• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksploitasi dari Segi Upah Kerja

Dalam dokumen Exploitation of Working Children in Indonesia (Halaman 120-157)

VI. EKSPLOITASI TERHADAP ANAK YANG BEKERJA

6.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Eksploitasi terhadap Anak yang

6.2.2. Eksploitasi dari Segi Upah Kerja

Faktor-faktor yang diduga memengaruhi terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi upah dalam penelitian ini adalah umur anak, jenis kelamin anak, lapangan usaha anak, status pekerjaan anak, dan daerah tempat tinggal. Berdasarkan output SPSS, diperoleh model terbaik melalui satu tahap iterasi. Hasil dari beberapa tahapan pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Likelihood Ratio Test

Uji Likelihood Ratio atau uji signifikansi model digunakan untuk

mengetahui peran seluruh variabel penjelas di dalam model secara bersama-sama. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai observasi terhadap nilai dugaan yang diperoleh pada model yang terbentuk dengan model penuh.

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah :

Ho: tidak ada pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen. H1: ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Uji kelayakan secara keseluruhan (overall fit test) dilihat dari nilai -2 log

likelihood. Nilai -2 log likelihood yang semakin rendah dibandingkan dengan nilai

run data menggunakan SPSS terlihat bahwa nilai -2 log likelihood pada awalnya adalah 886.069,797, kemudian semakin menurun menjadi 860.801,826, sehingga nilai G yang dihasilkan adalah 25.267,961.

Uji kemaknaan koefisien regresi overall fit test juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan uji Chi Square. Nilai signifikansi yang didapat dari hasil pengolahan lebih kecil dari 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi upah dapat diprediksi dengan menggunakan variabel-variabel dependen tersebut.

2. Output Classification Model

Classification model digunakan untuk menentukan kesesuaian model

dalam memprediksi terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi upah. Semakin tinggi nilai overall percentage (mendekati 100) maka ketepatan model dalam memprediksi akan semakin baik.

Berdasarkan output classification table terlihat bahwa nilai overall

percentage sebesar 89,30 persen. Angka ini menunjukkan bahwa model secara

keseluruhan memiliki tingkat kesesuaian sebesar 89,30 persen dalam memprediksi terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi upah kerja. Artinya, model tersebut memiliki kemampuan yang cukup baik untuk memprediksi dan layak dipakai.

3. Uji Wald

Setelah secara simultan model dinyatakan berpengaruh nyata dan dapat digunakan, tahap selanjutnya adalah menguji keberartian masing-masing parameter dalam model secara parsial. Untuk menguji pengaruh masing-masing variabel penjelas dalam model digunakan statistik uji Wald. Parameter yang digunakan adalah dengan membandingkan antara nilai signifikansi setiap variabel dengan taraf nyata 5 persen (0,05). Apabila signifikansi kurang dari 0,05, maka variabel bebas tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat dan berlaku pula sebaliknya.

Uji Wald memberikan hasil bahwa setelah melalui satu tahap iterasi terdapat lima variabel yang memiliki signifikansi kurang dari 0,05 yang berarti variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap terjadinya eksploitasi

terhadap anak yang bekerja dari segi upah. Nilai B yang bertanda positif (+) menunjukkan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara positif terhadap variabel terikat, begitu pula sebaliknya.

Model regresi logistik yang diperoleh untuk mengestimasi faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi upah kerja adalah:

)

(x

g

= -4,300 - 0,221 anak_B1P05 + 0,113 anak_UMUR+0,857 anak_JK+ 0,258

KLUIanak(1)+0,082 statuskerjaanak(1) ………. (6.3)

Tabel 29 Hasil estimasi koefisien model, nilai uji Wald, signifikansi, dan nilai

odds ratio dari model regresi logistik faktor-faktor yang memengaruhi

terjadinya eksploitasi anak bekerja dari segi upah di Indonesia, tahun 2011

Nama Variabel B Wald Signifikansi Exp(B)

Anak_B1P05(1) -0,221 1,199E3 0,00 0,802 anak_JK(1) 0,857 1,921E4 0,00 2,357 anak_UMUR 0,113 2,335E3 0,00 1,120 KLUIanak(1) 0,082 151,359 0,00 1,085 Statuskerjaanak(1) 0,258 1,010E3 0,00 1,295 intersep -4,300 1,244E4 0,00 0,014

Sumber: data diolah dari BPS, 2011

4. Odds Ratio

Besarnya pengaruh masing-masing variabel terhadap terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi upah kerja dapat dilihat berdasarkan nilai

odds ratio sebagai berikut:

1. Anak-anak yang bekerja yang tinggal di perdesaan memiliki peluang untuk tereksploitasi dari segi upah sebesar 0,802 kali dibandingkan anak-anak yang bekerja di perkotaan. Atau dengan kata lain, anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan memiliki pengaruh positif terhadap kecenderungan terjadinya eksploitasi terhadapa anak dari segi upah.

2. Anak perempuan memiliki peluang 2,357 kali untuk tereksploitasi dari segi upah dibandingkan anak laki-laki. Adanya pembedaan upah berdasarkan jenis kelamin diduga menjadi penyebabnya.

3. Umur anak berpengaruh positif terhadap terjadinya eksploitasi dari segi upah. Hal ini berkaitan dengan kondisi upah normatif, dimana untuk anak yang berumur 15-17 tahun seharusnya mendapatkan upah yang sama dengan upah pekerja dewasa.

4. Anak yang bekerja di sektor pertanian memiliki peluang tereksploitasi dari segi upah sebesar 1,295 kali dibandingkan anak yang bekerja di sektor lainnya. Pertanian dikenal sebagai sektor tradisional. Pada umumnya pengusaha yang bergerak di sektor pertanian merupakan pengusaha kecil yang tidak mampu memberikan upah yang tinggi, terutama kepada tenaga kerja anak-anak, sehingga diduga mengakibatkan persentase anak-anak dengan upah rendah di sektor pertanian lebih tinggi dibandingkan dengan sektor- sektor lain. Anak-anak yang bekerja di sektor nonpertanian cenderung mendapat upah/gaji/pendapatan yang lebih baik dibandingkan sektor pertanian.

5. Anak-anak yang bekerja disektor informal memiliki peluang tereksploitasi dari segi upah sebesar 1,085 kali dibandingkan anak-anak yang bekerja di sektor formal. Hal ini bisa terjadi karena anak-anak yang bekerja di sektor informal tidak memiliki upah/pendapatan yang tetap.

6.2.3. Eksploitasi dari Segi Terhambatnya Akses Pendidikan

Faktor-faktor yang diduga memengaruhi terhambatnya akses pendidikan pada anak-anak yang bekerja dalam penelitian ini adalah umur anak, jenis kelamin anak, lapangan usaha anak, status pekerjaan anak, jumlah jam kerja anak perminggu, umur KRT, jenis kelamin KRT, pendidikan KRT, status perkawinan KRT, jumlah anggota rumah tangga, dan daerah tempat tinggal.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi logistik dengan variabel dependen terdiri atas dua kategori, yaitu tereksploitasi dan tidak tereksploitasi. Prosedur yang digunakan untuk membentuk regresi logistik terbaik pada penelitian ini adalah stepwise backward (wald). Berdasarkan output SPSS, diperoleh model terbaik melalui empat tahap iterasi.

1. Likelihood Ratio Test

Uji Likelihood Ratio atau uji signifikansi model digunakan untuk

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai observasi terhadap nilai dugaan yang diperoleh pada model yang terbentuk dengan model penuh.

Hipotesis yang digunakan dalam pengujian ini adalah :

Ho: tidak ada pengaruh seluruh variabel independen terhadap variabel dependen. H1: ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Uji kelayakan secara keseluruhan (overall fit test) dilihat dari nilai -2 log

likelihood. Nilai -2 log likelihood yang semakin rendah dibandingkan dengan nilai

awal, menunjukkan bahwa model akan semakin fit secara keseluruhan. Dari hasil run data menggunakan SPSS terlihat bahwa nilai -2 log likelihood pada awalnya adalah 16.368,861, kemudian semakin menurun menjadi 10.862,754, sehingga nilai G yang dihasilkan adalah 5.506,107.

Uji kemaknaan koefisien regresi overall fit test juga dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan uji Chi Square. Nilai signifikansi yang didapat dari hasil pengolahan adalah sebesar 0,00. Nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi akses pendidikan dapat diprediksi dengan menggunakan variabel-variabel dependen tersebut.

2. Output Classification Model

Classification model digunakan untuk menentukan kesesuaian model

dalam memprediksi terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi akses pendidikan. Semakin tinggi nilai overall percentage (mendekati 100) maka ketepatan model dalam memprediksi akan semakin baik.

Berdasarkan output classification table terlihat bahwa nilai overall

percentage sebesar 79,20 persen. Angka ini menunjukkan bahwa model secara

keseluruhan memiliki tingkat kesesuaian sebesar 79,20 persen dalam memprediksi terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi akses terhadap pendidikan. Artinya, model tersebut memiliki kemampuan yang cukup baik untuk memprediksi dan layak dipakai.

3. Uji Wald

Setelah secara simultan model dinyatakan berpengaruh nyata dan dapat digunakan, tahap selanjutnya adalah menguji keberartian masing-masing parameter dalam model secara parsial. Untuk menguji pengaruh masing-masing

variabel penjelas dalam model digunakan statistik uji Wald. Parameter yang digunakan adalah dengan membandingkan antara nilai signifikansi setiap variabel dengan taraf nyata 5 persen (0,05). Apabila signifikansi kurang dari 0,05, maka variabel bebas tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat dan berlaku pula sebaliknya.

Uji Wald memberikan hasil bahwa setelah melalui empat tahap iterasi terdapat sembilan variabel yang memiliki signifikansi kurang dari 0,05 yang berarti variabel-variabel tersebut memiliki pengaruh terhadap terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi akses pendidikan. Nilai B yang bertanda positif (+) menunjukkan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara positif terhadap variabel terikat, begitu pula sebaliknya.

Fungsi regresi logistik yang diperoleh adalah:

)

(x

g

= -6,586 + 0,217 anak_B1P05(1) – 0,281 anak_JK(1) + 0,272 anak_UMUR

– 0,005 krt_UMUR + 0,876 KLUIanak(1)–1,138 statuskerjaanak(1)+

0,974 tamatSDSMP(1) +1,770tdktamatSD(1) + 0,081 anak_B5P8B(6.4)

Tabel 30 Hasil estimasi koefisien model, nilai uji Wald, signifikansi, dan nilai

odds ratio dari model regresi logistik faktor-faktor yang memengaruhi

terjadinya eksploitasi dari segi akses pendidikan di Indonesia , tahun 2011

Nama Variabel B Wald Signifikansi Exp(B)

Anak_B1P05(1) 0,217 10,368 0,00 1,242 anak_JK(1) -0,281 31,224 0,00 0,755 anak_UMUR 0,272 425,136 0,00 1,312 Krt_UMUR -0,005 4,719 0,03 0,995 KLUIanak(1) 0,876 183,662 0,00 2,401 tamatSDSMP(1) 0,974 131,657 0,00 2,648 tdktamatSD(1) 1,770 405,673 0,00 5,873 Anak_B5P8B 0,081 1,663E3 0,00 1,084 Statuskerjaanak(1) -1,138 165,486 0,00 0,320 intersep -6,586 679,982 0,00 0,001

Sumber: data diolah dari BPS, 2011

Berdasarkan fungsi regresi logistik terlihat bahwa koefisien umur anak dan

penambahan satu satuan dari variabel-variabel tersebut, maka peluang anak untuk tereksploitasi dari segi akses pendidikan akan semakin besar.

4.Odds Ratio

Besarnya pengaruh masing-masing variabel terhadap terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi akses pendidikan dapat dilihat berdasarkan nilai odds ratio. Nilai odds ratio dalam model tersebut adalah:

θ = exp (-6,586 + 0,217 anak_B1P05(1) – 0,281 anak_JK(1) + 0,272

anak_UMUR – 0,005 krt_UMUR + 0,876 KLUIanak(1)–1,138 statuskerjaanak(1)+ 0,974 tamatSDSMP(1) + 1,770tdktamatSD(1) +

0,081 anak_B5P8B) ………. (6.5)

Nilai exp (B) menunjukkan besarnya perubahan odds ratio jika X naik satu satuan. Oleh karena itu dapat ditafsirkan beberapa hal mengenai eksploitasi dari segi akses pendidikan terhadap anak yang bekerja sebagai berikut:

1. Daerah tempat tinggal, dalam hal ini perdesaan memiliki pengaruh positif terhadap terjadinya eksploitasi terhadap anak bekerja dari segi terhambatnya akses pendidikan. Nilai odds ratio yang sebesar 1,242 berarti bahwa anak bekerja yang tinggal di perdesaan memiliki peluang untuk tereksploitasi dari segi terhambatnya akses pendidikan 1,242 kali lebih besar dibandingkan anak yang tinggal di daerah perkotaan. Selain bisa disebabkan karena akses atau fasilitas kesehatan di perdesaan lebih terbatas dibandingkan perkotaan, juga bisa disebabkan perbedaan pola pikir atau kultur masyarakat perdesaan yang belum memprioritaskan pendidikan untuk anak.

2. Koefisien jenis kelamin anak bertanda negatif. Koefisien tersebut

menunjukkan bahwa anak laki-laki yang bekerja mempunyai peluang lebih besar untuk tereksploitasi dari segi terhambatnya akses pendidikan dibandingkan dengan anak perempuan. Dengan nilai odds ratio sebesar 0,755 dapat diartikan bahwa anak perempuan yang bekerja memiliki peluang tereksploitasi dari segi terhambatnya akses pendidikan 0,755 kali dibandingkan anak laki-laki.

3. Koefisien umur anak bertanda positif, artinya semakin tinggi umur anak, maka kecenderungan anak bekerja untuk tereksploitasi dari segi terhambatnya akses pendidikan semakin besar. Seiring dengan meningkatnya umur, diduga menyebabkan tanggung jawab secara ekonomi yang dimiliki anak semakin

besar sehingga dituntut untuk bekerja penuh waktu dan meninggalkan bangku sekolah.

4. Koefisien umur KRT bertanda negatif, yang berarti bahwa semakin

bertambahnya umur KRT, maka peluang anak yang bekerja dalam rumah tangga itu untuk tereksploitasi dari segi terhambatnya akses pendidikan akan semakin menurun. Dengan nilai odds ratio yang sebesar 0,995 dapat diartikan bahwa apabila umur KRT meningkat satu tahun, maka kecenderungan anak untuk tereksploitasi dari segi terhambatnya akses pendidikan menjadi lebih kecil 0,995 kali.

5. Faktor lapangan usaha anak terdiri atas dua kategori, yaitu pertanian dan lainnya (nonpertanian). Anak yang bekerja di lapangan usaha pertanian memiliki kecenderungan untuk tereksploitasi dari segi pendidikan sebesar 2,401 kali dibandingkan yang bekerja di sektor lainnya. Apabila anak memilih meninggalkan sekolah untuk bekerja, maka lapangan usaha pertanian merupakan lapangan usaha yang paling mudah menampungnya karena untuk bekerja di pertanian tidak dituntut untuk memiliki suatu keahlian atau kriteria pendidikan tertentu.

6. Nilai odds ratio tdktamatSD(1) adalah 5,873 artinya anak dengan KRT yang tidak pernah bersekolah/tidak tamat SD memiliki peluang untuk tereksploitasi sebesar 5,873 kali dibandingkan anak dengan KRT yang berpendidikan lebih tinggi. Sedangkan variabel tamatSDSMP(1) memiliki nilai odds ratio sebesar 2,648, yang berarti anak dengan KRT berpendidikan SD-SMP memiliki kecenderungan untuk tereksploitasi sebesar 2,648 kali anak dari KRT yang berpendidikan lainnya. Kondisi ini menggambarkan adanya jebakan setan

(vicious circle). Kepala rumah tangga dengan tingkat pendidikan yang rendah,

kesadaran akan pendidikan anak juga akan rendah. Akibatnya mereka cenderung tidak memasukkan anak-anaknya ke sekolah tapi justru melibatkan anaknya untuk bekerja. Anak akan terlibat dalam pekerjaan yang tidak terlatih dengan upah yang rendah. Akibat pendapatan rendah, pada saat dewasa investasi pendidikan untuk anak mereka juga akan rendah, dan begitu seterusnya.

7. Koefisien jumlah jam kerja perminggu anak bertanda positif, artinya semakin tinggi jumlah jam kerja perminggu anak, maka kecenderungan anak untuk terhambat akses pendidikan semakin besar. Dengan semakin banyaknya jam kerja anak, maka waktu anak untuk belajar, bersekolah, mengerjakan tugas- tugas sekolah, dan lain-lain akan semakin sedikit sehingga mereka akan terganggu pendidikannya dan akhirnya memutuskan untuk berhenti sekolah. Angka exp (B) yang sebesar 1,084 berarti bahwa apabila jumlah jam kerja perminggu anak bertambah satu jam, maka kecenderungan anak untuk tereksploitasi akan meningkat sebesar 1,084 kali.

8. Kedudukan anak dalam status kerja memiliki koefisien negatif, artinya anak yang bekerja dengan status formal memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk terhambat akses pendidikan dibandingkan anak yang bekerja dengan status informal. Anak yang bekerja formal memiliki jadwal kerja dan aturan jam kerja yang harus dipatuhi. Sehingga apabila jam kerja berbenturan dengan jam sekolah, anak-anak akan kesulitan untuk mengatur waktu mereka, dan akhirnya akan meninggalkan sekolah untuk memilih bekerja.

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan paparan pembahasan diperoleh beberapa kesimpulan penting, yaitu:

1. Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan anak untuk bekerja adalah

klasifikasi daerah tempat tinggal, jenis kelamin anak, umur anak, partisipasi sekolah anak, jumlah anggota rumah tangga, jenis kelamin KRT, umur KRT, status kerja KRT, status perkawinan KRT, lapangan usaha KRT, dan pendidikan KRT.

2. Tingkat keparahan eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi jam kerja untuk Indonesia menunjukkan nilai 0,43. Terdapat 16 provinsi yang memiliki tingkat keparahan melebihi angka nasional. Tingkat keparahan eksploitasi terhadap anak yang bekerja dari segi upah untuk Indonesia menujukkan nilai 0,07. Terdapat 10 provinsi yang memiliki tingkat keparahan melebihi angka nasional.

3. Analisis regresi logistik menghasilkan faktor-faktor yang memengaruhi eksploitasi dari segi jam kerja, yakni klasifikasi daerah tempat tinggal, jenis kelamin anak, umur anak, jumlah anggota rumah tangga, jenis kelamin KRT, umur KRT, status perkawinan KRT, lapangan usaha anak, pendidikan KRT, dan status kedudukan anak dalam pekerjaan. Faktor-faktor yang memengaruhi eksploitasi dari segi upah adalah klasifikasi daerah tempat tinggal, umur anak, jenis kelamin anak, lapangan usaha anak, dan status kedudukan anak dalam pekerjaan. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi eksploitasi dari segi akses pendidikan adalah klasifikasi daerah tempat tinggal, jenis kelamin anak, umur anak, umur KRT, lapangan usaha anak, status kedudukan anak dalam pekerjaan, pendidikan KRT, dan jam kerja anak.

7.2. Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan di atas, dapat dirumuskan beberapa implikasi kebijakan, antara lain:

1. Program Wajib Belajar hendaknya lebih digalakkan, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal, seperti kursus-kursus dan pelatihan-pelatihan ketrampilan, mengingat persentase anak bekerja yang tidak bersekolah cukup besar. Selain itu, perlu perbaikan kualitas pendidikan agar anak tidak hanya sekedar lulus sekolah, tetapi lulus dengan memiliki nilai lebih sehingga memiliki kesiapan pada saat terjun ke dunia kerja. Apabila program wajib belajar ini berhasil, diharapkan dengan sendirinya dapat menekan jumlah anak yang bekerja.

2. Perlu lebih digalakkan lagi program-program yang dapat meningkatan kualitas hidup dan peran perempuan, baik dalam bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain sebagainya, baik oleh yayasan peduli perempuan maupun departemen terkait karena perempuan memiliki peran yang besar untuk mendidik anak dan menjadikan anak sebagai SDM yang berkualitas.

3. Pendidikan orang tua (kepala rumah tangga) memiliki pengaruh terhadap adanya anak yang bekerja dan terjadinya eksploitasi terhadap anak yang bekerja. Oleh karena itu, perlu adanya pemberian informasi/penyuluhan kepada kepala rumah tangga tentang pendidikan bagi anak dan dampak- dampak buruk anak bekerja terlalu dini.

4. Penghapusan pekerja anak penting dilakukan sebagai salah satu pemutus lingkaran kemiskinan. Namun dalam jangka pendek yang paling penting dilakukan adalah menghentikan bentuk-bentuk eksploitasi terhadap anak yang bekerja. Perlu adanya pengawasan dan aturan yang tegas dari instansi-instansi terkait sehubungan dengan jam kerja dan upah anak karena berdasarkan hasil penelitian masih ditemukan anak-anak yang bekerja dengan jumlah jam kerja perminggu yang sangat panjang dan upah yang masih sangat minim.

5. Perlu perhatian yang lebih kepada provinsi-provinsi dimana anak-anak yang bekerja rentan mengalami eksploitasi seperti DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat, bisa melalui pengkajian ulang tentang aturan daerah yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dan perlindungan anak.

7.3. Saran

Sejumlah informasi yang diperoleh dari penelitian ini menghasilkan beberapa saran, yaitu:

1. Perluasan cakupan penelitian, yaitu dengan meneliti anak-anak yang bekerja yang juga meliputi anak-anak yang berumur kurang dari 10 tahun, baik yang memiliki tempat tinggal tetap maupun tidak.

2. Perlu penelitian yang lebih dalam yang dapat merekam bentuk eksploitasi yang lebih ekstrem terhadap anak yang bekerja, seperti anak-anak yang bekerja di lingkungan yang berbahaya, perdagangan anak, eksploitasi seksual, dan lain-lain.

3. Penelitian ini hanya melihat anak yang bekerja dari sisi penawaran tenaga kerja anak, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut yang juga menggali dari sisi permintaan tenaga kerja anak.

DAFTAR PUSTAKA

Anker R. 2000. The Economics of Child Labour: A Framework for Measurement.

International Labour Review. Vol. 139. No. 3. Geneva: ILO.

BPS. 2010. Working Children in Indonesia 2009. Jakarta: BPS. ____. 2011. Laporan Bulanan Sosial Ekonomi. Jakarta: BPS. ____. 2012. Profil Anak di Indonesia. Jakarta: BPS.

Basu K. 2006. Gender and Say: A Model of Household Behavior with

Endogenously Determined Balance of Power. Economic Journal,

forthcoming.

Brown DK, Deadroff AV, Stern RM. 2001. Child Labor: Theory, Evidence and Policy. The University of Michigan Discussion Paper. No. 474.

Depnakertrans. 2005. Modul Penanganan Pekerja Anak. Jakarta: Depnakertrans.

Edmonds EV. 2006. “Child Labor”. Handbook of Development Economics

Volume 4. Elsevier Science. Amsterdam. North-Holland.

Effendi TN. 1993. Sumber Daya Manusia, Peluang Kerja dan Kemiskinan.

Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

Grimsrud B. 2001. What Can Be Done About Child Labor? An Overview of Recent Research and Its Implications for Designing Programs to Reduce Child Labor, Social Protection Discussion Paper Series. No. 0124. Washington DC: World Bank.

Hazan M, Berdugo B. 2002. Child Labour, Fertility and Economic Growth. The

Economic Journal. Vol. 112. No. 482. Blackwell Publishing.

Hosmer DW, Lemeshow S. 1989. Applied Logistic Regression. New York: John Wiley & Sons.

Imawan W. 1999. Krisis Ekonomi dan Dampaknya terhadap Perkembangan

Terakhir Pekerja Anak. Makalah dalam Lokakarya Penyusunan

Kebijakan Penanganan Pekerja Anak di Indonesia. Bogor.

ILO. 2007. Explaining the Demand and Supply of Child Labour: a Review of the Underlying Theories. Geneva: ILO.

Iverson V. 2002. "Autonomy in Child Labor Migrants," World Development 30: 817-34.

Moehling C. 2005. "She has suddenly become powerful: youth employment and household decision making in the early twentieth century". Journal of

Economic History 65: 414-438.

Okurut, Yinusa. 2009. Determinants of Child Labour and Schooling in Botswana.

Botswana Journal of Economic. Vol. 6, No.10.

SMERU. 2003. What Happened to Child Labor in Indonesia during The Economic Crisis: The Trade off Between School and Work (on-line). http://www.SMERU.com.

Suharto K. 2005. Eksploitasi Terhadap Anak & Wanita. Jakarta: CV. Intermedia. Stalker P. 2008. Kita Suarakan MDGs Demi Pencapaiannya di Indonesia.

Jakarta: BAPPENAS dan UNDP.

Tharmmapornphilas R. 2006. Determinants of Child Labor in Thailand. Journal

Columbia University. Vol. 4.

Tjandraningsih I. 1995. Pemberdayaan Pekerja Anak: Studi Mengenai

Pendampingan Pekerja Anak. Bandung: AKATIGA.

Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Jakarta:

Erlangga.

Triningsih N, Ichihashi M. 2010. The Impact of Poverty and Educational Policy on Child Labor in Indonesia. Discussion Paper. Hiroshima: Hiroshima University.

Usman H, Nachrowi N. 2004. Pekerja Anak di Indonesia (Kondisi, Determinan,

dan Eksploitasi). Jakarta: Grasindo.

Wadong MH. 2000. Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Grafindo. Jakarta

White B. 1994. Children, Work, and Child Labour. Journal of

Development and Change. Vol. 25.

White B. Tjandraningsih I. 1991. Pekerja Anak dan Remaja di Pedesaan Jawa Barat: Pengantar Studi Lapangan. Makalah. Bogor.

Yunita. 2006. Determinants of Child Labour in Indonesia: The Roles of Family Affluence, Bargaining Power and Parent’s Educational Attainments [Thesis]. Kent Ridge: Departement of Economics NUS.

Dalam dokumen Exploitation of Working Children in Indonesia (Halaman 120-157)

Dokumen terkait