• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dukungan Terselubung Pemerintah Eisenhower

Dalam dokumen Indonesia Melawan Amerika min (Halaman 196-200)

Menjadi tampak bahwa dukungan CIA telah membuat para pemberontak berani untuk membentuk sebuah pemerintahan yang terpisah dari Jakarta. Hal ini tentu saja bukanlah sebuah keputusan yang terpisah, melainkan merupakan bagian dari skenario besar Amerika terhadap Indonesia. Meskipun bersifat militer, dukungan CIA kepada kaum pemberontak, sebagaimana diakui oleh mantan Deputi Direktur Perencanaan CIA Richard M. Bissel, awalnya merupakan sebuah keputusan politis yang kemudian berkembang menjadi operasi militer.91 Sejak awal pemerintahan kedua Eisenhower para pejabat A.S. sudah merasa khawatir dengan perkembangan politik Indonesia yang terus mengarah ke kiri. Menyusul pengumuman Konsepsi Presiden, kekhawatiran Washington atas komunisme di Indonesia semakin menjadi-jadi.

Menlu A.S. John Foster Dulles menafsirkan pengumuman Konsepsi tersebut sebagai tanda meningkatnya peran komunis dalam pemerintahan Indonesia. Iya yakin, hal itu akan berdampak negatif bagi Indonesia. Karena menduga bahwa pemerintah Indonesia tidak lama lagi akan takluk di bawah pengaruh komunis, para pejabat A.S. menyimpulkan bahwa bila tindakan-tindakan tertentu tidak diambil Indonesia akan segera dikuasai oleh kelompok komunis. Tiga unsur pokok yang melatarbelakangi pemikiran semacam ini adalah: berbagai laporan CIA mengenai Indonesia; sikap mantan Duta Besar Amerika untuk Indonesia Hugh Cumming terhadap Indonesia dan Presiden Sukarno; dan hasil Pemilu Daerah tahun 1957.

Pandangan Washington atas situasi politik Indonesia pada masa ini sangat dipengaruhi oleh laporan para pejabat CIA yang bertanggung jawab pada masalah-masalah Indonesia. Para pejabat tersebut mempunyai agenda mereka sendiri terkait situasi di Indonesia. Pertama, mereka memiliki kepentingan birokratis, karena dengan adanya operasi CIA, hal itu akan menunjang karier mereka.92 Kedua, banyak dari pejabat ini memegang pandangan yang kaku atas antagonisme Perang Dingin secara umum. Mereka berpandangan bahwa setiap gerakan atau pemerintahan yang memiliki kecenderungan kiri pastilah komunis, dan setiap gerakan komunis lokal pasti merupakan bagian dari gerakan komunis internasional Uni Soviet. Sebagai bagian dari gerakan komunis internasional, mereka merupakan ancaman yang berbahaya bagi kepentingan global Amerika. Dan, karena merupakan ancaman bagi kepentingan global Amerika, mereka harus dimusnahkan. Joseph Smith mengklaim bahwa CIA-lah, dan bukan Departemen Luar Negeri A.S., yang pertama-tama memperkenalkan gagasan untuk mendukung kaum pemberontak dan mempengaruhi hasil akhir pemberontakan tersebut. Menurut dia, pada awal tahun 1957, ketika arah pemberontakan daerah masih belum jelas, para pejabat

CIA di Indonesia sudah merencanakan cara untuk memanipulasi arah gerakan tersebut.93

Pernyataan Smith itu dikonfi rmasi oleh Audrey Kahin dan George Kahin. Keduanya—sebagai peneliti kebijakan Eisenhower dan John Foster Dulles terhadap Indonesia selama periode ini—percaya bahwa berbagai kebijakan Presiden dan Menteri Luar Negeri A.S. tersebut terhadap Indonesia sangat dipengaruhi oleh “kepercayaan yang begitu besar yang mereka berikan kepada laporan CIA yang sering kali tendensius dan tidak jarang mengandung banyak kesalahan”.94 Lebih jauh kedua peneliti tersebut berpendapat bahwa Eisenhower dan Dulles lebih percaya pada informasi dan interpretasi CIA “daripada ... pada berita-berita yang secara umum lebih benar dan lebih bisa dipercaya yang datang dari para Duta Besar dan staf mereka di Jakarta, termasuk dari Atase Militer mereka”.95

Tak lama kemudian upaya membantu para pemberontak daerah menjadi kebijakan resmi Washington terhadap Indonesia. Meskipun sebagian besar lebih berupa prasangka, laporan CIA tersebut diterima dengan baik di Departemen Luar Negeri A.S. Ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa Direktur CIA, yakni Allen Dulles, adalah adik kandung dari Menteri Luar Negeri John Foster Dulles. Sebagaimana ditegaskan oleh pengakuan Smith mengenai keberhasilan CIA menyingkirkan Duta Besar Allison di depan, akses dinas rahasia tersebut ke Washington menjadi mudah berkat campur tangan Allen Dulles. Melalui DCI Dulles pulalah informasi-informasi yang terkait dengan pemberontakan di Luar Jawa sampai ke telinga para perumus politik luar negeri A.S. di Washington, serta mempengaruhi pandangan dan kebijakan mereka terhadap Indonesia.96

Selain sangat mengandalkan laporan-laporan CIA, Presiden dan Menteri Luar Negeri A.S. juga mendengarkan pandangan dari mantan Duta Besar mereka untuk Indonesia, Hugh Cumming.

Ditunjuk sebagai Ketua Gugus Tugas (Task Force) Ad Hoc Antar-Departemen untuk Indonesia sekembalinya ke Washington, Cumming secara pribadi semakin tidak suka dengan Presiden Sukarno.97 Telah kita lihat, meskipun memiliki hubungan yang baik dengan Bung Karno selama hampir sebagian besar masa tugasnya sebagai Duta Besar Amerika di Jakarta, Cumming menjadi semakin tidak menyukai Presiden RI tersebut berikut gagasannya mengenai demokrasi terpimpin yang mengemuka sekembalinya Bung Karno dari kunjungan ke Uni Soviet dan Cina pada bulan Agustus-September 1956. Hubungannya yang dekat dengan Allen Dulles di Washington makin mempertebal rasa tidak sukanya itu.98

Di Washington, demikian tulis Paul F. Gardner, “Cumming jadi kehilangan kepercayaan pada Bung Karno dan bergabung dengan Dulles bersaudara sebagai kelompok yang sangat pesimis pada gagasan demokrasi terpimpin.” Gugus tugas antar-departemen yang dikepalainya dengan segera menjadi sumber informasi dan analisis utama bagi pemerintahan Eisenhower dalam menyusun kebijakan atas Indonesia.99

Terhadap pengumuman hasil Pemilu Daerah yang diadakan pada pertengahan tahun 1957 Washington merasa sangat gelisah. Hasil Pemilu tersebut menunjukkan meningkatnya dukungan pada PKI di berbagai wilayah utama negeri, terutama di Jawa dan Sumatra Selatan. Pemerintahan Eisenhower yakin bahwa Indonesia sedang bergeser ke kiri. Gagasan ini membuat para penentu kebijakan di A.S. pada pertengahan 1957 bertambah waswas terhadap perkembangan politik di Indonesia.100 Para pejabat A.S. juga khawatir dengan berbagai usaha Bung Karno untuk mendapatkan bantuan militer dari negara-negara Blok Soviet.101 Menganut “teori domino”, para pejabat urusan luar negeri di Washington takut bahwa bila pemerintah Indonesia jatuh ke tangan komunis, negara-negara lain di kawasan tersebut pasti juga akan bergerak mendekati Blok Komunis. Oleh karena itu pentinglah untuk mencegah

supaya Indonesia tidak akan jatuh ke tangan komunis, misalnya dengan membantu para pemberontak anti-komunis di Luar Jawa. Dalam sebuah memorandum kepada Menteri Pertahanan Neil H. McElroy, para Kepala Staf Gabungan memperingatkan: “Kalahnya para pemberontak hampir pasti akan membuat komunis berkuasa di Indonesia.”102 Jika demikian, lanjut para Kepala Staf Gabungan tersebut, dampaknya pasti akan segera terasakan sampai ke tempat-tempat lain seperti Malaka, Laos, Kamboja, dan Timur Tengah. Merekapun lantas merekomendasikan upaya-upaya pencegahan agar kelompok komunis tidak berkuasa di Indonesia.103

Banyak pejabat senior dalam pemerintahan Eisenhower berkesimpulan bahwa telah tiba saatnya untuk segera bertindak. Mereka menyambut pemberontakan terhadap Pemerintah Pusat Indonesia sebagai sebuah kesempatan untuk mengubah kecenderungan pro-Komunis menjadi pro-Barat. Guna meraih tujuan tersebut, mereka lantas menyusun berbagai kebijakan yang, meminjam kata-kata Kahin, diarahkan untuk “menghapuskan Partai Komunis, memperlemah kekuatan Angkatan Darat di Jawa, dan menelikung atau kalau perlu menumbangkan Presiden Sukarno.”104 Pada bulan Desember 1957 Angkatan Laut A.S. bahkan sudah siap untuk melancarkan suatu operasi militer besar-besaran.105

Pada akhir Januari 1958 Allen Dulles mengungkapkan kegembiraannya ketika mendengar berita bahwa kaum pemberontak sudah mulai menyusun rencana untuk membentuk pemerintahan tersendiri. “Menurut perhitungan kami secara umum ini adalah sebuah keputusan yang bijaksana,” katanya.106 Dalam pertemuan NSC tanggal 6 Februari 1958 dia meramalkan bahwa Republik Indonesia dipastikan akan pecah: “Apapun yang terjadi, Luar Jawa akan memisahkan diri dari Jawa.”107 Empat hari kemudian, pada tanggal 10 Februari, NSC menyetujui sebuah laporan khusus

Dalam dokumen Indonesia Melawan Amerika min (Halaman 196-200)