• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

2. Induksi Mutasi pada Kalus Embriogenik Menggunakan EMS.

Kalus embriogenik gandum varietas Dewata dan Selayar di induksi dengan menggunakan EMS dengan konsentrasi 0.1, 0.3 dan 0.5% dalam waktu 0, 30, 60, 120 dan 180 menit telah menghasilkan Lethal concentration 50 (LC50) yang

optimum. LC50 adalah nilai yang menunjukkan 50% kalus yang diperlakukan

EMS dapat tetap hidup dan berkembang serta dapat diregenerasikan. Perlakuan konsentrasi dan waktu perendaman dalam larutan EMS berpengaruh terhadap

pertumbuhan kalus tergantung kepada tingkat sensitivitas suatu sel terhadap perlakuan EMS yang diberikan. Sensitivitas dapat ditentukan melalui respon kalus gandum yang dapat bertahan hidup yang diinduksi EMS pada LC20-LC50.

Semakin lama perendaman dan tinggi konsentrasinya maka semakin sedikit kalus dapat bertahan hidup (Gambar 12 dan 13).

Gambar 12. Pertumbuhan kalus setelah perlakuan EMS pada varietas Dewata, A. EMS 0.1%; waktu 0’, B. EMS 0.1%; waktu 30’, C. EMS 0.1%; waktu 60’, D. EMS 0.1%; waktu 120’, E. EMS 0.1%; waktu 180’, F. EMS 0.3%; waktu 0’, G. EMS 0.3%; waktu 30’, H. EMS 0.3%; waktu 60’, I. EMS 0.3%; waktu 120’, J. EMS 0.3%; waktu 180’, K. EMS 0.5%; waktu 0’, L. EMS 0.5%; waktu 30’, M. EMS 0.5%; waktu 60’, N. EMS 0.5%; waktu 120’, O. EMS 0.5%; waktu 180’.

Penentuan Letal konsentrasi /LC20 dan LC50 merupakan faktor penting

dalam menentukan keberhasilan perlakuan induksi EMS untuk memperoleh varian mutan pada suatu tanaman. Tingkat reduksi pertumbuhan kalus varietas Dewata sebesar 20% (LC20) didapat pada konsentrasi 0.3% dengan waktu

perendaman sekitar 30 menit (33.16 menit). Tingkat reduksi pertumbuhan kalus varietas Selayar sebesar 20% (LC20) didapat pada konsentrasi 0.1% dengan waktu

perendaman sekitar 60 menit (64.84 menit) (Tabel 2).

H G F D C E A B N M L K J I O

Hasil pengamatan pertumbuhan kalus varietas Dewata dan Selayar menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi EMS maka waktu perendaman yang diperlukan semakin kecil (Tabel 2). Varietas Dewata dengan konsentrasi terendah 0.1% membutuhkan waktu 76.19 menit, konsentrasi tertinggi 0.5 % membutuhkan waktu 4.17 menit. Sedangkan Selayar konsentrasi 0.1% membutuhkan waktu 64.84 menit, konsentrasi tinggi sebesar 0.5% membutuhkan waktu perendaman singkat yaitu 4.19 menit (Tabel 2).

Gambar 12. Pertumbuhan kalus setelah perlakuan EMS pada varietas Selayar, A. EMS 0.1%; waktu 0’, B. EMS 0.1%; waktu 30’, C. EMS 0.1%; waktu 60’, D. EMS 0.1%; waktu 120’, E. EMS 0.1%; waktu 180’, F. EMS 0.3%; waktu 0’, G. EMS 0.3%; waktu 30’, H. EMS 0.3%; waktu 60’, I. EMS 0.3%; waktu 120’, J. EMS 0.3%; waktu 180’, K. EMS 0.5%; waktu 0’, L. EMS 0.5%; waktu 30’, M. EMS 0.5%; waktu 60’, N. EMS 0.5%; waktu 120’, O. EMS 0.5%; waktu

180’.

Persentase pertumbuhan kalus dipengaruhi oleh konsentrasi EMS dan waktu perendaman. Semakin tinggi konsentrasi EMS dan semakin lama waktu perendaman maka semakin menurun persentase pertumbuhan kalus (Tabel 2). Kalus yang mengalami pertumbuhan berwarna sama seperti awal perendaman yaitu putih kekuningan, sedangkan kalus yang mengalami terhambat pertumbuhannya sehingga mengakibatkan kematian akan berwarna coklat kehitaman. Kalus tanpa perlakuan EMS tidak mengalami perubahan warna, yaitu tetap putih kekuningan. Kalus dengan perlakuan EMS 0.5 % dan waktu perendaman 180 menit mengalami kematian dengan persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan kalus yang diberi perlakuan konsentrasi EMS lebih rendah dan waktu perendaman yang pendek. Kalus dengan perlakuan EMS 0.1 % dan

F I L K M N O H G J E A B C D

waktu perendaman 30 menit mengalami pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya pada varietas Dewata dan Selayar (Tabel 2).

Tabel 2. Hasil analisis probit LC20-LC50 pada varietas Selayar dan Dewata

Genotipe Selayar Dewata

Konsentrasi (%) 0.1 0.3 0.5 0.1 0.3 0.5 Peluang Perkiraan waktu (menit) Perkiraan Waktu (menit)

LC50 131.98 111.55 33.68 124.58 96.96 37.58 LC45 121.96 97.47 29.28 117.33 87.43 32.67 LC40 111.77 83.16 24.80 110.02 77.75 27.68 LC35 101.24 68.38 20.18 102.43 67.75 22.53 LC30 90.15 52.79 15.31 94.43 57.20 17.10 LC25 78.18 35.98 10.05 85.80 45.83 11.24 LC20 64.84 17.25 4.19 76.19 33.16 4.71 Konsentrasi EMS 0.1 % dengan waktu perendaman 30, 60, 120 dan 180 menit, menyebabkan persentase pertumbuhan kalus berturut-turut berkisar antara 86.4-91.2%, 69.6-83.2%, 40.8-44.8%, dan 24.8-36.8%; pada konsentrasi 0.3 % berturut-turut adalah 70.4-81.6%, 43.2-48%, 32-47.2%, dan 23.2-33.6%; sedangkan pada konsentrasi EMS 0.5% dengan waktu perendaman yang sama pertumbuhan kalus berkisar antara 0 – 39.2% (Gambar 14).

Peningkatan konsentrasi / dosis biasanya menghambat pertumbuhan sel-sel pada kalus akibat rusaknya ikatan atom pada molekul, yang mengakibatkan molekul melepas elektron dan berubah muatan menjadi ion yang menghambat pertumbuhan sel (Van Harten 1998). Kerusakan sel meristem pada kalus yang sangat sensitif sehingga terjadi penghambatan pertumbuhan sel. Kalus yang mengalami kerusakan menurunkan kemampuan regenerasi serta mematikan sel sehingga tidak mampu beregenerasi (Sarker dan Biswas 2002). Peningkatan konsentrasi EMS dan waktu perendaman biasanya menghambat pertumbuhan sel- sel dan pada akhirnya mengakibatkan kematian sel.

Menurut penelitian Sarker dan Biswas (2002); Dhanavel et al. (2008), aplikasi EMS dapat mempengaruhi terjadinya penghambatan pada pembelahan sel. Penghambatan pada sel secara berturut-turut mengakibatkan terjadinya kematian sel tanaman yang disebabkan karena mutagen kimia secara langsung, yaitu melalui perendaman yang bersifat toksik sehingga mengakibatkan sel tidak mampu berpoliferasi membentuk tunas. Perlakuan EMS yang bersifat sebagai agen pengkelat dapat menyebabkan terjadinya mutasi titik, sehingga mereduksi sifat fertilitas, penghambatan kemampuan jaringan membentuk tunas dan pada akhirnya hasil mengalami kematian (Greene et al. 2003). Hasil penelitian ini sama seperti yang diperoleh Priyono dan susilo (2002), bahwa peningkatan konsentrasi EMS menghambat pertumbuhan eksplan kerk lily. Begitu juga dengan pertumbuhan tunas iles-iles semakin rendah dengan meningkatnya konsentrasi EMS (Poerba et al. 2009).

Gambar 14. Persentase pertumbuhan kalus gandum Dewata (A) dan Selayar (B) pada konsentrasi EMS 0,1; 0,3 dan 0,5% dengan waktu perendaman 0; 30; 60; 120 dan 180 menit.

Hasil pengamatan pertumbuhan kalus varietas Dewata dan Selayar menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi EMS maka waktu yang diperlukan semakin singkat (Tabel 2). Varietas Dewata dengan konsentrasi EMS terendah (0.1%) membutuhkan waktu 76.19 menit, konsentrasi tertinggi 0.5 % membutuhkan waktu 4.17 menit. Sedangkan Selayar konsentrasi 0.1% membutuhkan waktu 64.84 menit, konsentrasi tingginya 0.5% membutuhkan waktu yang singkat yaitu 4.19 menit (Tabel 2). Kalus yang mengalami kerusakan menurunkan kemampuan regenerasi serta mematikan sel sehingga tidak mampu beregenerasi (Sarker dan Biswas 2002).

Kedua genotipe uji yaitu Dewata dan Selayar memperlihatkan respon yang berbeda terhadap perlakuan konsentrasi EMS dan waktu perendaman. Pada penelitian ini genotipe Dewata mempunyai konsentrasi EMS optimal 0.3 % dengan waktu perendaman 30 menit, sedangkan pada genotipe Selayar konsentrasi EMS optimal lebih rendah yaitu 0.1 % dengan waktu perendaman lebih lama yaitu 60 menit (Tabel 2). Menurut Talebi et al. (2012) konsentrasi EMS yang dibutuhkan untuk menimbulkan keragaman untuk setiap tanaman berbeda-beda tergantung dari genotipe dan jenis eksplan yang digunakan misalnya pada padi (biji) kultivar MR219 konsentrasi EMS untuk LC25 dan LC50 adalah

0.25 dan 0.50%, sedangkan pada tanaman gandum (biji) varietas B936 konsentrasi EMS adalah 0.7% (Ndou et al. 2013).

Menurut Ahloowalia (2001) penggunaan sinar x, gamma, neutron, dan mutagen kimia dapat digunakan untuk menginduksi variasi pada eksplan. Mutasi induksi telah digunakan untuk meningkatkan benih beberapa tanaman serealia seperti tanaman gandum, padi, barley, kacang-kacangan dan kapas. Sehingga kemungkinan besar mutagen kimia EMS ini dapat menghasilkan variasi genetik pada tanaman gandum genotipe Dewata dan Selayar. Secara umum pertumbuhan kalus menurun secara linier dengan meningkatnya konsentrasi EMS, sehingga

pada konsentrasi tertentu EMS dapat memberi penghambatan pertumbuhan kalus gandum. Selain itu, dilaporkan bahwa EMS mengakibatkan pertumbuhan kultur in vitro secara linier menurun seiring dengan semakin tingginya konsentrasi EMS (Sakin 2002; Fang dan Traore 2011; Talebi et al. 2012; Ndou et al. 2013).

Hasil analisis probability menunjukkan bahwa reduksi pertumbuhan kalus gandum varietas Dewata sebesar 20-50% (LC20-LC50) berada pada kisaran 0,3%

dengan waktu 33.18 - 96.96 menit. Sedangkan pada varietas Selayar reduksi pertumbuhannya berada pada kisaran 0.1% dengan waktu 64.84 – 131.98 menit (Tabel 2). Pada kisaran LC tersebut dapat mengakibatkan keragaman mutan tinggi karena terjadi mutasi pada kalus gandum yang diuji. Kisaran waktu yang diperlukan dalam LC yang diperoleh dari penelitian ini sangat rendah dibandingkan dengan penelitian Sakin (2002); Sakin dan Yildirim (2004), yang menghasilkan variabilitas genetik gandum tinggi dan mendapatkan varietas unggul yaitu kisaran antara 0.1 dan 0.3 dengan waktu perendaman 8 jam pada biji gandum varietas Gediz-75. Kisaran konsentrasi yang dihasilkan pada varietas Dewata adalah 0.3% dengan waktu perendaman 30 menit, dan varietas Selayar kisarannya adalah 0.1% dengan waktu 60 menit, dimana konsentrasi dan waktu tersebut merupakan kisaran yang tepat untuk menghasilkan keragaman mutan (Tabel 2).

LC20 -LC50 berbeda pada setiap genotipe tanaman tergantung pada tahap

pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan bagian tanaman yang diberi perlakuan EMS. Umumnya, konsentrasi EMS yang tinggi terutama pada konsentrasi 0,5% mempunyai pengaruh negatif pada penampilan morfologi kalus yang berubah menjadi berwarna coklat atau kehitaman (Gambar 12 dan 13). Perlakuan EMS dilakukan pada kisaran konsentrasi kematian 50% dengan pertimbangan bahwa kerusakan fisiologis berimbang dengan perubahan genetik yang diperoleh pada tanaman tersebut. Selain untuk menentukan kadar sensitivitas terhadap mutagen fisik maupun kimia, kisaran konsentrasi LC50 juga dapat

digunakan untuk menghitung perkiraan konsentrasi dan waktu optimal untuk menginduksi mutasi (Abdullah et al. 2009).

3. Seleksi Kalus pada Suhu 27 - 35°C secara In Vitro.

Keragaman genetik yang ditimbulkan oleh induksi mutasi dengan EMS bersifat acak dan beragam, sehingga diperlukan seleksi in vitro guna mendapatkan mutan yang diinginkan. Kalus varietas Dewata dan Selayar yang diseleksi pada suhu 35 °C mengalami penghambatan proliferasi, dan kematian sel, sehingga kalus yang diseleksi berwarna coklat kehitaman dan tidak dapat bertahan hidup. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi penghambatan pertumbuhan kalus, dan penghambatannya semakin besar dengan meningkatnya suhu seleksi sampai 35 °C. Kalus yang diseleksi pada suhu 27 °C mempunyai persentase pertumbuhan kalus yang tertinggi yaitu 84 dan 72 % (Gambar 15). Kalus yang tahan terhadap suhu seleksi dapat tumbuh dan menghasilkan bakal tunas apabila ditumbuhkan pada media regenerasi.

Gambar 15. (A) Persentase kalus Dewata yang hidup pada suhu 27 - 35°C. (B)Persentase kalus Selayar yang hidup pada suhu 27 - 35°C.

Svabova dan Lebeda (2005) menyatakan bahwa metode memanfaatkan agen seleksi yang efektif secara in vitro dapat membantu meningkatkan karakteristik tanaman yang diinginkan, dalam hal ini suhu sehingga diperkirakan mendapatkan tanaman toleran suhu tinggi. Tanaman toleran suhu tinggi adalah tanaman yang mampu mempertahankan integritas membran tanaman pada kondisi stress panas. Varietas Dewata toleran terhadap suhu 27 °C dan semakin tinggi suhunya maka semakin berkurang toleran adaptasi tanaman tersebut. Berkurangnya toleransi kalus tersebut akibat adanya cekaman yang ditimbulkan oleh suhu tinggi.

Sung et al. (2003) menyimpulkan bahwa besarnya cekaman yang ditimbulkan oleh suhu berbeda-beda tergantung dari intensitas derajat suhu, lama periode cekaman dan laju perubahan suhu. Berurut-turut nilai persentase pertumbuhan kalus Dewata pada suhu 27, 29, 31, 33 dan 35 °C yaitu 84; 76; 44 dan 0%, sedangkan Selayar 72; 60; 32; 24 dan 0% (Gambar 15). Semakin tinggi suhu seleksi maka semakin sedikit kalus yang bertahan hidup, bahkan pada suhu teringgi yaitu 35° C, tidak terdapat kalus yang hidup (Gambar 16).

Menurut Wiyono (1980); Van Ginkel dan Villareal (1996), gandum memerlukan suhu bagi pertumbuhannya sekitar 15 – 25 °C dan tidak dapat tumbuh pada daerah hangat dan suhu tinggi. Kenaikan 1°C saja menyebabkan gandum mengalami penghambatan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian Chalupa (1987) yang mengatakan bahwa suhu memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan kalus tanaman picea abies yang memiliki suhu optimum 25°C, sehingga suhu di bawah dan di atas suhu optimum menghambat pertumbuhan kalus.

Kalus varietas Selayar menunjukkan persentase hidup tertinggi pada suhu 27°C yaitu sebesar 72% dan pada Dewata sebesar 84% (Gambar 15). Suhu semakin tinggi menyebabkan pertumbuhan kalus semakin sedikit bahkan pada suhu tertinggi yaitu suhu 35°C tidak ada pertumbuhan kalus atau mengalami kematian. Hal ini menunjukkan bahwa suhu 35°C memberikan penghambatan

A

terhadap pertumbuhan kalus, dan penghambatannya semakin besar dengan meningkatnya seleksi suhu. Menurut Hsissou dan Bouharmont (1994) seleksi in vitro dapat meningkatkan peluang untuk hidup bertahan dan dapat menghasilkan tanaman toleran. Setelah seleksi in vitro heterogenitas pada populasi tanaman mengalami penurunan / lebih sedikit dari asalnya yaitu sebelum seleksi dan menghemat waktu yang dibutuhkan (Clemente dan Cadenas 2012). Pada penelitian ini kalus mutan bertahan hidup pada di setiap suhu seleksi.

Gambar 16. Pertumbuhan kalus setelah seleksi in vitro. A. Dewata (Dw) 27 °C, B. Dw 29 °C, C. Dw 31 °C, D. Dw 33 °C, E. Dw 35°C. F. Selayar (Sl) 27°C, G. Sl 29 °C, H. Sl 31 °C, I. Sl 33 °C, J. Sl 35 °C.

Kalus embriogenik yang mampu bertahan hidup pada lingkungan target dalam jangka waktu tertentu dapat dipilih sebagai kalus yang toleran. Kalus toleran ini dapat diperoleh melalui teknik kultur jaringan berbasis seleksi in vitro sehingga pengembangan tanaman toleran sangat penting untuk meningkatkan produktifitas tanaman. Kalus yang mampu mempertahankan integritas membran kalus pada kondisi stress atau cekaman disebut kalus embriogenik mutan (Gambar 17). Kalus mutan ini dipilih untuk diregenerasikan menjadi tanaman baru pada berbagai macam media regenerasi (Hsissou dan Bouharmont 1994). Seleksi kalus ini diharapkan mendapatkan kalus mutan yang dapat beradaptasi pada dataran rendah.

Gambar 17. Kalus embriogenik mutan varietas A. Dewata, B. Selayar, yang akan diregenerasikan pada berbagai media regenerasi.

B F C D E J I H G A A B