembungaan tanaman gandum di dataran rendah yang mempunyai suhu tinggi berpengaruh buruk terhadap proses pengisian biji. Suhu tinggi dapat merubah morfologi bulir dan mengurangi ukuran bulir (Maesyti et al. 2002; Dahlan 2010). Menurut Budiarti (2005) dan Suriani et al. (2014) karakter yang toleran di dataran rendah adalah karakter yang mempunyai bobot biji per malai yang tinggi. Berbeda dengan penelitian Nur et al. (2012) yang menyatakan bahwa calon varietas gandum dataran rendah perlu idiotipe tanaman dengan karakter yang mempunyai jumlah anakan produkti tinggi, jumlah spikelet dan luas daun bendera.

Tahapan planlet gandum yang ditanam dari aklimatisasi generasi M1 sampai generasi M4 dan setelah mengalami seleksi ditampilkan pada Tabel 19 dan Tabel 20. Tanaman yang berhasil tumbuh pada generasi M1 ada 5 tanaman (3 Dewata, 1 Selayar, 1 Alibey), dan dapat menghasilkan biji sejumlah 496 butir. Biji tanaman M1 ditanam semuanya sebagai generasi M2. dan tanaman yang berhasil hidup ada 346 tanaman. Biji tanaman M2 yang diseleksi berdasarkan panjang malai, tinggi tanaman, jumlah anakan, jumlah biji per malai dan bobot biji ditanam kembali sebagai generasi M3. Selanjutnya pada generasi M3 diseleksi kembali berdasarkan panjang tangkai malai, panjang malai, tinggi tanaman, bobot biji, prolin tinggi, dan glukosa tinggi untuk ditanam sebagai generasi M4. Persentase tumbuh tanaman generasi M2, M3 dan M4 semakin menurun dengan bertambahnya seleksi pada tanaman tersebut. Seleksi tersebut diharapkan menghasilkan beberapa genotipe mutan gandum yang dapat beradaptasi pada dataran rendah, dan dapat memiliki genotipe yang dapat hidup dan berproduksi di daerah tropis, khususnya di Indonesia.

Tabel 19. Persentase tanaman yang tumbuh di M1, M2, M3 dan M4.

Genotipe M1 (biji) M2 M3 M4

(Tanaman) (Tanaman) (Tanaman) AB 0.1- 60 136 103 (75.7%) 16 (15.53%) 3 (18.75%) SL 0.1-60 32 20 (62.5%) 9 (45.00%) 2 (22.22%) 1DW 0.3-30 52 41 (78.8%) 24 (58.53%) 5 (20.83%) 2DW 0.3-30 218 109 (50.0%) 56 (51.37%) 11 (19.6%) 3DW 0.3-30 158 73 (46.2%) 39 (53.42%) 9 (23.07%) Jumlah 496 346 (69.76%) 144 (41.61%) 30 (20.83%) Tabel 20. Jumlah total tanaman yang ditanam di lapangan.

Tanaman DW SL AB total tanaman

M1 3 1 1 5

M2 223 20 103 346

M3 119 9 16 144