• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Perbaikan genetik tanaman gandum toleran suhu tinggi pada dataran rendah dapat dilakukan dengan peningkatan keragaman genetik dari genotipe/galur yang memiliki toleran suhu tinggi. Peningkatan keragaman genetik hanya mengandalkan pada introduksi galur-galur gandum toleran suhu panas di negara asalnya seperti Turki, India dan Meksiko. Tanaman gandum merupakan tanaman subtropik yang diupayakan dapat dikembangkan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh genotipe-genotipe tanaman gandum yang toleran suhu tinggi pada dataran rendah. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan BB-Biogen dari bulan Juli 2011 sampai Desember 2013. Materi genetik yang digunakan adalah dua varietas yaitu Dewata, Selayar, dan empat genotipe yaitu Alibey, Oasis, Rabe dan HP-1744. Penelitian dilakukan terdiri atas empat tahap yaitu 1. Induksi pembentukan kalus terbaik menggunakan media MS+ 2.4-D 3 mg/l (dipilih dua genotipe yang terbaik), 2. Induksi mutasi kalus embriogenik menggunakan EMS, 3. Seleksi kalus in vitro pada suhu 27– 35°C dan 4. Regenerasi kalus hasil seleksi in vitro. Penelitian menunjukkan bahwa hasil induksi kalus yang mempunyai nilai tertinggi diperoleh pada genotipe Dewata 76% dan Selayar 70%. Semakin tinggi konsentrasi EMS dan semakin lama waktu perendaman menurunkan persentase pertumbuhan kalus. LC20 -LC50

genotipe Dewata adalah EMS 0.3% waktu 30 menit sedangkan LC20 -LC50

genotipe Selayar adalah EMS 0.1% waktu 60 menit. Genotipe Dewata dan Selayar mempunyai toleran suhu tinggi pada suhu 27°C dengan nilai 84 dan 72%. Semakin tinggi suhunya maka semakin menurun toleransi tanaman tersebut. Suhu semakin tinggi, pertumbuhan kalus semakin sedikit dan pada suhu tertinggi yaitu suhu 35°C tidak ada pertumbuhan kalus atau mengalami kematian. Regenerasi jumlah tunas genotipe Selayar dan Dewata yang tertinggi dihasilkan pada media RG2 (MS + BA 0.1 ml/l + kinetin 2 mg/l + tyrosin 0.05 gr/l + sorbitol 6% + sukrosa 3%) yaitu 36 dan 44%.

Kata Kunci: Induksi mutasi, gandum, EMS, seleksi in vitro, regenerasi.

Abstract

Genetic improvement of wheat plants that are tolerant to high temperatures in the lowlands can be done by way of an increase in the genetic diversity of genotypes / lines that have a high temperature tolerant. The improvement of genetic variability depends on introduction lines from Turkey, India and Mexico that is highland tolerant. Wheat plants derived from the subtropics. This plant will be develops in Indonesia. The goal of this research was to engineered lowland wheat. The research was conducted at BB-Biogen plant tissue culture laboratory from July 2011 to December 2013. Six genotypes were used such as Dewata, Selayar, Alibey, Oasis, Rabe and HP1744. This research consisted of 4 stages. The first stage was the production of best callus on MS medium containing 3 mg/l

2.4-D (the best two genotypes was choose). The second stage was induced mutation of embryogenic callus using EMS. The third stage was in vitro selection at temperature 27–35°C. The last stage was callus regeneration from in vitro selection. The best result for callus production was 76% for Dewata and 70% for Selayar genotypes. The higher concentration of EMS and the longer the soaking time used decreased callus growth percentage. LC20 -LC50 of Dewata genotype

was 0.3% EMS at 30 minutes and LC20 -LC50 of Selayar genotype was 0.1% EMS

at 60 minutes. Dewata and Selayar genotypes were tolerant to temperature 27°C with value of 84 and 72%. The higher the temperature the more diminished the tolerant adaptation of the plants. At higher temperature, callus growth was inhibited and at the highest temperature (35 °C) callus did not grow and die. Highest number of regenerated shoots produced on media RG2 (medium MS containing 0.1 mg/l BA, 2 mg/l kinetin, 0.05 g/l tyrosine, 6% sorbitol and 3% sucrosa) at 36 and 44%.

Keywords: induced mutation, wheat (Triticum aestivum), EMS, in vitro selection, regeneration.

PENDAHULUAN

Perbaikan genetik gandum perlu dilakukan karena terbatasnya sumber daya genetik gandum asal daerah subtropis. Teknik in vitro, seperti mutasi dan seleksi in vitro merupakan solusi alternatif dalam memperluas keragaman genetik. Kombinasi pemuliaan mutasi dan seleksi in vitro dapat meningkatkan keragaman genetik secara lebih efektif dan efisien sehingga dihasilkan varietas unggul (Maluszynski et al. 1995; Jain 2010). Penggunaan bahan tanaman berupa kalus, bersifat meristematik sehingga lebih responsif terhadap radioaktif dan zat kimia dibandingkan dengan sel-sel dewasa. Pembentukan kalus pada tanaman secara umum tergantung pada genotipe, tipe jaringan, ZPT dan media yang digunakan (Bahieldin et al. 2000, Rashid et al. 2002). Menurut Sarker dan Biswas (2002) faktor lain yang mempengaruhi pembentukan kalus adalah pemilihan eksplan seperti embrio dewasa, embrio muda, biji, endosperm, tunas, dan ujung akar. Penggunaan eksplan yang tepat juga mempengaruhi regenerasi tanaman gandum secara in vitro.

Pemanfaatan kalus dalam induksi mutasi secara in vitro pada tanaman sangat efektif dalam mengurangi pembentukan kimera dan mempercepat seleksi pada sifat yang dikehendaki serta meningkatkan keragaman tanaman dalam waktu singkat tanpa mengubah karakteristik tetuanya (Maluszynski et al. 1995). Salah satu mutagen yang paling potensial, paling efektif dan banyak digunakan pada berbagai jenis organisme mulai dari virus sampai mamalia adalah mutagen kimia yaitu dengan EMS (Medina et al. 2005). EMS sering digunakan dalam penelitian karena mudah diperoleh, murah dan tidak bersifat mutagenik setelah terhidrolisis (Van Harten 1998). Penggunaan EMS untuk meningkatkan terjadinya mutasi telah dilaporkan, diantaranya untuk menghasilkan tanaman gandum yang cepat berbunga dan masaknya biji (Vismanathan dan Reddy 1996), memperoleh tanaman gandum M3 yang memiliki produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan tetuanya (Sakin et al. 2002).

Beberapa studi menunjukkan bahwa dosis optimum dalam induksi mutasi yang dapat menghasilkan mutan terbanyak umumnya diperoleh di sekitar lethal dose (LD50 ) atau lethal concentration (LC50). Variabilitas mutan tertinggi terdapat

pada mutan hasil mutagen kimia di sekitar LC20 dan LC50 (Datta 2001). Induksi

mutasi yang dilanjutkan dengan seleksi ketahanan terhadap suhu tinggi secara in vitro telah dilakukan pada tanaman kentang dan bawang putih dan telah berhasil memperoleh mutan toleran suhu tinggi (Das et al. 2000).

Cekaman suhu tinggi menjadi faktor pembatas dalam usaha perluasan gandum di dataran rendah, karena pada dasarnya gandum merupakan tanaman subtropis yang menghendaki suhu rendah untuk proses pertumbuhan dan perkembangannya. Cekaman suhu tinggi artinya terjadi kenaikan suhu di luar batas selama jangka waktu yang cukup untuk menyebabkan kerusakan pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sopandie 2013).

Penelitian ini perlu dilakukan untuk induksi mutasi kalus embriogenik menggunakan EMS dan seleksi in vitro untuk ketahanan terhadap suhu tinggi, sehingga teknik tersebut dapat menunjang perolehan genotipe mutan baru yang toleran dataran rendah tropis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan genotipe mutan unggul hasil seleksi in vitro yang toleran pada dataran rendah.